Sonia Yuliana
Samosir1, Saptawartono2, Yos David Inso3, Neny
Sukmawatie4, Ferra Murati5
Jurusan Teknik Pertambangan,
Fakultas Teknik, Universitas Palangka Raya, Indonesia
E-mail : [email protected], [email protected],
[email protected], [email protected],
[email protected]
� Kata Kunci |
Abstrak |
Kelelahan; Penilaian Risiko; Pengendalian |
Berdasarkan hasil dari wawancara dengan beberapa operator ADT (articulated dump truck)
yang ada bahwa mereka pernah mengalami kelelahan saat bekerja dan dalam beberapa bulan sebelumnya operator ADT (articulated dump truck) pernah mengalami kecelakaan saat bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
faktor apa saja yang mempengaruhi kelelahan kerja operator ADT mengidentifikasi
bahaya dan melakukan pengendalian risiko faktor kelelahan kerja operator
ADT pada area stockpile PT. Rimau Tangguh Perkasa. Hasil dari
penilaian risiko yang telah dilakukan pada variabel faktor pekerjaan masuk dalam kategori tinggi yaitu potensi bahaya durasi kerja, shift kerja, lingkungan
kerja, sedangkan variabel
faktor non pekerjaan masuk kategori sedang yaitu potensi� bahaya kondisi fisik. Dalam pengendalian
risiko dengan menggunakan
acuan OHSAS 18001 meliputi:
eliminasi, subtitusi, pengendalian teknis, pengendalian administratif dan
APD untuk meminimalisirkan� terjadinya
kecelakaan kerja�
yang diakibatkan oleh kelelahan
kerja pada faktor pekerjaan
yang tingkat risiko tinggi maupun faktor non pekerjaan yang tingkat risiko sedang. |
Keywords |
�Abstract |
Fatigue;
Risk Assessment; Control |
Based on the results of interviews with several ADT (articulated dump
truck) operators, they have experienced fatigue while working and in the
previous few months ADT (articulated dump truck) operators have experienced
accidents while working. This research aims to identify what factors
influence ADT operator work fatigue, identify hazards and carry out risk
control for ADT operator work fatigue factors in the stockpile area PT. Rimau
Tangguh Perkasa. The results of the risk assessment that has been carried out
on the work factor variables are in the high category, namely the potential
danger of work duration, work shifts, work environment, while the non-work
factor variables are in the medium category, namely the potential danger of
physical conditions. Risk control using the OHSAS 18001 reference includes:
elimination, substitution, technical control, administrative control and
personal protective equipment to minimize the occurrence of work accidents
caused by work fatigue in work factors with a high risk
level and non-work factors with a moderate risk level |
*Correspondence Author: Sonia Yuliana Samosir
Email: [email protected]
��
PENDAHULUAN
Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga
terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2014) Tingkat penurunan dalam kesiagaan yang dirasakan oleh seseorang merupakan kondisi lelah atau
kelelahan kerja, yaitu segala keluhan baik yang menyangkut secara fisik, psikis,
perasaan lelah, serta motivasi menurun saat melakukan
pekerjaan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak K3 PT. Rimau Tangguh
Perkasa salah satu faktor
yang menyebabkan pekerjaan penambangan memiliki tingkat risiko tinggi disebabkan oleh adanya faktor kelelahan
pada operator ADT (articulated dump truck).� Faktor kelelahan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap potensi terjadinya bahaya dan dapat menyebabkan risiko yang dapat merugikan dari karyawan seperti
(luka, cedera ringan atau berat
bahkan juga kematian) dan bagi perusahaan itu sendiri (Produktivitas menurun, kerugian tenaga kerja, biaya, jam kerja,
dan lain, lain).
Karena itu perlu dilakukan
identifikasi bahaya dan pengendalian risiko untuk meminimalisirkan kecelakaan kerja
yang akan datang. Untuk melakukan analisis bahaya, penilaian risiko, dan pengendalian risiko dengan metode
Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control dengan kombinasi OHSAS 18001 yang
bertujuan untuk mengetahui bahaya apa saja
yang ada, mengetahui penilain risiko, dan melakukan pengendalian risiko yang digunakan dalam mengendalikan risiko bertujuan untuk merekomendasikan perbaikan kepada manajemen perusahaan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan 2
metode pada pengambilan data yaitu Metode survei (wawancara dan observasi
secara langsung pada PT. Rimau Tangguh Perkasa) dan metode studi literatur.
