�UPAYA SEKOLAH PEREMPUAN KOBHER DALAM MENINGKATKAN PENGASUHAN RAMAH ANAK DI DESA MATANAIR RUBARU

 

Khozaimah, Matroni, Salamet

Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia

E-mail : [email protected]

 

� Kata Kunci

Abstrak

Pengasuhan ramah anak, Sekolah Perempuan Kobher, Pendidikan orang tua, Pola pengasuhan

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi upaya yang dilakukan oleh Sekolah Perempuan Kobher dalam meningkatkan pengasuhan ramah anak di Desa Matanair Rubaru, Sumenep. Pengasuhan ramah anak merupakan pendekatan yang menekankan pada kepentingan terbaik anak, mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan pemenuhan kasih sayang secara berkelanjutan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif, menggabungkan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan analisis dokumen. Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa Sekolah Perempuan Kobher menerapkan berbagai strategi untuk memperkuat pola pengasuhan ramah anak. Strategi tersebut meliputi program pendidikan untuk orang tua, dialog pengasuhan ramah anak, dan pelatihan intensif. Program pendidikan orang tua bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai metode pengasuhan yang positif dan non-kekerasan. Dialog pengasuhan ramah anak berfokus pada pentingnya ikatan emosional serta manajemen perilaku anak secara konstruktif. Selain itu, pelatihan yang diselenggarakan menghadirkan narasumber ahli untuk memberikan wawasan yang relevan dan aplikatif bagi para orang tua. Upaya yang dilakukan oleh Sekolah Perempuan Kobher menunjukkan dampak positif dalam perubahan pola pengasuhan orang tua yang terlibat, dengan penekanan pada metode disiplin yang lebih positif dan membangun. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam meningkatkan kualitas pengasuhan ramah anak di komunitas Desa Matanair Rubaru, serta menjadi referensi berharga bagi penelitian lanjutan di bidang pendidikan dan pengasuhan anak.

 

Keywords

�Abstract

Child-friendly parenting, Sekolah Perempuan Kobher, Parent education, Parenting patterns

This study aims to explore the efforts made by Sekolah Perempuan Kobher in enhancing child-friendly parenting in Matanair Rubaru Village, Sumenep. Child-friendly parenting emphasizes the best interests of the child, encompassing their well-being, safety, and continuous fulfillment of affection. The research employs a qualitative method with a descriptive approach, combining data collection techniques through in-depth interviews, participatory observations, and document analysis. The findings reveal that Sekolah Perempuan Kobher implements various strategies to strengthen child-friendly parenting patterns. These strategies include parent education programs, child-friendly parenting dialogues, and intensive training. The parent education program aims to enhance understanding of positive and non-violent parenting methods. The child-friendly parenting dialogues focus on the importance of emotional bonding and constructive behavior management for children. Additionally, the training sessions feature expert speakers who provide relevant and applicable insights for parents. The efforts by Sekolah Perempuan Kobher have shown positive impacts on the parenting patterns of the involved parents, emphasizing more positive and constructive disciplinary methods. This study is expected to make a significant contribution to improving the quality of child-friendly parenting in the Matanair Rubaru Village community and serve as a valuable reference for further research in the field of education and child-rearing.


*
Correspondence Author: Khozaimah

Email: [email protected] ��

PENDAHULUAN

Pola pengasuhan ramah anak diupayakan untuk mewujudkan kepentingan terbaik anak demi kesejahteraan, kesalamatan dan juga pemenuhan kasih sayang terhadap anak. Dalam Pasal 1 ayat 1 PP 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak menjelaskan bahwa pengasuhan terhadap anak adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik bagi Anak.

Baumrind dalam (Ni�mah, 2018) mengemukakan dua faktor penting dalam pengasuhan, yaitu responsiveness dan demandingness. Responsiveness berorientasi pada kualitas hubungan afeksi antara orangtua dan anak. Hubungan afeksi ini meliputi kehangatan, dukungan dan keterlibatan orangtua dalam tumbuh kembang anak. Sedangkan demandingness menitik beratkan pada suatu harapan yang realistis disertai monitoring terhadap perilaku anak (Rohani, 2020). dalam hal ini, perasaan khawatir orangtua atas segala hal yang berkaitan dengan anak merupakan bagian dari keterlibatan faktor demandingness di dalam pola pengasuhan. Responsiveness terealisasi pada kedekatan dan keterlibatan orang tua dengan anak (Aditya, 2019).

Keluarga ramah anak memerlukan partisipasi dari semua pihak dalam mewujudkan suasana pengasuhan anak yang positif, adil, dan tidak ada kekerasan (Ni�mah, 2018; 37). Sehingga berbagai upaya yang dilakukan oleh banyak pihak dalam mewujudkan pola pengasuhan ramah anak memang sangat diperlukan untuk mewujudkan suasana pengasuhan yang positif yang bebas dari kekerasan yang akan merugikan bagi anak, baik secara psikologis maupun secara jasmaniah.

Anak-anak dalam lingkungan keluarga yang menerapkan pola pengasuhan ramah anak akan mengalami pengaruh positif yang signifikan pada perkembangan dan kesejahteraan mereka . Adanya keluarga ramah anak selain menjadi media dalam mewujudkan pengasuhan yang positif bagi anak juga dapat menjadi salah satu indikator dari masyarakat yang ramah anak dalam skala yang lebih luas (Ni�mah, 2018:37). Pola pengasuhan ramah anak menekankan pentingnya keterlibatan orang tua yang empatik, penghargaan terhadap kebutuhan dan perasaan anak, serta memberikan lingkungan yang aman dan mendukung bagi pertumbuhan anak.

Keluarga dengan pola pengasuhan ramah anak telah melakukan beberapa hal seperti pengasuhan, memelihara, mendidik, dan melindungi anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak, demi memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak yang lebih positif dan matang. Keluarga memiliki peran penting dalam melindungi dan menjaga agar kebutuhan dasar dan hak-hak anak dapat terpenuhi. Keluarga merupakan sosok terdekat dengan anak yang dapat secara efektif berinteraksi dan memahami kondisi anak. Kesadaran keluarga untuk memastikan tumbuh kembang anak sesuai dengan kepentingan terbaik bagi anak sangat dibutuhkan Intensitas interaksi antara keluarga dan anak merupakan hal penting yang menjadi pembekalan dasar, agar tumbuh kembang anak menjadi lebih optimal dan keluarga menjadi basis nilai bagi anak Sari, dalam (Ni�mah, 2018).

Kekerasan terhadap anak adalah masalah yang serius dan mendesak di Indonesia. Menurut data terbaru dari UNICEF, sekitar 80 juta anak Indonesia mengalami berbagai bentuk kekerasan, baik di rumah, sekolah, komunitas, maupun media social (UNICEF, 2020: 3). Kekerasan terhadap anak dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik, mental, sosial, dan emosional anak, serta menghambat perkembangan dan pembelajaran mereka. Kekerasan terhadap anak juga dapat menimbulkan biaya sosial dan ekonomi yang tinggi bagi negara dan masyarakat. Kekerasan terhadap anak juga merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, seperti sila kedua misalnya, �Kemanusiaan yang adil dan beradab�, kekerasan terhadap anak melanggar prinsip kemanusiaan dan tidak mencerminkan keadilan serta peradaban yang adil, sebab anak seharusnya diperlakukan dengan penuh kasih sayang, hormat dan diberikan hak-haknya untuk berkembang secara optimal.

