Analisis Polifarmasi dan Interaksi Obat PPOK pada Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Karya Medika I Periode Juli - September 2020
Main Article Content
Latar Belakang: Tingginya angka kejadian polifarmasi dapat menyebabkan interaksi obat yang satu dengan obat yang lain sering disebut dengan istilah Polifarmasi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik, gambaran pengobatan, polifarmasi dan interaksi obat pada pasien BPJS rawat jalan penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) di Rumah Sakit Karya Medika I berdasarkan resep periode Juli - September 2020.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan waktu retrospektif.
Hasil: Hasil penelitian dari 125 kasus menggambarkan bahwa penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis tertinggi yaitu pada usia 60 tahun keatas dan penderita berjenis kelamin laki-laki. Obat Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang digunakan adalah golongan Bronkodilator sebanyak 222 kasus (55,36%), golongan anti inflamasi sebanyak 75 kasus (18,70%), golongan mukolitik sebanyak 50 kasus (12,47%), golongan antitusif sebanyak 46 kasus (11,47%), golongan antibiotik sebanyak 5 kasus (1,25%) dan golongan antioksidan sebanyak 3 kasus (0,75%).
Kesimpulan: Gambaran polifarmasi pada pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) penderita PPOK di Rumah Sakit Karya Medika I yaitu 59 kasus (47,2%) tergolong kedalam polifarmasi minor dan 66 kasus (52,8%) tergolong kedalam polifarmasi mayor. Gambaran interaksi yang dapat menurunkan efektivitas dari obat PPOK ditemukan dalam pemberian obat Methylprednisolon, Omeprazole dan Dexamethasone secara bersamaan dengan Retaphyl SR dapat menurunkan efek kerja Rethapyl SR. Disarankan pemberian obat Methylprednisolon, Omeprazole dan Dexamethasone diberikan sebaiknya selang 30 menit-1 jam setelah pemberian Retaphyl SR.