Karakteristik Pasien Gout Arthritis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate

 

 

Muh. Ghalib I. Hadad1, Abdul Azis Manaf2, Fera The3

123 Universitas Khairun, Indonesia

Email: [email protected]

 

 

 

Abstrak

Gout Arthritis adalah penyakit progresif akibat menumpuknya kristal monosodium urat di persendian sebagai akibat dari hiperurisemia yang telah berlangsung kronik. Kota Ternate adalah salah satu daerah di Maluku Utara dengan angka kejadian penyakit sendi yang cukup tinggi, mencapai 6,94% kasus pada tahun 2018. Mengetahui karakteristik pasien gout arthritis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate. Penelitian deskriptif dengan pendekatan retrospektif menggunakan teknik total sampling yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate. Distribusi pasien Gout Arthritis paling banyak direntang usia 55-64 tahun (31,57%), jenis kelamin laki-laki (83,3%), pekerjaan wiraswasta (28,6%), pendidikan SMA (28,6%), kadar asam urat tinggi (76,2%), dan pasien yang tidak ada status tofi (61,9%). Karakteristik pasien Gout Arthritis paling banyak ditemukan pada usia 55-64 tahun, laki-laki, wiraswasta, tingkat pendidikan SMA, kadar asam urat tinggi, dan tidak ada status tofi.

 

Kata kunci: gout arthritis, karakteristik, pasien

 

Abstract

Gout Arthritis is a progressive disease resulting from the accumulation of monosodium urate crystals in the joints as a result of chronic hyperuricemia. Ternate City is one of the regions in North Maluku with a fairly high incidence of joint disease, reaching 6.94% of cases in 2018. Knowing the characteristics of gout arthritis patients at Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate Regional General Hospital. Descriptive research with a retrospective approach using the total sampling technique conducted at the Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate Regional General Hospital. The distribution of Gout Arthritis patients was most widely spanned by the age of 55-64 years (31.57%), male sex (83.3%), self-employed occupation (28.6%), high school education (28.6%), high uric acid levels (76.2%), and patients with no tofi status (61.9%). The characteristics of Gout Arthritis patients are most commonly found in the age of 55-64 years, men, self-employed, high school education level, high uric acid levels, and no tofi status.

 

Keywords: gouty arthritis, characteristics, patient

 

*Correspondence Author: Muh. Ghalib I. Hadad

Email: [email protected]

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

 

 

PENDAHULUAN

 

Gout arthritis adalah penyakit yang disebabkan oleh akumulasi kristal monosodium urat (MSU) pada persendian akibat hiperurisemia kronis. Selain itu, kristal natrium urat juga dapat menumpuk di ginjal dan jaringan ikat lainnya, sehingga jika tidak ditangani dengan baik, keadaan ini dapat berkembang menjadi gout kronis, pembentukan tofi, dan bahkan disfungsi ginjal yang parah, serta menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2018).

Gout adalah masalah klinis yang umum ditemui baik oleh dokter umum maupun dokter spesialis. Kunci prinsip-prinsip manajemen gout termasuk membuat diagnosis pasti, mengobati serangan akut segera, dan menggunakan terapi penurun kadar asam urat yang tepat untuk melarutkan kristal monosodium urat agar nanti bisa mencegah serangan lebih lanjut dan kerusakan sendi (Kiltz et al., 2017). Manajemen jangka panjang kadar asam urat diperlukan karena sebagian besar kasus artritis gout memiliki penyebab utama. Komunikasi yang baik dengan pasien diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan yang diharapkan. Hal ini dapat dicapai melalui diet rendah purin yang tepat dan pendidikan pasien. Pencegahan lainnya berupa penurunan berat badan dan pengurangan konsumsi alkohol (Alkautsar, 2020).

