Hasani Abdulazizi Cahyadi1*, Drupadi Ciptaningtyas2,
Lukito Hasta Pratopo3, Ahmad Thoriq4
Universitas Padjadjaran, Indonesia
E-mail : [email protected]
� Kata Kunci |
Abstrak |
decision tree, cabai rawit, machine learning, random forest, kadar air tanah, support
vector machine |
Tanaman cabai rawit merupakan
salah satu komoditas hortikultura yang umum ditemukan di Indonesia. Data BPS (2022) menunjukkan produksi cabai rawit mengalami
peningkatan dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2022, dengan laju pertumbuhan
sebesar 15%. Produksi cabai rawit yang meningkat tidak menandakan permintaan pasar di
Indonesia telah terpenuhi.
Indonesia pada tahun 2022 bulan
Januari sampai dengan
September masih melakukan
impor komoditas cabai dengan jumlah 35.962 ton. Permintaan
pasar untuk komoditas cabai rawit masih
belum terpenuh dapat terjadi karena produksi cabai rawit masih
belum maksimal. Tanaman cabai rawit rentan terhadap kekurangan air, di
mana kekurangan air dapat
menyebabkan melambatnya laju pertumbuhan tanamn cabai rawit dan penurunan dalam jumlah buah yang dihasilkan saat panen. Salah satu produsen tanaman cabai rawit adalah Kebun Edukasi Eptilu. Greenhouse cabai rawit di Kebun Edukasi Eptilu dapat mengalami penundaan penyiraman akibat sumber air sedang digunakan untuk menyirami kebun lain. Penundaan
penyiraman dapat menyebabkan tanaman cabai rawit mengalami
kekurangan air. Solusi yang dapat
dikembangkan adalah membuat beberapa model algoritma prediksi kadar air tanah menggunakan machine learning dan membandingkan
nilai akurasi dari masing-masing algoritma. Algoritma yang dibuat merupakan algoritma decision
tree, support vector machine, dan random forest. Variabel
bebas adalah suhu lingkungan (�C), kelembapan lingkungan (%), suhu tanah (�C), dan kadar air tanah (%). Variabel terikat adalah kadar air tanah (%) satu jam ke depan. Model dengan nilai akurasi tertinggi adalah model dengan algoritma Support Vector Regression (SVR) dengan kernel linear dan nilai
epsilon (e) 0.1, dengan nilai akurasi sebesar 0.938 pada data
uji dan 0.958 pada data baru |
Keywords |
�Abstract |
decision tree, chili pepper, machine
learning, random forest, soil water content, support vector machine |
Chili
pepper plants are one of the horticultural commodities commonly found in
Indonesia. BPS data (2022) shows that chili pepper production has increased
from 2018 to 2022, with a growth rate of 15%. The increasing production of
chili pepper does not indicate that market demand in Indonesia has been met.
