�TINJAUAN HUKUM PENERAPAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH ELEKTRONIK DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

 

Yusna Wulan Sari

Sekolah Tinggi Ilmu Hukum dan Politik Pelopor Bangsa

E-mail : [email protected]

 

� Kata Kunci

Abstrak

Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Elektronik, Sistem Hukum Indonesia

Kemajuan teknologi dapat memudahkan kita dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Misalnya pelayanan E-Sertifikat tanah. Melalui teknologi dapat memudahkan kita menghemat biaya dan waktu dalam proses pendaftaran sertifikat tanah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitan hukum normatif dan menggunakan pendekatan Perundang-Undangan dan Histori. Hasil penelitian yang diperoleh adalah penerapan sertifikat hak milik atas tanah elektronik sangat efektif digunakan. Kekurangannya adalah sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta kualitas data elektronik. BPN sebagai penyelenggara layanan elektronik dibidang pertanahan, lebih memaksimalkan pemanfaatan layanan elektronik, sumber daya manusia yang profesional, serta peningkatan kontrol kualitas data.

 

Keywords

�Abstract

Land certification electronic, Indonesian Legal System

We can provide services to the community easily through technological advances. For example, the E-Land Certificate service. Technology can make it easier for us to save costs and time in the land certificate registration process. The research method used is a normative legal research method and uses a legislative and historical approach. The research results obtained are that the application of electronic land ownership certificates is very effective. The shortcomings are human resources, facilities and infrastructure and the quality of electronic data. BPN as the provider of electronic services in the land sector, maximizes the use of electronic services, professional human resources, and increases data quality control


*
Correspondence Author: Yusna Wulan Sari

Email: [email protected] ��

PENDAHULUAN

Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan hal yang sangat penting. Tanah dalam pengertian yuridis disebut hak. Pasal 4 ayat (1) tentang UUPA mengatakan, atas dasar hak menguasai dari negara, yang juga terkandung dalam Pasal 2 yaitu, adanya berbagai macam hak atas tanah permukaan bumi disebut tanah, dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama, serta badan hukum.

Hak atas tanah adalah hak memberi wewenang kepada pemegang hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dimilikinya (Ardani, 2017). Perkataan mempergunakan mengandung pengertian, hak atas tanah dipergunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan. Sedangkan, arti dari mengambil manfaat mengandung pengertian bahwa hak atas tanah dipergunakan untuk kepentingan pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan. Atas dasar ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria tersebut, pemegang hak atas tanah diberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan. Bumi, air serta ruang yang ada diatasnya diperlukan untuk kepentingan yang berhubungan dengan penggunaan tanah itu menurut UUPA dan peraturan hukum lain yang lebih tinggi (Prakoso, 2018).

Pada masa Hindia Belanda banyak istilah pertanahan yang cukup ruwet. Hak pertanahan pada waktu itu tidak dijamin kepastian hukumnya bagi pribumi. Istilah Domein Verklaring atau kepemilikan tanah, mempunyai arti bahwa semua tanah yang tidak dapat membuktikan kepemilikannya, maka tanah itu adalah milik negara (eigendom). Sehingga banyak tanah rakyat yang dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda apabila pemilik tanah tidak dapat menunjukkan surat kepemilikan atas tanahnya. Padahal kepemilikan tanah pada masa itu sebagian besar tidak dilengkapi dengan tanda bukti surat kepemilikan (Mudakir Iskandar Syah, 2019).

Pemegang hak yang merasa tanah itu miliknya maka diberi Hak Milik. Sesuai sifatnya, hak milik tidak terbatas jangka waktu berlakunya, dapat dialihkan dan� dibebani hak tanggungan. Pada Pasal 20 UUPA dinyatakan Hak Milik adalah hak atas tanah yang terkuat dan terpenuh. Yang dimaksud dengan terkuat dan terpenuh adalah menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah, hak miliklah yang paling kuat dan terpenuh artinya tidak ada batas waktu penguasaan tanahnya (Setiawan & Oka, 2008).

Pemberian sifat yang terkuat dan terpenuh terhadap hak milik� ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagaimana hak eigendom (Nasution, 2014). Pengertian terkuat dan terpenuh bermaksud untuk membedakan hak milik dengan hak-hak atas tanah lainnya. Tetapi, khusus untuk badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas berpedoman pada ketentuan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 tentang Petunjuk Badan-Badan Hukum Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah.

