Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, April 2021, 1 (4), 448-455
p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534
Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
- 448 -
ANALISIS PENGARUH PRODUKSI, HARGA DAN NILAI TUKAR
TERHADAP EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA KE BELANDA
Sabila Aulia Aziziah dan Nyoman Djinar Setiawina
Universitas Udayana Bali, Bali, Indonesia
sabila.aulia@gmail.com dan [email protected].id
Received : 17-03-2021
Revised : 19-04-2021
Accepted : 21-04-2021
Abstract
Indonesia is one of the largest cocoa bean producers in the
world. Cocoa is one of Indonesia's leading commodities which
are exported to the international market. The Netherlands is
one of the export destinations for cocoa beans. Having the
largest cocoa bean milling industry in the world, the Dutch
demand for cocoa beans continues to increase. The purpose
of this study was to determine the development of the volume
of exports of Indonesian cocoa beans to the Netherlands. This
study used the independent variables of production, price, and
exchange rate, and the dependent variable in the volume of
export of cocoa beans. The research design used is an
associative quantitative approach. The data analysis
technique used in this study was multiple linear regression
analysis, classical assumption test, F test and T test. The
results of the study found that production, price, and exchange
rate variables simultaneously had a significant effect on the
volume of Indonesian cocoa exports to the Netherlands.
Partially the production and price variables have a positive
and insignificant effect on the volume of Indonesian cocoa
exports to the Netherlands. Partially the exchange rate
variable has a negative and significant effect on the volume of
Indonesian cocoa exports to the Netherlands. The implication
of this research is that changes in the amount of production
do not affect the volume of cocoa exports. This is because the
quality of domestic cocoa beans is still low compared to other
cocoa bean producing countries. Changes in the price level of
cocoa do not affect the volume of Indonesian exports to the
Netherlands. This is due to the high demand for the Dutch
milling industry so that prices do not affect imports of Dutch
cocoa beans. When the exchange rate depreciates, the price
of cocoa beans in the domestic market becomes cheaper for
importers, and it will increase the demand for domestic cocoa
beans so that exports will increase..
Keywords: export; cocoa beans; price; exchange rate.
Abstrak
Indonesia adalah salah satu produsen biji kakao terbesar di
dunia. Kakao menjadi salah satu komoditi unggulan Indonesia
yang di ekspor ke pasar internasional. Belanda menjadi salah
satu tujuan ekspor biji kakao. Memiliki industri penggilingan
Sabila Aulia Aziziah dan Nyoman Djinar Setiawina/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(4),
448-455
- 449 -
biji kakao terbear di dunia, permintaan Belanda akan biji
kakao terus meningkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui perkembangan volume ekspor biji kakao
Indonesia ke Belanda. Penelitian ini menggunakan variabel
bebas produksi, harga dan nilai tukar, serta varibel terikat
volume ekspor biji kakao. Desain penelitian yang digunakan
adalah pendekatan kuantitatif yang asosiatif. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi linear berganda, uji asumsi klasik, uji F dan uji T. Hasil
penelitian menemukan secara simultan variabel produksi,
harga dan nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap volume
ekspor kakao Indonesia ke Belanda. Secara parsial variabel
produksi dan harga berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap volume ekspor kakao Indonesia ke Belanda. Secara
parsial variabel nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap volume ekspor kakao Indonesia ke Belanda.
Implikasi dari penelitian ini yaitu perubahan jumlah produksi
tidak mempengaruhi volume ekspor kakao. Hal ini
dikarenakan kualitas biji kakao domestic yang masih rendah
dibanding negara produsen biji kakao lainnya. Perubahan
tingkat harga kakao tidak mempengaruhi volume ekspor
Indonesia ke Belanda. Hal ini dikarenakan permintaan
industri penggilingan Belanda yang tinggi sehingga harga
tidak mempengaruhi impor biji kakao Belanda. Pada saat nilai
tukar mengalami depresiasi, harga biji kakao di pasar
domestik menjadi lebih murah bagi importir dan akan
meningkatkan permintaan biji kakao domestik sehingga
ekspor meningkat.
