Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, Mei 2021, 1 (5), 560 - 566
p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534
Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
10.36418/cerdika.v1i5.81 560
HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA
BALITA
Nikita Welandha Prasiwi
1
, Idcha Kusma Ristanti
2*
, Tri Yunita F.D
3
, Khoirus
Salamah
4
Dosen Program Studi S1 Gizi, Institut Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama Tuban,
Diponegoro, Indonesia
Email : welandha@gmail.com
1
idchakr@gmail.com
2
gizinu468@gmail.com
3
mayakhoir@gmail.com
4
Abstract
Received:
Revised:
Accepted:
29-04-2021
10-05-2021
21-05-2021
The incidence of ARI in children under five in developing
countries is estimated at 0.29 children every year and in
developed countries as many as 0.05 children every year.
The causes of death due to ARI in developing countries are
higher than in developed countries, namely 10-50 times. One
of the factors that can cause ARI in toddlers is nutritional
status, in which nutritional status is deficient which
facilitates the disruption of the hormonal system and body
defense in toddlers. Toddlers with poor nutrition will be
more susceptible to infection with ARI. This study aims to
determine the relationship between nutritional status and the
incidence of ARI in children under five. This study used an
analytic research design with aapproach cross sectional.
Sampling using random sampling. The sample in this study
were 69 toddlers. Determination of the nutritional status of
children under five using the standard Z-Score table
instrument based on weight / age (WHO Child Growth
2007). While the incidence of ARI is based on the results of
medical records. The results showed a relationship between
nutritional status and the incidence of ARI (p value =
0.049). Toddlers who have low nutritional status have a risk
of infection with ARI.
Keywords: Nutritional status; Toddler; ARI.
Abstrak
Insiden ISPA pada balita di negara berkembang diperkirakan
0,29 anak setiap tahun dan di negara maju sebanyak 0,05
anak setiap tahun. Penyebab kematian akibat ISPA di negara
berkembang lebih tinggi dibandingkan negara maju yaitu
sebesar 10-50 kali. Salah satu faktor yang dapat
menimbulkan terjadinya ISPA pada balita adalah status gizi,
dimana status gizi yang kurang merupakan hal yang
memudahkan proses terganggunya sistem hormonal dan
pertahanan tubuh pada balita. Balita dengan gizi kurang akan
lebih mudah terinfeksi ISPA. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara status gizi dengan kejadian
ISPA pada balita. Penelitian ini menggunakan desain
Nikita Welandha Prasiwi, Idcha Kusma Ristanti, Tri Yunita F.D, Khoirus Salamah. /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), ), 560 - 566
Hubungan Antara Status Gizi dengan Kejadian Ispa Pada Balita 561
penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional.
Pengambilan sampel menggunakan random sampling.
Sampel pada penelitian ini sebanyak 69 balita. Penentuan
status gizi balita menggunakan instrumen tabel baku Z-Score
berdasarkan BB/U (WHO Child Growth 2007). Sedangkan
kejadian ISPA berdasarkan hasil rekam medis. Hasil
penelitian menunjukkan adanya hubungan antara status gizi
dengan kejadian ISPA (p value = 0.049). Balita yang
memiliki status gizi kurang memiliki risiko terinfeksi
penyakit ISPA.
Kata kunci: Status Gizi; Balita; ISPA.
*Correspondence: Idcha Kusma Ristanti
Email: idchakr@gmail.com
CC BY ND
PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) menunjukkan angka kematian pada balita di
dunia pada tahun 2013 sebesar 45,6 per 1000 kelahiran hidup dan 15% diantaranya
disebabkan oleh ISPA. Menurut data yang diperoleh dari WHO pada tahun 2012 ISPA
atau pneumonia merupakan penyakit yang paling sering diderita oleh balita yaitu
sebanyak 78% balita datang berkunjung ke pelayanan kesehatan dengan kejadian ISPA.
Setiap tahun, jumlah balita yang dirawat di rumah sakit dengan kejadian ISPA sebesar 12
juta (Tazinya et al., 2018).
Insiden ISPA pada balita di negara berkembang diperkirakan 0,29 anak setiap
tahun dan di negara maju sebanyak 0,05 anak setiap tahun. Penyebab kematian akibat
ISPA di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan negara maju yaitu sebesar 10-50
kali (Ramani et al., 2016).
Infeksi pada saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang umum terjadi
pada masyarakat, dan menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi pada anak di
bawah usia 5 tahun (22,30%). ISPA menempati urutan 10 besar penyakit di rumah sakit
dan menempati urutan 9 dari 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit serta masuk
4 dari 10 Besar penyakit diwilayah puskesmas (Kemenkes, 2016). ISPA merupakan
infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan
bagian bawah. virus, jamur dan bakteri merupakan penyebab dari infeksi ini (Sucipto,
2011).