Sebelum dilakukan amandemen, hal ini telah diatur pada Pasal 32 Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998, kemudian dirinci pada UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2). Meskipun Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami perubahan hingga ke empat kalinya, namun sampai saat ini tuntutan rakyat terhadap lahirnya undang-undang yang mengatur mengenai hak milik atas tanah sebagai penjabaran UUD 1945 belum terwujud.(Adrian Sutedi, 2023)

Curzon seorang ahli hukum memberikan defenisi mengenai hak milik dengan property. yakni:

�The following are examples of many defenitions of �property�, the highest right men have to anything�, a right over a determinate thing either a tract of land or a chattel, an exclusive right to control an economic good, an aggregate of right guaranteed an protected by the government, everything which is the subject of ownership, a social institution whereby people regulate the acquisition and use of the resource of our environment according to a system of rule, a concept the refers to the rights, obligations, privilages and restrictions that govern the relations of men with respect to things of value.�(Curzon, 2013).

 

Margaret Jane Radin yang mengemukakan pendapat yang berbeda tentang�property theory�, yaitu:

�Property can mean either object-property, what Radin calls �fungible� property, or it can mean attribute property, what she calls �personal� or �constitutive� property. Fungible property is the type of property which we treat as a commodity, is expressed in term of market rhetoric. Constitutive property is the type of property we associate wich our personhood and is not, or should not be expressed in terms of market rhetoric.� (Sutedi, 2007)

 

David J. Hayton, memberikan pendapat tentang �Real Property�, yaitu:

�The natural division of physical property is into land (or immovables as it sometimes called) and other objects knowns as chattles or movables. This simple distinctions is inadequate. In the first place, chattles may become attached to land so as to lose their character of chattles and becomes part of the land it self. Secondly, a sophisticated legal system of property, but also for the ownership of a wide variety.� (Emery, 1983)

 

Thomas Aquinas, seorang teolog dan filsuf abad pertengahan memberikan pandangan bahwa manusia menurut kodratnya bersifat privat dan kolektif. Itulah sebabnya dalam pemilikan hak atas, kedua dimensi itu bisa terpadu secara harmonis. Hak milik tidak terbatas jangka waktunya. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria hak milik atas tanah bersifat turun-temurun. Artinya, si pemilik tanah dapat mewariskan tanah tersebut kepada keturunannya tanpa batas waktu dan tanpa batas generasi oleh karena itu diperlukan pendaftaran tanah atas kepemilikan tanah mereka.

Arti pendaftaran tanah menurut Pasal 1 PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur. Dengan melakukan pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian data serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, di tuangkan dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya. Setelah prosedur pendaftaran tanah dilalui dengan benar, pemilik akan memperoleh sertifikat tanah sebagai bukti kepemilikan tanah.

Pelaksanaan pendaftaran tanah, berlaku 2 sistem, yaitu sistem aktif dan pasif. Sistem pendaftaran aktif dilakukan dengan cara, pemilik tanah harus aktif mengajukan permohonan, atau mendaftarkan tanah kepada pemerintah. Sedangkan, sistem pendaftaran tanah pasif adalah kebalikan dari sistem pendaftaran aktif.

Pendaftaran tanah ini manfaatnya untuk menjamin kepastian hukum bagi masyarakat, dan membantu pemerintah dalam penyimpanan dan pengelolaan data. Untuk memenuhi kebutuhan ini pemerintah melakukan data penguasaan tanah yang melibatkan para pemilik tanah. Pendaftaran tanah semula dilaksanakan untuk tujuan fiscal, tetapi karena untuk menjamin kepastian hukum maka pendaftaran tanah menjadi Recht Kadaster. Pada pasal 19 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang berbunyi sebagai berikut:

1)      Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah dilakukan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2)      Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:

a.     Pengukuran, penetapan, dan pembukuan tanah.

b.    Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak atas tanah tersebut.

c.     Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

3)        Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan menteri agraria.

