Identifikasi Bahaya Dan Pengendalian Risiko Faktor Kelelahan Kerja Pada Area Stockpile di PT. Rimau Tangguh Perkasa

 

Sonia Yuliana Samosir1, Saptawartono2, Yos David Inso3, Neny Sukmawatie4, Ferra Murati5

Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Palangka Raya, Indonesia

E-mail : [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Kata Kunci

Abstrak

Kelelahan; Penilaian Risiko; Pengendalian

Berdasarkan hasil dari wawancara dengan beberapa operator ADT (articulated dump truck) yang ada bahwa mereka pernah mengalami kelelahan saat bekerja dan dalam beberapa bulan sebelumnya operator ADT (articulated dump truck) pernah mengalami kecelakaan saat bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang mempengaruhi kelelahan kerja operator ADT mengidentifikasi bahaya dan melakukan pengendalian risiko faktor kelelahan kerja operator ADT pada area stockpile PT. Rimau Tangguh Perkasa. Hasil dari penilaian risiko yang telah dilakukan pada variabel faktor pekerjaan masuk dalam kategori tinggi yaitu potensi bahaya durasi kerja, shift kerja, lingkungan kerja, sedangkan variabel faktor non pekerjaan masuk kategori sedang yaitu potensibahaya kondisi fisik. Dalam pengendalian risiko dengan menggunakan acuan OHSAS 18001 meliputi: eliminasi, subtitusi, pengendalian teknis, pengendalian administratif dan APD untuk meminimalisirkanterjadinya kecelakaan kerjayang diakibatkan oleh kelelahan kerja pada faktor pekerjaan yang tingkat risiko tinggi maupun faktor non pekerjaan yang tingkat risiko sedang.

 

Keywords

Abstract

Fatigue; Risk Assessment; Control

Based on the results of interviews with several ADT (articulated dump truck) operators, they have experienced fatigue while working and in the previous few months ADT (articulated dump truck) operators have experienced accidents while working. This research aims to identify what factors influence ADT operator work fatigue, identify hazards and carry out risk control for ADT operator work fatigue factors in the stockpile area PT. Rimau Tangguh Perkasa. The results of the risk assessment that has been carried out on the work factor variables are in the high category, namely the potential danger of work duration, work shifts, work environment, while the non-work factor variables are in the medium category, namely the potential danger of physical conditions. Risk control using the OHSAS 18001 reference includes: elimination, substitution, technical control, administrative control and personal protective equipment to minimize the occurrence of work accidents caused by work fatigue in work factors with a high risk level and non-work factors with a moderate risk level


*
Correspondence Author: Sonia Yuliana Samosir

Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2014) Tingkat penurunan dalam kesiagaan yang dirasakan oleh seseorang merupakan kondisi lelah atau kelelahan kerja, yaitu segala keluhan baik yang menyangkut secara fisik, psikis, perasaan lelah, serta motivasi menurun saat melakukan pekerjaan. (Amalia, 2019).

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak K3 PT. Rimau Tangguh Perkasa salah satu faktor yang menyebabkan pekerjaan penambangan memiliki tingkat risiko tinggi disebabkan oleh adanya faktor kelelahan pada operator ADT (articulated dump truck).Faktor kelelahan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap potensi terjadinya bahaya dan dapat menyebabkan risiko yang dapat merugikan dari karyawan seperti (luka, cedera ringan atau berat bahkan juga kematian) dan bagi perusahaan itu sendiri (Produktivitas menurun, kerugian tenaga kerja, biaya, jam kerja, dan lain, lain).

Karena itu perlu dilakukan identifikasi bahaya dan pengendalian risiko untuk meminimalisirkan kecelakaan kerja yang akan datang. Untuk melakukan analisis bahaya, penilaian risiko, dan pengendalian risiko dengan metode Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control dengan kombinasi OHSAS 18001 yang bertujuan untuk mengetahui bahaya apa saja yang ada, mengetahui penilain risiko, dan melakukan pengendalian risiko yang digunakan dalam mengendalikan risiko bertujuan untuk merekomendasikan perbaikan kepada manajemen perusahaan.

