Tri Hidayat, Evi Tresnowati
, Nadhiya Aprilliani Sunarno, Inggita Kusumastuty /Cerdika: Jurnal
Ilmiah Indonesia, 1(5), 567 - 578
Literatur Riview: Asupan Kalium Pada Penyakit Ginjal Kronis 575
Hasil penelitian (Ramos, 2020) juga memperlihatkan dalam kedua kelompok baik
pasien PGK dengan HD maupun non dialisis menunjukkan bahwa DM meningkatkan
risiko hiperglikemia. Hasil analisis multivariat pada kelompok PGK dengan HD
menujukkan bahwa ada hubungan antara DM (p>0,02)dan kreatinin serum (p<0,01)
dengan kondisi hiperkalemia. Selain itu, pasien PGK non dialisis terdapat kecenderungan
kadar kreatinin yang tinggi dan proporsi DM yang lebih banyak di kelompok
hiperkalemia. Sebuah tinjauan litelatur baru-baru ini melaporkan bahwa terdapat sekitar
40-50% frekuensi hiperkalemia pada pasien PGK dibandingkan pada populasi umum
yang hanya 2-3% dan yang berisiko lebih tinggi ialah pasien dengan diabetes dan PGK
tingkat lanjut
(Coresh, 2007). Ekskresi kalium melalui ginjal ditentukan oleh sekresi di
nefron distal yang diatur oleh aktivitas aldesteron
(Clase, 2020). Oleh karena itu
hipoaldosteronisme dan penggunaan penghambat RAAS yang sering terlihat pada pasien
dengan DM dan PGK yang merupakan kondisi yang dapat mempengaruhi pasien tersebut
terhadap kadar serum yang tinggi (Sousa, 2016).
Tingkat asupan kalium yang rendah secara keseluruhan pada penelitian ini dengan
masing-masing rata-rata asupan kalium 2.339 mg/hari di populasi Brasil dan 1.909,5
mg/hari di populasi Meksiko menunjukkan bahwa asupan lebih rendah dari rekomendasi
untuk pasien PGK
(Ramos, 2020). Sejalan dengan asupan kalium, evaluasi sumber kalium
dari makanan menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara pasien hiperkalemia
dengan pasien non hiperkalemia. Rendahnya asupan kalium yang berasal dari buah dan
sayur juga menjadi dilema, karena buah dan sayur juga menyediakan alkali dan sebagai
sumber serat yang memberikan efek yang menguntungkan dalam mengatur keseimbangan
interbal kalium, dan sembelit serta meningkatkan ekskresi kalium
(Cupisti, 2018). Hal
yang lebih penting yaitu asupan buah dan sayuran yang lebih tinggi dikaitkan dengan
penyebab dan kematian pada non kardiovaskular
(Saglimbene, 2019).
Keterbatasan dalam penelitian Ramos et al (2020) tidak tergambarkan hilangnya
kalium dalam proses pemasakan, selain itu tidak membedakan bahan makanan sumber
kalium apakah dari bahan alami, bahan tambahan pangan, sumber hewani, atau nabati
yang dapat mempengaruhi tingkat penyerapan mineral dan memberikan efek yang
berbeda terhadap kadar kalium.
Penelitan (Arnold, 2017), menunjukkan bahwa tingginya kadar kalium dalam darah
dapat memediasi disfungsi saraf pada pasien PGK. Penelitian ini menunjukkan korelasi
antara parameter neurofisiologis dan konsentrasi kadar kalium darah dan menunjukkan
bahwa saraf perifer dan dapat mempengaruhi disfungsi otot bahkan pada konsentrasi
kadar kalium normal-tinggi
(Krishnan, 2006). Diketahui bahwa komplikasi neurologis
pada pasien PGK memburuk dengan meningkatnya gangguan ginjal meskipun tingkat
perkembangan yang diharapkan masih belum jelas (Clyne, 2016).
Penelitian ini memberikan bukti awal yang kuat bahwa pembatasan kalium dalam makanan
mungkin menjadi pelindung saraf pada pasien PGK. Hal ini dikarenakan dapat mengurangi
keparahan neuropati, memperlambat perkembangan neuropati yang sudah ada sebelumnya, dan
meningkatkan fungsi fisik. Studi tersebut memunculkan kemungkinan bahwa modifikasi untuk
pedoman diet saat ini di stadium 3 dan 4 PGK dengan penekanan lebih besar pada kontrol asupan
kalium berpotensi mengurangi kerusakan neurologis dan fisik pada kelompok pasien ini. Namun
hal ini tidak cukup menyimpulkan temuan tersebut, diketahui bahwa lamanya pasien menderita
penyakit gagal ginjal dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif melalui mekanisme small
vessel disease dan subcortical white matter lession (Post, 2012). Semakin lama seseorang
menderita PGK akan lebih berisiko untuk menderita gangguan fungsi kognitif. Selain itu, semakin
lama menjalani HD, semakin lama durasi HD serta semakin tinggi frekuensi HD dapat
meningkatkan paparan terhadap alumunium pada zat pendialisat dan akan semakin memperburuk
fungsi kognitif pasien HD (Surbakti, 2021).