In 2022, from January to September, Indonesia will still import chili
commodities totaling 35,962 tons. Market demand for
chili pepper commodities is still not fulfilled, this could be because chili
pepper production is still not optimal. Chili pepper plants are susceptible
to water shortages, where lack of water can cause a slowdown in the growth
rate of chili pepper plants and a decrease in the number of fruit produced at harvest. One of the chili pepper
producers is Eptilu Education Garden. The chili
pepper greenhouse at the Eptilu Education Garden
may experience watering delays due to the water source being used to water
another garden. Delaying watering can cause chili pepper plants to experience
a lack of water. A solution that can be developed is to create several
algorithm models for predicting soil water content using machine learning and
comparing the accuracy values of each algorithm. The algorithms created are
decision tree, support vector machine and random forest algorithms. The
independent variables are greenhouse temperature (�C), relative humidity (%),
soil temperature (�C), and soil water content (%). The dependent variable is
soil water content (%) in the next hour. The model with the highest accuracy
value is the model with the Support Vector Regression (SVR) algorithm with a
linear kernel and an epsilon (e) value of 0.1, with an accuracy value of
0.938 on test data and 0.958 on new data |
*Correspondence Author: Hasani Abdulazizi Cahyadi
Email: [email protected] ��
PENDAHULUAN
Cabai rawit
(Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang umum ditemukan di Indonesia. Cabai rawit
umum diperlukan dalam berbagai bidang, seperti bumbu masakan,
industri makanan, obat-obatan dan lain-lain (Wisnujati &
Siswati, 2021). Produksi cabai rawit di Indonesia mulai dari tahun
2018 sampai dengan tahun 2022 berturut-turut adalah 1,34 juta ton, 1,37 juta ton, 1,5 juta ton, 1,39 juta ton, dan 1,54 juta ton. Produksi cabai rawit di Indonesia selama lima tahun terakhir dengan laju 15% (BPS, 2022). Produksi cabai rawit yang meningkat tidak menandakan permintaan pasar di Indonesia telah
terpenuhi. Indonesia pada tahun
2022 bulan Januari sampai dengan
September masih melakukan impor komoditas cabai dengan jumlah
35.962 ton (Kementan, 2022). Hal tersebut
menandakan Indonesia masih
belum mampu memenuhi permintaan pasar pada komoditas cabai. Salah satu alasan hal tersebut
terjadi adalah hasil panen kebun di Indonesia yang masih belum maksimal karena beberapa faktor, misalnya faktor pemberian air pada tanaman cabai yang masih kurang. Kekeringan pada tanaman cabai rawit
memiliki dampak negatif pada pertumbuhan tanaman dan jumlah buah yang dihasilkan (Khan et al., 2008). Hasil panen yang
maksimal dapat dicapai jika ketersediaan air bagi tanaman cabai
rawit diperhatikan dengan baik.
Ketersediaan air bagi tanaman cabai rawit
memiliki hubungan dengan kadar air tanah. Kurangnya air pada tanaman akan menyebabkan
tanaman menutup stomata (Clarah et al.,
2017). Stomata yang tertutup menyebabkan tanaman kesulitan melakukan proses fotosintesis akibat tidak mendapat CO2 yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis
(Holding &
Streich, 2013). Kadar air tanah
yang terlalu tinggi pada tanaman cabai rawit
juga berdampak negatif pada
pertumbuhan tanaman karena aerasi tanah
yang buruk dan menghambat pertumbuhan akar. Kadar air tanah yang optimal pada tanaman cabai rawit adalah
60% - 80% (Wahjuni et al.,
2022).
Tanaman cabai sensitif terhadap kekurangan air (Wahjuni et al.,
2022). Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan greenhouse Kebun Edukasi Eptilu, diketahui bahwa greenhouse cabai melakukan penyiraman tanaman menggunakan sumber air yang sama dengan komoditas tanaman lain. Sumber air yang sama mengakibatkan greenhouse terkadang
harus menunda proses penyiraman
akibat kurangnya air yang masuk ke dalam sistem irigasi greenhouse. Penundaan penyiraman dapat membuat kadar air tanah tanaman cabai
rawit berkurang sampai menjadi terlalu rendah dan berdampak buruk bagi pertumbuhan tanaman. Tanaman cabai rawit yang terganggu pertumbuhannya dapat menyebabkan hasil panen cabai rawit
yang tidak maksimal. Solusi yang dapat
dikembangkan untuk mengatasi
masalah ini adalah membuat model prediksi kadar air tanah untuk keputusan penyiraman tanaman (Dwiyatno et al.,
2022).
Kebun Edukasi Eptilu mengelola greenhouse tanaman cabai rawit
dengan bantuan alat dari perusahaan
Habibi Garden. Habibi Garden merupakan perusahaan start-up� yang berfokus
pada teknologi pertanian berbasis Internet of Things (IoT). Salah satu teknologi yang diterapkan di greenhouse Kebun Edukasi Eptilu adalah alat bernama
HabibiClimate Pro. HabibiClimate
Pro merupakan alat yang mampu menyediakan data kondisi lingkungan greenhouse setiap menit menggunakan sensor.
