Nikita Welandha Prasiwi, Idcha Kusma Ristanti, Tri Yunita F.D, Khoirus Salamah. /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), ), 560 - 566
Hubungan Antara Status Gizi dengan Kejadian Ispa Pada Balita 564
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil uji Chi Square terdapat hubungan yang signifikan antara
status gizi dengan kejadian ISPA pada balita p value = 0.049. Tabel 1 menunjukkan
bahwa sebagian besar balita di desa padasan kecamatan kerek yang memiliki status
gizi baik yaitu sebesar 38 balita (55,07%) dan sebagian kecil balita yang memiliki gizi
buruk yaitu sebesar 3 balita (4,35%). Hasil ini memberi gambaran bahwa ibu-ibu tahu
pentingnya status gizi untuk balitanya. Gizi membuat balita lebih kuat daya tahan
tubuhnya terhadap penyakit. Menurut (Supariasa, 2019) gizi merupakan suatu proses
organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses
pencernaan, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-
zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi
normal organ-organ serta menghasilkan energi. Makanan yang bergizi akan
menghasilkan energi yang cukup dan akan membuat daya tahan anak tahan terhadap
penyakit (Aslina & Suryani, 2018).
Saluan pernapasan merupakan organ yang mudah terpapar dengan dunia luar.
Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pertahanan yang efektif dan efisien untun
mengatasinya (DepKes, 2000). Infeksi sakuran pernapasan akut dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain: usia, status gizi, dan lingkungan. Dimana anak yang
memiliki usia kurang dari 6 tahun belum memiliki imunitas yang sempurna sehingga
sangat mudah terserang penyakit infeksi. Selanjutnya faktor status gizi dimana gizi
yang kurang akan mempengaruhi kesehatan anak karena dengan adanya gizi kurang
anak akan lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Gizi yang cukup
dapat mempertahankan imunitas anak sebagai perlawanan dari suatu penyakit (Aslina
& Suryani, 2018).
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar 39 balita (56,52%) di
Desa Padasan kecamatan kerek tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan tabel 3
dapat diketahui dari 69 balita sebagian besar balita dengan status gizi kurang yang
tidak mengalami ISPA yaitu sebesar 19 balita (79,17%) dan sebagian kecil balita
dengan status gizi buruk yang mengalami ISPA yaitu sebesar 2 balita (66,67%).
Berdasarkan hasil penelitian di Desa Padasan Kecamatan Kerek dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar balita memiliki status gizi yang baik hal ini disebabkan karena
konsumsi makanan balita sudah sesuai dengan kebutuhan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Namun beberapa balita memiliki status gizi kurang. hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ketidakseimbangan antara asupan makanan
dengan kebutuhan tubuh, penyakit infeksi, dan kurangnya pola asuh yang kurang
tepat, kebersihan lingkungan pada tempat balita beraktifitas. Oleh karena itu, perlu
adanya edukasi gizi terkait pola asuh yang tepat untuk balita melalui orang tua atau
pengasuh balita untuk memenuhi gizi seimbang pada balita. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian (Aslina & Suryani, 2018), yang menyatakan bahwa
kemungkinan besar untuk penderita ISPA pada balita dikarenakan memiliki status gizi
kurang sehingga akan memperlemah daya tahan tubuh dan menimbulkan penyakit
terutama yang disebabkan oleh infeksi. Menurut (Rodríguez et al., 2011) menjelaskan
bahwa zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan memiliki efek kuat untuk reaksi
kekebalan tubuh dan resistensi terhadap infeksi. Pada kondisi kurang energi protein
(KEP), dapat menyebabkan ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih
kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi,
sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan
tersebut adalah status gizi. Penderita ISPA pada balita dikarenakan memiliki status
gizi kurang sehingga akan memperlemah daya tahan tubuh dan menimbulkan penyakit
terutama yang disebabkan oleh infeksi. Balita dengan status gizi kurang akan leih