Hendy Septian,1 Iwan Kurniawan 2,
Azis Hakim3, Conrita Ermanto4, Akbar Ali5
Universitas Krisnadwipayana,
Jakarta, Indonesia
E-mail : [email protected]1, [email protected]2 [email protected]3, [email protected]4,
[email protected]5
� Kata Kunci |
Abstrak |
Pelatihan, Perencanaan Bisnis, Wirausaha
Pemua, Pemberdayaan |
Pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal dapat didefinisikan
sebagai suatu usaha untuk menjadikan ekonomi masyarakat lokal yang kuat, besar, modern dan berdaya saing tinggi dalam mekanisme pasar yang benar. Definisi tersebut menjelaskan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberadaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu masyarakat lokal yang mengalami masalah kemiskinan. Salah satu ciri masyarakat lokal adalah suatu kearifan lokal yang memiliki tingkat solidaritas tinggi terhadap lingkungannya. Kearifan lokal memiliki kandungan nilai kehidupan yang tinggi dan layak untuk terus digali, dikembangkan dan dilestarikan sebagai perubahan sosial budaya serta modernitasi. Kearifan lokal produk budaya masa lalu yang secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup, meskipun bernilai lokal, akan tetapi nilai
yang terkandung didalamnya
dianggap sangat universal. Kearifan
lokal menjadi pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah guna pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal itu sendiri. |
Keywords |
�Abstract |
Training, Business Planning, Youth
Entrepreneurship, Empowerment |
Local
community economic empowerment can be defined as an effort to make the local
community economy strong, large, modern and highly competitive within the
correct market mechanism. This definition explains that empowerment is a
process and a goal. As a process, empowerment is an activity carried out to
strengthen the power or existence of weak groups in society, including local
individuals in society who experience poverty problems. One of the
characteristics of local society is local wisdom that has a high level of
solidarity with its environment. Local wisdom contains high life values
and is worthy of continuing to be explored, developed and
preserved as socio-cultural change and modernity change. The wisdom of local
cultural products from the past is continuously used as a guide for life.
Even though it has local value, the value contained in it is considered to be
very universal. Local wisdom is a way of life and knowledge as well as
various life strategies in the form of activities carried out by local
communities in responding to various problems to meet the needs of local
communities themselves. |
*Correspondence Author: Hendy Septian
Email: [email protected] ��
PENDAHULUAN
Pemberdayaan adalah terjemahan dari empowerment, sedang
memberdayakan adalah terjemahan dari empower. Menurut
(Merriam-Webster,
2014), kata empower mengandung
dua pengertian, yaitu: to give power atau
authority to atau
memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasika otoritas ke pihak lain; to give ability to atau
enable atau
usaha untuk memberi kemampuan atau keperdayaan. Beberapa literatur menyebutkan, bahwa konsep pemberdayaan
sudah lahir sejak revolusi industri atau ada juga yang menyebut sejak lahirnya Eropa modern pada abad 18 atau zaman renaissance, yaitu
ketika orang mulai mempertanyakan diterminisme keagamaan. Kalau pemberdayaan dipahami sebagai upaya untuk keluar atau melawan diterminisme
gereja serta monarki, maka pendapat
bahwa gerakan pemberdayaan mulai muncul pada abad pertengahan barangkali benar.(Zilfaroni, 2016)
Konsep pemberdayaan mulai menjadi diskursus
pembangunan, ketika orang mulai mempertanyakan makna pembangunan. Di Eropa, wacana pemberdayaan
muncul ketika industrialisasi menciptakan masyarakat penguasa faktor produksi dan masyarakat yang pekerja yang dikuasai. Di negara-negara sedang
berkembang, wacana pemberdayaan muncul ketika pembangunan menimbulkan disinteraksi sosial, kesenjangan ekonomi, degradasi sumberdaya alam, dan alienasi masyarakat dari faktor-faktor produksi oleh penguasa. Karena kekurangtepatan pemahaman mengenai pemberdayaan, maka dalam wacana
praktik pembangunan, pemberdayaan dipahami secara beragam. Yang paling umum adalah pemberdayaan
disepadankan dengan partisipasi. Padahal keduanya mengandung pengertian dan spirit yang tidak
sama.
KAJIAN PUSTAKA
Konsep Pemberdayaan
Konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis
terhadap model pembangunan
dan model industrialisaesi yang kurang
memihak pada rakyat mayoritas.