Berdasarkan (Ri, 2018) proporsi nasional gizi buruk pada anak balita mencapai
3,9% dan gizi kurang 13,8 %. Menurut Dinas Kesehatan Jawa Timur balita gizi buruk
sejumlah 22.703 balita. Angka gizi buruk pada balita yaitu dari 1000 balita terdapat 11,91
atau 12 balita yang mengalami gizi buruk. Angka gizi buruk di Kabupaten Tuban yaitu
<9,95. Angka gizi buruk masih belum mencapai target Milenium Development Goals atau
MDG’s yaitu 3,6% sedangkan target Dinas Kesehatan Jawa Timur yaitu 0% (Tumiwa et
al., 2015).
Berdasarkan hasil (Ri, 2018), prevalensi ISPA di Jawa Timur yaitu sebesar 6%,
prevalensi pneumonia di Jawa Timur sebesar 3,8% dan Prevalensi diare di Jawa Timur
sebesar 7,5% tidak jauh berbeda dengan 2013 yaitu sbesar 7,3%. Prevalensi pneumonia di
Tuban tahun 2018 mengalami kenaikan 0,2% dari tahun 2013 sebesar 1%. Jumlah
Nikita Welandha Prasiwi, Idcha Kusma Ristanti, Tri Yunita F.D, Khoirus Salamah. /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), ), 560 - 566
Hubungan Antara Status Gizi dengan Kejadian Ispa Pada Balita 562
penderita pneumonia pada balita di Kabupaten tahun 2017 sejumlah 2.174 (60,73%)
(Kemenkes, 2016).
Berdasarkan hasil riset Kemenkes RI tahun 2015 menyatakan bahwa di Indonesia
ISPA menempati peringkat kedua kematian balita (15%) setelah Diare, jumlah kematian
anak balita disebabkan oleh kasus pneumonia/ISPA diperkirakan sebanyak 922.000
balita.
Faktor yang mempengaruhi tingginya angka kejadian infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) pada balita yaitu faktor individu anak (status gizi, umur, status imunisasi,
keteraturan pemberian vitamin A) dan faktor lingkungan (Pencemaran udara dalam
rumah, ventilasi rumah dan kepadatan hunian rumah) (Syahidi et al., 2016).
(Duarte & Botelho, 2000) menyebutkan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan terjadinya ISPA pada balita adalah status gizi, dimana status gizi yang
kurang merupakan hal yang memudahkan proses terganggunya sistem hormonal dan
pertahanan tubuh pada balita. Balita dengan gizi kurang akan lebih mudah terinfeksi
ISPA bahkan serangannya akan lebih lama dibandingkan dengan balita yang memiliki
status gizi baik karena sistem kekebalan tubuh yang kurang (Darmawan et al., 2016).
Oleh karena itu, diperlukan zat gizi yang cukup dan seimbang agar daya tahan
tubuh baik terhindar dari risiko penyakit ISPA. Karena balita termasuk golongan yang
rentan terhadap penyakit ISPA. Upaya pemberantasan penyakit ISPA dilaksanakan
dengan fokus penemuan dini dan tata laksana kasus secara cepat dan tepat. Upaya ini
dikembangkan melalui Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang dilakukan di
Puskesmas. Maka dari itu perlu dilakukan analisis terkait status gizi dengan kejadian
ISPA pada balita.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik dengan pendekatan cross
sectional. Populasi pada penelitian ini yaitu semua balita usia 1-4 tahun di desa Padasan
Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban sebanyak 84 balita. Pengambilan sampel
menggunakan random sampling. Sampel pada penelitian ini sebanyak 69 balita dan telah
menyetujui inform consent yang telah diberikan sebelumnya. Variabel pada pada
penelitian ini yaitu kejadian ISPA dan status gizi pada balita usia 1-4 tahun.
Penentuan status gizi balita menggunakan instrumen tabel baku Z-Score
berdasarkan BB/U (Bloem, 2007). Sedangkan kejadian ISPA berdasarkan hasil rekam
medis (ISPA atau tidak ISPA). Lokasi penelitian di Desa Padasan Kecamatan Kerek
Kabupaten Tuban. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober - November 2020. Analisis
data yang digunakan yaitu uji chi square dengan SPSS versi 21 dan taraf kesalahan
0,05%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 69 responden di Desa Padasan,
Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban pada bulan Oktober sampai November tahun
2020. Berikut ini merupakan klasifikasi variable penelitian :
Nikita Welandha Prasiwi, Idcha Kusma Ristanti, Tri Yunita F.D, Khoirus Salamah. /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), ), 560 - 566
Hubungan Antara Status Gizi dengan Kejadian Ispa Pada Balita 563
Tabel 1. Klasifikasi Variabel Penelitian
Kriteria
Klasifikasi
>2SD
-2SD s/d 2SD
-3SD s/d < -2SD
< -3SD
Lebih
Baik
Kurang
Buruk
Sumber : WHO (World Health Organization)
Berdasarkan tabel 2 sebagian besar balita di desa padasan kecamatan kerek
yang memiliki status gizi baik yaitu sebesar 38 balita (55,07%) dan sebagian kecil
balita yang memiliki gizi buruk yaitu sebesar 3 balita (4,35%).