Data sensor yang dihasilkan antara
lain suhu udara (oC), suhu tanah (oC), kelembapan relatif udara (%), kadar air tanah (%), dan lain-lain. Data kondisi
lingkungan greenhouse yang ada
dapat digunakan untuk membuat model prediksi kadar air tanah untuk keputusan penyiraman.
Model prediksi kadar air tanah dapat dibuat menggunakan machine
learning. Penerapan machine learning dapat menjadi solusi
karena komputer dapat mempelajari suatu data tanpa perlu diprogram secara eksplisit (Fani, 2023). Model prediksi dapat dibuat menggunakan algoritma regresi karena analisis regresi umum digunakan
untuk membuat prediksi suatu variabel terikat dari variabel-variabel
bebas yang disediakan. Algoritma regresi yang dapat digunakan untuk membuat model prediksi antara lain Decision Tree Regression (DTR), Support Vector
Regression (SVR), dan Random Forest Regression (RFR).
Pembuatan model prediksi kadar air tanah telah dilakukan sebelumnya menggunakan algoritma
machine learning yaitu K-Nearest Neighbors (KNN).
Model prediksi kadar air tanah menggunakan KNN dengan jumlah neighbors (k) 7 menghasilkan
nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi yaitu 70,3% (di Serenity Farm
& Garden, n.d.). Nilai R2 menggunakan KNN pada data baru
belum masuk ke kategori prediksi model yang cukup presisi yaitu di rentang 0.81 � 0.90 (Man et al., 2022). Upaya membuat dan
membandingkan model prediksi
kadar air tanah menggunakan
tiga model regresi dilakukan dengan harapan diketahui model regresi dengan nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi dari ketiga model dan masuk ke rentang cukup presisi yaitu
di atas 0.81.
METODE PENELITIAN
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah smartphone (Samsung
A14, Samsung, Indonesia) untuk dokumentasi,
laptop (HP, China) untuk mengolah
data dan modelling, software Visual Studio Code (Microsoft (versi
1.82.2)) sebagai aplikasi kode editor dan menjalankan
program, Google Colab (Python versi
3.6.9), dan software Microsoft Excel (Microsoft Corporation, Redmound, USA (Versi 2010) untuk mengolah dataset dan menghitung nilai validasi, Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian
adalah cabai rawit dan data sensor lingkungan.
Prosedur Penelitian
1.
Persiapan data-data yang diperlukan
Persiapan data dilakukan
untuk memenuhi kriteria
model yaitu menghasilkan nilai prediksi kadar air tanah (%) dan keputusan penyiraman 1 jam berikutnya. Nilai prediksi kadar air tanah dipengaruhi oleh data suhu lingkungan (�C), suhu tanah (�C), kelembaban relatif udara (%), dan kadar air tanah (%) 1 jam sebelumnya. Detail variabel disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Penentuan
variabel bebas dan terikat model
|
Variabel Bebas (Data 1 Jam Sebelumnya) |
Variabel Terikat |
No |
Parameter |
|
1 |
Suhu lingkungan (�C) |
Prediksi kadar air tanah
(%) 1 jam berikutnya |
2 |
Kelembaban (%) |
|
3 |
Suhu tanah (�C) |
|
4 |
Kadar
air tanah (%) |
2.
Pembersihan data
Pembersihan data dilakukan
untuk menghilangkan nilai
error. Nilai error yang umum terdapat
pada data sensor lingkungan adalah
nilai 0. Nilai 0 menandakan
alat sedang dinonaktifkan sehingga sensor lingkungan tidak aktif. Pembersihan data dilakukan dengan cara melakukan imputasi pada seluruh data dengan nilai error dengan cara interpolasi
linear pada data.
3.
Pembuatan model prediksi kadar air tanah menggunakan algoritma Decision
Tree Regression, Support Vector Regression, dan Random Forest Regression
Pembuatan model dilakukan menggunakan
bahasa pemrograman Python
pada pada web IDE Google Colab.