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), ada 21.241 anak yang menjadi korban kekerasan di dalam negeri pada Tahun 2022 (diakses dari https://dataindonesia.id, pada 14 November 2023, Pukul 21:03 WIB). Berbagai kekerasan tersebut tidak hanya secara fisik, tetapi juga psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang, hingga eksploitasi. Data tersebut menunjukkan peningkatan kasus kekerasan terhadap anak dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencapai 19.302 kasus. Mayoritas korban kekerasan terhadap anak adalah perempuan, dengan proporsi sebesar 62 persen.

�Mohammad Nazir dalam (Yumarni, 2022) mengungkap beberapa dampak negatif gadget untuk perkembangan anak, diantaranya adalah sulit konsentrasi pada dunia nyata,� dimana rasa candu atau adiksi pada gadget akan membuat anak mudah bosan, gelisah dan marah ketika dia dipisahkan dengan gadget kesukaannya. Ketika anak merasa nyaman bermain dengan gadget kesukaannya, dia akan lebih asik dan senang menyendiri memainkan gadget tersebut. Akibatnya, anak akan mengalami kesulitan beriteraksi dengan dunia nyata, berteman dan bermain dengan teman sebaya.

Keterganggunya fungsi PFC, hal ini disebabkan kecanduan teknologi akan mempengaruhi perkembangan otak anak. PFC atau Pre Frontal Cortex adalah bagian di dalam otak yang mengotrol emosi, kontrol diri. tanggung jawab, pengambilan keputusan dan nilai-nilai moral lainnya. Anak yang kecanduan teknologi seperti games online, otaknya akan memproduksi hormon dopamine secara berlebihan yang mengakibatkan fungsi PFC terganggu. Anak mengalami introvert, hal ini terjadi karena ketergantungan terhadap gadget pada anak-anak membuat mereka menganggap bahwa gadget itu adalah segala-galanya bagi mereka. Sehingga anak akan galau dan gelisah jika dipisahkan dengan gadget tersebut. Sebagian besar anak akam habis waktu interaksi dan bermainnya karena gadget. sehingga, tidak hanya kurangnya kedekatan antara orang tua dan anak, anak juga cenderung menjadi introvert.

Menurut Winstedt (dalam Djanaid, 2020:17) mengungkapkan bahwa arti rantau yaitu dataran rendah sehingga terletak dari bagian dengan daerah pesisir. Pergi ke rantau arti dari makna merantau yang di awali dari kata kerja "me", yang artinya orang tua merantau ialah sepasang laki-laki dan perempuan yang sering dipanggil dengan sebutan ibu dan bapak dari buah hatinya yang telah terikat perikahan dan mereka pergi dari kampung halaman untuk mencari penghasilan serta mencukupi kebutuhan keluarga inti dalam waktu tertentu dan akan kembali lagi ke kampung halaman dan dapat disimpulkan pula bahwa merantau ialah pergi keluar dari kampung halaman untuk mencari penghasilan dalam waktu tertentu dan akan kembali lagi ke kampung halaman apabila sudah mencukupin kehidupan. Namun merantau di daerah Madura khususnya di Kabupaten Sumenep, lebih-lebih di wiliyah penelitian tidak hanya persoalan ekonomi saja, tapi juga menjadi trend. Karena banyak keluarga yang secara ekonomi sudah mencukupi, tapi tetap merantau meninggalkan keluarga, bahkan anak- anaknya. Kemudian muncul persoalan pola asuh yang tidak pas terhadap anak yang ditinggalkan merantau, sehingga muncul berbagai masalah baru, seperti kenakalan anak, pernikahan anak akibat pacaran bebas dan lain sebagainya.

Istilah Al-Ummu madrasatul �Ula dapat diartikan sebagai ibu merupakan sekolah pertama. Secara terminologis, istilah tersebut diartikan sebagai ibu yang dengan pendidikannya mampu mempengaruhi perkembangan pendidikan anak sampai anak itu berhasil dalam pendidikannya. �ibu adalah madrasah. bila engkau mempersiapkan ia dengan baik, maka engkau telah mempersiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya� Ibrahim dalam (Zubaedi, 2019). Bagaimana kemudian orang tua bertanggung jawab dalam pola pengasuhan, sedangkan realitasnya banyak anak yang ditinggalkan dengan kakek nenek atau paman dengan alasan ekonomi atau desakan trend rantau tersebut.

Dari segala problematika kompleks yang banyak terjadi dalam pola pengasuhan anak yang merugikan terhadap perkembangan anak, kemudian muncul berbagai upaya yang menawarkan praktek pola pengasuhan ramah anak dari berbagai kacamata keilmuan yang dihubungkan dengan realitas dilapangan. Salah satunya seperti upaya yang dilakukan oleh Sekolah Perempuan Kobher di Desa Matanair Rubaru dalam melawan praktek pengasuhan yang tidak menguntungkan pada anak untuk kemudian berkembang lebih baik dalam arah yang lebih positif dengan pola pengasuhan ramah anak. Upaya peningkatan pengasuhan ramah anak oleh Sekolah Perempuan Kobher di Desa Matanair Rubaru Sumenep, didasari oleh beberapa kasus yang tercatat dan pernah ditangani langsung oleh ketua komunitas (wawancara dengan Raudlatun, Ketua Kobher, 07 Juni 2023), diutarakan bahwa:

Data kekerasan dalam berbagai bentuk selama beberapa tahun terakhir menunjukkan pola yang beragam. Kekerasan fisik, misalnya, mengalami fluktuasi jumlah kasus dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, tercatat 3 kasus, yang kemudian mengalami penurunan menjadi 2 kasus pada tahun 2019 dan 2020. Namun, pada tahun 2021, jumlah kasus kembali naik menjadi 3, sebelum akhirnya mengalami penurunan signifikan menjadi hanya 1 kasus pada tahun 2022. Berbeda dengan kekerasan fisik, kekerasan verbal menunjukkan tren penurunan yang stabil dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, tercatat 5 kasus kekerasan verbal, yang kemudian mengalami penurunan menjadi 4 kasus pada tahun 2019, dan lebih lanjut menurun menjadi hanya 2 kasus pada tahun 2020. Tren penurunan jumlah kasus ini terus berlanjut, dengan hanya 1 kasus tercatat pada tahun 2021 dan 2022 dan kemudian pada tahun 2023 belum ada kasus. Sekolah Perempuan Kobher Matanair Rubaru berawal dari perkumpulan (kompolan), karena kegelisahan oleh salah satu perempuan yang ada di desa tersebut, Raudlatun. �Kegelisahan saya melihat kondisi ibu-ibu yang kegiatannya hanya ngerumpi saja, tidak adanya wadah yang memberikan kegiatan- kegiatan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh ibu-ibu. Akhirnya saya berinisiatif mendirikan "Kompolan" yang diberi nama "Kobher", nama ini terinspirasi dengan sebuah maqolah "man jadda wajada" (wawancara dengan Raudlatun, Ketua Kobher, 07 Juni 2023). Dari perkumpulan ini kemudian terus berdaya para ibu-ibu dengan segala problematika kompleks yang dihadapi untuk kemudian menjadi lebih baik dari segala aspek, dimulai dari berkembangnya pengetahuan, kecerdasan dalam pengelolaan uang (perekonomian), hingga berkembangnya komunikasi baik dalam lingkup keluarga yang mewujudkan pola pengasuhan ramah anak.