4)        Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud ayat (1) di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa urutan kegiatan pendaftaran tanah adalah pengumpulan data, pengolahan data (processing), penyimpanan dan penyajian data. Semua penyajiannya dalam bentuk tulisan, gambar/peta dan angka-angka dituangkan di atas kertas, mikro film atau dengan menggunakan bantuan komputer.�

Dengan semakin berkembangnya informasi pelayanan melalui internet yang pesat, dinamis serta jangkauannya luas mendorong transformasi masyarakat tradisional menjadi masyarakat yang informatif. Sistem informasi dan teknologi telah menjadi komponen yang sangat penting bagi keberhasilan organisasi, terutama bagi Badan Pertanahan Nasional. Perubahan paradigma dari pelayanan sistem manual diubah menjadi pelayanan yang berbasis teknologi dan transparansi dalam layanan di bidang pertanahan.

Sehingga dokumen yang dapat dihasilkan berbentuk dokumen elektronik. Artinya prosedur pendaftaran tanah yang dilakukan melalui kantor pertanahan menghasilkan produk elektronik.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 menentukan bahwa sertifikat hak atas tanah, HPL dan Wakaf tanah dapat berupa satu lembar dokumen yang memuat data fisik dan data yuridis yang diperlukan. Namun, sampai saat ini sertifikat analog yang masih berlaku adalah sertifikat tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961. Awal tahun 2021 dikeluarkan kebijakan dari Menteri ATR/Kepala BPN untuk mengeluarkan produk dokumen tanda bukti hak kepemilikan tanah dalam bentuk elektronik atau Sertifikat Elektronik (Sertipikat-el). Kebijakan tersebut untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Cipta Kerja (Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam kluster Pertanahan, menyebutkan bahwa pelayanan bidang pertanahan dialihkan dalam bentuk elektronik.

Kebijakan tersebut kemudian dituangkan dalam Permen Agraria dan ATR/Kepala BPN No. 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika kurang sependapat tentang sertifikat elketronik ini. Beliau menilai bahwa Permen tersebut melanggar aturan yang lebih tinggi.

��Penerbitan Permen terkait sertifikat elektronik ini melanggar aturan yang lebih tinggi, yakni Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 terkait Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 terkait HGU, HGB dan Hak Pakai serta Undang-Undang No.5 Tahun 1960 terkait Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria�. Kata Dewi kepada Tempo (Kamis, 4 Februari 2021). (Silviana, 2021)

Menurut Dewi diutamakan terlebih dahulu penyelesaian pendaftaran tanah secara serentak, dan menyeluruh di seluruh wilayah Indonesia. Adanya rasa takut dan masih belum percaya terhadap keakurasian data dalam sertifikat elektronik, takut kena retas, data bocor, tidak dapat dijadikan jaminan utang di Bank, mempertanyakan kekuatan pembuktian di pengadilan dan adanya budaya rasa nyaman dengan memegang sertipikat dalam bentuk kertas (analog), demikian berbagai kegelisahan masyarakat dengan munculnya keinginan Pemerintah untuk menerapkan Sertifikat elektronik. Pemberitaan tentang sertifikat tanah elektronik di media sosial yang kecenderungan sangat negatif, membuat panik publik tentang berita penarikan sertifikat tanah asli oleh pegawai Kantor Pertanahan setelah dikeluarkannya belaid tersebut.

Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2BP) Bapak Virgo Aresta Jaya, memiliki pendapat lain, beliau mengatakan:

�Sertifikat Hak Atas Tanah dalam bentuk elektronik dari segi keamanan lebih terjamin dari pada sertifikat tanah dalam bentuk analog. Dan terbitnya sertifikat tanah elektronik ini adalah untuk mencegah terjadinya pemalsuan, karena bentuknya digital sulit untuk dipalsukan. Dalam sertifikat tanah elektronik juga akan ada pemberlakuan tanda tangan elektronik, dan seluruh proses pengamanan menggunakan proses persandian seperti kriptografi oleh Badan Ciber dan Sandi Negara (BSSN). Ketika penandatanganan dilakukan, operasi kriptografi melekatkan sertifikat digital dan dokumen yang akan ditandatangani dalam sebuah kode yang unik. Dan, didalam sertifikat elektronik akan dijamin keutuhan data yang berarti datanya akan selalu utuh, tidak dikurangi atau berubah dan untuk kerahasiaan kita sudah dilindungi oleh pengaman dengan menggunakan teknologi persandian dari BSSN.�

