Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, Mei 2021, 1 (5), 550 - 559
p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534
Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
10.36418/cerdika.v1i5.84 550
ASPEK HUKUM PENERAPAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA
BESAR DI KOTA PEKANBARU DALAM PENANGGULANGAN
BAHAYA COVID-19
Linda Devita
Fakultas Hukum, Universitas Lancang Kuning, Indonesia
Email: lindadevita21@gmail.com
Abstract
Received:
Revised:
Accepted:
28-04-2021
14-05-2021
21-05-2021
Increasing and expanding throughout all areas in Indonesia
and this is also in line with the increase in cases of disease
and death for both patients and health workers. The increase
in these cases has an impact besides health but also politics,
economy, social, culture, defense and security, as well as the
welfare of the people in Indonesia, so it is necessary to
accelerate the handling of COVID-19. As a form of the
government's response to this pandemic, the Indonesian
government issued a provision regarding Large-Scale Social
Restrictions in the Context of Accelerating the Handling of
Corona Virus Disease 2019 which aims to break the chain of
transmission of COVID-19. Based on the description above,
the purpose of this article is to find out how the legal aspects
of the implementation of the PSBB in the response to
COVID-19. The application of sociological research is used
as a research method. The results of the analysis show that
PSBB has been implemented by the implementers well, but
the problem is that the community as the target group does
not fully comply with the PSBB policy due to three things,
namely the lack of public awareness of the PSBB policy, the
community's reluctance to comply with the PSBB policy and
the community's inability to comply with PSBB policies.
Keywords: legal aspect; COVID-19; PSBB.
Abstrak
Penyebaran COVID-19 di Indonesia saat ini sudah semakin
meningkat dan meluas diseluruh area di Indonesia dan hal
ini juga selaras dengan peningkatan kasus penyakit dan
kematian baik kepada pasien ataupun tenaga kesehatan.
Peningkatan kasus ini berdampak selain kesehatan tetapi
juga politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia,
sehingga diperlukan percepatan penanganan COVID-19.
Sebagai bentuk dari respon pemerintah terkait dengan
Pandemi ini, maka pemerintah Indonesia mengeluarkan
ketentuan mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar
dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus
Disease 2019 yang bertujuan untuk memutus mata rantai
penularan dari COVID-19. Berdasarkan uraian di atas,
Linda Devita /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), 550 - 559
Aspek Hukum Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Kota Pekanbaru dalam
Penanggulangan Bahaya Covid-19 551
tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana aspek
hukum pemberlakuan PSBB dalam penanggulangan
COVID-19. Penerapan penelitian sosiologis digunakan
sebagai metode penelitian. Hasil analisis yaitu menunjukan
bahwa PSBB memiliki telah dilaksanakan oleh para
pelaksana dengan baik, tetapi masalahnya yaitu masyarakat
sebagai kelompok sasaran tidak sepenuhnya mematuhi
kebijakan PSBB yang disebabkan oleh tiga hal, yaitu
kurangnya kesadaran masyarakat tentang kebijakan PSBB,
keengganan masyarakat untuk mematuhi kebijakan PSBB
dan ketidakmampuan masyarakat untuk mematuhi kebijakan
PSBB.
Kata kunci: aspek hukumis; COVID-19; PSBB.
Coresponden Author : Linda Devita
Email : lindadev[email protected]
CC BY ND
PENDAHULUAN
Corona Virus Disease menjadi pembahasan pada akhir tahun 2019 hingga saat
ini. Kasus ini teridentifikasi muncul yaitu pada bulan Desember tahun 2019 di Kota
Wuhan, China. Pada tanggal 30 Januari tahun 2020, Badan Kesehatan Dunia atau World
Health Organization (WHO) menyatakan bahwa Wabah dari Corona Virus Disease
(COVID-19) menjadi darurat kesehatan Global atau Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC). Dan pada tanggal 11 Maret tahun 2020, WHO
menyatakan pandemi di dunia (Adisasmito, 2020).
Pandemi ini sendiri menyebabkan gangguan sosial dan ekonomi global selain
dari masalah kesehatan (Ilpaj & Nurwati, 2020). Banyaknya penundaan atau pembatalan
acara keagamaan, olahraga, budaya, politik. Selain itu juga pendidikan seperti sekolah,
universitas ditutup bukan hanya secara nasional tetapi juga internasional.
Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan merupakan bagian dari tanggung
jawab pemerintah baik Pusat ataupun Daerah (Chadijah, 2020). Hal ini dilakukan sebagai
bentuk perlindungan kesehatan terhadap rakyat dari penyakit sehingga wabah dapat
segera ditanggulangi. Kekarantinaan kesehatan dilaksanakan melalui pemantauan
penyakit dan faktor risiko yang dapat menimbulkan penularan baik terhadap alat angkut,
orang, barang, lingkungan, serta respon terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat
(Nelwan, 2020). Salah satu contoh tindakan kekarantinaan kesehatan adalah Pembatasan
Sosial Berskala Besar. Pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait
penanganan masalah kesehatan yaitu diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 tahun
2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Menurut (Telaumbanua, 2020) Undang-Undang
tentang Kekarantinaan Kesehatan ini mengatur mengenai tanggung jawab Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban, Kedaruratan Kesehatan Masyarakat,
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk, penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan di wilayah, dokumen Karantina Kesehatan, sumber daya
Kekarantinaan Kesehatan, informasi Kekarantinaan Kesehatan, pembinaan dan
pengawasan, penyidikan, dan ketentuan pidana. Dan turunan dari Undang-Undang
Kekarantinaan Kesehatan serta bercermin dari kondisi yeng terjadi akibat meluasnya
COVID-19 maka Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020
Linda Devita /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), 550 - 559
Aspek Hukum Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Kota Pekanbaru dalam
Penanggulangan Bahaya Covid-19 552
tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan
COVID-19. COVID-19 telah dinyatakan oleh World Health Organization (WHO)
sebagai pandemi dan Indonesia telah menyatakan COVID-19 sebagai bencana nonalam
berupa wabah penyakit yang wajib dilakukan upaya penanggulangan sehingga tidak
terjadi peningkatan kasus (Adisasmito, 2020). Terbitnya Peraturan Pemerintah tersebut
juga dikarenakan adanya peningkatan jumlah kasus penyebaran COVID-19 hingga lintas
negara sehingga berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan, serta kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pembatasan Sosial Berskala Besar
adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga
terinfeksi COVID-19 sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran
COVID-19. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diselenggarakan oleh pemerintah
daerah yang harus disetujui oleh menteri kesehatan, sehingga dengan persetujuan tersebut
pemerintah daerah dapatmelakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau
dengan kata lain pembatasan pergerakan orang atau barang dalam satu provinsi atau
kabupaten/kota tertentu (Hasrul, 2020).
Terkhusus di kota Pekanbaru, peraturan walikota pekanbaru mengeluarkan
Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 74 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) di kota Pekanbaru, yang dikeluarkan pada 15 April 2020 (Mayarni, 2020).
Ruang lingkup dari peraturan Walikota ini meliputi:
a. Pelaksanaan PSBB;
b. Hak, kewajiban serta jaminan ketersediaan kebutuhan dasar penduduk selama PSBB;
c. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Rukun Warga dan sumber daya penanganan
Corona Virus Disease (COVID-19);
d. Pembinaan dan Pengawasan;
e. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan;
f. Pendanaan; dan
g. Sanksi.
h.
Pada pasal 5 Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 74 Tahun 2020 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) di kota Pekanbaru tertuang bahwa “Selama
pemberlakuan PSBB, setiap orang wajib:
a. melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS);
b. menggunakan masker di luar rumah; dan
c. melaksanakan social distancing dan physical distancing.
Beberapa pembatasan yang dilakukan adalah:
1. Pembatasan Pelaksanaan Kegiatan di Sekolah dan/atau Institusi Pendidikan Lainnya.
2. Pembatasan Aktivitas Bekerja di Tempat Kerja.
3. Pembatasan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah.
4. Pembatasan Kegiatan di Tempat atau Fasilitas Umum.
5. Pembatasan kegiatan sosial dan budaya.
6. Pembatasan moda transportasi.
7. Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan
Sementara pada praktik lapangan masih banyak ditemukan masyarakat yang
berolahraga seperti lari, yang menyelesuri pinggiran jalan dan tidak menggunakan masker
wajah. Meskipun aparat kepolisian melakukan sidak akan tetapi ketika sidak selesai,
masyarakat kembali tidak patuh dalam penggunaan masker ataupun phsycal distancing.