 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan 2 metode pada pengambilan data yaitu Metode survei (wawancara dan observasi secara langsung pada PT. Rimau Tangguh Perkasa) dan metode studi literatur. Wawancaramenggunakan metode (purposive sampling) dan kuesioner metode yang digunakan secara khusus untuk pengambilan sampel dengan cara memberikan penilaian sendiri terhadap sampel di antara populasi yang dipilih seperti menggunakan metode tanya jawab terhadap para operator articulated dump truck yang sudah dipilih. Peniliain itu diambil tentunya apabila memenuhi kriteria tertentu yang sesuai dengan topik penelitian. Kemudian hasil wawancara tersebut didiskusikan dengan pengawas produksi dan SHE Officer perusahaan, hasil wawancara dan diskusi ini kemudian diolah menjadi kuesioner untuk 28 responden operator ADT. Metode studi literatur dilakukan dengan cara mengumpulkan data- data dari perusahaan dan literatur lainnya. Mentode pengolahan data yang digunakan pada penelitian skripsi ini adalah metode kombinasi (mixed methods) kualitatif- kuantitatif

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

�� Faktor- faktor penyebab kelelahan pada operator ADT pada area stockpile PT. Rimau Tangguh Perkasa ada 2 (dua) faktor, yaitu faktor pekerjaan dan faktor non pekerjaan. Identifikasi bahaya dan kelelahan diperoleh dari hasil wawancara kuesioner langsung pada operator ADT pada area stockpile PT. Rimau Tangguh Perkasa, terdapat 28 responden yang terlibat.

 

Tingkat Risiko Berdasarkan Faktor Pekerjaan

Berikut adalah tabel dan matriks pemetaan risiko kelelahan kerja pada operator ADT pada area stockpile berdasarkan faktor pekerjaan.

 

Tabel 1 Hasil Tingkat Risiko Berdasarkan Faktor Pekerjaan

No

Potensi Bahaya

Kemungkinan

Dampak

Tingkat Risiko

1

Durasi kerja

5

3

Tinggi

2

Shift kerja

5

3

Tinggi

3

Waktu istirahat

3

3

Sedang

4

Beban Kerja

3

3

Tinggi

5

Lingkungan kerja

4

3

Tinggi

 

Tabel 2 Pemetaan Risiko Kelelahan Berdasarkan Faktor Pekerjaan

Keterangan

Consequences

Sangat Ringan

Ringan

Sedang

Berat

Sangat Berat

1

2

3

4

5

Likelihood

Sangat Sering

5

       Durasi Kerja

       Shift Kerja

Sering

4

      Lingkungan kerja

Mungkin Terjadi

3

      Waktu istirahat

      Beban kerja

Jarang

2

Sangat Jarang

1

Sumber: Hasil Penilaian Menggunakan Metode AS/NZS 4360:2004

Keterangan warna : hijau (rendah); jingga (sedang); kuning (tinggi); merah (sangat tinggi).

 

Berdasarkan tabel diatas 1 hasil semua potensi bahaya dari setiap variabel yang diteliti pada faktor pekerjaan didapatkan variabel yang memiliki tingkat risiko tinggi adalah durasi kerja, shift kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja, sehingga diperlukan pengendalian risikoyang bertujuan untuk meminimalisirkan terjadinya kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kelelahan.