Pada tanggal 12 Januari 2021 sudah resmi ditandatangani belaid tentang sertifikat elektronik oleh Sofyan A.Djalil Menteri ATR/Kepala BPN RI. Tujuan kebijakan ini adalah untuk modernisasi pelayanan bidang pertanahan guna meningkatkan indikator kemudahan berusaha dan pelayanan publik kepada masyarakat yang berbasis elektronik. Setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik,

Malaysia sudah memulai program digitalisasi data pertanahan sejak tahun 2018 dengan munculnya beberapa aplikasi pertanahan seperti e-Tanah, e-Kadaster, dan My Geo Name. Hampir sebagian daerah atau wilayah di Malaysia, kantor pertanahannya telah menerapkan sistem digital dan menggunakan sertifikat tanah elektronik. Seperti Kuala Lumpur, Klantan, Perak, Negeri Kedah Darul Aman, Johor, Selangor, dan sebagainya dibawah naungan Pejabat Kepala Pengarah Tanah dan Galian Wilayah Persekutuan Malaysia. Beberapa daerah atau wilayah tersebut telah mempunyai website sendiri-sendiri dalam pengaplikasian sistem informasi elektronik, termasuk sertifikat tanah elektronik.

Pejabat Kepala Pengarah Tanah dan Galian Wilayah Persekutuan Malaysia di Indonesia disebut dengan Kementerian ATR/BPN. Pejabat Kepala Pengarah Tanah dan Galian Wilayah Persekutuan Malaysia inilah yang menaungi setiap kantor-kantor wilayahnya. Sehingga Implementasi Penerapan sistem elektronik di Malaysia ini jauh lebih dahulu dan jauh lebih tersistem dari pada Indonesia. Sementara negara kita baru mulai melakukan perencanaan terkait sistem sertifikat tanah elektronik ini di januari 2021. Oleh karena itu, Indonesia terbilang masih jauh ketinggalan dalam penerapan sertifikat tanah elektronik.

 

METODE PENELITIAN

Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif karena menggunakan bahan kepustakaan, undang-undang dan berbagai jurnal ilmiah. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan histori.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efektivitas Penerapan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Elektronik di Indonesia

Ketentuan Undang-Undang informasi transaksi Elektronik atau sering disebut dengan� ITE No. 11 Tahun 2008 Sertifikat elektronik : �Sertifikat elektronik adalah segala bentuk� hal yang memuat dan terkandung didalam sebuah sertifikat elektronik dan diperkuat oleh� tanda tangan dalam bentuk Elektronik terlebih menunjukan data dan identitas sampai� status subjek hukum untuk para pihak di dalamnya yang dalam hal ini diselenggarakan oleh pihak yang berwenang melakukan penyelenggaraan adalah pihak atau badan hukum� yang sudah ahli dalam melakukan pemvalidasian sampai pengauditan data sertifikat elektronik. Sedangkan Menurut Peraturan Menteri Pertanahan yang dalam hal ini tentang Sertifikat yaitu ketentuan Permen ATR/BPN No. 1 Tahun 2021 tentang Pendaftaran tanah berbunyi sebagai berikut: �Dokumen dalam bentuk Elektronik yang biasa di kenal dengan Sertifikat kemudian dalam hal ini disebut dengan Sertifikat elektronik.�

Saat ini Sertifikat elektronik menduduki peranan yang sangat besar. Wacana pemerintah akan menerbitkan Sertifikat dalam bentuk Elektronik yang bertujuan untuk mengurangi tingkat penyalahgunaan kewenangan dalam proses penerbitan Sertifikat konvensional yang berbentuk buku hak atas tanah dan dokumen ukur tentang hak penguasan tanah yang artinya ada beberapa lembaga yang sudah diberikan wewenang dan berhak mendapatkan informasikan kemudian diletakan didalam Sertifikat tersebut untuk mendapatkan kepastian hukum yang jelas (Mukadar et al., 2023).

Dalam proses mendaftarkan sebidang tanah yang kita miliki untuk pertama kalinya tentu harus dengan prosedur tertulis melalui pendataan berdasarkan peraturan pendaftaran tanah yang tertuang pada Pasal 12 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan beberapa prosedur pendafaran Tanah untuk pertama kalinya, diantaranya adalah sebagai berikut:

a)       Kegiatan dan pengolahan data fisik.

b)      Pembuktian hak dan pembukuannya.

c)       Penerbitan Sertifikat.

d)      Penyajian data fisik dan yuridis.

e)       Penyimpanan daftar umum dan dokumen.