Linda Devita /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), 550 - 559
Aspek Hukum Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Kota Pekanbaru dalam
Penanggulangan Bahaya Covid-19 553
Keterbatasan SDM dari aparat kepolisian menjadi andil dalam efektif atau tidak
nya dalam penerapan PSBB ini, bila dibandingkan dengan luas wilayah dan beberapa titik
yang bisa dilakukan penerapan PSBB di kota pekanbaru, dan waktu dilakukan PSBB juga
tidak 24 jam tetapi pada waktu-waktu tertentu dan berbeda setiap harinya, sehingga ini
juga membuat masyarakat menjadi bingung dalam penerapan PSBB di kota Pekanbaru.
Disamping itu ada andil juga dari segi culture masyarakat, kedisiplinan/kepatuhan
masyarakat dalam menjalankan PSBB ini serta tingkat pendidikan masyarakat yang
berbeda-beda dalam menerima penerapan PSBB ini termasuk pengetahuan dari tujuan
PSBB dan kondisi COVID-19 saat ini, khususnya di kota Pekanbaru.
Pemberlakuan kebijakan PSBB tersebut memuai reaksi yang beragam
dimasyarakat. Mayoritas warga mengeluhkan dampak yang dialami seperti sulitnya
ekonomi karena tidak dapat bekerja seperti biasa sehingga segala kebutuhan hidupnya
tidak dapat terpenuhi dengan baik khususnya masyarakat kelas bawah. Fisik yang
menurun akibat ruang gerak yang dibatasi serta efek psikologis akibat perasaan khawatir
yang berlebihan terhadap virus ini (Nasruddin & Haq, 2020).
Terkait sanksi dalam Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 74 Tahun 2020
tentang Pedoman Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di kota Pekanbaru tertuang yaitu pelanggaran
terhadap pelaksanaan PSBB dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
peraturan daerah dan peraturan perundang lainnya. Sehingga bila dilihat dari penjelasan
ini, tidak ada sanksi spesifik yang tertuang dalam Perwako ini.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah metode penelitian sosiologis. Jumlah informan pada
penelitian ini adalah berjumlah 5 orang dari beraneka ragam profesi. Informan yang
dipilih adalah memenuhi kriteria inklusi yaitu memiliki mata pencaharian. Pengumpulan
data dilakukan pada tanggal 15 sd. 20 februari 2020 secara tatap muka kurang lebih 30-60
menit. Instrumen penelitian yang dilakukan adalah berupa wawancara dan kuesioner
meliputi aspek pemahaman terkait penanggulangan COVID-19, peran pemerintah dan
keefektifitasan PSBB.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang dengan latar belakang mata
pencaharian yang berbeda. Berikut karakteristik informan dalam penelitian ini:
Tabel 1: Karakteristik Informan
Jenis kelamin
Usia
Pekerjaan
Laki-laki
35
Karyawan swasta
Perempuan
40
Dokter
Laki-laki
42
Pedagang
Perempuan
36
Karyawan swasta
Perempuan
46
Guru
Linda Devita /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), 550 - 559
Aspek Hukum Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Kota Pekanbaru dalam
Penanggulangan Bahaya Covid-19 554
Hasil penelitian menunjukkan tiga tema yang menjelaskan terkait komponen
pemahaman penularan COVID-19, tanggung jawab pemerintah dan aspek hukum
terkait penerapan PSBB.