Wawancara� menggunakan metode (purposive
sampling) dan kuesioner metode yang digunakan secara khusus untuk
pengambilan sampel dengan cara memberikan penilaian sendiri terhadap sampel di
antara populasi yang dipilih seperti menggunakan metode tanya jawab terhadap
para operator articulated dump truck yang sudah dipilih. Peniliain itu
diambil tentunya apabila memenuhi kriteria tertentu yang sesuai dengan topik
penelitian. Kemudian hasil wawancara tersebut didiskusikan dengan pengawas
produksi dan SHE Officer perusahaan, hasil wawancara dan diskusi ini
kemudian diolah menjadi kuesioner untuk 28 responden operator ADT. Metode studi
literatur dilakukan dengan cara mengumpulkan data- data dari perusahaan dan
literatur lainnya. Mentode pengolahan data yang digunakan pada penelitian
skripsi ini adalah metode kombinasi (mixed methods) kualitatif-
kuantitatif
HASIL DAN PEMBAHASAN
�� Faktor- faktor penyebab
kelelahan pada operator ADT pada area stockpile PT.
Rimau Tangguh Perkasa ada 2 (dua) faktor,
yaitu faktor pekerjaan dan faktor non pekerjaan. Identifikasi bahaya dan kelelahan diperoleh dari hasil wawancara kuesioner langsung pada operator ADT pada area stockpile PT.
Rimau Tangguh Perkasa, terdapat 28 responden yang terlibat.
Tingkat Risiko Berdasarkan
Faktor Pekerjaan
Berikut adalah tabel dan matriks pemetaan risiko kelelahan kerja pada operator ADT pada area stockpile
berdasarkan faktor pekerjaan.
Tabel 1 Hasil Tingkat Risiko
Berdasarkan Faktor Pekerjaan
No |
Potensi Bahaya |
Kemungkinan |
Dampak |
Tingkat Risiko |
1 |
Durasi kerja |
5 |
3 |
Tinggi |
2 |
Shift kerja |
5 |
3 |
Tinggi |
3 |
Waktu istirahat |
3 |
3 |
Sedang |
4 |
Beban Kerja |
3 |
3 |
Tinggi |
5 |
Lingkungan kerja |
4 |
3 |
Tinggi |
Tabel 2 Pemetaan Risiko Kelelahan Berdasarkan Faktor Pekerjaan
Keterangan |
Consequences |
||||||
Sangat Ringan |
Ringan |
Sedang |
Berat |
Sangat Berat |
|||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
|||
Likelihood |
Sangat Sering |
5 |
�
Durasi Kerja � Shift Kerja |
||||
Sering |
4 |
� Lingkungan kerja |
|||||
Mungkin Terjadi |
3 |
�
Waktu istirahat �
Beban kerja |
|||||
Jarang |
2 |
||||||
Sangat Jarang |
1 |
Sumber: Hasil Penilaian Menggunakan
Metode AS/NZS 4360:2004
Keterangan warna : hijau (rendah);
jingga (sedang); kuning (tinggi); merah (sangat tinggi).
Berdasarkan tabel diatas 1 hasil semua potensi bahaya dari setiap
variabel yang diteliti pada
faktor pekerjaan didapatkan variabel yang memiliki tingkat risiko tinggi adalah
durasi kerja, shift kerja, beban
kerja, dan lingkungan kerja, sehingga
diperlukan pengendalian risiko� yang bertujuan
untuk meminimalisirkan terjadinya
kecelakaan kerja yang disebabkan
oleh kelelahan.