Dari berbagai rangkaian pendaftaran tanah tersebut tentunya tidak terlepas dari berbagai aspek pendukung yang harus dipenuhi ketika ingin melakukan pendaftaran tanah. Pelaksanaan pendaftaran tanah berdasarkan ketentuan Pasal 13 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah sebagai berikut:

a)       Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik.

b)      Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan� dilaksanakan diwilayah-wilayah yang ditetapkan oleh menteri.

c)       Dalam hal suatu atau desa dan kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah� pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadik.

d)      Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak-pihak yang� berkepentingan.

Dalam ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan ada beberapa proses yang dilakukan untuk mendapatkan Sertifikat tanah diantaranya :

1)      Pengukuran dan Pemetaan Pengumpulan dan pengelolaan data fisik adalah serangkaian kegiatan yang� dilakukan untuk memastikan data atau bentuk dilapangan tidak berbeda dengan apa yang didaftarkan. Seperti melakukan bebrapa tahapan-tahapan berikut:

a)       Pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan.

b)      Pembuatan peta dasar pendaftaran.

c)       Penetapan batas-batas bidang tanah.

d)      Pengukuran dan pemetaan bidangbidang tanah dan pembuatan peta pendafran.

e)       Pembuatan daftar tanah.

f)       Pembuatan surat ukur

2)      Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran Peta yang berisi beberapa elemen seperti sungai, bangunan atau jalan serta patokan yang dijadikan perbatasan untuk setiap bidang tanah disebut sebagai peta dasar pendaftaran. Sedangkan peta yang tercantum mengenai patokan geografis misalnya sungai, jalanan, bangunan tinggi, wujud permukaan pada bumi, serta hal-hal penting lainnya disebut dengan peta pertanahan. Mengenai peta pendaftaran merupakan penggambaran suatu bentuk atau bidang tanah yang dilakukan demi kebutuhan pencatatan.

Berdasarkan Pasal 15 dan Pasal 16 PP No. 24 tahun 1997 dijelaskan bahwa:� (1) Proses mendaftarakan tanah dengan cara tersistematis seperti tertuang pada pasal 13 ayat (1) menyatakan awalnya dilakukan dengan membuat peta sebagai dasar untuk mendaftarkannya. (2) Pada kawasan yang masih dianggap menjadi kawasan pendaftaran tanah dengan cara sistematis, harus disediakan peta dasar pendaftaran demi kebutuhan tanah yang didaftarkan dengan cara diusahakan tersedianya peta dasar pendaftaran untuk keperluan pendaftaran tanah secara massal pertama kali. Ketentuan dalam Pasal 16 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jelas disebutkan dalam beberapa poin yang tercantum didalamya sebagai berikut: (1) Dalam upaya membuat peta dasar untuk pendaftaran melalui Badan Pertanahan Nasional adalah dilakukannya di setiap poin-poin kabupaten atau kota tingkat II mengenai pemasangan, perhitungan, serta penggambaran lokasi. (2) Dalam hal mengukur guna membuat peta dasar untuk pendaftaran tanah seperti yang tercantum dalam ayat (1) berperan sebagai rangka awal yaitu terikat dengan dasar teknik nasional yang ada. (3) Jika di suatu daerah tidak ada atau belum titik-titik dasar nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam melaksanakan pengukuran untuk pembuatan peta dasar pendaftaran dapat digunakan titik dasar teknik lokal yang bersifat sementara, yang kemudian di ikat menjadi titik dasar teknik nasional. (4) Peta dasar pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) menjadi dasar untuk pembuatan peta pendaftaran. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengukuran dan pemetaan titik dasar teknik nasional dan pembuatan peta dasar pendaftaran di tetapkan oleh Menteri�.

Berdasarkan PP Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah merupakan tahapan yang dilakukan untuk mengetahui jumlah tanah sampai pemberian nomor pada akta tanah sesuai dengan ketentuan pasal 21 yang berbunyi:� (1) Bidang atau bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan atau dibubuhkan nomor pendaftarannya pada peta pendaftaran dibukukan dalam daftar tanah. (2) Bentuk, isi, cara pengisian, penyimpanan dan pemeliharaan daftar tanah diatur oleh mentri.