Tabel 2: Tema, sub-tema dan jawaban informan
Tema
Sub-tema
Jawaban Informan
Pemahaman
penanggulangan
COVID-19
Penularan COVID-19
Seluruh informan bisa menjawab
dengan benar
Pencegahan COVID-19
Seluruh informan bisa menjawab
dengan benar
Tanggung jawab
pemerintah
Kesigapan pemerintah
Dua informan menjawab cepat,
dan tiga informan menjawab
lambat
Regulasi yang dibuat
Tiga informan menjawab sudah
cukup, dua informan menjawab
kurang
Sosialisasi regulasi/peraturan ke
seluruh masyarakat
Seluruh informan menjawab
kurang nya edukasi keseluruh
masyarakat
Penerapan PSBB
di Kota
Pekanbaru
Area penerapan dan jam
penerapan
Seluruh informan mejawab tidak
jelas penerapannya
Sanksi hukum
Seluruh informan menjawab tidak
jelas penerapannya
Keefektifan PSBB
Seluruh informan menjawab tidak
efektif
B. Pembahasan
Kebijakan publik didefinisikan oleh (Islamy, 1994) sebagai whatever
governments choose to do or not to do yang berfokus kepada respon atau tindakan
pemerintah terhadap suatu masalah publik, Sedangkan menurut Anderson (2006)
kebijakan publik adalah berbagai tindakan atau kebijakan-kebijakan yang
dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Berdasarkan kepada
pemahaman tersebut, maka implementasi kebijakan publik hakekatnya merupakan
suatu upaya atau tindakan guna melaksanakan kebijakan atau program yang telah
dibuat atau ditetapkan oleh pemerintah, dengan istilah lain menurut (Grindle, 2017)
implementasi kebijakan sebagai proses tindakan setelah adanya kejelasan tujuan
dan sasaran. Dalam konteks COVID-19, maka respons pemerintah yang
diwujudkan dengan adanya kebijakan PSBB sebagai upaya untuk menanggulangi
penyebaran COVID-19 merupakan tindakan pemerintah dalam praktik kebijakan
publik.
Kebijakan PSBB diatur secara nasional melalui Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala
Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19), peraturan tersebut secara operasional dijelaskan melalui Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-2019. Kedua aturan tersebut secara
Linda Devita /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), 550 - 559
Aspek Hukum Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Kota Pekanbaru dalam
Penanggulangan Bahaya Covid-19 555
tegas menetapkan serangkaian tindakan yang harus dilaksanakan guna mencegah
penyebaran COVID-19 secara meluas.
Dalam bagian lampiran Permenkes 9/2020, dijelaskan bahwa PSBB di suatu
wilayah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan permohonan gubernur/bupati/walikota,
atau Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Lampiran
beleid Menteri Kesehatan itu menyebutkan 15 tata cara jika suatu wilayah ingin
mendapatkan status PSBB dari pemerintah pusat. Pertama, gubernur/bupati/walikota
menyampaikan usulan kepada Menteri 395 disertai dengan data gambaran
epidemiologis dan aspek lain seperti ketersediaan logistik dan kebutuhan dasar lain,
ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan perbekalan kesehatan termasuk
obat dan alat kesehatan. Data yang disampaikan kepada Menteri juga termasuk
gambaran kesiapan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Daerah. Kedua,
Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dalam
menyampaikan usulan kepada Menteri untuk menetapkan PSBB di wilayah tertentu,
berdasarkan penilaian terhadap kriteria PSBB. Ketiga, permohonan oleh
gubernur/bupati/walikota dapat disampaikansecara sendiri-sendiri atau bersama-sama.
Keempat, permohonan dari gubernur untuk lingkup satu provinsi atau kabupaten/kota
tertentu di wilayah provinsi. Kelima, permohonan dari bupati/walikota untuk lingkup
satu kabupaten/kota di wilayahnya. Keenam, dalam hal bupati/walikota akan
mengajukan daerahnya ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar, maka terlebih
dahulu berkonsultasi kepada gubernur dan Surat permohonan penetapan Pembatasan
Sosial Berskala Besar ditembuskan kepada gubernur. Ketujuh, dalam hal terdapat
kesepakatan Pemerintah Daerah lintas provinsi untuk ditetapkan Pembatasan Sosial
Berskala Besar secara bersama, maka pengajuan permohonan penetapan PSBB kepada
Menteri dilakukan melalui Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan
COVID-19. Untuk itu, kepada Pemerintah Daerah yang daerahnya akan ditetapkan
secara bersama-sama harus berkoordinasi dengan Ketua Pelaksana Gugus Tugas
Percepatan Penanganan COVID-19. Delapan, untuk kecepatan proses penetapan,
permohonan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk file elektronik yang ditujukan
pada alamat email (psbb.covid19@kemkes.go.id.) Sembilan, penetapan PSBB oleh
Menteri dilakukan berdasarkan rekomendasi kajian dari tim yang dibentuk yang sudah
berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.