Perempuan Kobher dibentuk dengan kata �Kobher� yang dalam bahasa Madura memiliki makna sempat atau ada waktu (diakses dari https://kamuslengkap.com, pada 13 November 2023, Pukul 12:00). Harapan besar dengan nama Kobher perempuan dapat memiliki kesempatan dan komitmen yang tinggi untuk mengikuti kegiatan yang ada di kelompok. Nama Kobher juga terinspirasi dari kata-kata Man jadda wajada yang berarti �barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkan�nya�. Man jadda wajada terdiri dari tiga kata, yaitu man yang berarti �siapa�, jadda yang berarti �bersungguh-sungguh� dan wajada yang berarti �dapat�. Kata jadda sendiri mempunyai akar kata yang sama dengan kata �jih�d� maka oleh karenanya jihad juga bermakna �usaha sungguh-sungguh� (Zainudin, 2013), makna inilah yang menjadi spirit bagi perempuan Kobher dalam menjalankan kegiatannya di tengah keterbatasan yang ada Perempuan Kobher diinisiasi sejak 2017. Awalnya jumlah anggotanya sekitar 40 hingga 50 orang. Namun ada anggota yang tidak diizinkan suami dan ada pula yang meninggal dunia, sehingga jumlahnya lambat laun berkurang. Kini anggota perempuan Kobher berjumlah 35 orang dengan rentang usia antara 20 hingga 45 tahun. Ada yang bekerja sebagai petani, guru Taman Kanak-kanak (TK), penjual nasi, penjual kripik tempe, penjual pentol tahu, maupun ibu rumah tangga.

Kegiatan rutin perempuan Kobher dilakukan setiap hari Minggu pukul 15.30 sore, agendanya yakni membaca Sholawat Nariyah dan kemudian dilanjutkan dengan diskusi tematik. Topik diskusi disesuaikan dengan kebutuhan para anggota, misalnya tentang pengelolaan keuangan keluarga, membangun keluarga sakinah, pencegahan kawin anak, dan sebagainya. Adapun kegiatan lainnya yaitu arisan, diskusi bedah majalah Swara Rahima, serta aktivitas seni seperti melantunkan selawat (wawancara dengan Raudlatun, Ketua Kobher, 07 Juni 2023). Perempuan Kobher juga mendirikan Sekolah Perempuan pada 2018 dengan dukungan AMAN (Asian Muslim Action Network) Indonesia. Beberapa kegiatannya adalah pelatihan untuk fasilitator Sekolah Perempuan serta pengembangan modul yang menjadi pegangan kegiatan (diakses dari https://swararahima.com, pada tanggal, 14 November 2023, Pukul 09.00)

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini akan mencangkup beberapa hal, sebagaimana berikut:

1.       Untuk meneliti pemahaman orang tua di Desa Matanair Rubaru Sumenep terkait pola pengasuhan anak saat ini untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi pendekatan dan praktik pengasuhan yang mereka lakukan.

2.       Untuk mengidentifikasi upaya yang dilakukan olehSekolah Perempuan Kobher� di Desa Matanair Rubaru

 

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif. Pendekatan ini digunakan untuk meneliti fenomena sosial atau kemanusiaan dengan cara yang mendalam, holistik, dan subjektif. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan kuantitatif yang lebih mengutamakan angka, statistik, dan generalisasi. Pendekatan penelitian kualitatif berlandaskan pada filsafat postpositivisme, yang mengakui adanya keterbatasan pengetahuan ilmiah dan keberagaman perspektif (Sugiyono, 2018).

Pendekatan penelitian kualitatif yang digunakan oleh peneliti menggunakan teori feminisme liberal, yaitu aliran feminisme yang menekankan pada hak-hak perempuan sebagai manusia yang setara dengan laki-laki. Feminisme liberal berusaha untuk menghapus hambatan-hambatan hukum, politik, dan sosial yang menghalangi perempuan untuk berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan publik. Feminisme liberal cocok digunakan dalam penelitian ini karena menunjukkan bahwa perempuan memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan kesempatan yang sama dengan laki-laki, termasuk dalam hal pengasuhan anak.

Perempuan tidak harus terikat dengan peran domestik sebagai ibu dan istri, melainkan dapat mengekspresikan diri dan berkontribusi dalam Masyarakat (Ritzer, 2004 : 421-422).

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena sosial secara mendalam dan rinci berdasarkan data yang dikumpulkan dari informan dalam setting alamiah. Penelitian ini tidak bermaksud menguji hipotesis atau mencari hubungan antar variabel, melainkan hanya untuk memahami makna dan proses yang terjadi pada objek penelitian �(Sugiyono, 2018). Peneliti dalam penelitian ini berperan sebagai instrumen kunci yang mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data dengan menggunakan kata-kata, bukan angka-angka (ZA, 2009) Penelitian deskriptif kualitatif dapat menggunakan berbagai metode pengumpulan data seperti observasi, wawancara, dokumentasi, atau triangulasi (Sugiyono, 2019).

Penelitian ini tergolong penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan oleh peneliti bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami subjek dan menghasilkan informasi deskriptif dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan, tentang orang-orang dan perilaku yang diamati. Dengan demikian, penelitian ini dapat dikatakan deskriptif kualitatif. Dengan kata lain, penulis menganalisis dan mendeskripsikan penelitian secara objektif dan detail untuk mendapatkan hasil yang akurat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kasus Pengasuhan yang Tidak Ramah Anak di Desa Matanair Rubaru

Hasil wawancara dengan Raudlatun, selaku Ketua SP Kobher menunjukkan bahwa pola pengasuhan yang tidak ramah anak yang terjadi di Desa Matanair Rubaru termanifestasi dalam berbagai bentuk, termasuk kekerasan fisik dan kekerasan verbal. Kekerasan fisik melibatkan penggunaan kekerasan tubuh yang dapat menyakiti atau membahayakan fisik anak, seperti mencubit, memukul anak dan lain-lain. Kekerasan verbal melibatkan penggunaan kata-kata yang merendahkan atau menghina, yang dapat mengganggu perkembangan emosional dan psikologis anak.

�Kasusnya lebih kepada pola asuh yang tidak dengan mencintai, Kekerasan verbal seperti membentak, kekerasan fisik dengan mencubit dan lain-lain� (wawancara dengan Raudlatun, Ketua Kobher, 22 Juni 2024).

Kasus pengasuhan yang tidak ramah anak yang terjadi di Desa Matanair Rubaru tentu sudah tidak sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 PP 44 Tahun 2017, yang menegaskan bahwa Pelaksanaan Pengasuhan terhadap anak adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik bagi Anak.