Kata kunci: ekspor; biji kakao; harga; nilai tukar.
CC BY
PENDAHULUAN
Kakao (Theobrema cacao L.) merupakan komoditas sub-sektor perkebunan penting
di banyak negara dan memainkan peran penting dalam pasar pangan internasional. Industri
kakao sendiri mempekerjakan jutaan petani di seluruh dunia, berkontribusi secara signifikan
dalam pengentasan kemiskinan di banyak negara dan menyediakan lapangan kerja
(Syahruddin, 2013). Dalam perekonomian nasional, kakao menjadi salah satu komoditas
perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, sebab kakao
merupakan salah satu komoditas sektor pertanian yang penting untuk ekspor Indonesia yang
berperan sebagai penghasil devisa negara selain minyak dan gas.
Dengan melimpahnya sumber daya yang Indonesia miliki, dapat mendukung
ketersediaan jumlah kakao baik untuk kebutuhan nasional maupun internasional. Sumber
daya tersebut diantaranya luas lahan dan tenaga kerja. Terbentangnya alam Indonesia dari
Sabang hingga Merauke memungkinkan Indonesia untuk memiliki areal perkebunan kakao
yang luas. Luasnya areal tersebut dapat mendukung produksi dan tersedianya jumlah kakao
dalam jumlah yang banyak. Hal ini didasarkan pada penelitian Alkamalia et al (2017) yang
Sabila Aulia Aziziah dan Nyoman Djinar Setiawina/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(4),
448-455
- 450 -
menyatakan bahwa luas lahan berpengaruh signifikan secara parsial dan memiliki
hubungan yang positif terhadap produksi kakao perkebunan rakyat di Provinsi Aceh.
Berdasarkan informasi dari Kementerian Pertanian (2020), diketahui bahwa
produksi biji kakao Indonesia masih sangat bergantung pada sumber daya manusia di setiap
proses produksinya. Sebagian besar areal perkebunan kakao di Indonesia merupakan
perkebunan rakyat. Pada 2019 Indonesia memiliki areal perkebunan kakao seluas 1,574,322
Ha, luas areal perkebunan rakyat tersebut sangat jauh di atas perkebunan besar negara dan
perkebunan besar swasta yang masing-masing seluas 11,9466 Ha dan 14,379 Ha.
Dikutip dari Roldan (2013), “Industri Kakao berkembang pesat dan banyak
perusahaan menawarkan produk yang lebih beragam, dimana bahan utamanya adalah biji
kakao. Oleh karena itu, sekelompok perusahaan memutuskan untuk mengkhususkan diri
dalam menyiapkan produk kakao setengah jadi (penggiling) untuk dijual kepada produsen
cokelat, kosmetik, minuman dan penganan lainnya untuk menghasilkan produk kakao yang
bernilai tambah”. Belanda menjadi salah satu negara tujuan ekspor biji kakao Indonesia dan
negara-negara produsen biji kakao lainnya. Belanda adalah pusat perdagangan kakao penting
di Eropa dan merupakan pengimpor biji kakao terbesar di dunia. Pada 2018, impor biji kakao
Belanda mencapai 1.079 ribu ton dengan nilai US$2,4 miliar. Dari impor tersebut, 98 persen
bersumber langsung dari negara produsen dan merupakan 57 persen dari total impor
langsung biji kakao oleh Eropa.
Penggilingan biji kakao berfungsi sebagai proxy untuk permintaan pasar kakao.
Belanda adalah negara penggiling biji kakao terbesar di dunia di=mana pada 2017/2018
mengonsumsi sekitar 595 ribu ton biji kakao. Aktivitas penggilingan kakao di Belanda
meningkat sebesar 5.3 persen pada periode yang sama. Pada 2018/2019 kebutuhan biji kakao
pabrik penggilingan di Belanda mencapai 605 ribu ton, atau 13 persen dari total penggilingan
global (CBI, 2020).
Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan memperlihatkan jumlah produksi kakao
Indonesia pada 5 tahun terakhir yang mengalami fluktuasi dan cenderung meningkat.
Produksi kakao terendah terjadi pada 2017 yaitu hanya dapat memproduksi sebanyak
590,683 ton dan tertinggi pada 2019 sebanyak 783,978 ton. Produksi kakao mengalami
peningkatan tertinggi pada tahun 2018 dengan kenaikan sebanyak 176,596 ton atau sebesar
29.89 persen. Seluruh hasil produksi biji kakao tidak hanya menjadi konsumsi masyarakat
domestik saja, namun juga menjadi konsumsi bagi masyarakat mancanegara melalui
kegiatan ekspor.
Harga komoditi dapat menentukan tinggi rendahnya ekspor yang dilakukan oleh
negara eksportir. Berdasarkan hukum penawaran, semakin tinggi harga komoditi, maka akan
meningkatkan jumlah ekspor komoditi suatu negara (Mankiw, 2016:7). Ini memiliki arti
apabila harga komoditi biji kakao meningkat, maka penawaran, dalam hal ini ekspor, akan
meningkat. Faktor lain yang memengaruhi ekspor adalah nilai tukar. Dari sisi teori ekspor,
nilai tukar merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekspor suatu
komoditi (Hidayati, dkk, 2017;39). Nilai tukar merupakan faktor penting dalam menentukan
apakah barang di negara lain cenderung lebih mahal atau lebih murah dibanding barang
domestik. Sebab, apabila mata uang domestik terdepresiasi oleh mata uang asing, barang-
barang domestik akan menjadi lebih murah bagi negara importir dan akan menurunkan
penawaran barang domestik.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang asosiatif.
Lokasi pada penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan memanfaatkan data yang
diterbitkan oleh UNComtrade, Badan Pusat Statistik, Kementerin Pertanian dan lembaga lain
Sabila Aulia Aziziah dan Nyoman Djinar Setiawina/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(4),
448-455
- 451 -
yang berkaitan dengan ekspor biji kakao Indonesia ke Belanda. Pemilihan lokasi penelitian
didasari oleh penelitian ini yang menganalisis ekspor biji kakao Indonesia ke Belanda.
Obyek penelitian digunakan pada penelitian ini terdiri dari produksi, harga, nilai
tukar dan ekspor biji kakao Indonesia ke Belanda tahun 1990-2019. Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi non partisipan.
Pengamatan non-partisipan merupakan pengamatan dimana peneliti tidak terlibat langsung
dalam aktivitas orang-orang yang sedang diobservasi (Mukhtazar, 2020: 81).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisi regresi linier
berganda merupakan model regresi yang mempersoalkan hubungan antara variabel terikat
dan variabel bebas yang melibatkan lebih dari 2 variabel, yaitu variabel terikat Y, dengan
dua atau lebih variabel bebas dan uji asumsi klasik yang merupakan persyaratan statistik
yang harus dipenuhi dalam analisis regresi linier berganda berdasarkan Ordinary Least
Square (OLS). setidaknya ada empat uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, uji
multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Tabel 1. Hasil Uji Analisis Regresi Linier Berganda
Variabel
Unstandardized Coefficients Beta
t
Produksi
.349
.522
Harga
1.207
.881
Nilai Tukar
-3.244
-3.447
Dari hasil analisis regresi linear berganda pada Tabel 4.2, maka dapat dibuat
persamaan sebagai berikut:
Y = 26.102 + 0.349 X
1
+ 1.207 X
2
3.244 X
3
+ ε
T
hitung
= (0.522) (0.881) (-3.477)
Sig = (0.606) (0.387) (0.002)
R
2
= 0.543
F
hitung
= 10.308 Sig = 0.000
Keterangan:
Y = Variabel Ekspor Biji Kakao
X
1
= Variabel Produksi
X
2
= Variabel Harga
X
3
= Variabel Nilai Tukar
Dengan interpretasi sebagai berikut:
1. Koefisien variabel X
1
(Produksi) pada persamaan menghasilkan nilai 0.349. Nilai
koefisien ini menunjukkan bahwa produksi mempunyai hubungan positif terhadap
ekspor biji kakao. Adapun indikasi dari nilai koefisien tersebut adalah apabila
produksi biji kakao mengalami kenaikan tiap 1 satuan, maka ekspor biji kakao
Indonesia ke Belanda akan meningkat sebesar 0.668 satuan dengan asumsi variabel
yang lainnya dianggap konstan.