Algoritma yang digunakan antara lain adalah DTR, SVR, dan
RFR. Variabel terikat dari data sensor lingkungan adalah kadar air tanah 1 jam berikutnya (%). Variabel bebas dari data sensor antara lain suhu udara (oC),
kelembapan relatif udara (%), suhu tanah (oC), dan kadar air tanah (%) 1 jam sebelumnya. Proses pembuatan
model dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah
pembagian dataset bulan
Agustus sampai dengan
Oktober menjadi 80% data latih
dan 20% data uji. Tahap kedua
adalah pelatihan model.
Model dibuat dan dilatih dengan variasi parameter yang berbeda sesuai dengan ketentuan. Setiap variasi model yang sudah dilatih kemudian
dihitung nilai R2-nya menggunakan data uji. Tahap ketiga adalah evaluasi
model. Evaluasi model dilakukan
dengan cara model memprediksi data baru dan dihitung nilai R2-nya. Model akan dianggap berhasil
jika nilai R2 pada data uji
dan data baru berada di atas batas minimum yaitu 0.81
Pada algoritma DTR, model dilatih dengan kombinasi variasi parameter utama, yaitu criterion dan max depth. Parameter criterion memiliki dua variasi, yaitu MSE dan MAE. Parameter max depth digunakan
dalam rentang 1-20. Terdapat total 40 variasi model
yang akan dihasilkan menggunakan algoritma DTR.
Pada algoritma SVR, model dilatih dengan kombinasi variasi parameter utama, yaitu kernel, nilai C, dan nilai e. Parameter kernel memiliki dua variasi, yaitu kernel linear dan RBF. Parameter C memiliki empat variasi, yaitu 0.1, 1, 10, dan
100. Parameter e memiliki
empat variasi, yaitu 0.01, 0.1, 0.5, dan 1. Terdapat
total 32 variasi model yang akan
dihasilkan menggunakan algoritma SVR.
Pada algoritma RFR, model dilatih dengan kombinasi variasi parameter utama, yaitu criterion, max depth, dan jumlah
pohon. Parameter criterion memiliki
dua variasi, yaitu
criterion MSE dan MAE. Parameter max depth digunakan dalam rentang 1-20. Parameter jumlah pohon digunakan
dalam rentang 1-50. Terdapat total 2000 variasi model
yang akan dihasilkan menggunakan algoritma RFR.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Dataset
Data yang diolah menjadi dataset awal untuk melatih dan menguji model machine learning merupakan
data parameter greenhouse setiap menit
selama 24 jam selama 3
bulan, yaitu bulan Agustus sampai
dengan Oktober. Data baru yang belum pernah digunakan pada model untuk
menguji keakuratan model adalah dataset pada bulan November yang mengandung
baris data sebanyak 30 hari
dikalikan dengan 24 jam, yatu 720 baris data. Imputasi
pada dataset dilakukan untuk menghilangkan
semua nilai error pada dataset. Terdapat
1148 baris data yang masih memiliki
nilai error pada dataset awal
dan terdapat 437 baris data yang mengandung
nilai error pada data baru. Dataset yang diimputasi dapat menghasilkan model prediksi kadar air tanah pada satu jam ke depan yang lebih akurat jika dibandingkan
dengan model yang dibuat
menggunakan dataset yang tidak diimputasi
(di Serenity Farm &
Garden, n.d.). Grafik data
real dan data hasil imputasi disajikan
dalam gambar 1.
Gambar 1. Grafik
data real (A) dan data hasil imputasi (B) kadar air tanah (%)
Karakteristik selanjutnya yang perlu
diektahui adalah outlier.