Tujuan utama pola pengasuhan ramah anak untuk membangun hubungan yang kuat antara orang tua dan anak, sehingga anak merasa diterima, dihargai, dan dicintai (Maimun & Pd, 2017). Dalam menjalin hubungan dengan anak- anaknya orang tua memiliki berbagai macam gaya, cara atau model yang diterapkan yang mana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan serta ciri khas tersendiri. Kasus pengasuhan yang tidak ramah anak yang terjadi di Desa Matanair Rubaru, seperti yang disampaikan oleh Raudlatun sangat merugikan terhadap anak

"Kami di SP Kobher melihat bahwa pola pengasuhan yang tidak ramah anak sangat merugikan anak dan hal ini sangat mengganggu perkembangan emosional dan psikologis anak" (wawancara dengan Raudlatun, Ketua Kobher, 07 Juni 2023).

Marsiyanti dan Harahap mengemukakan dalam (Maimun & Pd, 2017), bahwa pola asuh orang tua adalah ciri khas dari gaya pendidikan, pembinaan, pengawasan, sikap, hubungan dan sebagainya yang diterapkan orang tua kepada anaknya. Tidak heran kemudian jika pola pengasuhan orang tua yang tidak ramah anak akan memunculkan berbagai problematika terhadap tumbuh kembang anak. Sebab pola asuh orang tua akan menunjukkan sikap seorang anak, baik dalam aspek pendidikannya dan juga kehidupan sosialnya.

 

Berikut merupakan beberapa kasus pola pengasuhan yang tidak ramah anak:

Tabel 1 Data Kasus Kekerasan Anak� Tahun 2018-2023

No

Jenis Kekerasan

Tahun

 

 

2018

2019

2020

2021

2022

2023

01

Kekerasan fisik

3

2

2

3

1

 

02

Kekerasan verbal

5

4

2

1

1

 

(wawancara dengan Raudlatun, Ketua Kobher, 07 Juni 2023 dan 22 Juni 2024)

Hasil penelitian menunjukkan adanya pola pengasuhan yang tidak ramah anak, terjadi sejak tahun 2018-2023, beberapa kasus terjadi praktek kekerasan terhadap anak dalam pola asuh oleh beberapa oknum orang tua, seperti kasus kekerasan fisik yang pernah terjadi akibat salah satu anak yang bermain dianggap kelamaan oleh orang tua, sehingga� mengalami pemukulan oleh orang tua dan yang paling banyak kasus kekerasan fisik yang terjadi di Desa Matanair Rubaru, orang tua seringkali mencubit anak. Padahal model atau cara orang tua menjalin hubungan dengan anak- anaknya merupakan upaya membantu pertumbuhan dan perkembangan anak (Maimun & Pd, 2017). Sehingga model pola pengasuhan anak dengan mencubit, memukul itu akan mengganggu tumbuh kembang anak.

Kekerasan verbal yang terjadi di Desa Matanair Rubaru, menunjukkan pola pengasuhan orang tua yang juga mengganggu mental anak, hal ini juga selaras dengan pendapat (Maimun & Pd, 2017), yang mengatakan bahwa model atau cara orang tua menjalin hubungan dengan anak-anaknya merupakan upaya membantu pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga kekerasan verbal yang terjadi,� dimana salah satu oknom orang tua yang membentak anaknya dengan bahasa yang kasar, kemudian tidak menyapa terhadap anak dengan sikap yang acuh akan membentuk pola pikir dan pola kembang anak yang kasar dan juga penakut.� Memarahi anak dengan cara membentak akan membuat syaraf psikologis anak rusak.� Membentak serta terlalu tak jarang memarahi anak akan membentuk anak mengalami gangguan perilaku dan depresi pada masa depan, anak akan tumbuh sebagai manusia yang agresif, atau kebalikannya terlalu menutup diri, akibat dari syok mental pada anak berasal seringnya dimarahi semasa mungil (diakses dari https://psikologi.uma.ac.id, pada 20 Juli, Pukul 09:45 WIB).

Pola-pola asuh yang tidak ramah anak sangat tidak boleh terjadi, selain akan merusak psikologis anak juga sudah merusak hak anak dan juga mengganggu proses tumbuh kembang anak. Menurut teori feminisme misalnya anak memiliki hak untuk mengembangkan potensi dan kebebasan mereka sendiri, serta hak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi (UNICEF, 2018;12).

Pengasuhan tidak ramah anak yang terjadi menunjukkan adanya pelanggaran terhadap PP (Peraturan Pemerintah) Bab 1 ayat 1 Tahun 2017 pasal 2 menjelaskan terkait pelaksanaan pengasuhan anak yang bertujuan:

1)        Terpenuhinya pelayanan dasar dan kebutuhan setiap anak akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, kesejahteraan, dan hak-hak sipil anak.

2)        Diperolehnya kepastian pengasuhan yang layak bagi setiap anak.

Pemahaman Orang Tua Terhadap Pola Pengasuhan Anak di Desa Matanair Rubaru

1.       Pemahaman orang tua terhadap pola pengasuhan anak sebelum belajar di SP Kobher.

a.       Pola asuh otoriter

Menurut Fitriany (2018 : 12) pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1)      Anak harus tunduk dan patuh kepada kehendak orang tua.

2)      Pengontrolan orang tua terhadap perilaku anak sangat ketat.

3)      Anak hampir tidak pernah menerima pujian.

4)      Orang tua yang tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah.

Pola asuh otoriter artinya komunikasi antara orang tua dan anak cenderung bersifat satu arah, di mana orang tua lebih sering memberikan perintah yang harus dipatuhi oleh anak tanpa pertanyaan. Pola asuh ini dapat menyebabkan anak merasa takut kepada orang tua dan menjadi tertutup. Orang tua dengan gaya pengasuhan ini biasanya mengawasi anak-anak mereka dengan sangat ketat, sehingga anak-anak menjadi cemas jika mereka melakukan kesalahan dalam melaksanakan perintah orang tua.

Pengasuhan merupakan bagian yang penting dalam sosialisasi, proses dimana anak belajar untuk bertingkah laku sesuai harapan dan standar sosial. Dalam konteks keluarga, anak mengembangkan kemapuan mereka dan membantu mereka untuk hidup didunia Dantes dalam (Maimun & Pd, 2017). Sebelum belajar di SP Kobher, banyak orang tua di Desa Matanair Rubaru yang memiliki keterbatasan pengetahuan tentang pola pengasuhan yang baik dan penuh cinta, pola asuh yang diterapkan tidak menekankan pada pendekatan yang lebih demokratis dan penuh kasih sayang. Orang tua cenderung menggunakan metode otoriter.

�Sebelum bergabung di SP Kobher ibu-ibu tidak mendapatkan pengetahuan secara utuh terkait pengasuhan atau pola asuh yang baik dan penuh cinta� (wawancara dengan Raudlatun, Ketua Kobher, 22 Juni 2024).

Menurut pendapat Dantes tentang pengasuhan, menunjukkan bahwa pengasuhan orang tua yang otoriter, akan menciptakan pola kembang kemampuan anak� dalam hidup terbatas, anak-anak dalam menjalani hidupnya akan mengadopsi pola pengasuhan orang tua yang selalu anak terima setiap harinya, sehingga penting pola pengasuhan yang baik dan benar dipelajari dan diterapkan oleh orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap anak.