Konsep ini dibangun dari kerangka
logik sebagai berikut: bahwa proses pemusatan kekuasaan terbangun dari pemusatan penguasaan faktor produksi; pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat yang pengusaha pinggiran; Kekuasaan akan membangun bangunan atas atau
sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum, dan ideology yang
manipulative untuk memperkuat dan legitimasi;
dan kooptasi sistem pengetahuan, sistem hukum, sistem politik
dan ideology, secara sistemik
akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya. Akhirnya yang terjadi adalah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan
pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai (empowerment
of the powerless).(Harahap, 2012)
Pengalaman empirik dan pengalaman historis dari format sosial ekonomi yang dikotomis ini telah melahirkan
berbagai pandangan mengenai pemberdayaan. Pandangan pertama, pemberdayaan adalah penghancuran kekuasaan atau power to nobody.
Pandangan ini didasari oleh keyakinan, bahwa kekuasaan telah menterasingkan dan menghancurkan manusia dari eksistensinya. Oleh sebab itu untuk mengembalikan eksistensi manusia dan menyelamatkan manusia dari keterasingan
dan penindasan, maka kekuasaan harus dihapuskan. Pandangan kedua, pemberdayaan adalah pembagian kekuasaan kepada setiap orang (power
to everybody). Pandangan ini
didasarkan pada keyakinan, bahwa kekuasaan yang terpusat akan menimbulkan
abuse dan cenderung
mengalienasi hak normatif manusia yang tidak berkuasa atau yang dikuasai. Oleh sebab itu, kekuasaan
harus didistribusikan ke
semua orang, agar semua orang dapat mengaktualisasikan diri. Pandangan ketiga, pemberdayaan adalah penguatan kepada yang lemah tanpa menghancurkan
yang kuat. Pandangan ini adalah pandangan
yang paling moderat dari
dua pandangan lainnya. Pandangan ini adalah
antitesis dari pandangan power to
nobody dan pandangan power to everybody. Menurut pandangan ini, power to nobody adalah
kemustahilan dan power
to everybody adalah chaos dan anarchy. Oleh sebab itu menurut
pandangan ketiga, yang
paling realistis adalah power to powerless.(Ryan et al., 2021)
Ketiga pandangan tersebut diatas, kalau dikaji secara
seksama, ternyata berpengaruh cukup signifikan dalam konsep dan praksis pemberdayaan. Di lapangan, paling
tidak ada 3 konsep pemberdayaan. Konsep pertama, pemberdayaan yang hanya berkutat di �daun� dan �ranting� atau pemberdayaan konformis. Karena struktur sosial, struktur ekonomi, dan struktur ekonomi sudah dianggap given, maka pemberdayaan adalah usaha bagaimana masyarakat tunadaya harus menyesuaikan dengan yang sudah given
tersebut. Bentuk aksi dari konsep
ini merubah sikap mental masyarakat tunadaya dan pemberian santunan, seperti misalnya pemberian bantuan modal, pembangunan prasarana pendidikan, dan sejenisnya. Konsep ini sering disebut
sebagai magical
paradigm. Konsep Kedua,
pemberdayaan yang hanya berkutat di �batang� atau pemberdayaan reformis. Artinya, secara umum tatanan
sosial, ekonomi, politik dan budaya, sudah tidak ada masalah.
Masalah ada pada kebijakan operasional. Oleh sebab itu, pemberdayaan
gaya ini adalah mengubah dari top down menjadi bottom up, sambil mengembangkan sumberdaya manusianya, menguatkan kelembagaannya, dan sejenisnya. Konsep ini sering disebut
sebagai na�ve
paradigm. Konsep ketiga,
pemberdayaan yang hanya berkutat di �akar� atau pemberdayaan structural.
Karena tidak berdayanya masyarakat disebabkan oleh struktur politik, ekonomi, dan sosial budaya, yang tidak memberi ruang bagi
masyarakat lemah untuk berbagi kuasa dalam
bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya, maka struktur
itu yang harus ditinjau kembali. Artinya, pemberdayaan hanya dipahami sebagai penjungkirbalikan tatanan yang sudah ada. Semua tatanan dianggap salah dan oleh karenanya harus dihancurkan, seperti misalnya memfasilitasi rakyat
untuk melawan pemerintah, memprovokasi masyarakat miskin
untuk melawan orang kaya dan atau
pengusaha, dan sejenisnya. Singkat kata, konsep pemberdayaan masyarakat yang hanya berkutat pada akar adalah penggulingan
the powerful. Konsep
ketiga ini sering disebut sebagai critical
paradigm. Oleh (Ryan et al., 2021), karena kesalah-pahaman mengenai pemberdayaan ini, maka menimbulkan pandangan yang salah, seperti bahwa pemberdayaan adalah proses penghancuran kekuasaan, proses penghancuran
negara, dan proses penghancuran pemerintah.