Data outlier merupakan data yang berada
di luar interquartile range. Pada dataset awal dan data baru, interquartile
range dihitung pada setiap
parameter agar dapat diketahui
nilai-nilai outlier yang ada
pada dataset. Pada dataset awal, parameter suhu lingkungan dan suhu tanah tidak
memiliki outlier. Parameter kelembapan
pada dataset awal memiliki
14 outlier. Parameter kadar air tanah
dan kadar air tanah satu jam ke depan
pada dataset awal masing-masing memiliki
334 outlier. Total outlier pada dataset awal adalah 682 data. Pada data baru,
parameter kelembapan dan suhu
tanah tidak memiliki outlier. Parameter suhu
pada data baru memiliki 21
outlier. Parameter kadar air dan kadar
air pada satu jam ke depan pada data baru
masing-masing memiliki 140 outlier. Total outlier
pada data baru adalah 301. Berikut adalah data jumlah outlier pada dataset awal
dan data baru. Data jumlah
outlier pada dataset awal dan data baru disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Data Jumlah Outlier pada Dataset Awal dan Baru
Parameter |
Jumlah
Outliers |
|
Dataset Awal |
Data Baru |
|
Suhu Lingkungan |
0 |
21 |
Kelembapan |
14 |
0 |
Suhu Tanah |
0 |
0 |
Kadar Air |
334 |
140 |
Kadar Air Satu Jam ke Depan |
334 |
140 |
Total |
682 |
301 |
Dataset awal dan data baru
mengandung 4 variabel independen dan 1 variabel dependen. 4 variabel independen tersebut antara lain suhu lingkungan, kelembapan, suhu tanah, dan kadar air. Variabel dependen pada data adalah kadar air satu jam ke depan. Setiap
variabel independen perlu diketahui apakah ada hubungan
linear terhadap variabel dependen. Hubungan linear antar parameter dapat diketahui menggunakan fungsi regresi linear antara variabel independen dan variabel dependen dan dinilai berdasarkan nilai koefisien determinasinya (R2).
Pada dataset awal dan data baru,
tidak terdapat hubungan linear antara suhu lingkungan, kelembapan, dan suhu tanah dengan kadar
air tanah satu jam ke depan. Pada dataset awal dan data baru, hubungan linear hanya terdapat pada parameter kadar air
dengan kadar air satu jam ke depan.
Pada dataset awal, nilai R2
untuk kadar air tanah dan kadar air tanah satu jam ke depan adalah
0.963, sedangkan pada data baru
nilainya 0.960.
Gambar 2. Grafik hubungan linear dalam dataset awal (A) dan data baru (B) pada kadar air tanah dan kadar air tanah satu jam ke depan.
Model Prediksi Kadar Air
Tanah dengan Algoritma DTR
Pada algoritma DTR, terdapat
dua parameter utama, yaitu criterion dan max depth. Berdasarkan hasil prediksi, kombinasi parameter criterion
MAE dan max depth 5 menghasilkan model dengan nilai akurasi tertinggi
pada data uji dan data baru, yaitu
0.936 dan 0.948. Criterion MAE memiliki nilai akurasi lebih tinggi
daripada MSE. Hal tersebut dapat terjadi karena
adanya data outlier
yang terkandung pada dataset yang digunakan.
MAE lebih tidak sensitif terhadap data outlier sehingga
criterion MSE menghasilkan model dapat
menghasilkan yang lebih sesuai pada data training dan akurasi
yang tinggi pada data uji, namun
model kurang menggeneralisasi
jika dibandingkan dengan model criterion MAE (Jadon et al., 2024). Data akurasi prediksi menggunakan algoritma DTR disajikan dalam tabel 3.
Tabel
3. Data Akurasi Prediksi� Algoritma
DTR
Max Depth |
Akurasi (R2) |
|||
MSE |
MAE |
|||
Data Uji |
Data Baru |
Data Uji |
Data Baru |
|
1 |
0.569 |
0.249 |
0.555 |
0.116 |
2 |
0.807 |
0.775 |
0.746 |
0.571 |
3 |
0.893 |
0.916 |
0.898 |
0.879 |
4 |
0.929 |
0.944 |
0.928 |
0.921 |
5 |
0.922 |
0.938 |
0.936 |
0.948 |
Model Prediksi Kadar Air
Tanah dengan Algoritma SVR
Pada algoritma SVR, terdapat
tiga parameter utama, yaitu kernel, parameter regularisasi
(C), dan epsilon (e). Berdasarkan hasil prediksi, kombinasi parameter kernel linear dan nilai
e 0.1
yang mampu menghasilkan nilai akurasi tertinggi
pada data uji dan data baru, yaitu
sebesar 0.938 pada data uji dan 0.958 pada data baru. Model dengan kernel linear memiliki nilai rata-rata akurasi lebih tinggi
daripada kernel RBF. Hal tersebut
dapat terjadi karena adanya hubungan
linear parameter yang terkandung dalam
dataset yang digunakan (Annas et al., 2023), yaitu
hubungan antara kadar air tanah dan kadar air tanah satu jam ke depan.