Kajian tersebut berupa kajian epidemiologis dan kajian terhadap aspek politik,
ekonomi, sosial, budaya pertahanan, dan keamanan. Untuk itu tim yang dibentuk
terdiri dari unsur kementerian kesehatan, kementerian/lembaga lain yang terkait dan
para ahli. Sepuluh, Menteri menyampaikan keputusan atas usulan PSBB untuk
wilayah provinsi/kabupaten/kota tertentu dalam waktu paling lama 2 (dua) hari sejak
diterimanya permohonan penetapan. Sebelas, Pemerintah Daerah harus melengkapi
data dukung paling lambat 2 (dua) hari sejak menerima pemberitahuan dan
selanjutnya diajukan kembali kepada Menteri. Dua belas, penetapan dilaksanakan
dengan mempertimbangkan rekomendasi tim dan memperhatikan pertimbangan dari
Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Tiga belas,
pertimbangan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 paling lama
disampaikan kepada Menteri dalam waktu 1 (satu) hari sejak diterimanya permohonan
penetapan. Dalam hal waktu tersebut tidak dapat dipenuhi, maka Menteri dapat
menetapkan PSBB dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Empat belas, formulir permohonan penetapan PSBB oleh
gubernur/bupati/walikota, atau Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan
COVID-19. Lima belas, dalam melaksanakan PSBB, pemerintah daerah berkoordinasi
dengan instansi terkait, termasuk aparat penegak hukum, pihak keamanan,
pengelola/penanggung jawab fasilitas kesehatan, dan instansi logistik setempat.
Linda Devita /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), 550 - 559
Aspek Hukum Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Kota Pekanbaru dalam
Penanggulangan Bahaya Covid-19 556
Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dilakukan selama masa inkubasi
terpanjang yaitu 14 hari. Jika masih terdapat bukti penyebaran berupa adanya kasus
baru, dapat diperpanjang dalam masa 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir
(Hasrul, 2020).
Menurut (Hadiwardoyo, 2020) persoalan lain ekonomi setelah
diberlakukannya PSBB, adalah persoalan menurunnya pendapatan masyarakat, yang
menyebabkan turunnya daya beli. Kondisi PSBB ini hampir menghentikan aspek
kehidupan sehari-hari, perdagangan dan aktivitas ekonomi lainnya. Bahkan negara
harus mengucurkan dana untuk menunjang kebutuhan hidup bagi rakyatnya yang
dirumahkan atau untuk mengkonstruksi fasilitas medis baru. Menurut analisis
International Monetary Fund (IMF), ekonomi global bakal susut setidaknya 3% tahun
ini gara-gara pandemi. Sedangkan di Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani
memprediksi ekonomi Indonesia minus 0,4% tahun ini. Sejak kasus pertama COVID-
19 diumumkan awal Maret 2020 lalu, data Kementerian Ketenagakerjaan mendapati
bahwa sudah ada 1,5 juta (Thorik, 2020). Jika PSBB dilakukan dengan ketat agar
dapat berhasil mencegah wabah meluas, maka mobilitas masyarakat semakin terbatas,
yang dapat semakin menyulitkan kondisi ekonominya. Persoalan ekonomi jangka
pendek yang harus disiapakan strategi mitigasinya oleh pemerintah daerah, adalah
kemampuan masyarakat mengakses bahan pangan khususnya bahan pangan pokok
menjadi sangat lemah bahkan habis.
Menurut (Sari, 2021) penerapan PSBB hanya meningkatkan dari upaya
Physical distancing yang sudah dianjurkan oleh pemerintah sebelumnya. Pemerintah
ingin memperluas dan mempertegas daripada kebijakan sebelumnya memalui PSBB.
Efek samping dari diberlakukannya PSBB tersebut yaitu para pengusaha dan
masyarakat lainnya menanggapi bahwa PSBB dapat menyebabkan sejumlah industri
dan mata pencaharian menjadi tersendat.
Komitmen menurut Soekidjan (2009) diartikan sebagai kemauan dan
kemampuan untuk dapat menyelaraskan perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas
dan tujuan organisasi. Berdasarkan kepada pemahaman tersebut maka
seorang individu harus mengutamakan kepentingan yang ada di dalam
organisasinya terlebih dahulu. Lebih lanjut Armstrong & Baron (1998)
mengungkapkan bahwa komitmen kerja diartikan sebagai adanya pengenalan secara
pasti tentang tujuan, nilai organisasi dan keinginan/kesanggupan untuk menjadi milik
organisasi. Dikaitkan dengan konteks implementasi kebijakan PSBB maka
komitmen diartikan sebagai keinginan dan kemampuan para pelaksana untuk
memahami tujuan kebijakan PSBB guna terlaksana dengan baik (Hasibuan Malayu,
2008).