Sabila Aulia Aziziah dan Nyoman Djinar Setiawina/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(4),
448-455
- 452 -
2. Koefisien variabel X
2
(Harga) pada persamaan menghasilkan nilai (1.207). Nilai
koefisien ini menunjukkan bahwa harga mempunyai hubungan positif terhadap
ekspor biji kakao. Adapun indikasi dari nilai koefisien tersebut adalah apabila
harga mengalami peningkatan tiap 1 satuan, maka ekspor biji kakao Indonesia ke
Belanda akan meningkat sebesar 1.207 satuan dengan asumsi variabel yang lainnya
dianggap konstan.
3. Koefisien variabel X
3
(Nilai Tukar) pada persamaan menghasilkan nilai (-3.244).
Nilai koefisien ini menunjukkan bahwa nilai tukar mempunyai hubungan negatif
terhadap nilai ekspor biji kakao. Adapun indikasi dari nilai koefisien tersebut
adalah apabila nilai tukar mengalami penurunan tiap 1 satuan, maka ekspor biji
kakao Indonesia ke Belanda akan meningkat sebesar 3.244 satuam dengan asumsi
variabel yang lainnya dianggap konstan.
2. Hasil Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2-tailed) 0.187 lebih besar
dari level of significant, yaitu 5 persen (0.05). Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai
residual pada model regresi yang diuji sudah berdistribusi normal.
2) Uji Multikolinearitas
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai Tolerance variabel produksi sebesar
0.562, harga sebesar 0.181 dan nilai tukar sebesar 0.200, sedangkan nilai VIF
variabel produksi sebesar 1.780, harga sebesar 5.518 dan nilai tukar sebesar 4.992.
Dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel memiliki nilai Tolerance lebih dari 0.100
dan nilai VIF lebih dari 10.000, ini berarti model analisis tidak ditemukan adanya
gejala multikolinearitas
3) Uji Autokorelasi
Hasil pengujian menunjukkan nilai Asymp. Sig. sebesar 0.118 di mana nilai
tersebut lebih besar dari nilai signifikansi α = 0.05 (0.094 > 0.05). Maka dapat
disimpulkan bahwa data residual terjadi secara acak (random) atau tidak terjadi
autokorelasi antar nilai residual.
4) Uji Heteroskedasitas
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel produksi
sebesar
0.943, harga sebesar 0.291 dan nilai tukar sebesar 0.128. Dari hasil uji tersebut,
ketiga variabel hasil uji memiliki nilai yang lebih besar dari nilai signifikansi α =
0.05. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas.
3. Hasil Uji Signifikansi Koefisian Regresi Simultan (Uji F)
Oleh karena F
hitung
(10.308) > F
tabel
(2.975) dan dengan nilai signifikansi P value
0.000 < α = 0,05 maka H
0
ditolak dan H
1
diterima. Hal ini berarti bahwa produksi,
harga, dan nilai tukar, secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor
biji kakao Indonesia ke Belanda.
4. Hasil Uji Signifikansi Secara Parsial (Uji T)
1) Pengujian Produksi Terhadap Ekspor Biji Kakao Indonesia ke Belanda
Oleh karena T
hitung
(0.522) < T
tabel
(1,706) dan dengan nilai signifikansi
(0.606) > α = (0.05) maka H
0
diterima dan H
1
ditolak. Hal ini berarti bahwa
produksi secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor biji kakao
Indonesia ke Belanda
Sabila Aulia Aziziah dan Nyoman Djinar Setiawina/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(4),
448-455
- 453 -
2) Pengujian Harga Terhadap Ekspor Biji Kakao Indonesia ke Belanda
Oleh karena T
hitung
(0.881) < T
tabel
(1.706) dan dengan nilai signifikansi
(0.387) > α (0.05) maka H
0
diterima dan H
1
ditolak. Hal ini berarti bahwa harga
secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor biji kakao
Indonesia ke Belanda.