Menurut data World Health Organization (WHO), insidensi gout arthritis di dunia sebanyak 34,2%. Gout arthritis adalah bentuk paling umum dari radang sendi, yang memiliki prevalensi kira-kira 9,2 juta orang dewasa (3,9%) di Amerika Serikat (Fitz Gerald et al., 2020). Hal ini juga umum di negara maju lainnya seperti Australia, di mana prevalensi artritis gout baru-baru ini mencapai 5,2% dari populasi umum di Australia Selatan. Meningkatnya insiden artritis gout tidak terbatas pada negara maju (Pisaniello et al., 2018). Dibeberapa negara berkembang, salah satunya Indonesia, memiliki insidensi kasus penyakit sendi pada tahun 2018 yang dilaporkan mencapai 7,30% dengan Kota Aceh sebagai kota yang memiliki angka kejadian penyakit sendi paling tinggi dibandingkan kota-kota lain. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2018, prevalensi penyakit sendi di Maluku Utara sebesar 4,73% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Prevalensi penyakit sendi di Maluku Utara berdasarkan karakteristik menunjukkan bahwa jenis kelamin paling banyak terjadi pada perempuan, yaitu mencapai 5,38% dibandingkan laki-laki yang hanya berkisar 4,09%. Sementara untuk kelompok umur, penyakit sendi paling banyak terjadi pada kisaran umur lebih dari 75 tahun. Kota Ternate adalah salah satu daerah di Maluku Utara dengan angka kejadian penyakit sendi yang cukup tinggi setiap tahun, yaitu pada tahun 2018 didapatkan prevalensi penyakit sendi di Kota Ternate mencapai 6,94% (Dinkes, 2018). Data yang didapat dari RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Kota Ternate tahun 2018-2019 menyebutkan bahwa insidensi terjadinya gout arthritis pada tahun 2018 ke tahun 2019 mengalami kenaikan, yang di mana awalnya pada tahun 2018 sebanyak 29 kasus naik sampai 31 kasus pada tahun 2019 (Data Prevalensi Gout Arthritis Tahun 2018-2019, 2021).

Penelitian yang dilakukan oleh Bagus et al. di RSUP Sanglah Denpasar periode 2014-2015 menunjukkan bahwa berdasarkan penyebaran gout arthritis, laki-laki memiliki insidensi penderita lebih banyak dibandingkan dengan perempuan (Bagus et al., 2018). Hasil penelitian dari Delita et al. menilai penyebaran gout arthritis menurut usia dan pengetahuan menunjukkan bahwa orang-orang yang berusia lebih dari 50 tahun lebih banyak menderita penyakit gout arthritis dibandingkan dengan orang yang berusia kurang dari 50 tahun. Untuk tingkat pengetahuan, didapatkan orang yang pendidikannya hanya terbatas pada bangku sekolah dasar memiliki prevalensi penderita gout arthritis yang lebih banyak daripada orang yang tidak bersekolah dengan orang yang memiliki jenjang pendidikan SMP ke atas (Delita et al., 2018).

Berdasarkan paparan masalah tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai karakteristik penderita gout arthritis di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate tahun 2018-2022. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik pasien gout arthritis di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate selama periode tersebut. Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan umum untuk mengetahui karakteristik pasien gout arthritis di RSUD tersebut, serta tujuan khusus yang meliputi distribusi pasien gout arthritis menurut usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, kadar asam urat, dan status tofi pada tahun 2018-2022. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kajian pustaka tentang diagnosis dini serta tatalaksana penyakit gout arthritis, menjadi rekam data penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Khairun, serta sebagai sarana bagi peneliti untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan tentang gout arthritis. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dan sebagai media edukasi kepada masyarakat mengenai karakteristik gout arthritis.

 

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan retrospektif yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate pada bulan April-Mei 2022. Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang terdiagnosis menderita Gout Arthritis di RSUD tersebut dari tahun 2018 hingga Mei 2022, dengan sampel yang diambil menggunakan teknik total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dari data rekam medis pasien. Kriteria inklusi meliputi pasien dengan diagnosa Gout Arthritis yang memiliki data rekam medis lengkap, sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap. Variabel penelitian mencakup Gout Arthritis, usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, kadar asam urat, dan status tofi, dengan definisi operasional dan alat ukur yang digunakan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari rekam medis pasien di RSUD, dan teknik pengumpulan data dilakukan melalui total sampling. Analisis data menggunakan analisis univariat untuk menggambarkan distribusi variabel yang dikumpulkan dan diolah menggunakan SPSS, dengan hasil disajikan dalam bentuk narasi dan tabel. Peneliti menjamin kerahasiaan data dengan hanya mencatat inisial pasien serta nomor rekam medis, dan sebelum penelitian dilakukan, peneliti telah mendapatkan izin dari rumah sakit. Penelitian ini juga mengikuti alur penelitian yang telah ditetapkan, sebagaimana digambarkan dalam alur penelitian yang terlampir.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

A.  Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian deskriptif dengan pendekatan retrospektif dari bulan April 2022 sampai Mei 2022 pada pasien gout arthritis di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate. Total data yang didapatkan adalah 75 pasien, namun dari jumlah total tersebut terdapat 42 yang memenuhi kriteria inklusi dan 33 data yang dieksklusi. Data yang dipakai adalah data yang memenuhi kriteria inklusi. Sedangkan data yang di eksklusi adalah data yang berulang dan memiliki identitas yang tidak lengkap.