1.       Pada variabel durasi kerja tingkat risikonya tinggi dikarenakan potensi bahaya lama waktu kerja 12 jam/ hari dan potensi bahaya waktu kerja selama 6 hari/minggu dapat menyebabkan kelelahan pada operator ADT pada area stockpile dan dampaknya juga berat, untuk upaya pengendalian risikonya dilakukan dengan menggunakan hirarki pengendalian yang ada di OHSAS 18001 seperti sebagai berikut:

a.       Kelelahan akibat potensi bahaya lama waktu kerja 12 jam/ hari memiliki tingkat risiko tinggi, dimana bekerja >8 jam kerja merupakan lama kerja yang akan menyebabkan kelelahan dan menurunnya konsentrasi kerja. untuk upaya pengendalian risikonya seperti subtitusi yaitu mengikuti jam kerja sesuai UU ketenagakerjaan, kemudian pengendalian teknis seperti perubahan sistem roster yang ada, pengendalian administratif seperti ceklis jam tidur pada operator ADT, dan pengendalian alat pelindung diri seperti pemberian vitamin.

b.       Kelelahan akibat potensi bahaya lama waktu kerja selama 6 hari/minggu dapat menyebabkan kelelahan pada operator ADT pada area stockpile dan dampaknya juga berat, untuk pengendalian risikonya dilakukan dengan menggunakan hirarki pengendalian risikonya seperti subtitusi yaitu mengikuti jam kerja sesuai UU ketenagakerjaan, kemudian pengendalian teknis seperti perubahan sistem roster yang ada, dan pengendalian administratif seperti penetapan waktu libur dengan waktu yang lebih baik.

2.       Pada variabel shift kerjapotensi bahaya menjalani shift malam selama 6 hari dalam satu minggu memiliki tingkat risiko tinggi, untuk pengendalian risikonya dilakukan dengan menggunakan hirarki pengendalian yang ada di OHSAS 18001 seperti subtitusi yaitu mengubah sistem jam kerja menjadi 8 jam/ hari, kemudian pengendalian teknis seperti monitoring test fatigue pada shift malam hari, pengendalian administratif seperti ceklis control jam tidur, dan pengendalian alat pelindung diri seperti pemberian vitamin.

3.       Sedangkan untuk variabel lingkungan kerja tingkat risiko tinggi disebabkan karena potensi bahaya yang ada pada lingkungan kerja termasuk dalam kategori tinggi, sehingga diperlukan pengendalian risiko yang bertujuan untuk meminimalisirkan terjadinya kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kelelahan.

a.       Kelelahan akibat potensi jalan keriting sering terjadi karena ketika musim hujan jalan tambang di PT. Rimau Tangguh Perkasa sering rusak dan banyak jalan yang keritingdijalan disebabkan oleh genangan air hujan sehingga jalan yang rusak atau jalan keriting masih sering dilewati operator ADT. Untuk pengendalian risiko yaitu pengendalian eliminasi maintenance jalan dengan motor grader untuk menghilangkan jalan keriting, kemudian pengendalian teknis seperti planning pembuatan mine road dengan material bagus (material blasting), pengendalian administratif seperti penerapan prosedur traffic density yang sesuai aturan, dan pengendalian alat pelindung diri menggunakan playload unit.

b.       Kelelahan akibat potensi bahaya jalan berdebu di jalan tambang mungkin sering terjadi meskipun operator bekerja didalam unit ADT, debu masih dapat masuk melalui celah- celah jendela ADT. Sedangkan dampaknya memiliki tingkat sedang karena operator apabila bahaya terjadi adalah operator dapat mengalami gangguan pernapasan, gangguan penglihatan, serta gangguan kesehatan seperti ispa dangangguan kesehatan lainnya. Untuk pengendalian risikonya seperti pengendalian eliminasi maintenance jalan dengan water truck untuk menghilangkan/ mengurangkan debu yang ada di area stockpile, kemudian pengendalian teknis seperti planning pembuatan tanggul, pengendalian administratif seperti briefing sebelum bekerja, pengawasan APD, diberikan sanksi terhadap pekerja yang tidak memakai APD, pembinaan terhadap bahaya debu, dan pengendalian alat pelindung diri memakai masker standart.