"Saya dulu berpikir anak-anak harus patuh tanpa banyak bertanya. Semua keputusan diambil oleh saya dan anak saya wajib mengikuti" (wawancara dengan Marbiya, Anggota SP Kobher, 27 Juni 2024, Pukul 14.00 WIB).

b.       Pola asuh kasar

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, menunjukkan adanya pola asuh kasar yang diterapkan orang tua di Desa matanair Rubaru sebelum belajar di SP Kobher, yang melibatkan kekerasan fisik merujuk pada metode pengasuhan orang tua menggunakan tindakan fisik sebagai bentuk disiplin atau hukuman terhadap anak. Tindakan ini bisa berupa memukul, menampar, mencubit, menendang, atau bentuk kekerasan fisik lainnya.

�Kasusnya lebih kepada pola asuh yang tidak dengan mencintai, Kekerasan verbal seperti membentak, kekerasan fisik dengan mencubit, memukul dan lain-lain� (wawancara dengan Raudlatun, Ketua Kobher, 22 Juni 2024).

�Banyak orang tua yang kurang memahami pentingnya kebutuhan emosional anak. Mereka fokus pada pemenuhan kebutuhan fisik seperti makanan dan pakaian, tetapi kurang memberikan perhatian pada aspek emosional seperti kasih sayang dan pengakuan.

"Saya dulu tidak tahu bahwa anak juga butuh dipeluk dan diberi semangat. Saya pikir yang penting mereka sehat dan bersekolah, bahkan dulu saya akan mencubit anak saya ketika anak tidak sesuai dengan apa yang saya mau" (wawancara dengan Fatmawati, Pengurus SP Kobher, 27 Juni 2024, Pukul 15.00 WIB).

Dalam PP (Peraturan Pemerintah) Bab 1 ayat 1 Tahun 2017 menyebutkan bahwa: Pengasuhan anak adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik bagi Anak. Sehingga pola asuh yang kasar yang diterapkan orang tua di Desa Matanair Rubaru merupakan perilaku menyimpang yang tidak seharusnya ada dalam pola pengasuhan.

Peraturan ini menegaskan bahwa dalam pengasuhan anak, kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi prioritas utama. Dalam hal ini, "kebutuhan akan kasih sayang" merujuk pada pentingnya memberikan cinta, perhatian, dan dukungan emosional kepada anak. "Kelekatan" mengacu pada pembangunan ikatan emosional yang sehat antara anak dan orang tua atau pengasuhnya. "Keselamatan" mencakup perlindungan fisik, kesehatan, dan keamanan anak. Sementara itu, "kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan" mengacu pada upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar anak secara konsisten, seperti pangan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan kehidupan yang stabil. Pola asuh yang kasar yang melibatkan penggunaan pemukulan, mencubit anak merupakan bentuk pola pengasuhan yang melanggar peraturan pemerintah ini.

Sebelum mendapatkan pelatihan di SP Kobher, banyak orang tua yang mengandalkan hukuman fisik atau verbal sebagai alat utama untuk mendisiplinkan anak. Orang tua kurang memahami alternatif lain yang lebih efektif dan tidak merusak hubungan orang tua-anak.

"Kami sering memarahi dan menghukum anak jika mereka melakukan kesalahan. Saya tidak tahu bahwa ada cara lain untuk mengajarkan disiplin tanpa harus membuat anak takut dan mentalnya rusak," (wawancara dengan Azizah, masyarakat Matanair Rubaru, 27 Juni 2024, Pukul 17.00 WIB).

Tindakan memukul, mencubit anak dianggap sebagai hal lumrah dan memang wajar dilakukan orang tua untuk mendisiplinkan anak. Padahal pola pengasuhan yang melibatkan kekerasakn fisik dan kekerasan verbal, secara tidak langsung sudah merusak mental dan psikologis anak.

2.       Pemahaman Orang Tua Terhadap Pola Pengasuhan Anak Sesudah Belajar Di SP Kobher

a.       Pola Pengasuhan Demokratis

Pola asuh demokratis mengombinasikan pendekatan permisif dan otoriter dengan tujuan mencapai keseimbangan dalam pemikiran, sikap, dan tindakan antara orang tua dan anak. Dalam pendekatan ini, baik orang tua maupun anak memiliki kesempatan untuk mengemukakan gagasan, ide, dan pendapat dalam proses pengambilan keputusan (Agoes Dariyo, 2007: 206-208). Pola asuh demokratis mencerminkan cara orang tua berinteraksi dengan anak-anak mereka.

Setelah belajar di SP Kobher, orang tua mulai mengadopsi pendekatan pengasuhan yang lebih demokratis. Mereka lebih menghargai pendapat anak dan mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan.

"Sekarang saya lebih sering mendengarkan pendapat anak sebelum membuat keputusan. Anak-anak jadi merasa lebih dihargai dan kami pun lebih dekat dengan anak kami" (wawancara dengan Azizah, masyarakat Matanair Rubaru, 27 Juni 2024, Pukul 17.00 WIB).

Pola asuh demokratis adalah pendekatan orang tua yang memberikan kebebasan kepada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak, disertai dengan batasan dan pengawasan yang baik dari orang tua.

"Setelah belajar dan bergabung SP, ibu-ibu memiliki pengetahuan bagaimana mengasuh dengan penuh cinta, dan belajar terkait membangun relasi dalam keluarga sehingga bisa berbagi peran dalam pengasuhan dan mendidik anak� (wawancara dengan Raudlatun, Ketua Kobher, 22 Juni 2024).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa pendekatan pola pengasuhan yang demokratis memungkinkan anak untuk mengeksplorasi diri mereka sendiri, menciptakan interaksi dua arah yang berkelanjutan. Menurut Agoes Dariyo tersebut, anak-anak yang diasuh dengan metode pola asuh demokratis cenderung memiliki harga diri yang tinggi, rasa ingin tahu yang besar, kepuasan, kreativitas, kecerdasan, kemampuan menghargai orang tua, ketekunan, prestasi, dan kemampuan bersosialisasi yang baik.

b.       Pola pengasuhan gentle parenting

Gentle parenting adalah metode pengasuhan yang lembut dan penuh kasih sayang dari orang tua kepada anak-anaknya. Pola asuh ini dianggap mampu memberikan banyak manfaat positif bagi anak. Namun, gentle parenting memerlukan kesabaran dan waktu yang tidak singkat (dikutip dari laman https://www-tvonenews-com, pada 20 Juli 2024, Pukul 12.20 WIB).

Menurut Raudlatun, selaku fasilitator SP Kobher, Gentle parenting yang diterapkan oleh orang tua di Desa Matanair Rubaru setelah belajar di SP Kobher, menerapkan pola pengasuhan yang memahami perasaan anak dengan cinta, berempati terhadap anak, menunjukkan rasa hormat dan kasih saying terhadap anak dan menetapkan batasan.

"Setelah belajar dan bergabung SP, ibu-ibu memiliki pengetahuan bagaimana mengasuh dengan penuh cinta, sehingga berdampak positif pada perkembangan mental dan psikologis anak� (wawancara dengan Raudlatun, Ketua Kobher, 22 Juni 2024).