Menurut Karl Marx, pemberdayaan
masyarakat adalah proses perjuangan kaum powerless untuk memperoleh
surplus value sebagai
hak normatifnya. Perjuangan memperoleh surplus value dilakukan
melalui distribusi penguasaan faktor-faktor produksi harus dilakukan melalui perjuangan politik. Kalau menurut Marx, pemberdayaan adalah pemberdayaan masyarakat, maka menurut Fiedmann, pemberdayaan harus dimulai dari rumah
tangga. Pemberdayaan rumah tangga adalah
pemberdayaan yang mencakup aspek sosial, politik,
dan psikologis. Yang dimaksus
dengan pemberdayaan sosial adalah usaha
bagaimana rumah tangga lemah memperoleh
akses informasi, akses pengetahuan dan keterampilan, akses untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial, dan akses ke sumber-sumber keuangan. Yang dimaksud dengan pemberdayaan politik adalah usaha bagaimana rumah tangga yang lemah memiliki akses dalam proses pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi masa depan mereka. Sedang pemberdayaan psikologis adalah usaha bagaimana
membangun kepercayaan diri rumah tangga
yang lemah. Selain (Redclift &
Friedmann, 1994), masih banyak pandangan mengenai pengertian pemberdayaan, seperti (Robert A.Dahl,
2001), yang ada prinsipnya adalah bahwa pemberdayaan adalah penguatan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi masa depannya, penguatan masyarakat untuk dapat memperoleh faktor-faktor produksi, dan penguatan masyarakat untuk dapat menentukan (Lukman & Hakim,
2024)
Dari berbagai pandangan mengenai konsep pemberdayaan, maka dapat disimpulkan,
bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah penguatan pemilikan faktor-faktor produksi, penguatan penguasaan distribusi dan pemasaran, penguatan masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan keterampilan, yang harus dilakukan secara multi aspek, baik dari
aspek masyarakatnya sendiri, maupun aspek kebijakannya. Karena persoalan atau isu strategis perekonomian
masyarakat bersifat lokal spesifik dan problem spesifik, maka konsep dan operasional pemberdayaan ekonomi masyarakat tidak dapat diformulasikan secara generic. Usaha memformulasikan
konsep, pendekatan, dan bentuk operasional pemberdayaan ekonomi masyarakat secara generic, memang penting, tetapi yang jauh lebih penting, adalah pemahaman bersama secara jernih terhadap karakteristik permasalahan ketidakberdayaan masyarakat di bidang ekonomi. Sebab dengan pemahaman
yang jernih mengenai ini, akan lebih
produktif dalam memformulasikan konsep, pendekatan dan bentuk operasional pemberdayaan ekonomi masyarakat yang sesuai dengan karakteristik
permasalahan lokal.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat lemah adalah dalam hal
akses untuk memperoleh
modal. Dalam pasar uang, masyarakat pedesaan baik yang petani, buruh, pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah, terus didorong untuk meningkatkan tabungan. Tetapi ketika mereka
membutuhkan modal, mereka diperlakukan diskriminatif oleh lembaga keuangan. Sehingga yang terjadi adalah aliran modal dari masyarakat lemah ke masyarakat yang kuat. Lembaga keuangan atas posisinya sebagai perantara, maka didalamnya berbagi resiko dengan borrowers, memberikan informasi kepada borrower, dan
menyediakan likuiditas. Kenyataan yang terjadi, kepada masyarakat lemah dan pengusaha kecil, perlakuan atas ketiga hal
tersebut juga diskriminatif.
Dan atas perlakuan yang tidak adil itu,
masyarakat tidak memiliki kekuatan tawar menawar dengan
pihak lembaga keuangan.