Dalam hal Penerbitan Sertifikat, Sertifikat hak atas tanah harus diterbitkan dengan melalui prosedur yang ada dan yang telah ditentukan yang memiliki fungsi sebagai alat pembuktian apabila dikemudian hari timbul masalah baik dalam sengketa maupun luar sengketa penerbitan sertifikat pemohon memerlukan bukti penguasaan hak dan bukti tersebut dikenal dengan sertifikat berdasarkan kententuan pasal 32 PP No 24 Tahun 1997, yang berbunyi sebagai berikut: �Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan�.

Dalam hal atas bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat seacara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tidak dapat lagi menuntut persamaan hak apabila dalam waktu (5) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu, tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat atau kepala kantor pertanahan yang bersangkutan atau mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut (Mukadar et al., 2023).

Adapun tujuan pembuatan sertifikat elektronik ini, menurut Menteri Agraria, untuk meningkatkan indikator berusaha dan pelayanan kepada masyarakat dengan mewujudkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik. Hal itu ditempuh dengan terlebih dahulu membuat validasi serifikat tanah sebelumnya dari sisi data, ukuran tanah, dan sebagainya. Setelah validasi selesai, barulah sertifikat tanah yang lama diganti dengan sertifikat elektronik dan disimpan di database secara elektronik menuju ke alamat penyimpanan masing-masing. Nantinya, masyarakat pemilik tanah bisa mencetak sertifikat miliknya kapan saja dan di mana saja sesuai dengan ketentuan yang diatur di Pasal 16 Permen ATR Nomor 1 tahun 2021 (Erfa, 2020).

Salah satu keuntungan dalam program sertifikat tanah digital adalah bisa menghindarkan masyarakat dari praktik mafia tanah. Untuk mengetahui sertifikat yang asli dan palsu pun dapat dicek dalam waktu lima menit. Sertifikat tanah digital ini juga diklaim sangat aman. Sebab, selain� menggunakan password, pengguna juga diharuskan untuk mengisi data selengkapnya dan mencantumkan foto. Di samping itu, program sertifikat tanah digital ini diklaim dapat memudahkan masyarakat untuk mengakses data mengenai bukti kepemilikan tanah. Jadi jika sertifikat tanah yang asli (cetak) hilang, masyarakat dapat mengakses sertifikat tanah digital miliknya dengan hanya memasukkan password. Sertifikat tanah digital itu pun bisa langsung dicetak seperti sertifikat sebelumnya. Aplikasi ini juga menyuguhkan informasi tentang kegiatan pertanahan secara transparan dan dalam waktu yang singkat. Sehingga, selain menghemat waktu aplikasi ini pula menghemat biaya dan tentunya sebagai bentuk reforma agrarian (Basir & Dewi, 2023). Sehingga penggunaan sistem elektronik ini sangat efektif dalam efisiensi waktu, keamanan data, dan keterbukaan informasi, serta mencegah terjadinya mafia tanah.

Faktor Kendala Penerapan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Elektronik

Pelaksanaan layanan informasi Pertanahan dan tata ruang secara elektronik dilakukan oleh:

a)       Petugas yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pimpinan unit teknis penyedia data untuk memeriksa pengajuan permohonan melalui Sistem Elektronik.

b)      Pejabat struktural atau pejabat fungsional yang mempunyai tugas menyiapkan atau menyediakan data, dan/atau

c)       Kepala Kantor Pertanahan atau pimpinan unit teknis yang bertanggung jawab menyetujui atau mengesahkan hasil layanan

Diterbitkannya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 1� Tahun 2021 Tentang Sertifikat Elektronik, pada 2021 ini Kementerian ATR/BPN akan� memulai penggunaan sertifikat tanah elektronik. Kementerian Agraria dan Tata� Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mulai melakukan pelayanan elektronik pada beberapa pelayanan seperti Hak Tanggungan, Pengecekan Sertifikat, Zona Nilai Tanah serta Surat Keterangan Pendaftaran Tanah. Kesemua layanan elektronik tersebut tidak akan mampu berjalan tanpa adanya data base pertanahan yang lengkap dan valid.