Sarah Ockwell-Smith, penulis �The Gentle Parenting Book,� menyatakan bahwa gentle parenting membantu orang tua membangun hubungan dengan anak berdasarkan keinginan dan pilihan anak, bukan sekadar harapan dan aturan dari orang tua (diakses dari laman https://www-tvonenews-com, pada 20 Juli, Pukul 12.20 WIB).

Mengenali anak sebagai individu dan menanggapi kebutuhan anak merupakan bentuk sadar orang tua di Desa Matanair Rubaru akan pentingnya memberikan perhatian pada kebutuhan emosional anak. Orang tua lebih sering menunjukkan kasih sayang dan memberikan dukungan emosional yang diperlukan anak untuk tumbuh dengan sehat dan bahagia.

"Saya mulai memeluk dan mengucapkan kata-kata positif pada anak-anak saya setiap hari. Saya bisa melihat mereka lebih bahagia dan percaya diri" (wawancara dengan Fatmawati, Pengurus SP Kobher, 27 Juni 2024, Pukul 15.00 WIB).

Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perubahan positif dalam pola pengasuhan anak oleh orang tua yang belajar di SP Kobher, dimana orang tua mulai menerapkan metode disiplin yang lebih positif. Misalnya� orang tua mengganti hukuman fisik� dengan mencubit atau memukul dengan pendekatan yang lebih konstruktif, seperti memberikan konsekuensi yang logis dan mendidik, mengurangi uang jajan misalnya.

"Kami sekarang lebih fokus pada memberikan penjelasan dan diskusi daripada hukuman. Anak-anak jadi lebih memahami kesalahan mereka dan belajar bertanggung jawab"(wawancara dengan Marbiya, Anggota SP Kobher, 27 Juni 2024, Pukul 14.00 WIB).

Pola pengasuhan gentle parenting selaras dengan pola pengasuhan ramah anak yang disebut (Maimun & Pd, 2017)� yang menyatakan bahwa pola pengasuhan ramah anak merupakan pendekatan pengasuhan yang berfokus pada pemahaman dan penghormatan terhadap kebutuhan dan perasaan anak. Pola pengasuhan ini menciptakan lingkungan yang aman, mendukung, dan positif bagi perkembangan anak.

Upaya Sekolah Perempuan Kobher Dalam Meningkatkan Pengasuhan Ramah Anak di Desa Matanair Rubaru

1.       Dialog pengasuhan ramah anak

Keluarga ramah anak memerlukan partisipasi dari semua pihak dalam mewujudkan suasana pengasuhan anak yang positif, adil, dan tidak ada kekerasan (Ni�mah, 2018). Artinya peningkatan kemampuan orang tua tentang pola pengasuhan ramah anak merupakan tugas bersama. Dalam hal ini SP Kobher mengadakan sesi dialog yang komprehensif untuk memberikan informasi tentang metode pengasuhan ramah anak yang mendukung perkembangan emosional, sosial, dan kognitif anak. Sesi ini mencakup materi tentang pengasuhan tanpa kekerasan, pentingnya kelekatan emosional, dan cara mengelola perilaku anak secara konstruktif.

�Upaya yang kami lakukan di SP salah satunya adalah peningkatan pengetahuan orang tua tentang pengasuhan yang ramah anak, seperti mengadakan dialog terkait pengasuhan ramah anak� (wawancara dengan Raudlatun, Ketua Kobher, 22 Juni 2024).

Dialog tentang pengasuhan juga dilakukan secara khusus di SP Kobher, sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Matanair Rubaru, bahkan beberapa kali SP Kobher juga mengadakan pelatihan dengan mendatangkan pemateri yang sesuai dengan kebutuhan orang tua tentang bagaimana pengasuhan yang baik dan ramah anak.

"Dialog dan pelatihan yang diberikan SP Kobher memberikan saya banyak pengetahuan baru tentang bagaimana cara mengasuh anak dengan lebih baik" (wawancara dengan Azizah, masyarakat Matanair Rubaru, 27 Juni 2024, Pukul 17.00 WIB).

 

2.       Kompolan (pertemuan rutin setiap hari Minggu)

Menurut Raudlatun, kompolan SP Kobher merupakan kegiatan perkumpulan yang diselenggaran setiap hari Minggu sore, yang tidak hanya diisi dengan sholawan dan arisan saja, tapi juga diberikan ruang belajar untuk meningkatkan kapasitas pendidikan orang tua dalam setiap pertemuan mingguan dengan materi-materi yang memang relevan dibutuhkan, lebih-lebih tentang pola pengasuhan yang ramah anak.

"SP Kobher sangat membantu ibu-ibu memahami lebih banyak tentang pengasuhan yang lebih baik dan ramah terhadap anak" (wawancara dengan Raudlatun, Ketua Kobher, 07 Juni 2023).

Pola pengasuhan yang dipelajari orang tua di SP Kobher mendorong orang tua untuk mendengarkan anak-anak mereka dengan penuh perhatian. Upaya SP Kobher selaras dengan pendapat (Ni�mah, 2018) yang menegaskan bahwa keluarga ramah anak memerlukan partisipasi dari semua pihak dalam mewujudkan suasana pengasuhan anak yang positif, adil, dan tidak ada kekerasan.

Hasil penelitian di SP Kobher Matanair Rubaru menunjukkan akan pentingnya mendengarkan anak secara aktif dan penuh perhatian sebagai bagian dari pengasuhan yang efektif. Ini termasuk teknik mendengarkan aktif, di mana orang tua memberikan perhatian penuh kepada anak, menunjukkan empati, dan merespon dengan cara yang mendukung dan konstruktif.

"Saya sekarang lebih sabar dan mendengarkan anak-anak saya dengan penuh perhatian" "(wawancara dengan Marbiya, Anggota SP Kobher, 27 Juni 2024, Pukul 14.00 WIB).

Hasil dari observasi dan wawancara peneliti dengan Fatmawati salah satu anggota SP Kobher menunjukkan adanya hasil positif dari didikan kompolan SP Kobher, yang banyak mengajarkan teknik komunikasi yang efektif untuk memahami kebutuhan anak, sehingga teknik yang didapat, membantu orang tua berinteraksi lebih baik dengan anak-anak mereka. Teknik ini misalnya mencangkup penggunaan bahasa yang positif, menghindari kritik yang merendahkan, dan fokus pada solusi daripada masalah.

"Teknik komunikasi yang diajarkan sangat berguna dalam berkomunikasi dengan anak-anak saya" (wawancara dengan Fatmawati, Pengurus SP Kobher, 27 Juni 2024, Pukul 15.00 WIB).

Hasil dari belajar di SP Kobher juga mendorong orang tua untuk mendengarkan anak-anak mereka dengan penuh perhatian. Anak-anak dalam lingkungan keluarga yang menerapkan pola pengasuhan ramah anak akan mengalami pengaruh positif yang signifikan pada perkembangan dan kesejahteraan anak. Adanya keluarga ramah anak selain menjadi media dalam mewujudkan pengasuhan yang positif bagi anak juga dapat menjadi salah satu indikator dari masyarakat yang ramah anak dalam skala yang lebih luas (Ni�mah, 2018). Sebab, pentingnya mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan kunci pengasuhan yang baik. Hal ini membantu anak merasa dihargai dan didengarkan, yang dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kesejahteraan emosional mereka.