Pengembangan
Masyarakat
����������� Pengembangan masyarakat atau Community
development merupakan proses dalam
meningkatkan atau menumbuhkan kemandirian masyarakat� (Resnawaty et al.,
2014)menjelaskan bahwa communitu development berawal
dari konsep pengorganisasian masyarakat (community organizing) yang bermakna mengorganisasikan masyarakat sebagai sebuah sistem untuk melayani warganya dalam setting kondisi yang terus berubah. Artinya, sejak awal konsep community development bertujuan untuk mendorong masyarakat agar melakukan suatu upaya demi mendapatkan kesejahteraannya sendiri.
����������� Menurut (Ife, 2016), ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada proses community development untuk mendorong partisipasi masyarakat yaitu masyarakat harus mengetahui serta menyadari bahwa masalah tersebut penting dan tindakan setiap orang akan membawa perubahan sehingga apapun bentuk partisipasinya harus diakui, dihargai
serta didukung. Kesimpulannya community
development hadir karena
kebutuhan masyarakat akan kondisi yang lebih baik dengan
mengoptimalkan sumber-sumber
yang dimiliki. Untuk melakukan
hal tersebut ada beberapa tahap
terencana yang harus dilakukan dengan partisipasi masyarakat sebagai pihak yang paling memahami kondisi mereka sendiri. Community development lebih menekankan kepada tujuan proses yakni bagaimana proses ini dapat meningkatkan
kapasitas masyarakat agar dapat terlibat dalam pemecahan masalah. Pendekatan ini memfokuskan kepada bagaimana mendidik masyarakat agar berdaya dalam memecahkan
permasalahan secara mandiri kemudia dengan sendirinya dapat terintegrasi kepada program-program pembangunan
yang ada.
Tahapan Assesment dalam Community Development
����������� Dalam
melaksanakan community
development terdapat beberapa
tahapan yang akan dijalani secara berurutan. Menurut (Resnawaty et al.,
2014)langkah dalam proses community development adalah assessment,
plan of treatment, treatment dan terminasi. Setiap langkah dalam proses community
development harus dilakukan
oleh masyarakat dibantu
oleh sistem pelaksana dan sistem kegiatan. Sebuah program yang baik diawali dengan assessment yang tepat sehingga tahap ini merupakan
tahap penting dalam proses community
development. Assesment merupakan tahap mengumpulkan dan mengidentifikasi masalah serta kebutuhan masyarakat karena pada dasarnya program community
development �dilaksanakan
berdasarkan kebutuhan masyarakat lokal. Tahap ini merupakan
upaya agar intervensi berjalan efektif dan tepat sasaran dalam
mencapai tujuan. Menurut Tropman dkk, dalam (Resnawaty et al.,
2014), proses ini terdiri dari beberapa
kegiatan yakni assessment kebutuhan, identifikasi kebutuhan dan analisis masalah yang memusat (convergent analysis). Kebutuhan dalam konteks ini ialah
kesenjangan antara kondisi yang seharusnya tercipta di masyarakat dan realitas yang terjadi. Need Assesment ialah strategi yang dirancang
untuk menyediakan data-data yang memungkinkan
perencana untuk menentukan prioritas kebutuhan yang ada di masyarakat serta mengevaluasi sumber daya yang ada secara sistematis.
Dalam melakukan need
assessment, diperlukan dua langkah
operasional yakni need identification �dan
convergent analysis.
Capacity Building
Secara umum, kapasitas diartikan sebagai kemampuan individu dalam menjalankan peran dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sedangkan capacity
building secara singkat diartikan sebagai penerapan strategi tertentu yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan individu dalam bidang tertentu.
Grindle, berpendapat bahwa
�capacity building is intented
to encompass a variety of strategies that have to do with increasing the
efficiency, effectiveness, and responsiveness of government performance�.
Dari pendapat tersebut, dapat kita lihat bahwa
ada 3 aspek yang penting di dalam sebuah pengembangan kapasitas, yaitu efisiensi, efektifitas, dan bagaimana kita merespon performas yang dilakukan oleh pemerintah. Selanjutnya, Brown (2001:25) mendefinisikan
capacity building sebagai suatu
proses yang dapat meningkatkan
kemampuan seseorang, suatu organisasi atau suatu sistem
untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan. Sementara itu, Katty Sensions berpendapat bahwa : �Capacity building usually is understood to
mean helping governments, communities and individuals to develop the skills and
expertise needed to achieve their goals. Often designed to strengthen participant�s to abilities to evaluate their policy choices
and implement decisions effectively, may included
education and training, instutional and legal
reforms, as well as scientific, technological and financial assistance�.