Dalam rangka mendukung terbangunnya data base tersebut, Kantor Pertanahan terus melakukan scanning data-data arsip pertanahan seperti Buku Tanah, Surat Ukur, Gambar Ukur, dan dilakukan validasi di halaman http://kkp.atrbpn.go.id. Validasi menjadi langkah akhir untuk menilai kesinkronan atau kecocokan data yang terupload, dalam hal ini antara data hasil scanning, data tekstual yang ada di dalam sistem KKP, dan data spasial yang di dalam sistem GeoKKP.

Penyelenggaraan sistem elektronik untuk pelaksanaan pendaftaran tanah ini nantinya akan meliputi pengumpulan data, pengolahan data dan penyajian data. Hasil penyelenggaraan sistem elektronik tersebut berupa Sertipikat Tanah dalam bentuk dokumen elektronik. Sertifikat Elektronik yang diterbitkan tersebut akan disahkan menggunakan tanda tangan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hambatan dalam penggunaan elektronik ini adalah dapat terjadi kesalahan dalam pelayanan seperti jika data tekstual dan data spasial bidang tanah pada Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP) belum divalidasi keseluruhannya secara lengkap. Kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi kreditor antara lain, yaitu salahnya urutan peringkat Hak Tanggungan pada sertipikat yang akan dibebankan, tidak adanya catatan terhadap hapusnya hak tanggungan/roya penuh maupun parsial, atau updating data pada KKP sesuai dengan catatan pada buku tanah.

Kantor Pertanahan selaku pelaksana perlu suatu komitmen agar dalam setiap layanan� yang mengharuskan pencatatan baik secara manual pada buku tanah maupun secara� digital melalui KKP, sudah harus terisi secara lengkap sebelum dilakukan validasi. Ini dilakukan untuk menghindari kesalahan yang berasal dari pelaksanaan dalam penyelenggaraan nantinya (Triani et al., 2023).

Namun, yang menjadi masalah untuk renungan adalah sampai sejauh mana jaminan keamanan data elektronik ini dalam hal pengakuan terhadap bukti kepemilikan hak atas tanah bagi masyarakat. Terdapat berbagai pro dan kontra dalam masalah sertifikat elektronik yang dikelola oleh BPN tersebut. Dari sisi positif, akses sertifikat elektronik dapat dengan mudah digunakan dan diketahui oleh setiap kepentingan hak atas tanah dan kepentingan pihak lain. Akan tetapi, di sisi lain secara negatif, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat data sistem IT (sistem elektronik) belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia, tetapi pada kenyataannya data dimaksud sangat rawan untuk disalahgunakan diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik (Delik/kejahatan terhadap data yuridis dan data fisik).

Jaminan keamanan data elektronik juga menjadi factor yang dilematis, dalam hal pengakuan terhadap bukti kepemilikan hak atas tanah, yaitu dengan membangun database pertanahan secara nasional dan mem-backup data dengan catatan bahwa informasi yang dimuat dalam sertifikat elektronik dan/atau dokumen elektronik dianggap sah dan dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan, seperti berikut:

a)       Bukti kepemilikan hak atas tanah (sertifikat elektronik) harus ada bukti kepemilikan hak atas tanah (sertifikat elektronik) harus ada di database BPN dan harus teraplikasi dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan penghormatan terhadap pemegang hak atas tanah yang mempunyai iktikad baik sehingga dengan mudah memperoleh data yang dapat dipercayai kebenarannya.

b)      Perlu kerja sama pihak-pihak terkait dengan menguatkan komitmen apparat penegak hukum (BPN, kepolisian, kejaksaan) untuk melindungi bukti kepemilikan hak atas tanah dalam bentuk digital yang sangat rentan untuk diubah, disadap dan dipalsukan, serta menghentikan pungutan liar pada pelayanan pertanahan.

c)       Perlu dibuat dan dipertajam sinkronisasi hukum antara hukum pertanahan dengan hukum teknologi informasi serta hukum pidana yang berkaitan dengan masalah pembuktian kepemilikan hak atas tanah.

d)      Pengawasan dilakukan oleh masyarakat, dengan memastikan apakah kebijakan� Kementerian ATR/BPN dalam layanan pertanahan yang sudah memenuhi komponen- komponen dalam standar pelayanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga masyarakat mendapatkan haknya. Oleh karena itu, pembenahan pemetaan-pemetaan dan pendataan tanah-tanah di seluruh Indonesia yang akurat harus diadakan agar tidak terjadi tumpang-tindih kepemilikan sengketa tanah dll.