Berikut di bawah ini diuraikan karkateristik pasien gout arthritis menurut usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, kadar asam urat dan status tofi yang didapat dari data rekam medik pasien.

1.   Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Usia

 

Tabel 1. Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Usia

Usia

Frekuensi

Persentase (%)

< 25 tahun

3

7,1%

25-34 tahun

4

9,5%

35-44 tahun

4

9,5%

45-54 tahun

13

31,0%

55-64 tahun

15

31,57%

>64 tahun

3

7,1%

Total

42

100 %

 

Pada tabel 1 didapatkan hasil penelitian dari distribusi pasien gout arthritis menurut usia yaitu paling banyak terdapat di usia 55-64 tahun dengan jumlah pasien 15 orang (31,57%), usia 45-54 tahun ada 13 pasien (31,0%), usia 25-34 tahun ada 4 pasien (9,5%), usia 35-44 tahun ada 4 pasien (9,5%), usia <25 tahun ada 3 pasien (7,1%) dan usia >65 tahun ada 3 pasien (7,1%).

2.   Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Jenis Kelamin

 

Tabel 2. Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Frekuensi

Persentase (%)

Laki-laki

35

83,3%

Perempuan

7

16,7%

Total

42

100 %

 

Pada tabel 2 didapatkan hasil penelitian dari distribusi pasien gout arthritis menurut jenis kelamin yaitu paling banyak terdapat pada laki- laki dengan jumlah pasien sebanyak 35 orang (83,3%) dan perempuan berjumlah 7 pasien (16,7).

3.   Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Pekerjaan

 

Tabel 3. Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Pekerjaan

Pekerjaan

Frekuensi

Persentase (%)

Tidak Bekerja

4

9,5%

IRT

4

9,5%

Pelajar

3

7,1%

PNS

11

26,2%

Swasta

5

11,9%

Wiraswasta

12

28,6%

Petani

3

7,1%

Total

42

100 %

 

Pada tabel 3 didapatkan hasil penelitian dari distribusi pasien gout arthritis menurut pekerjaan yaitu paling banyak terdapat pada pasien yang mempunyai pekerjaan wiraswasta dengan jumlah pasien 12 orang (28,6%), ada 11 pasien (26,2%) yang bekerja sebagai PNS, 5 pasien (11,9%) bekerja sebagai pegawai swasta, 4 pasien (9,5%) bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT), 4 pasien (9,5%) tidak memiliki pekerjaan, 3 pasien (7,1%) bekerja sebagai pelajar dan 3 pasien (7,1%) bekerja sebagai petani.

4.   Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Pendidikan

 

Tabel 4. Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Pendidikan

Pendidikan

Frekuensi

Persentase (%)

SD

10

23,8%

SMP

9

21,4%

SMA

12

28,6%

Perguruan Tinggi

11

26,2%

Total

42

100 %

 

Pada tabel 4 didapatkan hasil penelitian dari distribusi pasien gout arthritis menurut pendidikan yaitu paling banyak terdapat pada tingkatan pendidikan SMA dengan jumlah pasien 12 orang (28,6%), ada 11 pasien (26,2%) yang tingkat pendidikannya perguruan tinggi, 10 pasien (23,8%) tingkat pendidikan SD dan 9 pasien (21,4%) dengan tingkat pendidikan SMP.

5.   Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Kadar Asam Urat

 

 

Tabel 5. Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Kadar Asam Urat

Kadar Asam Urat

Frekuensi

Persentase (%)

Normal

10

23,8%

Tinggi

32

76,2%

Total

42

100 %

 

Pada tabel 5 didapatkan hasil penelitian dari distribusi pasien gout arthritis menurut kadar asam urat yaitu paling banyak terdapat pada pasien dengan kadar asam urat tinggi sebanyak 32 orang (76,2%) dan pasien dengan kadar asam urat normal hanya sebanyak 10 pasien (23,8).