Dalam menjalankan
capacity building, perlu diperhatikan elemen-elemen yang mempengaruhi
proses pengembangan kapasitas
tersebut. Garlick dalam (Grindle, 2017), menyebutkan lima elemen utama dalam
pengembangan kapasitas sebagai berikut:
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemecahan Masalah
Program yang dijalankan saat ini untuk masyarakat diharapkan memberikan manfaat pada masyarakat terutama menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Syarat dari manfaat
suatu program adalah suatu program yang tepat, baik tepat sasaran
dan tepat jenis bantuan, sehingga program tersebut dapat berkelanjutan. Dengan demikian sebelum dilaksanakannya program perlu dilakukan
assessment. Dalam semua profesi, assessment merupakan proses yang secara ideal sifat, arah, dan lingkup intervensinya terkendali. Setelah dilakukan assessment yang
akurat maka dapat disusun suatu
rencana intervensi untuk mendukung pada penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat dengan berdasar pada potensi dan permasalahan yang dimiliki masyarakat.
Kegiatan pengembangan masyarakat atau pemberdayaan masyarakat merupakan rangkaian dari sebuah proses, proses dengan tujuan akhir
agar masyarakat menjadi lebih mandiri dan berkembang. Proses tersebut dapat di awali dengan pengkajian kondisi potensi dan masalah (assessment),
tahap assessment
ini amat penting sebab akan
menentukan tahapan berikutnya yaitu intervensi/pelaksanaan program.
Pada kegiatan ini disepakati bahwa tahapan intervensi ditujukan guna pengembangan kapasitas melalui kegiatan pelatihan.
Secara umum, kapasitas diartikan sebagai kemampuan individu dalam menjalankan peran dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sedangkan capacity
building secara singkat diartikan sebagai penerapan strategi tertentu yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan individu dalam bidang tertentu.
Dalam proses capacity building, perlu diperhatikan elemen-elemen yang mempengaruhi
proses pengembangan kapasitas
tersebut.
Realisasi Pemecahan Masalah
Kegiatan ini dilakukan dengan 2 tahapan kegiatan, yaitu kegiatan kajian kondisi atau assessment dan kegiatan pelatihan. Kegiatan Assesment ini bertujuan
untuk mengkaji kondisi potensi dan masalah di lingkungan masyarakat sehingga dapat ditentukan kegiatan selanjutnya dengan tetap merujuk pada sumber daya lokal
yang tersedia dan dapat dimanfaatkan.
Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan pelatihan, kegiatan ini melibatkan masyarakat terutama pelaku industri olahan makanan dan kerajinan tangan sebagai peserta. Pada kegiatan pelatihan ini diharapkan masyarakat mampu mengembangkan usaha serta memilik pengetahuan
mengenai cara pemasaran yang efektif.
Khalayak Sasaran
Awalnya sasaran pelatihan ini adalah
kelompok-kelompok masyarakat
yang menggeluti aktivitas industri kerajinan tangan dan olahan makanan, namun dengan seiring waktu berjalan selama persiapan dan sosialisasi rencana kegiatan nampaknya banyak masyarakat yang ingin terlibat dalam bertindak; PRA lebih cocok disebut
metode-metode atau pendekatan-pendekatan (bersifat jamak) daripada metode dan pendekatan (bersifat tunggal); dan PRA memiliki beberapa teknik yang bisa kita pilih, sifatnya selalu terbuka untuk menerima cara-cara dan metode-metode baru yang dianggap cocok.
Jadi
pengertian PRA adalah sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong
masyarakat di suatu desa/wilayah/lokalitas untuk turut serta meningkatkan dan
menganalisis pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri agar
mereka dapat membuat rencana dan tindakan. Teknik PRA yang akan digunakan
yaitu: Diagram sehari, Peta Desa, Diagram Venn, Matriks Ranking, dan FGD.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Assesment
Berdasarkan hasil dari kegiatan pemetaan yang
dilaksanakan di Desa Sukarasa, terutama mengenai kondisi berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Kondisi Sosial, posisi tokoh masyarakat masih memegang
peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sementara nilai-nilai yang
dianut oleh warga antara lain saling membantu sesama, saling menolong, peduli,
dan saling percaya, demikian juga dengan budaya gotong royong atau kerja sama.