Hal lain yang menjadi kendala adalah cara memperoleh koordinat nasional dengan GPS Hand Out yang masih kurang akurat. Tingkat kesalahan akurasinya bisa mencapai kesalahan radius 100 meter. Selain itu, masih kerap terjadi kesalahan penunjukan batas bidang tanah pada saat pengukuran bidang tanah dilakukan di lapangan. Kesalahan ini seringkali menimbulkan tumpang tindih antara sertifikat satu dan sertifikat lainnya. Dimana bidang tanah dari suatu sertifikat kerap menjadi bagian dari sertifikat yang lainnya (Basir & Dewi, 2023).

 

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a)       Penerapan sertifikat tanah elektronik ini sudah efektif yaitu dapat menyuguhkan informasi tentang kegiatan pertanahan secara transparan dan dalam waktu yang singkat. Sehingga, selain menghemat waktu aplikasi ini pula menghemat biaya dan tentunya sebagai bentuk reforma agrarian.

b)      Kantor Pertanahan selaku pelaksana perlu suatu komitmen agar dalam setiap layanan� yang mengharuskan pencatatan baik secara manual pada buku tanah maupun secara� digital melalui KKP, sudah harus terisi secara lengkap sebelum dilakukan validasi. Ini dilakukan untuk menghindari kesalahan yang berasal dari pelaksanaan dalam penyelenggaraan nantinya. Yang menjadi dilema adalah� jaminan keamanan data elektronik terdapat berbagai pro dan kontra.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REFERENSI

 

Adrian Sutedi, S. H. (2023). Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Sinar Grafika.

 

Ardani, M. N. (2017). Kepemilikan hak atas tanah bagi orang asing di Indonesia. Law Reform, 13(2), 204�216.

 

Basir, A., & Dewi, M. N. K. (2023). Efektivitas Pelaksanaan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (Simtanas) sebagai Upaya Preventif Sertipikat Ganda (Overlapping). Alauddin Law Development Journal, 5(1), 175�188.

 

Curzon, L. B. (2013). Briefcase on family law. Routledge-Cavendish.

 

Emery, C. T. (1983). Megarry�s Manual of The Law of Real Property. By David J. Hayton, LL. D., of the Inner Temple and Lincoln�s Inn, Barrister, Fellow of Jesus College, Cambridge.[London: Stevens & Sons Ltd. 1982. lvii, 594 and (Index) 20 pp. Hardback� 19� 50, paperback 11� 50 net.]. The Cambridge Law Journal, 42(2), 358�360.

 

Erfa, R. (2020). Digitalisasi Administrasi Pertanahan Untuk Mewujudkan Percepatan Pembangunan Nasional Perspektif Kebijakan Hukum (Legal Policy). Jurnal Pertanahan, 10(1).

 

Mudakir Iskandar Syah, S. (2019). Panduan Mengurus Sertifikat dan Penyelesaian Sengketa Tanah. Bhuana ilmu populer.

 

Mukadar, R., Laturette, A. I., & Latupono, B. (2023). Kepastian Hukum Sertifikat Elektronik Sebagai Bukti Kepemilikan Tanah. PATTIMURA Law Study Review, 1(1), 190�200.

 

Nasution, F. W. (2014). Kajian Hukum Terhadap Keabsahan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Sebagai Hak Terkuat dan Terpenuh (Studi Kasus Putusan PN-LP. Nomor: 84/Pdt. G/2008/PN-LPTahun 2010). Universitas Medan Area.

 

Prakoso, A. (2018). Pengantar Hukum Indonesia.

 

Setiawan, I., & Oka, K. (2008). Lembaga Kuasa dan Kuasa Mutlak. Jurnal Judical, 3(2).

 

Silviana, A. (2021). Urgensi sertipikat tanah elektronik dalam sistem hukum pendaftaran tanah di Indonesia. Administrative Law and Governance Journal, 4(1), 51�68.

 

Sutedi, A. (2007). Peralihan hak atas tanah dan pendaftarannya.

 

Triani, W. A., Rahman, S., & Abbas, I. (2023). Efektivitas Layanan Elektronik Menurut Permen Agraria No. 1 Tahun 2021 Dalam Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah Di Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa. Journal of Lex Generalis (JLG), 4(2), 590�606.

 

 

� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).