3) Pengujian Nilai Tukar Terhadap Ekspor Biji Kakao Indonesia ke Belanda
Oleh karena -T
hitung
(-3.447) < -T
tabel
(-1.706) dan dengan nilai signifikansi
(0.002) < α (0.05) maka H
0
ditolak dan H
1
diterima. Hal ini berarti bahwa nilai
Tukar secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor biji kakao
Indonesia Belanda.
5. Hasil Uji Variabel yang Berpengaruh Dominan Terhadap Y
Tabel 2. Hasil Uji Variabel Dominan Terhadap Variabel Y
Variabel
Standardized Coefficients Beta
Sig.
Peringkat
Produksi
.349
.606
3
Harga
1.207
.387
2
Nilai Tukar
-3.244
.002
1
Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui bahwa Standardized Coefficients Beta variabel
harga senilai 0.063, nilai tukar senilai -0.392, dan inflasi senilai 0.288. Variabel yang
paling dominan adalah variabel yang berpengaruh signifikan dan nilai beta yang
semakin menjauhi nol (0). Variabel nilai tukar memiliki nilai yang signifikan dan
paling menjauhi nol (0). Dapat disimpulkan bahwa variabel nilai tukar memiliki
pengaruh paling dominan terhadap ekspor biji kakao Indonesia ke Belanda.
Pembahasan
Hasil uji signifikansi koefisien regresi simultan (uji F) dalam penelitian
menunjukkan bahwa ketiga variabel independen, yaitu harga, nilai tukar, dan inflasi,
memiliki pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap ekspor biji kakao Indonesia
ke Belanda. Hasil ini didukung oleh penelitian Nickyta dan Rizal (2017) yang menyatakan
bahwa secara simultan nilai tukar, harga kakao internasional dan produksi kakao domestik
secara simultan berpengaruh signifikan pada volume ekspor kakao Indonesia.
Hasil uji signifikansi koefisien regresi parsial (uji T) variabel produksi terhadap
ekspor menunjukkan bahwa variabel produksi berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap ekspor biji kakao Indonesia ke Belanda. Hasil ini bertentangan dengan teori yang
menyatakan bahwa produksi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
ekspor. Namun hasil tersebut didukung oleh penelitian Mejaya, dkk (2016) yang
menyatakan bahwa produksi berpengaruh secara positif namun secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor komoditi teh Indonesia.
Hasil uji parsial pada variabel harga tehadap ekspor menunjukkan bahwa harga
memiliki pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap ekspor kakao Indonesia ke
Belanda. Hasil uji tersebut bertentangan dengan teori yang ada dan hipotesis awal. Namun
hasil ini didukung oleh penelitian Gautama (2019) yang menyatakan bahwa harga kakao
dunia tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor kakao Indonesia. Tidak
signifikannya pengaruh harga terhadap dengan ekspor biji kakao Indonesia ke Belanda
disebabkan oleh tingginya permintaan biji kakao di Belanda guna memenuhi permintaan
Sabila Aulia Aziziah dan Nyoman Djinar Setiawina/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(4),
448-455
- 454 -
pabrik penggilangan di negaranya. Sehingga naik turunnya harga kakao tidak
mempengaruhi permintaan Belanda akan biji kakao.