Seiring dengan perkembangan jaman, kondisi ini lambat laun terus berubah
terutama pada kalangan remaja dan pemuda. Pengaruh budaya luar dinilai dapat
menggeser nilai-nilai budaya asli masyarakat seperti kenakalan remaja,
pergaulan bebas, konflik dan sebagainya. Kondisi ini diperparah lagi oleh makin
tingginya angka pengangguran terutama pada kalangan remaja dan pemuda yang
disebabkan oleh lapangan kerja yang terbatas dan kurang sesuainya keterampilan
dengan lapangan pekerjaan. Kondisi Ekonomi, warga memiliki keterampilan dalam
membuat kerajinan tangan berbahan bambu dan kayu, juga membuat beragam olahan
makanan tradisional dengan bahan baku yang melimpah dari alam. Kondisi
Kelembagaan, hasil pemetaan menunjukan bahwa kondisi kelembagaan pemerintah
desa baik dari segi SDM maupun sarana bangunan belum memadai, kondisi SDM perlu
ada peningkatan kualitas demikian juga dengan kondisi bangunan memerlukan
perbaikan-perbaikan sehingga dapat meningkatkan kualitas layanan kepada
masyarakat, sementara itu untuk kelompok tani/ternak lokal saat ini masih
banyak yang belum mengetahui manfaat adanya kelompok ini sehingga masih banyak
warga yang belum tergabung dengan kelompok tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari kegiatan pemetaan
yang dilaksanakan di Desa Sukarasa,
terutama mengenai kondisi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kondisi Sosial, posisi tokoh masyarakat
masih memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Pengaruh budaya luar dinilai
dapat menggeser nilai-nilai budaya asli masyarakat seperti kenakalan remaja, pergaulan bebas, konflik dan sebagainya. Kondisi ini diperparah lagi oleh makin tingginya angka pengangguran terutama pada kalangan remaja dan pemuda yang disebabkan
oleh lapangan kerja yang terbatas dan kurang sesuainya keterampilan dengan lapangan pekerjaan. Kondisi Ekonomi, warga memiliki keterampilan dalam membuat kerajinan tangan berbahan bambu dan kayu, juga membuat beragam olahan makanan tradisional dengan bahan baku yang melimpah dari alam.
Kondisi Kelembagaan, hasil pemetaan menunjukan bahwa kondisi kelembagaan
pemerintah desa baik dari segi
SDM maupun sarana bangunan belum memadai, kondisi SDM perlu ada peningkatan kualitas demikian juga dengan kondisi bangunan memerlukan perbaikan-perbaikan sehingga dapat meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat.
REFERENSI
Grindle, M. S. (2017). Politics and policy implementation in
the third world. In Politics and Policy Implementation in the Third World.
https://doi.org/10.2307/2619175
Harahap, E. F. (2012). Pemberdayaan Masyarakat Dalam Bidang
Ekonomi Untuk Mewujudkan Ekonomi Nasional Yang Tangguh Dan Mandiri. Jurnal
Manajemen Dan Kewiusahaan.
Ife, J. (2016). Community Development in an Uncertain World.
In Community Development in an Uncertain World.
https://doi.org/10.1017/cbo9781316342855
Lukman, S., & Hakim, A. (2024). Agile Governance, Digital
Transformation, and Citizen Satisfaction Moderated by Political Stability in
Indonesia�s Socio-Political Landscape. Journal of Ethnic and Cultural
Studies. https://doi.org/10.29333/ejecs/2001
Merriam-Webster, I. (2014). Merriam-Webster�s collegiate
dictionary. In Collegiate dictionary.
Redclift, M., & Friedmann, J. (1994). Empowerment: The
Politics of Alternative Development. Bulletin of Latin American Research.
https://doi.org/10.2307/3338712
Resnawaty, R., Apsari, N. C., Wibhawa, B., & Humaedi, S.
(2014). PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL MELALUI PELATIHAN PERENCANAAN BISNIS UNTUK
WIRAUSAHA PEMULA. Share : Social Work Journal.
https://doi.org/10.24198/share.v4i1.13058
Robert A.Dahl. (2001). Perihal Demokrasi: Menjelajahi Teori
dan Praktek Demokrasi Secara Singkat. In Perihal Demokrasi: Menjelajahi
Teori dan Praktek Demokrasi Secara Singkat. A.
Ryan, Cooper, & Tauer. (2021). Metode Pemberdayaan
Masyarakat. Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents.
Zilfaroni. (2016). Sistem pemberdayaan ekonomi ummat. Hikmah.
|
|