Komitmen para pelaksana dalam implementasi kebijakan PSBB baik di
tingkat pemerintah pusat maupun di tingkat pemerintah daerah dapat dikatakan baik.
Hal ini dibuktikan dengan adanya kesungguhan untuk melaksanakan kebijakan PSBB
seperti melakukan operasi penindakan bagi masyarakat yang melanggar kebijakan
PSBB yang dilakukan oleh pemerintah daerah bekerjasama dengan Kepolisian,
melakukan edukasi kepada masyarakat untuk selalu melaksanakan kebijakan
PSBB apabila berada di ruang publik yang dilakukan oleh aparatur pemerintah, serta
mewujudkan pelayanan publik dengan berbasis kepada kebijakan PSBB seperti
mengatur antrean dan tempat duduk di unit pelayanan kesehatan baik di Rumah
Sakit maupun di Puskesmsas, serta berbagai bentuk pelayanan publik lainnya di
kantor-kantor pemerintahan yang senantiasa didasarkan kepada kebijakan PSBB
(Herdiana, 2020).
Komitmen dalam melaksanakan kebijakan PSBB tidak hanya ditujukan
secara langsung kepada masyarakat, tetapi juga ditunjukan dengan adanya
Linda Devita /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), 550 - 559
Aspek Hukum Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Kota Pekanbaru dalam
Penanggulangan Bahaya Covid-19 557
anggaran baik yang berasal dari APBN maupun yang berasal dari APBD yang
secara langsung ditunjukan untuk membiayai implementasi kebijakan PSBB,
hal lainnya yaitu membuat instrumen aturan pelaksana/ operasional guna
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan PSBB baik itu yang berasal
dari pemerintah pusat maupun yang berasal dari pemerintah daerah (Nasruddin &
Haq, 2020).
Sebelum menerapkan PSBB alangkah baiknya jika pemerintah memikirkan
kehidupan masyarakat kelas bawah yang kesusahan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Pemerintah seharusnya menjamin bahwa barang tersedia di daerah PSBB,
dan masyarakat mampu mengaksesnya. Pemerintah juga harus mengetahui data yang
akurat seberapa banyak keluarga yang tidak mampu mengakses barang kebutuhan
pokok selama ini. Hal yang terpenting pemerintah menyiapkan kebijakan dan
anggaran yang cukup untuk keadaan yang terburuk. Strategi ini tampak biasa, namun
pada pelaksanaannya bukanlah hal yang mudah.
KESIMPULAN
COVID-19 diputuskan oleh pemerintah sebagai bencana nasional non-alam
sehingga penanggulangannya merupakan tanggung jawab pemerintah. Upaya pemerintah
dalam menanggulangi COVID-19 yaitu dengan menetapkan kebijakan PSBB.
Implementasi kebijakan PSBB kurang berjalan secara optimal. Yang menjadi kendala
yaitu bahwa masyarakat sebagai kelompok sasaran tidak sepenuhnya mentaati
kebijakan PSBB yang disebabkan oleh tiga hal yaitu ketidakpahaman masyarakat
terhadap kebijakan PSBB, ketidakmauan masyarakat untuk mentaati kebijakan PSBB
dan ketidakmampuan masyarakat untuk melaksanakan kebijakan PSBB.
Berdasarkan kepada hasil analisis tersebut, bahwa keadaan di sejumlah daerah
yang semakin menimbulkan banyaknya Virus COVID-19 ini membuat pemerintah
mengambil sejumlah langkah, salah satunya adalah menerapkan sistem PSBB.