c.       Kelelahana akibat potensi bahaya kebisingan dari unit mungkin sering terjadi karena kelelahan yang disebabkan oleh kebisingan unit ketika mengoperasikan unit dapat dialami oleh operator ADT setiap hari dan dampak risiko pada operator apabila bahaya terjadi adalah operator dapat lebih cepat mengalami kelelahan dan menurunnya daya pendengaran. Untuk upaya pengendalian risikonya yaitu pengendalian subtitusi berupa penggunaan peredam suara pada cabin, kemudian pengendalian teknis seperti pembuatan indikator ambang batas kebisingan pada alat, pengendalian administratif seperti briefing sebelum melakukan aktivitas pekerjaan, memberikan sanksi terhadap pekerja yang tidak memakai APD, tidak melakukan pekerjaan terus- menerus dilakukan istirahat sejenak agar telinga stabil, pemeriksaan berkala pada telinga, dan pengendalian alat pelindung diri seperti pemakaian ear plug headset yang standart.

d.       Kelelahan akibat potensi getaran saat pengoperasian unit mungkin sering terjadi pada operator ADT, untuk upaya pengendalian risikonya seperti pengendalian dengan mengoptimalkan suspensi unit, kemudian pengendalian administratif seperti pengecekan P2H, dan pengendalian alat pelindung diri seperti pengencangan baut dan penggunaan body vest.

e.       Kelelahan akibat potensi bahaya pencahayaan yang kurang ketika shift malam kemungkinan sering terjadi karena kelelahan dapat dialami oleh operator karena kurangnya pencahayaan ketika shift malam. Berdasarkan hasil penelitian, operator yang berusia > 40 tahun lebih mudah merasakan kelelahan karena kurangnya pencahayaan. Untuk pengendalian risikonya seperti pengendalian subtitusi seperti penambahan support tower lamp, pengendalian teknis seperti lampu unit yang sesuai standart, kemudian pengendalian administratif seperti pengecekan P2H, dan pengendalian alat pelindung diri seperti penggunaan kacamata night vision.

 

Tingkat Risiko Berdasarkan Faktor Pekerjaan

Berikut adalah tabel dan matriks pemetaan risiko kelelahan kerja pada operator ADT pada area stockpile berdasarkan faktor non pekerjaan.

 

Tabel 3 Hasil Tingkat Risiko Berdasarkan Faktor Non Pekerjaan

No

Potensi Bahaya

Kemungkinan

Dampak

Tingkat Risiko

1

Waktu Tidur

2

2

Rendah

2

Stress

2

2

Rendah

3

Kondisi Fisik

2

3

Sedang

 

Tabel 4 Pemetaan Risiko Kelelahan Berdasarkan Faktor Non Pekerjaan

Keterangan

Consequences

Sangat Ringan

Ringan

Sedang

Berat

Sangat Berat

1

2

3

4

5

Likelihood

Sangat Sering

5

Sering

4

Mungkin Terjadi

3

      Kondisi Fisik

Jarang

2

                      Waktu tidur

                      Stress

Sangat Jarang

1

Sumber: Hasil Penilaian Menggunakan Metode AS/NZS 4360:2004

Keterangan warna : hijau (rendah); jingga (sedang); kuning (tinggi); merah (sangat tinggi).

Dari hasil tabel 3.3 diatas bahwa semua potensi bahaya dari setiap variabel yang diteliti pada faktor non pekerjaan, tidak ada variabel yang masuk dalam kategori tinggi yang berarti semua potensi bahaya, hanya memerlukan pengawasan dan perbaikan rutin dari perusahaan, dan pada potensi tingkat risiko sedangdiperlukan upaya pengendalian risikonya, karena pada potensi bahaya yang ada dalam variabel kondisi fisik yang tinggi dilakukan dengan menggunakan hirarki pengendalian yang ada di OHSAS 18001 seperti sebagai berikut:

a.     Kelelahan akibat potensi bahaya kondisi fisik dampaknya memiliki tingkat risiko tinggi karena dampak risiko pada operator apabila bahaya terjadi adalah operator dapat mengalami kurangnya dan menurunnya daya tahan tubuh, karena kondisi fisik operator ADT yang tidak sehat. Kondisi fisik yang tidak sehat ini dapat membuat cepat merasa lelah ketika bekerja. Untuk pengendalian risikonya dilakukan dengan menggunakan hirarki pengendalian yang ada di OHSAS 18001 yaitu pengendalian teknis seperti Latihan fisik secara berkala, pengendalian administratif seperti menerapkan prosedur pola hidup sehat, dan pengendalian alat pelindung diri seperti pemberian vitamin.