Tabel 2. Karakteristik Responden (n = 69)
Sumber
: (Data
Primer, 2020).
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar 39 balita (56,52%) di Desa
Padasan kecamatan kerek tidak mengalami kejadian ISPA.
Tabel 3. Distribusi Hubungan Antara Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita
Status Gizi
Kejadian ISPA
p*
Ya
Tidak
n
n
Gizi Lebih
2
2
0.049
Gizi Baik
21
17
Gizi Kurang
5
19
Gizi Buruk
2
1
Sumber : (Data Primer, 2020)
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui dari 69 balita sebagian besar balita
dengan status gizi kurang yang tidak mengalami ISPA yaitu sebesar 19 balita
(79,17%), dan sebagian kecil balita dengan status gizi buruk yang mengalami ISPA
yaitu sebesar 2 balita (66,67%).
Variabel
%
Status Gizi
Lebih
Baik
Kurang
Buruk
5,79
55,07
34,78
4,35
Kejadian ISPA
Ya
Tidak
43,48
56,52
Nikita Welandha Prasiwi, Idcha Kusma Ristanti, Tri Yunita F.D, Khoirus Salamah. /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), ), 560 - 566
Hubungan Antara Status Gizi dengan Kejadian Ispa Pada Balita 564
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil uji Chi Square terdapat hubungan yang signifikan antara
status gizi dengan kejadian ISPA pada balita p value = 0.049. Tabel 1 menunjukkan
bahwa sebagian besar balita di desa padasan kecamatan kerek yang memiliki status
gizi baik yaitu sebesar 38 balita (55,07%) dan sebagian kecil balita yang memiliki gizi
buruk yaitu sebesar 3 balita (4,35%). Hasil ini memberi gambaran bahwa ibu-ibu tahu
pentingnya status gizi untuk balitanya. Gizi membuat balita lebih kuat daya tahan
tubuhnya terhadap penyakit. Menurut (Supariasa, 2019) gizi merupakan suatu proses
organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses
pencernaan, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-
zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi
normal organ-organ serta menghasilkan energi. Makanan yang bergizi akan
menghasilkan energi yang cukup dan akan membuat daya tahan anak tahan terhadap
penyakit (Aslina & Suryani, 2018).
Saluan pernapasan merupakan organ yang mudah terpapar dengan dunia luar.
Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pertahanan yang efektif dan efisien untun
mengatasinya (DepKes, 2000). Infeksi sakuran pernapasan akut dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain: usia, status gizi, dan lingkungan. Dimana anak yang
memiliki usia kurang dari 6 tahun belum memiliki imunitas yang sempurna sehingga
sangat mudah terserang penyakit infeksi. Selanjutnya faktor status gizi dimana gizi
yang kurang akan mempengaruhi kesehatan anak karena dengan adanya gizi kurang
anak akan lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Gizi yang cukup
dapat mempertahankan imunitas anak sebagai perlawanan dari suatu penyakit (Aslina
& Suryani, 2018).
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar 39 balita (56,52%) di
Desa Padasan kecamatan kerek tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan tabel 3
dapat diketahui dari 69 balita sebagian besar balita dengan status gizi kurang yang
tidak mengalami ISPA yaitu sebesar 19 balita (79,17%) dan sebagian kecil balita
dengan status gizi buruk yang mengalami ISPA yaitu sebesar 2 balita (66,67%).
Berdasarkan hasil penelitian di Desa Padasan Kecamatan Kerek dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar balita memiliki status gizi yang baik hal ini disebabkan karena
konsumsi makanan balita sudah sesuai dengan kebutuhan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Namun beberapa balita memiliki status gizi kurang. hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ketidakseimbangan antara asupan makanan
dengan kebutuhan tubuh, penyakit infeksi, dan kurangnya pola asuh yang kurang
tepat, kebersihan lingkungan pada tempat balita beraktifitas. Oleh karena itu, perlu
adanya edukasi gizi terkait pola asuh yang tepat untuk balita melalui orang tua atau
pengasuh balita untuk memenuhi gizi seimbang pada balita. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian (Aslina & Suryani, 2018), yang menyatakan bahwa
kemungkinan besar untuk penderita ISPA pada balita dikarenakan memiliki status gizi
kurang sehingga akan memperlemah daya tahan tubuh dan menimbulkan penyakit
terutama yang disebabkan oleh infeksi. Menurut (Rodríguez et al., 2011) menjelaskan
bahwa zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan memiliki efek kuat untuk reaksi
kekebalan tubuh dan resistensi terhadap infeksi. Pada kondisi kurang energi protein
(KEP), dapat menyebabkan ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih
kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi,
sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan
tersebut adalah status gizi. Penderita ISPA pada balita dikarenakan memiliki status
gizi kurang sehingga akan memperlemah daya tahan tubuh dan menimbulkan penyakit
terutama yang disebabkan oleh infeksi. Balita dengan status gizi kurang akan leih
Nikita Welandha Prasiwi, Idcha Kusma Ristanti, Tri Yunita F.D, Khoirus Salamah. /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), ), 560 - 566
Hubungan Antara Status Gizi dengan Kejadian Ispa Pada Balita 565
rentan terhadap penyakit infeksi dan bahkan serangannya lebih lama dibandingkan
dengan anak yang memiliki status gizi normal.