Pembatasan kegiatan tersebut ditujukan bagi penduduk dalam satu wilayah yang diduga
telah terkena atau terinfeksi Corona. Implementasi kebijakan PSBB kedepannya perlu
lebih memperhatikan aspek masyarakat sebagai kelompok sasaran dengan cara antara lain
yaitu memberikan edukasi yang berkelanjutan mengenai pemahaman akan manfaat
kebijakan PSBB baik bagi warga masyarakat itu sendiri maupun bagi masyarakat
secara luas, sehingga diharapkan akan memunculkan keinginan dan kemampuan
dari setiap warga masyarakat untuk melaksanakan kebijakan PSBB dengan baik. Aturan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dibuat untuk dapat menekan perkembangan
Virus Corona (COVID-19) di Indonesia. Tentunya dengan adanya peraturan PSBB ini
benar-benar bisa ditaati oleh masyarakat Indonesia, karena seperti yang kita ketahui
bahwa ancaman Virus Corona (COVID-19) ini merupakan ancaman yang benar-benar
nyata dan tidak memandang kalangan bawah hingga kalangan atas sekalipun. Faktor
lainnya yang perlu diperhatikan agar kebijakan PSBB dapat berjalan lebih baik
kedepannya yaitu dengan memastikan badan penyedia jasa layanan publik seperti
kantor pemerintah, moda transportasi umum (semisal bus dan kereta api) dan pusat
perbelanjaan/swalayan tetap mendukung terlaksananya PSBB dengan cara
menyelenggarakan aktivitas pelayanan publik berdasar kepada aturan PSBB.
Linda Devita /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), 550 - 559
Aspek Hukum Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Kota Pekanbaru dalam
Penanggulangan Bahaya Covid-19 558
BIBLIOGRAPHY
Adisasmito, W. B. B. (2020). Dampak Perilaku Sikap Masyarakat Terhadap Pencegahan
Penularan Coronavirus Disease-19: Literature Review. IAKMI Jurnal Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 1(3), 101110. https://doi.org/10.46366/ijkmi.1.3.101-110
Chadijah, S. (2020). Harmonisasi Kewenangan Penanganan Pandemi Covid-19 Antara
Pemerintah Pusat Dan Daerah. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 8(6), 858
866.
Grindle, M. S. (2017). Politics and policy implementation in the Third World (Vol. 4880).
Princeton University Press.
Hadiwardoyo, W. (2020). Kerugian Ekonomi Nasional Akibat Pandemi Covid-19.
Baskara: Journal of Business and Entrepreneurship, 2(2), 8392.
https://doi.org/10.24853/baskara.2.2.83-92
Hasibuan Malayu, S. P. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia Jakarta: Bumi
Aksara.
Hasrul, M. (2020). Aspek Hukum Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Jurnal
Legislatif, 385398.
Herdiana, D. (2020). Implementasi Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (Psbb)
Sebagai Upaya Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
DECISION: Jurnal Administrasi Publik, 2(2).
http://dx.doi.org/10.23969/decision.v2i2.2978
Ilpaj, S. M., & Nurwati, N. (2020). Analisis Pengaruh Tingkat Kematian Akibat Covid-19
Terhadap Kesehatan Mental Masyarakat di Indonesia. Focus: Jurnal Pekerjaan
Sosial, 3(1), 1628. https://doi.org/10.24198/focus.v3i1.28123
Islamy, M. I. (1994). Kebijakan Negara. Jakarta Bumi Aksar.
Mayarni, M. (2020). Kapabilitas Dynamic Governance Pemerintah Kota Pekanbaru
Dalam Pemberlakuan New Normal Di Masa Pandemi COVID19. Jurnal Agregasi:
Aksi Reformasi Government Dalam Demokrasi, 8(2), 145167.
Nasruddin, R., & Haq, I. (2020). Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan
masyarakat berpenghasilan rendah. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(7),
639648. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i7.15569
Nelwan, J. E. (2020). Surveilans Kesehatan Masyarakat: Suatu Pengantar. Insan
Cendekia Mandiri.
Sari, R. K. (2021). Identifikasi penyebab ketidakpatuhan warga terhadap penerapan
protokol kesehatan 3M di masa pandemi Covid-19 (studi kasus pelanggar protokol
kesehatan 3M di Ciracas Jakarta Timur). Jurnal Akrab Juara, 6(1), 8494.
Linda Devita /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), 550 - 559
Aspek Hukum Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Kota Pekanbaru dalam
Penanggulangan Bahaya Covid-19 559
Telaumbanua, D. (2020). Tinjauan Yuridis Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
Akibat COVID-19. Jurnal Education and Development, 8(2), 30.
Thorik, S. H. (2020). Efektivitas pembatasan sosial berskala besar di Indonesia dalam
penanggulangan Pandemi Covid-19. ADALAH, 4(1). 10.15408/adalah.v4i1.15506
© 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the
terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY ND)
license (https://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).