Kelelahan akibat potensi bahaya mengkonsumsi kopi dan teh masuk ke dalam kategori tingkat risiko tinggi, dikarenakan memiliki tingkat kemungkinan sering terjadi karena kelelahan dapat sering sekali dialami oleh operator ADT PT. Rimau Tangguh Perkasa mengkonsumsi kafein setiap harinya sekitar 1- 5 gelas untuk membuat mereka tetap waspada dan tidak mengantuk, dan sering mengkonsumsi kafein pada akhir shift, sehingga dampak dari kafein tersebut masih bertahan ketika operator tidur dimana dampak kualitas tidur yang didapatkan oleh operator menjadi kurang baik dan sebuah penelitian yang dimuat dalam journal of Meurology, Neurosurgry and Psychiartry minum lebih dari 5 gelas kopi perhari akan meningkatkan resikodapat menganggu kinerja jantung. Untuk pengendalian risikonya dilakukan dengan menggunakan hirarki pengendalian yang ada di OHSAS 18001 yaitu pengendalian teknis seperti latihan fisik secara berkala, pengendalian administratif seperti menerapkan prosedur pola hidup sehat, dan pengendalian alat pelindung diri seperti pemberian vitamin.

 

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penelitian ini disimpulkan sebagai berikut :

1.       Faktor penyebab kelelahan operator ADT pada area stockpile di PT. Rimau Tangguh Perkasa ada 3 (tiga) yaitu tingkat rendah (waktu tidur dan stress), tingkat sedang (waktu istirahat dan kondisi fisik), dan tingkat tinggi (durasi kerja, shift kerja, dan lingkungan kerja).

2.       Dalam upaya mengidentifikasi risiko kelelahan operator ADT pada area stockpile di PT. Rimau Tangguh Perkasa menggunakan dua parameter yaitu faktor pekerjaan dan faktor non pekerjaan, dimana faktor pekerjaan cenderung lebih berpengaruh terhadap penyebab kelelahan yang dialami oleh operator ADT yang masuk dalam kategori tinggi yaitu potensi bahaya durasi kerja (lama waktu kerja 12 jam/ hari dan lama waktu waktu kerja 6 hari/ minggu), shift kerja (menjalani shift malam selama 6 hari berturut- turut), lingkungan kerja (jalan berdebu, bising unit, getaran unit, pencahayaan yang kurang ketika shift malam), sedangkan faktor non pekerjaan nilai rata-rata potensi bahaya kondisi fisik(kondisi fisik yang tidak fit dan mengkonsumsi kopi (kafein) dan teh) masuk kategori tingkat risiko sedang. Dalam pengendalian risiko dengan menggunakan acuan OHSAS 18001 meliputi: eliminasi, subtitusi, pengendalian teknis, pengendalian administratif dan APD untuk meminimalisirkanterjadinya kecelakaan kerjayang diakibatkan oleh kelelahan kerja pada faktor pekerjaan yang tingkat risiko tinggi maupun faktor non pekerjaan yang tingkat risiko sedang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REFERENSI

Australian Standar/New Zealand Standard 4360, (2004). Risk Management Guideline. Sydney.

Amalia. (2019). Hubungan antara Kondisi Fisik dan Lingkungan Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Pabrik. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2), 101-109., 2019.

Analiser, H., & Musprianto, R. (2020). Teknologi Pencegahan Terjadinya Swabakar Pada Stockpile Batubara. Jurnal Sains dan Teknologi ISTP13(1), 20-30.