Berbagai upaya yang dapat dilakukan berhubungan dengan status gizi dan
ISPA pada balita yaitu dengan diadakannya suatu promosi kesehatan yang meliputi
penyuluhan, pendidikan kesehatan, dan penjelasan tentang status gizi dan kejadian
ISPA pada balita. Cara pencegahan ISPA yaitu mengusahakan agar anak mempunyai
status gizi baik, mengusahakan kekebalan tubuh anak, menjaga kebersihan perorangan
dan lingkungan, mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA dan pengobatan
segera bila ada gejala ISPA.
KESIMPULAN
Sebagian besar balita di Desa Padasan kecamatan Kerek Kabupaten Tuban
memiliki status gizi baik dan tidak mengalami kejadian ISPA. Terdapat hubungan antara
status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Padasan kecamatan Kerek
Kabupaten Tuban. Balita yang memiliki status gizi kurang lebih berisiko terkena ISPA
dibandingkan dengan balita yang memiliki status gizi normal.
BIBLIOGRAPHY
Aslina, A., & Suryani, I. (2018). Hubungan Status Gizi terhadap Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (Ispa) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
Kota Pekanbaru Tahun 2018. Ensiklopedia of Journal, 1(1).
https://doi.org/10.33559/eoj.v1i1.47
Bloem, M. (2007). The 2006 WHO child growth standards. British Medical Journal
Publishing Group.
Darmawan, m., kumala, d., & arsesiana, a. (2016). Hubungan tingkat pengetahuan dan
sikap ibu dalam pemberian asi eksklusif dengan kejadian ispa pada bayi usia 1-12
bulan di puskesmas pahandut palangka raya. Dinamika kesehatan: jurnal kebidanan
dan keperawatan, 7(2), 98109.
DepKes, R. I. (2000). Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Duarte, D. M., & Botelho, C. (2000). Clinical profile in children under five year old with
acute respiratory tract infections. J Pediatr (Rio J), 76(3), 207212.
Kemenkes, R. I. (2016). Profil kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Ramani, V. K., Pattankar, J., & Puttahonnappa, S. K. (2016). Acute respiratory infections
among under-five age group children at urban slums of gulbarga city: A longitudinal
study. Journal of Clinical and Diagnostic Research: JCDR, 10(5), LC08.
10.7860/JCDR/2016/15509.7779
Ri, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehat
Republik Indones, 1100.
Nikita Welandha Prasiwi, Idcha Kusma Ristanti, Tri Yunita F.D, Khoirus Salamah. /Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia 1(5), ), 560 - 566
Hubungan Antara Status Gizi dengan Kejadian Ispa Pada Balita 566
Rodríguez, L., Cervantes, E., & Ortiz, R. (2011). Malnutrition and gastrointestinal and
respiratory infections in children: a public health problem. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 8(4), 11741205.
Sucipto, C. D. (2011). Vektor penyakit tropis.
Supariasa, I. D. N. (2019). Pendidikan & konsultasi gizi.
Syahidi, M. H., Gayatri, D., & Bantas, K. (2016). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Berumur 12-59 Bulan
di Puskesmas Kelurahan Tebet Barat, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Tahun
2013. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia, 1(1).
http://dx.doi.org/10.7454/epidkes.v1i1.1313
Tazinya, A. A., Halle-Ekane, G. E., Mbuagbaw, L. T., Abanda, M., Atashili, J., &
Obama, M. T. (2018). Risk factors for acute respiratory infections in children under
five years attending the Bamenda Regional Hospital in Cameroon. BMC Pulmonary
Medicine, 18(1), 18.
Tumiwa, M. A., Soeliongan, S., & Waworuntu, O. (2015). Pola Bakteri Aerob Pada
Sputum Petugas Penyapu Jalan Yang Menderita Infeksi Saluran Pernapasan Di Kota
Manado. EBiomedik, 3(1). ps://doi.org/10.35790/ebm.3.1.2015.7491
© 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the
terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY ND)
license (https://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).