"Dengan mendengarkan anak-anak saya, saya bisa lebih memahami kebutuhan mereka" (wawancara dengan Fatmawati, Pengurus SP Kobher, 27 Juni 2024, Pukul 15.00 WIB).

SP Kobher juga berusaha memberikan edukasi orang tua tentang pentingnya pendekatan pengasuhan yang demokratis, di mana anak-anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang relevan dengan kehidupan mereka. Ini membantu anak-anak mengembangkan rasa tanggung jawab dan keterampilan berpikir kritis.

"Saya belajar bahwa penting untuk melibatkan anak-anak dalam pengambilan keputusan di rumah" "(wawancara dengan Marbiya, Anggota SP Kobher, 27 Juni 2024, Pukul 14.00 WIB).

Hasil penelitian menunjukan pentingnya pemahaman feminisme liberal yang mengedepankan pentingnya pendidikan dan kesetaraan yang memiliki dampak besar pada pola pengasuhan ramah anak. Teori feminisme liberal misalnya, yang menekankan bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk mengembangkan potensi diri mereka tanpa dibatasi oleh norma-norma patriarki yang mendiskriminasi perempuan (Wollstonecraft, 2016), artinya feminisme liberal mendukung penuh terwujudnya tujuan PP (Peraturan Pemerintah) Bab 1 ayat 1 Tahun 2017 pasal 2 tentang pelaksanaan pengasuhan anak yang bertujuan:

1)      Terpenuhinya pelayanan dasar dan kebutuhan setiap anak akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, kesejahteraan, dan hak-hak sipil anak.

2)      Diperolehnya kepastian pengasuhan yang layak bagi setiap anak.

Ibu sebagai madrasah utama seorang anak, sesuai dengan istilah Al-Ummu madrasatul �Ula yang diartikan sebagai ibu merupakan sekolah pertama. Secara terminologis, istilah tersebut diartikan sebagai ibu yang dengan pendidikannya mampu mempengaruhi perkembangan pendidikan anak sampai anak itu berhasil dalam pendidikannya. �ibu adalah madrasah. bila engkau mempersiapkan ia dengan baik, maka engkau telah mempersiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya� Ibrahim dalam (Zubaedi, 2019). Artinya SP Kobher berupaya bagaimana menciptakan pendidikan pertama seorang anak dalam madrasah yang siap dan baik.

3.       Rumah konsultasi keluarga

Menurut hasil penelitian yang dilakukan di SP Kobher, Komunitas SP Kobher tidak hanya menyediakan ruang belajar orang tua tentang pola pengasuhan ramah anak, tapi SP Kobher juga menjadi wadah konsultasi untuk menemukan solusi bagi masalah para orang tua, memberikan dukungan emosional, dan menemukan solusi untuk tantangan yang mereka hadapi dalam pengasuhan.

�Melalui rumah konsultasi keluarga, SP Kobher juga menjadi ruang konsultasi bagi para orang tua yang mengalami permasalahan atau mendapatkan tantang dalam pola pengasuhan� (wawancara dengan Raudlatun, Ketua Kobher, 22 Juni 2024).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa SP kobher juga menjadi jawaban atas kegelisahan beberapa orang tua di Matanair Rubaru ketika mengalami problematika pengasuhan.

"Komunitas SP Kobher adalah tempat saya bisa curhat dan mendapatkan solusi untuk masalah yang saya hadapi, lebih-lebih tentang pengasuhan anak saya" (wawancara dengan Azizah, masyarakat Matanair Rubaru, 27 Juni 2024, Pukul 17.00 WIB).

SP Kobher memiliki fasilitator sekaligus pendiri dan ketua, yang juga selalu siap intens menjadi pendengar dan memberikan konselling pada setiap permasalahan pola pengasuhan yang dialami masyarakat setempat.

�Kami siap menjadi pendengar dan memberi konselling juga pendampingan bagi ibu-ibu yang membutuhkan, (wawancara dengan Raudlatun, ketua Kobher, 07 Juni 2023).

Dampak Perubahan Pola Pengasuhan Orang Tua di Desa Matanair Rubaru Setelah Belajar di SP Kobher

1.    Perubahan sikap dan perilaku orang tua

Setelah belajar dan ikut SP Kobher, terdapat perubahan signifikan dalam sikap dan perilaku pengasuhan di kalangan orang tua. Para ibu merasakan peningkatan kesabaran, keterampilan mendengarkan, dan penghindaran hukuman fisik. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran akan pentingnya pengasuhan positif.

"Saya sekarang lebih sabar dan mendengarkan anak-anak saya. Sebelumnya, saya sering menggunakan hukuman fisik, tetapi sekarang saya mencoba pendekatan yang lebih lembut" (wawancara dengan Fatmawati, Pengurus SP Kobher, 27 Juni 2024, Pukul 15.00 WIB).

Hasil penelitian menunjukkan adanya keberhasilan dari dampak pola pengasuhan ramah anak yang diupayakan oleh SP Kobher dengan pendekatan teori feminisme liberal, ibu-ibu mulai mendapatkan akses pengetahuan melalui kompolan rutin yang diisi dengan beberapa pembelajaran penting bagi peningkatan pola pengasuhan ramah anak, sehingga menunjukkan adanya perubahan pola sikap padaarah yang jauh lebih positif.

2.    Peningkatan Kesejahteraan psikologis Anak

Anak-anak di Desa Matanir Rubaru mengalami peningkatan signifikan dalam kesejahteraan psikologis. Perubahan ini terlihat dari perasaan mereka yang lebih dihargai dan didengarkan, yang berdampak positif pada perkembangan sosial dan akademik. Keberhasilan ini menunjukkan efektivitas SP Kobher dalam menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak-anak.

"Anak saya merasa lebih dihargai dan didengarkan. Ini membuatnya lebih percaya diri di sekolah dan lebih mudah bergaul dengan teman-temannya" (wawancara dengan Azizah, masyarakat Matanair Rubaru, 27 Juni 2024, Pukul 17.00 WIB).

 

Temuan hasil penelitian ini, tidak lepas dari bagaimana sosok ibu yang terus berkembang pada arah positif melalui pembelajaran dan penyeragaman pengetahuan tentang pentingnya pemahaman feminisme bagi orang tua. Sehingga, hak anak untuk berpartisipasi dalam proses politik dan sosial yang mempengaruhi kehidupan mereka (anak), termasuk hak untuk berpendapat, berserikat, dan berkumpul (UNICEF, 2019;15), terpenuhi dengan pola pengasuhan yang ramah anak.

3.    Penguatan peran orang tua dalam mendidik anak

Setelah belajar dan ikut SP Kobher, peran dan status ibu dalam masyarakat meningkat. Para ibu merasa lebih percaya diri dan mampu berkontribusi lebih dalam komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa SP Kobher tidak hanya berfokus pada anak-anak, tetapi juga pada pemberdayaan perempuan.