Bakker. (2014). Using the job demands-resources model to predict burnout and performance. Human Resource Management, 43(1), 83-104.

Chen. (2019). The meaning of organizations: The role of cognition and values. Routledge.

Damerouti. (2014). Burnout and job performance: The moderating role of selection, optimization, and compensation strategies. Journal of Occupational Health Psychology, 19(1), 96-107.

Dembe. (2018). The impact of overtime and long work hours on occupational injuries and illnesses. Occupational and Environmental Medicine, 60(9), 588-597.

Dewi. (2014). Pengaruh Pemberian Jus Pare terhadapKelelahan Kerja pada Pekerja di Pabrik Gula. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(1), 13-18.

Grandey. (2014). The customer is not always right: Customer aggression and emotion regulation of service employees. . Journal of Organizational Behavior, 25(3), 397-418.

Greenhaus. (2014). Work-family balance: A review and extension of the literature. In J. C. Quick & L. E. Tetrick (Eds.), Handbook of occupational health psychology (2nd ed., pp. 165-183). . American Psychological Association.

Ihsan, T., Edwin, T., & Irawan, R. O. (2016). Analisis risiko k3 dengan metode hirarc pada area produksi pt cahaya murni andalas permai. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(2), 179-185.

Irawan, S., Panjaitan, T. W., & Bendatu, L. Y. (2015). Penyusunan Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) Di PT. X. Jurnal Titra, 3(1), 15-18.

Hartika. (2019). Pengelolaan Kelelahan Kerja terhadap Kejadian Kelelahan Kerja pada Operator Heavy Duty Dumptruck (HD) (Studi di PT. Pamapersada Nusantara Job Site Kideco Jaya Agung Kalimantan Timur).

Heiskanen. (2013). Identifying risks in project portfolios: A qualitative approach.

International Journal of Project Management, 31(5), 692-702.

Imam. (2019). Pengaruh Pemberian Susu Kedelai terhadap Kelelahan Kerja pada Pekerja di Pabrik Gula. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 8(2), 77-84.

James. (2018). . The meaning of organizations: The role of cognition and values. Routledge.

Kenanti, E. P. (2012). Analisis Tingkat Risiko Kelelahan Pada Pengemudi Truk PT X Plant Lenteng Agung.

Kline. (2013). Circadian rhythms of psychomotor vigilance, mood, and sleepiness factors in response to sleep deprivation. . . Journal of Clinical Sleep Medicine, 9(6), 573-581. Sonne.

Kusnanto. (2014). Pengaruh Manajemen Risiko Terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 16(1), 61-68.

Latief. (2021). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Operator Unit Hauler di PT J Resources Bolaang Mongondow Blok Bakan.

Lokobal, A., Sumajouw, M. D., & Sompie, B. F. (2014). Manajemen risiko pada perusahaan jasa pelaksana konstruksi di Propinsi Papua (study kasus di Kabupaten Sarmi). Jurnal Ilmiah Media Engineering4(2).

National Sleep Foundation. (2020). Sleep disorders: Excessive sleepiness.

OHSAS 18001 Occupational Health And Safety Assessment Series

Ramli, Soehatman. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.

Schaufeli. (2013). Workaholism, burnout, and work engagement: Three of a kind or three different kinds of employee well-being. Psychology, 58(2), 173-203.

Silaban. (2018). Kelelahan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10(2), 123-132.

Smith. (2015). Stress, burnout and compassion fatigue in healthcare professionals: A literature review. Journal of Nursing Education and Practice, 5(3), 12- 22.

Sonnnentag. (2013). Psychological detachment from work during leisure time: The benefits of mentally disengaging from work. Current Directions in Psychological Science, 18(1), 21-25.

Suma�mur P. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja pada pekerja di industri pengolahan kayu. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(2), 64-71.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian������� kuantitatif kualitatif dan R&B, Alfabeta. Bandung

 

Tarwaka. (2014). Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja, dan produktivitas. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

 

 

� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).