6.   Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Status Tofi

 

Tabel 6. Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Status Tofi

Status Tofi

Frekuensi

Persentase (%)

Manus

3

7,14%

Pedis

7

16,6%

Genu

6

14,2%

Tidak ada

26

61,9%

Total

42

100 %

 

Pada tabel 8 didapatkan hasil penelitian dari distribusi pasien gout arthritis menurut status tofi yaitu paling banyak ditemukan pasien yang tidak ada tofinya sebanyak (61,9%), pada pasien dengan tofi di regio pedis yaitu sebanyak 7 orang (16,6%), ada 6 pasien (14,2%) yang mempunyai tofi di regio genu dan 3 pasien (7,14%) mempunyai tofi di regio manus.

B.  Pembahasan

Pada penelitian yang telah dilakukan mengenai karakteristik pasien gout arthritis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Chasan Boesoirie terhadap 42 sampel yang didapat dari data rekam medik, maka pembahasannya sebagai berikut:

1.      Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Usia

Berdasarkan pada tabel 1 di atas, didapatkan hasil penelitian dari distribusi pasien gout arthritis menurut usia, yaitu paling banyak terdapat di usia 55-64 tahun dengan jumlah pasien 15 orang (31,57%). Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan angka kejadian gout lebih sering pada rentang usia 55-64 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eni, Ari, dan Riri dengan judul �Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Gout Arthritis Masyarakat Melayu�. Dari penelitian yang mereka lakukan terhadap 93 sampel, didapatkan hasil yaitu sebagian besar usia yang mengalami gout arthritis berada pada usia >51 tahun, dengan jumlah pasien sebanyak 47 orang (50,5%). Hal ini disebabkan karena adanya proses degeneratif yang membuat terjadinya penurunan fungsi ginjal. Eksresi asam urat akan terhambat jika terjadi penurunan fungsi ginjal, akibatnya terjadi penimbunan atau penumpukan asam urat pada persendian (Alkautsar, 2020).

2.      Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Jenis Kelamin

Berdasarkan pada tabel 2 di atas, didapatkan hasil penelitian dari distribusi pasien gout arthritis menurut jenis kelamin yaitu paling banyak terdapat di laki-laki dengan jumlah pasien sebanyak 35 orang (83,3%) dari jumlah total pasien yang diteliti, yaitu 42 orang. Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan angka kejadian gout lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Bagus, Wien, dan Gede dengan judul �Karakteristik Pasien Gout Arthritis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode 2014-2015�. Dari penelitian yang mereka lakukan terhadap 11 sampel, didapatkan hasil yaitu laki-laki merupakan pasien yang paling dominan memiliki penyakit gout arthritis dengan jumlah pasien sebanyak 10 orang (90,9%). Hal ini dipengaruhi oleh hormon estrogen pada wanita yang memiliki efek urikosurik sehingga dapat memacu eksresi asam urat melalui urin, membuat gout sangat jarang terjadi pada perempuan sebelum menopause (Kiltz et al., 2017).

3.      Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Pekerjaan

Berdasarkan pada tabel 3 di atas, didapatkan hasil penelitian dari distribusi pasien gout arthritis menurut pekerjaan yaitu paling banyak terdapat di pasien yang mempunyai pekerjaan wiraswasta dengan jumlah pasien 12 orang (28,6%). Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa jenis pekerjaan seperti wiraswasta maupun PNS memiliki kesibukan yang tinggi, sehingga pola makan mereka pun tidak teratur. Kadang makanan yang mengandung tinggi purin menjadi pilihan untuk dimakan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eneng, Milla, dan Tommy di Puskesmas Pulosari. Dari penelitian yang dilakukan terhadap 44 sampel, didapatkan hasil bahwa pekerjaan dengan jumlah tertinggi adalah petani yang memiliki jumlah pasien sebanyak 19 orang (43,2%). Hal ini dikarenakan semakin beratnya pekerjaan maka akan berpengaruh terhadap tingkat kejadian nyeri sendi, di mana seorang petani banyak memikul barang berat dan membungkuk sehingga mengakibatkan adanya nyeri di persendian (Ginanjar & Rachman, 2014).