"Setelah mengikuti SP Kobher, saya merasa lebih percaya diri dan berani berbicara di depan umum. Saya juga lebih aktif berkontribusi dalam kegiatan komunitas dan memiliki sikap yang lebih positif dalam berinteraksi dengan anak" (wawancara dengan Marbiya, Anggota SP Kobher, 27 Juni 2024, Pukul 14.00 WIB).

Hasil dari penguatan peran orang tua ini terus melaju secara cepat dan positif, yang kemudian berdampak pada pola pengasuhan yang mengedepankan terwujudnya hak-hak anak dalam pola pengasuhan yang berlandaskan pada fimenisme liberal. Misalnya, hak untuk mendapatkan akses yang adil dan setara terhadap sumber daya ekonomi, sosial, dan budaya, termasuk hak untuk memiliki properti, warisan, dan kredit (UN Women, 2021; 9).

 

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka kesimpulan dari penelitian ini sebagaimana berikut:

1.       Bahwa pemahaman orang tua terhadap pola pengasuhan anak di Desa Matanair Rubaru, terbagi menajdi 2, yaitu sebelum dan sesudah belajar di SP Kobher:

a.       Pemahaman orang tua terhadap pola pengasuhan anak sebelum belajar di SP Kobher

1)    Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter ditandai dengan anak harus tunduk dan patuh kepada kehendak orang tua, pengontrolan ketat terhadap perilaku anak, serta komunikasi satu arah. Anak hampir tidak pernah menerima pujian dan cenderung menjadi tertutup serta cemas jika melakukan kesalahan.

2)      Pola asuh kasar

Pola asuh kasar melibatkan kekerasan fisik seperti memukul, mencubit, dan menendang sebagai bentuk disiplin. Orang tua kurang memahami pentingnya kebutuhan emosional anak, lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan fisik saja. Pola pengasuhan ini merusak mental dan psikologis anak.

b.       Pemahaman orang tua terhadap pola pengasuhan anak sesudah belajar di SP Kobher.

1)      pola pengasuhan demokratis

Pola asuh demokratis mengombinasikan pendekatan permisif dan otoriter, memberikan kebebasan kepada anak dengan batasan dan pengawasan yang baik. Orang tua mulai mengadopsi pendekatan ini dengan menghargai pendapat anak dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan, sehingga anak menjadi lebih percaya diri, kreatif, dan mampu bersosialisasi dengan baik.

2)      Pola Pengasuhan Gentle Parenting

�Gentle parenting adalah metode pengasuhan yang lembut dan penuh kasih sayang, membutuhkan kesabaran dan waktu yang tidak singkat. Orang tua mulai memahami perasaan anak, menunjukkan rasa hormat dan kasih sayang, serta menetapkan batasan yang jelas. orang tua lebih fokus pada memberikan penjelasan dan diskusi daripada hukuman fisik, yang berdampak positif pada perkembangan mental dan psikologis anak, meningkatkan kebahagiaan dan kepercayaan diri anak.

2.    Bahwa upaya-upaya yang dilakukan SP Kobher dalam meningkatkan pola pengasuhan ramah anak di Desa Matanair Rubaru, diantaranya adalah:

a.       Dialog pengasuhan ramah anak

SP Kobher mengadakan sesi dialog yang komprehensif untuk memberikan informasi tentang metode pengasuhan ramah anak yang mendukung perkembangan emosional, sosial, dan kognitif anak. Sesi ini mencakup materi tentang pengasuhan tanpa kekerasan, pentingnya kelekatan emosional, dan cara mengelola perilaku anak secara konstruktif. Dialog ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat Matanair Rubaru dan beberapa kali mendatangkan pemateri yang sesuai dengan kebutuhan orang tua. Dialog dan pelatihan ini memberikan banyak pengetahuan baru kepada orang tua tentang cara mengasuh anak dengan lebih baik.

b.       Kompolan (pertemuan rutin setiap hari Minggu)

SP Kobher mengadakan pertemuan mingguan yang disebut kompolan setiap hari Minggu sore. Kegiatan ini tidak hanya diisi dengan sholawatan dan arisan, tetapi juga memberikan ruang belajar untuk meningkatkan kapasitas pendidikan orang tua dengan materi-materi yang relevan, khususnya tentang pola pengasuhan ramah anak. Orang tua didorong untuk mendengarkan anak-anak mereka dengan penuh perhatian, menunjukkan empati, dan merespon dengan cara yang mendukung dan konstruktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik komunikasi yang diajarkan sangat berguna dalam berkomunikasi dengan anak-anak, membantu orang tua berinteraksi lebih baik dengan anak-anak mereka.

c.       Rumah konsultasi keluarga

SP Kobher menyediakan wadah konsultasi untuk menemukan solusi bagi masalah pengasuhan yang dihadapi orang tua. Melalui rumah konsultasi keluarga, SP Kobher memberikan dukungan emosional dan solusi untuk tantangan dalam pengasuhan. Fasilitator SP Kobher, termasuk pendiri dan ketuanya, selalu siap menjadi pendengar dan memberikan konseling serta pendampingan bagi ibu-ibu yang membutuhkan. Komunitas ini menjadi tempat bagi orang tua untuk curhat dan mendapatkan solusi untuk masalah pengasuhan anak

 

 

REFERENSI

 

Aditya, R. C. (2019). Pengaruh parenting style, loneliness, self-regulation, fear of missing out dan konformitas terhadap smartphone addiction pada remaja. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 

Maimun, D. H., & Pd, M. (2017). Psikologi pengasuhan mengasuh tumbuh kembang anak dengan ilmu. Mataram. Sanabil.

 

Ni�mah, K. (2018). Pola komunikasi keluarga dan pengasuhan ramah anak sebagai upaya membentuk kepribadian anak. KOMUNIKA: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 12(1).

 

Ritzer, G. (2004). Teori sosiologi modern.

 

Rohani, I. (2020). Pendidikan Agama Islam untuk Difabel. Gestalt Media.

 

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.

 

Sugiyono, P. D. (2019). Metode Penelitian Pendidikan (Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi, R&d dan Penelitian Pendidikan). Metode Penelitian Pendidikan.

 

Wollstonecraft, M. (2016). Vindication of the Rights of Woman. In Democracy: a reader (pp. 297�306). Columbia University Press.

 

Yumarni, V. (2022). Pengaruh gadget terhadap anak usia dini. Jurnal Literasiologi, 8(2), 556623.

 

ZA, T. (2009). Ilmu Pendidikan Islam (antara Tradisional dan Modern).

 

Zainudin, A. (2013). Man jadda wajada. Gramedia Pustaka Utama.

 

Zubaedi, Z. (2019). Optimalisasi Peranan Ibu Dalam Mendidik Karakter Anak Usia Dini Pada Zaman Now. Al Fitrah: Journal Of Early Childhood Islamic Education, 3(1), 49�63.

 

Creswell, John W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed: Edisiketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Fakih Mansour.2013. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

 

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman. 2014. Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru, (Penerjemah Tjetjep Rohindi Rohidi). Jakarta : UI Press.

 

Mill, J.S. 1869. The Subjection of Women. London: Longmans, Green, Reader and Dyer.

 

Putnam Tong, R. 2008. Feminist Thought: A More Comprehensive Introduction, London:Westview Press.

 

 

 

� 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).