1. Pada variabel durasi kerja tingkat risikonya tinggi dikarenakan potensi bahaya lama waktu kerja 12 jam/ hari dan potensi bahaya waktu kerja selama 6 hari/minggu dapat menyebabkan kelelahan pada operator ADT pada area stockpile dan dampaknya juga berat, untuk upaya pengendalian risikonya dilakukan dengan menggunakan hirarki pengendalian yang ada di OHSAS
18001 seperti sebagai berikut:
a. Kelelahan akibat potensi bahaya lama waktu kerja 12 jam/ hari memiliki tingkat risiko tinggi, dimana bekerja >8 jam kerja merupakan lama kerja yang akan menyebabkan kelelahan dan menurunnya konsentrasi kerja.
untuk upaya pengendalian risikonya seperti subtitusi yaitu mengikuti jam kerja sesuai UU ketenagakerjaan,
kemudian pengendalian teknis seperti perubahan sistem roster yang ada, pengendalian administratif seperti ceklis jam tidur pada operator
ADT, dan pengendalian alat pelindung diri seperti pemberian vitamin.
b. Kelelahan akibat potensi bahaya lama waktu kerja selama 6 hari/minggu dapat menyebabkan kelelahan pada
operator ADT pada area stockpile dan dampaknya
juga berat, untuk pengendalian
risikonya dilakukan dengan menggunakan hirarki pengendalian risikonya seperti subtitusi yaitu mengikuti jam kerja sesuai
UU ketenagakerjaan, kemudian
pengendalian teknis seperti perubahan sistem roster yang ada, dan pengendalian administratif seperti penetapan waktu libur dengan
waktu yang lebih baik.
2. Pada variabel shift
kerja� potensi bahaya menjalani shift malam selama 6 hari dalam satu
minggu memiliki tingkat risiko tinggi, untuk pengendalian risikonya dilakukan dengan menggunakan hirarki pengendalian yang ada di OHSAS 18001 seperti subtitusi yaitu mengubah sistem jam kerja menjadi 8 jam/ hari, kemudian pengendalian teknis seperti monitoring test
fatigue pada shift malam hari, pengendalian administratif seperti ceklis control jam tidur, dan pengendalian alat pelindung diri seperti pemberian vitamin.
3. Sedangkan untuk variabel lingkungan kerja tingkat risiko tinggi disebabkan
karena potensi bahaya yang ada pada lingkungan kerja termasuk dalam kategori tinggi, sehingga diperlukan pengendalian risiko yang bertujuan untuk meminimalisirkan terjadinya kecelakaan kerja yang disebabkan
oleh kelelahan.
a. Kelelahan akibat potensi jalan keriting
sering terjadi karena ketika musim
hujan jalan tambang di PT.
Rimau Tangguh Perkasa sering rusak
dan banyak jalan yang keriting� dijalan disebabkan oleh genangan air
hujan sehingga jalan yang rusak atau jalan
keriting masih sering dilewati operator ADT.
Untuk pengendalian risiko yaitu pengendalian eliminasi maintenance jalan dengan motor grader untuk menghilangkan
jalan keriting, kemudian pengendalian teknis seperti planning pembuatan mine road dengan
material bagus (material blasting), pengendalian administratif seperti penerapan prosedur traffic density yang sesuai aturan,
dan pengendalian alat pelindung diri menggunakan playload unit.
b. Kelelahan akibat potensi bahaya jalan berdebu di jalan tambang mungkin
sering terjadi meskipun operator bekerja didalam unit ADT, debu masih dapat masuk
melalui celah- celah jendela ADT. Sedangkan dampaknya memiliki tingkat sedang karena operator apabila bahaya terjadi adalah operator dapat mengalami gangguan pernapasan, gangguan penglihatan, serta gangguan kesehatan seperti ispa dan�
gangguan kesehatan
lainnya. Untuk pengendalian
risikonya seperti pengendalian eliminasi
maintenance jalan dengan
water truck untuk menghilangkan/ mengurangkan
debu yang ada di area stockpile,
kemudian pengendalian teknis seperti planning pembuatan tanggul, pengendalian administratif seperti briefing sebelum bekerja, pengawasan APD, diberikan sanksi terhadap pekerja yang tidak memakai APD, pembinaan terhadap bahaya debu, dan pengendalian alat pelindung diri memakai masker standart.