Hasil uji parsial pada variabel nilai tukar terhadap ekspor menunjukkan bahwa nilai
tukar memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ekspor kakao Indonesia ke
Belanda. Hasil uji tersebut tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menaytakan bahwa
nilai tukar memiliki pengaruh postif terhadap ekspor. Namun hal tersebut sesua dengan
hukum permintaan, di mana saat mata uang negara eksportir terdepresiasi, harga-harga
komoditi di negara eksportir akan menjadi murah dalam mata uang negara importir,
sehingga permintaan biji kakao akan meningkat. Hal tersebut didukung oleh penelitian
Ginting (2013) yang menyatakan bahwa nilai tukar dalam jangka panjang dan jangka
pendek memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ekspor Indonesia.
Hasil uji variabel yang berpengaruh dominan terhadap variabel terikat enunjukkan
variabel nilai tukar yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap ekspor biji kakao
Indonesia ke belanda pada 1990-2019. Dengan arti lain, variabel produksi dan harga tidak
berpengaruh dominan terhadap ekspor biji kakao.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dapat disimpulkan sebagai
berikut : Hasil pengujian simultan menunjukkan bahwa harga, nilai tukar, dan inflasi secara
serempak berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor Biji Kakao Indonesia ke Uni Eropa.
R
2
= Nilai koefisien determinasi majemuk sebesar 0.543 menunjukkan bahwa 54.3 persen
naik turunnya variabel ekspor biji kakao Indonesia ke Belanda tahun 1990-2019 dipengaruhi
secara simultan oleh variabel poduksi, harga dan nilai tukar. Sedangkan sisanya sebesar 45.7
persen dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini; Hasil
pengujian secara parsial menunjukkan bahwa produksi dan haga berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap ekspor biji kakao Indonesia ke Belanda tahun 1990-2019,
sedangkan variabel nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor biji kakao
Indonesia ke Belanda tahun 1990-2019.
BIBLIOGRAPHY
Alkamalia, Intan, Mawardati, dan Setia Budi. (2017). Analisis Pengaruh Luas Lahan dan
Tenaga Kerja Terhadap Produksi Kakao Perkebunan Rakyat di Provinsi Aceh.
Jurnal Agribisnis Universitas Malikussaleh. 2(2): 56-61.
CBI. (2020). What is The Demand For Cocoa on The European Market?.
https://www.cbi.eu/market-information/cocoa/trade-statistics.
Gautama, Bryan Habib. (2019). Dampak Penerapan Kebijakan Bea Keluar Terhadap
Ekspor Kakao Indonesia. Jurnal Perspektif dan Bea Cukai, 3(1): 81-95.
Ginting, Ari Mulianta. (2013). Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Ekspor Indonesia. Buletin
Ilmiah Litbang Perdagangan, 7(1):1-18.
Hidayati, Sri dkk. (2017). Kinerja Ekspor Tuna Indonesia Kajian Mengenai Daya Saing
dan Faktor yang Memengaruhi terhadap Ekspor Tuna Indonesia di Pasar Jepang,
Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Yogyakarta: ANDI
Sabila Aulia Aziziah dan Nyoman Djinar Setiawina/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(4),
448-455
- 455 -
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2019). Statistik Pekebunan Indonesia 2018-
2020. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2020). Konsumsi Cokelat Uni Eropa
Meningkat, Peluang Bagi Kakao Indonesia.
http://ditjenbun.ppid.pertanian.go.id/index.php/news/view/142
Mankiw, N Gregory. (2016). Macroeconomics. New York: Worth Publishers.
Mejaya, Amirus Saleh, Dahlan Fanani, dan M. Kholid Mawardi. (2016). Pengaruh
Produksi, Harga Internasional, dan Nilai Tukar Terhadap Volume Ekspor (Studi
pada Ekspor Global Teh Indonesia Periode Tahun 2010-2013). Jurnal
Administrasi Bisnis, 35(2): 20-29.
Mukhtazar. (2020). Prosedur Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Absolute Media.
Roldan, Maria B. Ingrid Fromm, dan Robert Aidoo. (2013). From Producers to Export
Markets: The Case of the Cocoa Value Chain in Ghana. Journal of African
Development, 15(2): 121-138.
Syahruddin, N. (2013). Sustainable Supply Chain Management: A Case Study of
Indonesia’s Cocoa Industry. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 49(1): 114
115.