4.      Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Pendidikan

Berdasarkan pada tabel 4 di atas, didapatkan hasil penelitian dari distribusi pasien gout arthritis menurut pendidikan yaitu paling banyak terdapat pada tingkatan pendidikan SMA dengan jumlah pasien 12 orang (28,6%). Dari hasil penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan yang baik pada pasien yang berpendidikan tinggi membuat adanya rasa ingin tahu terhadap kondisi kesehatan mereka, sehingga rata-rata pasien yang memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan adalah pasien yang memang mengerti mengenai cara mendeteksi dini penyakit-penyakit yang mereka derita. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lawva, Darwin, dan Rismadefi dengan judul �Gambaran Karakteristik Pasien dengan Gout Arthritis�. Dari penelitian yang mereka lakukan terhadap 52 sampel, didapatkan hasil bahwa tingkat pendidikan SD memiliki jumlah paling banyak di antara tingkat pendidikan lain dengan jumlah pasien sebanyak 20 orang (35,1%). Hal ini disebabkan karena rendahnya pendidikan akan berpengaruh terhadap wawasan seseorang, sehingga membuat orang tersebut kurang bisa menjaga kesehatannya dengan baik, yaitu salah satunya berupa pola makan yang tidak teratur (Intan & Diana, 2020).

5.      Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Kadar Asam Urat

Berdasarkan pada tabel 5 di atas, didapatkan hasil penelitian dari distribusi pasien gout arthritis menurut kadar asam urat, yaitu paling banyak terdapat pada pasien dengan kadar asam urat tinggi sebanyak 32 orang (76,2%) dari jumlah total pasien yang diteliti, yaitu 42 orang. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anisha, Inneke, dan Rina dengan judul �Hubungan Pola Makan dan Tingkat Pengetahuan dengan Kadar Asam Urat Dalam Darah pada Penderita Gout Arthritis di Puskesmas Ranotana Weru�. Dari penelitian yang mereka lakukan terhadap 93 sampel, didapatkan hasil bahwa pasien yang memiliki kadar asam urat tidak normal/tinggi memiliki jumlah yang lebih banyak dengan total pasien 69 orang (74,2%). Secara teoritis, salah satu tanda dari penderita gout arthritis adalah terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) (Dwi, 2020).

6.      Distribusi Pasien Gout Arthritis Menurut Status Tofi

Pada tabel 6 di atas, didapatkan hasil penelitian dari distribusi pasien gout arthritis menurut status tofi, yaitu paling banyak ditemukan pasien yang tidak ada tofinya yaitu sebanyak 26 orang (61,9%). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bagus, Wien, dan Gede dengan judul �Karakteristik Pasien Gout Arthritis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode 2014-2015�. Dari penelitian yang mereka lakukan terhadap 11 orang, didapatkan hasil bahwa genu merupakan tofi yang paling banyak ditemukan pada pasien dibandingkan manus atau pedis, di mana genu memiliki jumlah pasien sebanyak 6 orang (54,5%). Menurut teori, lokasi tofi tersering terletak pada metatarsalphalangeal-1 yang biasa disebut podagra, namun jika penyakit sudah berlangsung lama, maka mampu mengenai sendi lainnya pada lutut, siku, dan tangan (Hikmatyar & Larasati, 2017).

 

 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie tentang karakteristik pasien gout arthritis, peneliti menyimpulkan bahwa distribusi pasien gout arthritis menurut usia tertinggi berada pada rentang 55 hingga 64 tahun dengan 15 pasien (35,7%), sementara menurut jenis kelamin, laki-laki mendominasi dengan 35 pasien (83,3%). Berdasarkan pekerjaan, mayoritas pasien adalah wiraswasta sebanyak 12 orang (28,6%), sedangkan menurut pendidikan, sebagian besar pasien hanya menempuh pendidikan hingga SMA dengan jumlah 12 orang (28,6%). Selain itu, sebanyak 32 pasien (76,2%) memiliki kadar asam urat yang tinggi, dan 26 pasien (61,9%) tidak memiliki tofi. Peneliti juga memberikan saran kepada pihak rumah sakit untuk memperbaiki sistem pendataan dan pengarsipan agar data pasien tersimpan dengan baik dan dapat diakses untuk penelitian di masa depan. Bagi institusi pendidikan, penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi mahasiswa yang ingin mempelajari penyakit gout arthritis, sementara bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti hubungan faktor risiko dengan penyakit tersebut.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Rekomendasi Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout. 2018. 1�33 p.

Kiltz U, Smolen J, Bardin T, Cohen Solal A, Dalbeth N, Doherty M, et al. Treat-To-Target (T2T) recommendations for gout. Ann Rheum Dis. 2017;76(4):632�8.

Alkautsar M. Gambaran Klinis, Hasil Laboratorium Dan Tatalaksana Penderita Gout Arthritis Di Puskesmas Plaju Palembang. 2020; Available from: http://repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/9019/

Fitz Gerald JD, Dalbeth N, Mikuls T, Brignardello-Petersen R, Guyatt G, Abeles AM, et al. 2020 American College of Rheumatology Guideline for the Management of Gout. Arthritis Care Res. 2020;72(6):744�60.