c. Kelelahana akibat potensi bahaya kebisingan dari unit mungkin sering terjadi karena kelelahan yang disebabkan oleh kebisingan unit ketika mengoperasikan unit dapat dialami oleh operator ADT setiap hari dan dampak risiko pada operator apabila bahaya terjadi adalah operator dapat lebih cepat mengalami
kelelahan dan menurunnya daya pendengaran. Untuk upaya pengendalian risikonya yaitu pengendalian subtitusi berupa penggunaan peredam suara pada cabin, kemudian pengendalian teknis seperti pembuatan indikator ambang batas kebisingan pada alat, pengendalian administratif seperti briefing sebelum melakukan aktivitas pekerjaan, memberikan sanksi terhadap pekerja yang tidak memakai APD, tidak melakukan pekerjaan terus- menerus dilakukan istirahat sejenak agar telinga stabil, pemeriksaan berkala pada telinga, dan pengendalian alat pelindung diri seperti pemakaian
ear plug headset yang standart.
d. Kelelahan akibat potensi getaran saat pengoperasian unit mungkin sering terjadi pada operator ADT, untuk upaya
pengendalian risikonya seperti pengendalian dengan mengoptimalkan suspensi unit, kemudian pengendalian administratif seperti pengecekan P2H, dan pengendalian alat pelindung diri seperti pengencangan baut dan penggunaan body vest.
e. Kelelahan akibat potensi bahaya pencahayaan yang kurang ketika shift malam kemungkinan sering terjadi karena kelelahan dapat dialami oleh operator karena kurangnya pencahayaan ketika shift malam. Berdasarkan hasil penelitian,
operator yang berusia > 40 tahun
lebih mudah merasakan kelelahan karena kurangnya pencahayaan. Untuk pengendalian risikonya seperti pengendalian subtitusi seperti penambahan support tower
lamp, pengendalian teknis seperti lampu unit yang sesuai standart, kemudian pengendalian administratif seperti pengecekan P2H, dan pengendalian alat pelindung diri seperti penggunaan kacamata night vision.
Tingkat Risiko Berdasarkan
Faktor Pekerjaan
Berikut adalah tabel dan matriks pemetaan risiko kelelahan kerja pada operator ADT pada area stockpile
berdasarkan faktor non pekerjaan.
Tabel 3 Hasil Tingkat Risiko
Berdasarkan Faktor Non Pekerjaan
No |
Potensi Bahaya |
Kemungkinan |
Dampak |
Tingkat Risiko |
1 |
Waktu Tidur |
2 |
2 |
Rendah |
2 |
Stress |
2 |
2 |
Rendah |
3 |
Kondisi Fisik |
2 |
3 |
Sedang |
Tabel 4 Pemetaan Risiko Kelelahan Berdasarkan Faktor Non Pekerjaan
Keterangan |
Consequences |
||||||
Sangat Ringan |
Ringan |
Sedang |
Berat |
Sangat Berat |
|||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
|||
Likelihood |
Sangat Sering |
5 |
|||||
Sering |
4 |
||||||
Mungkin Terjadi |
3 |
�
Kondisi Fisik |
|||||
Jarang |
2 |
�
Waktu tidur �
Stress |
|||||
Sangat Jarang |
1 |
Sumber: Hasil Penilaian Menggunakan
Metode AS/NZS 4360:2004
Keterangan warna : hijau (rendah);
jingga (sedang); kuning (tinggi); merah (sangat tinggi).
Dari hasil tabel 3.3 diatas bahwa semua potensi bahaya dari setiap
variabel yang diteliti pada
faktor non pekerjaan, tidak ada variabel
yang masuk dalam kategori tinggi yang berarti
semua potensi bahaya, hanya memerlukan pengawasan dan perbaikan rutin dari perusahaan, dan pada potensi tingkat risiko sedang� diperlukan upaya pengendalian risikonya, karena pada potensi bahaya yang ada dalam variabel
kondisi fisik yang tinggi dilakukan dengan menggunakan hirarki pengendalian yang ada di OHSAS
18001 seperti sebagai berikut:
a. Kelelahan akibat potensi bahaya kondisi fisik dampaknya
memiliki tingkat risiko tinggi karena
dampak risiko pada operator
apabila bahaya terjadi adalah operator dapat mengalami kurangnya dan menurunnya daya tahan tubuh,
karena kondisi fisik operator ADT yang tidak sehat. Kondisi fisik yang tidak sehat ini dapat
membuat cepat merasa lelah ketika
bekerja. Untuk pengendalian
risikonya dilakukan dengan menggunakan hirarki pengendalian yang ada di OHSAS
18001 yaitu pengendalian teknis seperti Latihan fisik secara berkala,
pengendalian administratif seperti menerapkan prosedur pola hidup
sehat, dan pengendalian alat pelindung diri seperti pemberian
vitamin.