Pada parameter e, nilai e dengan rata-rata akurasi tertinggi adalah 0.1. Parameter e dengan nilai 1 menghasilkan nilai rata-rata akurasi terendah. nilai e yang tinggi dapat menghasilkan overfitting
pada model akibat banyaknya
nilai error yang
masuk ke
dalam e-tube, sedangkan semakin kecil nilai
e maka nilai error yang masuk ke dalam
e-tube
lebih sedikit sehingga dapat membuat model yang akurat pada
data uji dan data baru (Awad & Khanna, 2015). Data akurasi prediksi menggunakan algoritma DTR disajikan dalam tabel 4.
Tabel
4. Data Akurasi Prediksi� Algoritma
SVR
C |
e |
Akurasi (R2) |
|||
Linear |
RBF |
||||
Data Uji |
Data Baru |
Data Uji |
Data Baru |
||
0.1 |
0.01 |
0.938 |
0.957 |
0.919 |
0.922 |
1 |
0.01 |
0.938 |
0.957 |
0.940 |
0.957 |
100 |
0.01 |
0.938 |
0.957 |
0.936 |
0.952 |
0.1 |
0.1 |
0.938 |
0.958 |
0.917 |
0.922 |
1 |
0.1 |
0.938 |
0.958 |
0.937 |
0.957 |
10 |
0.1 |
0.938 |
0.958 |
0.935 |
0.954 |
100 |
0.1 |
0.938 |
0.958 |
0.934 |
0.952 |
Model Prediksi Kadar Air
Tanah dengan Algoritma RFR
Pada algoritma RFR, terdapat
tiga parameter utama, yaitu criterion, max depth, dan jumlah
pohon. Berdasarkan hasil prediksi, kombinasi parameter criterion
MAE, max depth 5, dan jumlah pohon 32 menghasilkan model dengan akurasi tertinggi pada data uji
dan data baru, yaitu sebesar 0.940 pada data uji dan 0.953 pada data baru. Model dengan max depth 5 menghasilkan nilai rata-rata akurasi tertinggi pada data uji
dan data baru untuk setiap criterion. Model dengan
max depth 1 gagal menghasilkan
model dengan nilai akurasi di atas batas minimum
pada kedua criterion. Model dengan
max depth yang rendah dapat
mengalami underfitting, yaitu
model gagal dalam menangkap hubungan yang ada dalam data sehingga menghasilkan prediksi yang tidak akurat (Assegie & Elaraby, 2023). Criterion MAE menghasilkan
nilai akurasi lebih tinggi daripada
MSE, karena adanya data outlier yang terkandung
dalam dataset yang digunakan
(Jadon et al., 2024). Data akurasi prediksi menggunakan algoritma RFR disajikan dalam tabel 5.
Tabel
5. Data Akurasi Prediksi� Algoritma
RFR
Criterion |
Max depth |
Jumlah Pohon |
Akurasi |
|
Data Uji |
Data Baru |
|||
MAE |
5 |
32 |
0.940 |
0.953 |
5 |
47 |
0.939 |
0.953 |
|
5 |
19 |
0.937 |
0.953 |
|
1 |
18 |
0.561 |
0.104 |
|
1 |
1 |
0.552 |
0.097 |
|
MSE |
5 |
34 |
0.935 |
0.952 |
5 |
31 |
0.934 |
0.952 |
|
5 |
14 |
0.933 |
0.951 |
�
KESIMPULAN
Algoritma SVR dengan parameter kernel linear dan e bernilai 0.1 menghasilkan
nilai akurasi prediksi tertinggi untuk memprediksi kadar air tanah pada satu jam ke depan
jika dibandingkan dengan algoritma DTR dan RFR, dengan nilai akurasi
prediksi tertinggi sebesar 0.938 pada data uji dan 0.958 pada data baru. Algoritma DTR yang menggunakan parameter criterion MAE dan max depth 5 menghasilkan nilai akurasi prediksi tertinggi pada algoritma tersebut, yaitu sebesar 0.936 pada data uji dan 0.948 pada data baru. Algoritma RFR yang menggunakan parameter criterion MAE dan max depth 5 menghasilkan nilai akurasi prediksi tertinggi pada algoritma tersebut, yaitu sebesar 0.939 pada data uji dan 0.953 pada data baru.