Pisaniello HL, Lester S, Gonzalez-Chica D, Stocks N, Longo M, Sharplin GR, et al. Gout prevalence and predictors of urate-lowering therapy use: Results from a population-based study. Arthritis Res Ther. 2018;20(1):1� 10.

Kementerian�� Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Nasional RISKESDAS 2018. Kementrian Kesehat RI. 2018;1�582. Available from: https://dinkes.kalbarprov.go.id/wp-content/uploads/2019/03/Laporan- Riskesdas-2018-Nasional.pdf

Dinkes. Laporan Provinsi maluku utara Riskesdas 2018. Dinas Kesehatan maluku utara. 2018. 1�222 p. Available from: https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/lpb/article/view/3756

Data Prevalensi Gout Arthritis Tahun 2018-2019. Kota Ternate: RSUD DR. H. Chasan Boesoirie; 2021.

Bagus R, Wien A, Gede K. Karakteristik pasien gout arthritis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar periode 2014-2015. E-Jurnal Med Udayana. 2018;(Vol 7 No 2 (2018): E-Jurnal Medika Udayana):67�71. Available from: https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/37405/22716

Delita SR, Ali K, Celisia MD. Pengetahuan Asam Urat, Asupan Purin Dan Status Gizi Terhadap Kejadian Hiperurisemia Pada Masyarakat Perdesaan. Media Pendidikan, Gizi, dan Kuliner. 2018;7(2):1�11.

Ida BMAW. Gouth arthritis. Gouth Arthritis. 2017;1(0902005143):1�42.

Ginanjar E, Rachman AM. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2014. 1516�1518 p.

Intan H, Diana M. Penatalaksanaan Gout Arthritis dan Hipertensi Grade I pada Wanita Lansia Obesitas melalui Pendekatan Dokter Keluarga. Medula [Internet]. 2020;10(Vol 10 No 1 (2020): Medula):188�92. Available from: http://www.journalofmedula.com/index.php/medula/article/view/51/73

Novianti A, Ulfi E, Hartati LS. Hubungan jenis kelamin, status gizi, konsumsi susu dan olahannya dengan kadar asam urat pada lansia. J Gizi Indones (The Indones J Nutr. 2019;7(2):133�7.

Dwi R. Karakteristik penderita gout arthritis di beberapa wilayah di indonesia. Angew Chemie Int Ed 6(11), 951�952. 2020;116.

Hikmatyar G, Larasati T. Penatalaksanaan Komprehensif Arthritis Gout dan Osteoarthritis pada Buruh Usia Lanjut. J Medula Unila. 2017;7(3):22�9. Available from: http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/817

Patil T, Soni A, Acharya S. A brief review on in vivo models for Gouty Arthritis. Metab Open. 2021;11:100100. Available from: https://doi.org/10.1016/j.metop.2021.100100

Kumar V, Abbas A k., Aster JC. Robbins Basic Phatology. Elsevier. 2016. 707 p.

Purwanto B, Putranto W. Proceeding Book: KOPAPDI XVII Surakarta 2018. 2018.

Roberts RL, Wallace MC, Phipps-Green AJ, Topless R, Drake JM, Tan P, et al. ABCG2 loss-of-function polymorphism predicts poor response to allopurinol in patients with gout. Pharmacogenomics J. 2017;17(2):201�3.

Farmakologi dan terapi. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016. 932 p.

Eddy S, Suharto, Usman H, Nasronudin. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UNAIR: Demam Tifoid Deteksi Dini dan Tata Laksana. 2015;293.

Angriani E, Dewi AP, Novayelinda R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gout arthritis masyarakay melayu 2018;6

Aminah E, Saputri ME, Wowor TJF. Efektivitas Kompres Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Pulosari Kabupaten Pandeglang Banten Tahun 2021. 2022;10(1):1.

Desverisca L, Karim D, Woferst R, Keperawatan F, Riau U. Gambaran Karakteristik Pasien Dengan Gout Arthritis. 2019;6(1):244�53.

Songgigilan AM., Rumengan I, Kundre R. Hubungan Pola Makan Dan Tingkat Pengetahuan Dengan Kadar Asam Urat Dalam Darah Pada Penderita Gout Artritis Di Puskesmas Ranotana Weru. 2019;7(1):1�8.

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

� 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).