Kelelahan akibat potensi bahaya mengkonsumsi kopi dan teh
masuk ke dalam kategori tingkat risiko tinggi, dikarenakan memiliki tingkat
kemungkinan sering terjadi karena kelelahan dapat sering sekali dialami oleh
operator ADT PT. Rimau Tangguh Perkasa mengkonsumsi kafein setiap harinya
sekitar 1- 5 gelas untuk membuat mereka tetap waspada dan tidak mengantuk, dan
sering mengkonsumsi kafein pada akhir shift, sehingga dampak dari kafein tersebut masih bertahan ketika operator
tidur dimana dampak kualitas tidur yang didapatkan oleh operator menjadi kurang
baik dan sebuah penelitian yang dimuat dalam journal of Meurology, Neurosurgry and Psychiartry minum lebih dari 5 gelas kopi perhari akan
meningkatkan resiko� dapat menganggu
kinerja jantung. Untuk pengendalian risikonya dilakukan dengan
menggunakan hirarki pengendalian yang ada di OHSAS 18001 yaitu pengendalian
teknis seperti latihan fisik secara berkala, pengendalian administratif seperti
menerapkan prosedur pola hidup sehat, dan pengendalian alat pelindung diri
seperti pemberian vitamin.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penelitian ini disimpulkan sebagai berikut :
1. Faktor penyebab
kelelahan operator ADT pada area stockpile di
PT. Rimau Tangguh Perkasa ada 3 (tiga)
yaitu tingkat rendah (waktu tidur
dan stress), tingkat sedang
(waktu istirahat dan kondisi fisik), dan tingkat tinggi (durasi kerja, shift kerja, dan lingkungan
kerja).
2. Dalam upaya
mengidentifikasi risiko kelelahan operator ADT pada area stockpile di PT.
Rimau Tangguh Perkasa menggunakan dua parameter yaitu
faktor pekerjaan dan faktor non pekerjaan, dimana faktor pekerjaan
cenderung lebih berpengaruh terhadap penyebab kelelahan yang dialami oleh operator ADT yang masuk
dalam kategori tinggi yaitu potensi
bahaya durasi kerja (lama waktu kerja 12 jam/ hari dan lama
waktu waktu kerja 6 hari/ minggu), shift kerja (menjalani shift malam selama 6 hari berturut- turut), lingkungan kerja (jalan berdebu, bising unit, getaran unit, pencahayaan yang kurang ketika shift malam), sedangkan faktor non pekerjaan nilai rata-rata potensi bahaya kondisi fisik� (kondisi fisik yang tidak fit dan mengkonsumsi kopi (kafein) dan
teh) masuk kategori tingkat risiko sedang. Dalam pengendalian risiko dengan menggunakan acuan OHSAS 18001 meliputi: eliminasi, subtitusi, pengendalian teknis, pengendalian administratif dan
APD untuk meminimalisirkan� terjadinya
kecelakaan kerja�
yang diakibatkan oleh kelelahan
kerja pada faktor pekerjaan
yang tingkat risiko tinggi maupun faktor
non pekerjaan yang tingkat risiko sedang.
REFERENSI
Australian Standar/New Zealand Standard 4360, (2004). Risk Management Guideline. Sydney.
Amalia. (2019). Hubungan antara Kondisi Fisik dan Lingkungan Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Pabrik. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2), 101-109., 2019.
Analiser, H., & Musprianto, R. (2020). Teknologi Pencegahan Terjadinya Swabakar Pada Stockpile Batubara. Jurnal Sains dan Teknologi ISTP, 13(1), 20-30.