Saran untuk penelitian
selanjutnya yaitu penambahan parameter yang digunakan
serta jumlah variasi dari parameter untuk menghasilkan model regresi dengan nilai akurasi yang lebih tinggi. Optimasi
model dapat dilakukan dengan mencoba pengukuran data historis lingkungan secara terkontrol sehingga mencegah dan meminimalisir data
yang hilang.
REFERENSI
Annas, S., Rais, Z., & Aswi, A. (2023). Implementation of
Support Vector Regression (SVR) Analysis in Predicting Gold Prices in
Indonesia. 5th International Conference on Statistics, Mathematics,
Teaching, and Research 2023 (ICSMTR 2023), 97�107.
Assegie, T. A., & Elaraby, A. (2023). Optimal tree depth
in decision tree classifiers for predicting heart failure mortality. Healthcraft
Front, 1(1), 58�66.
Awad, M., & Khanna, R. (2015). Efficient learning
machines: theories, concepts, and applications for engineers and system
designers. Springer nature.
Clarah, S., Hastuti, R. B., & Darmanti, S. (2017).
Pengaruh pupuk nanosilika terhadap pertumbuhan, ukuran stomata dan kandungan
klorofil cabai rawit (Capsicum frutescens Linn) varietas cakra hijau. Jurnal
Akademika Biologi, 6(2), 26�33.
di Serenity Farm, K. T. B., & Garden, M. H. (n.d.). Model
Prediksi Kadar Air Media Tanam Menggunakan Regresi Linear Berganda (Studi Kasus.
Dwiyatno, S., Krisnaningsih, E., & Hidayat, D. R. (2022).
S Smart Agriculture Monitoring Penyiraman Tanaman Berbasis Internet Of Things. PROSISKO:
Jurnal Pengembangan Riset Dan Observasi Sistem Komputer, 9(1),
38�43.
Fani, K. (2023). Estimasi Biomassa Tanaman Nanas
Berdasarkan Lebar Daun Menggunakan Algoritma Machine Learning.
Holding, D. R., & Streich, A. M. (2013). Plant growth
processes: transpiration, photosynthesis, and respiration. The Board of
Reagents of the University of Nebraska, 1�10.
Jadon, A., Patil, A., & Jadon, S. (2024). A Comprehensive
Survey of Regression-Based Loss Functions for Time Series Forecasting. International
Conference on Data Management, Analytics & Innovation, 117�147.
Khan, M. A. I., Farooque, A. M., Haque, M. A., Rahim, M. A.,
& Hoque, M. A. (2008). Effects of water stress at various growth stages on
the physio-morphological characters and yield in chilli. Bangladesh Journal
of Agricultural Research, 33(3), 353�362.
Man, A., Chaichana, C., Wicharuck, S., & Rinchumphu, D.
(2022). Predicting sunlight availability for vertical shelves using simulation.
IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 1094(1),
12011.
Wahjuni, S., Wulandari, W., & Kholili, M. (2022).
Development of Fuzzy-Based Smart Drip Irrigation System for Chili Cultivation. JUITA:
Jurnal Informatika, 10(1), 115�125.
Wisnujati, N. S., & Siswati, E. (2021). Analisis produksi
dan produktivitas cabai rawit (Capsicum frutescens L) di Indonesia. Jurnal
Ilmiah Sosio Agribis, 21(1).
|
|