Fitriana, Yenda Puspita, Neviyarni Suhaili, Netrawati, Yeni Karneli dan Yahanan/Cerdika: Jurnal
Ilmiah Indonesia 1(4), 349-356
- 351 -
Spur & Stopa (2002) menjelaskan individu yang mengalami social anxiety lebih
sering menghasilkan pemikiran negatif, berperilaku mencari aman dan mengevaluasi diri
secara negatif dalam kelompok, menghindari mengangkat tangan atau berbicara di sekolah,
menarik diri dari kegiatan ekstrakurikuler dan kemudian mengalami keterasingan dan
depresi. Swinson (2006) menjelaskan social anxiety menghambat keberhasilan dalam
mencapai tugas perkembangan siswa di masa depan. Rapee (2009) menjelaskan bahwa
social anxiety terjadi pada awal pertengahan remaja yang berakibat pada terganggunya
akademik, hubungan antar personal dan perkembangan siswa nantinya.
Social anxiety sangat erat kaitannya dengan hubungan sosial remaja. Greca &
Lopez (1998) menjelaskan di dalam hubungan sosial remaja, pentingnya individu merasa
diterima dalam situasi sosialnya, apabila individu kurang mendapat penerimaan dalam
situasi sosialnya, seperti pengabaian, penolakan yang berakibat pada kurangnya interaksi
sosial dan penghindaran situasi sosial. Remaja merupakan tahap yang sangat rentan terhadap
social anxiety. Wittchen & Fehm (2003) menjelaskan masa remaja merupakan periode yang
memiliki resiko tertinggi terhadap timbulnya masalah social anxiety. Hoffman & Dibartolo
(2010) menjelaskan Individu yang memiliki social anxiety terlihat dari tiga aspek yakni
kognitif, perilaku dan fisik.
Social Anxiety Association (SAS) tahun 2008 (dalam Olivarez, Garcia, & Pina,
2009) menjelaskan bahwa ditemukan data 7% dari jumlah penduduk dunia mengalami social
anxiety dan terus berkembang sampai dengan 13%. Sekitar 5,3 juta orang Amerika,
mengalami social anxiety. Persentase yang dinyatakan oleh SAS memang terlihat kecil,
tetapi jumlah kecil tentang social anxiety dapat berakibat fatal. Akibat fatal yang mungkin
dapat terjadi adalah tindakan bunuh diri.
Penelitian Hofmann & Dibartolo (2010) menemukan data bahwa sebanyak 61%
remaja mengalami social anxiety dengan kategori tinggi. Data tersebut menunjukkan bahwa
siswa sebagai remaja sangat rentan terhadap social anxiety yang terjadi di dalam dirinya.
Sebuah penelitian Joshi (2013) menyatakan dari 1500 siswa memberikan informasi terkait
social anxiety yang mereka alami.
Hasil penelitian Vriends, Pfaltz, Novianti, & Hadiyono (2013) terkait dengan social
anxiety didapatkan hasil 15,8% social anxiety dialami individu di Indonesia. Miers, Blote,
Rooij, & Bookhorst (2013) menjelaskan sekitar 9,6% meningkat pada tanda-tanda social
anxiety berada pada rentang usia 10 tahun. Data-data di atas menunjukkan bahwa remaja
rentan terhadap social anxiety yang terjadi di dalam dirinya.
Siswa yang mengalami social anxiety mengalami hambatan dalam interaksi sosial,
sehingga sebagai upaya pengentasan maka konseling kelompok yang bertujuan untuk
meningkatkan kuantitas kemajuan individu dalam interaksi sosial yang baik, ke arah
ketercapaian optimal dalam perkembangan dicapai. Layanan konseling memiliki teknik dan
pendekatan untuk membimbing siswa agar social anxiety dapat diatasi dengan baik, salah
satunya yaitu melalui pendekatan konseling Cognitive Behavior Group Therapy (CBGT).
Konseling CBT dikenal dengan pendekatan yang memfokuskan pada rekonstruksi
atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan/tidak nyaman
bagi dirinya baik secara fisik atau psikis, kemudian membangun cara berpikir yang lebih
produktif dan tingkah laku yang lebih positif. Morris, Mensink, & Stewart (2001:1)
menjelaskan CBT sebagai berikut “Cognitive Behavioral Group Therapy (CBGT) is the most
commonly used psychosocial treatment and the most successful treatment for Social anxiety
Disorder (SAD)”. Berdasarkan pendapat di atas CBT merupakan treatment yang paling
umum digunakan dan treatment paling sukses untuk social anxiety disorder. CBT memiliki
pendekatan yang terbatas kepada klien dengan keterampilan kognitif dan keterampilan
perilaku untuk mengelola, tantangan dan kemudian mengurangi social anxiety mereka.
Wilding & Milne (2008) menjelaskan bahwa CBT dapat mengatasi gangguan social
anxiety, panik, fobia, kecemasan kesehatan, gangguan stres pascatrauma, OCD, generalized