Bakker. (2014). Using the job demands-resources model to predict
burnout and performance. Human
Resource Management, 43(1), 83-104.
Chen. (2019). The meaning
of organizations: The role of cognition and values.
Routledge.
Damerouti. (2014). Burnout
and job performance: The moderating role of selection, optimization, and compensation strategies. Journal of Occupational Health Psychology, 19(1), 96-107.
Dembe. (2018). The impact of overtime and long work hours on
occupational injuries and illnesses. Occupational and Environmental Medicine,
60(9), 588-597.
Dewi. (2014). Pengaruh
Pemberian Jus Pare terhadapKelelahan Kerja
pada Pekerja di Pabrik
Gula. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
8(1), 13-18.
Grandey. (2014). The customer is not
always right: Customer
aggression and emotion regulation of service employees. . Journal of Organizational Behavior, 25(3),
397-418.
Greenhaus. (2014). Work-family balance: A review and extension of the literature. In J. C. Quick & L. E. Tetrick (Eds.), Handbook of occupational health psychology (2nd ed., pp. 165-183). . American Psychological Association.
Ihsan, T., Edwin, T., & Irawan, R. O. (2016). Analisis risiko k3 dengan metode hirarc pada area produksi pt cahaya murni andalas permai. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(2), 179-185.
Irawan, S., Panjaitan, T. W., & Bendatu, L. Y. (2015). Penyusunan Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) Di PT. X. Jurnal Titra, 3(1), 15-18.
Hartika. (2019). Pengelolaan Kelelahan Kerja terhadap Kejadian Kelelahan Kerja pada Operator Heavy Duty Dumptruck (HD) (Studi di PT. Pamapersada Nusantara Job Site Kideco Jaya Agung Kalimantan Timur).
Heiskanen. (2013). Identifying risks in project portfolios: A qualitative approach.
International Journal of Project Management, 31(5), 692-702.
Imam. (2019). Pengaruh Pemberian Susu Kedelai terhadap Kelelahan Kerja
pada Pekerja di Pabrik Gula. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 8(2), 77-84.
James. (2018). . The meaning
of organizations: The role of cognition and values.
Routledge.
Kenanti, E. P. (2012). Analisis Tingkat
Risiko Kelelahan Pada Pengemudi Truk PT X Plant Lenteng
Agung.
Kline. (2013). Circadian rhythms of psychomotor vigilance, mood, and sleepiness factors in response to sleep deprivation. . . Journal of Clinical Sleep Medicine, 9(6), 573-581. Sonne.
Kusnanto. (2014). Pengaruh Manajemen Risiko Terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 16(1), 61-68.
Latief. (2021). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Operator Unit Hauler di PT J Resources Bolaang Mongondow Blok Bakan.
Lokobal, A., Sumajouw, M. D., & Sompie, B. F. (2014). Manajemen risiko pada perusahaan jasa pelaksana konstruksi di Propinsi Papua (study kasus di Kabupaten Sarmi). Jurnal Ilmiah Media Engineering, 4(2).
National Sleep Foundation. (2020). Sleep disorders: Excessive sleepiness.
OHSAS 18001 Occupational Health And Safety Assessment Series
Ramli, Soehatman. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.
Schaufeli. (2013). Workaholism, burnout,
and work engagement: Three of a kind or three
different kinds of employee
well-being. Psychology, 58(2), 173-203.
Silaban. (2018). Kelelahan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10(2), 123-132.
Smith. (2015). Stress, burnout and compassion fatigue in healthcare
professionals: A literature review.
Journal of Nursing Education and
Practice, 5(3), 12- 22.
Sonnnentag. (2013). Psychological detachment from work during leisure
time: The benefits
of mentally disengaging from work. Current Directions in Psychological Science, 18(1), 21-25.
Suma�mur P. (2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja pada pekerja
di industri pengolahan kayu. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 8(2), 64-71.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian������� kuantitatif kualitatif dan R&B, Alfabeta. Bandung
Tarwaka.
(2014). Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja, dan produktivitas.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
|
|