Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, April 2021, 1 (4), 349-356
p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534
Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
- 349 -
ANALISIS KONSELING COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK
MENGATASI SOCIAL ANXIETY SISWA
Fitriana
1
, Yenda Puspita
2,
Neviyarni Suhaili
3
, Netrawati
4
, Yeni Karneli
5
dan
Yahanan
6
STIT Al-Kifayah Riau
12
, Universitas Negeri Padang
345
dan STAIle Pekanbaru
6
fitriana1410@gmail.com.
Received : 19-04-2021
Revised : 21-04-2021
Accepted : 24-04-2021
Abstract
Development that runs optimally is the dream of every
teenager, including students. Students moving toward
educational attainment are not only closely related to
intellectual maturity, and stable emotion, but also good social
skills. However, many students have difficulty achieving good
social skills, difficulties with social roles, new relationships or
situations that they live in, cannot adapt to the social changes
that occur, so that various social problems arise, one of which
is social anxiety. As a result, individual development and
educational attainment are hampered by social anxiety.
Therefore, CBT counseling services are needed in the
guidance and counseling process which aims to help
overcome social anxiety, build social interactions, and
conducive educational interactions. This article aims to
review the CBT group counseling theory in overcoming
student social anxiety by using the library research method,
as a reference for counseling teachers in alleviating social
anxiety and optimizing student potential.
Keywords: group counseling of cognitive behavior therapy;
social anxiety; student.
Abstrak
Perkembangan yang berjalan secara optimal merupakan
dambaan setiap remaja, tidak terkecuali siswa. Siswa yang
menuju ke arah ketercapaian pendidikan bukan hanya
berkaitan erat dengan kematangan intelektual dan emosi yang
stabil, namun juga keterampilan sosial yang baik. Namun,
banyak siswa yang kesulitan dalam mencapai keterampilan
sosial yang baik, kesulitan dengan peran sosial, hubungan atau
situasi baru yang ia jalani, mengalami kesulitan untuk self
adaptation, apalagi di era yang terus berubah baik dari segi
sosial secara langsung dan maya, sehingga timbul berbagai
masalah sosial, salah satunya ialah social anxiety. Akibatnya,
perkembangan individu dan ketercapaian pendidikan menjadi
terhambat oleh social anxiety. Oleh karea itu, diperlukan
layanan konseling CBT dalam proses bimbingan dan
konseling yang bertujuan untuk membantu mengatasi sosial
anxiety, membangun interaksi sosial, interaksi pendidikan
yang kondusif. Artikel ini bertujuan mengulas teori konseling
kelompok CBT dalam mengatasi social anxiety siswa dengan
Fitriana, Yenda Puspita, Neviyarni Suhaili, Netrawati, Yeni Karneli dan Yahanan/Cerdika: Jurnal
Ilmiah Indonesia 1(4), 349-356
- 350 -
menggunakan metode studi kepustakaan (library reseach),
sebagai acuan guru BK dalam pengentasan social anxiety dan
mengoptimalkan potensi siswa.
Kata kunci: konseling kelompok cognitive behavior therapy;
social anxiety; siswa.
CC BY
PENDAHULUAN
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan kegiatan dalam
mengoptimalkan potensi siswa agar menuju kepada human resources untuk mempersiapkan
diri dalam kualitas generasi ke depan. Good education idealnya mampu melakukan capaian
seperti peningkatan pengetahuan, wawasan, kecakapan, keterampilan, kreativitas,
sebagaimana harapan di dalam UU Nomor 20 di Indonesia tahun 2003 Tentang Sisdiknas,
Bab 2 Pasal 3 mengenai fungsi dari pendidikan tersebut yakni agar berkembangnya siswa
menuju pada peningkatan iman, taqwa, memiliki good character/ akhlak yang mulia, juga
sehat, cakap dan kreatif dan seterusnya.
Berdasarkan Undang-undang tersebut, idealnya pendidikan harus diupayakan oleh
semua pelaku pendidikan. Tohirin (2001) menjelaskan sebagai seorang pendidik hendaknya
memahami seluruh aspek siswa sebagai murid, meliputi fisik dan juga psikis sehingga siswa
mencapai perkembangan ke arah terciptanya manusia yang sempurna dapat tercapai.
Pendidikan bukan hanya pembelajaran yang mampu mengembangkan intelektual siswa akan
tetapi bertujuan pada kematangan emosi dan perkembangan sosial siswa yang secara tidak
langsung menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Ketercapaian pendidikan berkaitan erat dengan kematangan intelektual (intellectual
maturity achievement), emosi yang stabil (stable emotions) dan keterampilan sosial yang
baik (good social skills). Hurlock (2009) menjelaskan pentingnya mencapai tugas
perkembangan sosial siswa sebagai remaja dibidang pribadi, juga sosial, seperti pertemanan
teman sebaya dan juga dalam situasi sosial secara lebih luas.
Hubungan/ situasi baru dan peran di sosial yang dialami siswa faktanya tidak semua
dapat diterima, dijalan/ dilakukan oleh siswa sebagai remaja. Banyak siswa tidak dapat
menyesuaikan (adaptation) dengan perubahan sosial yang terjadi, sehingga memunculkan
berbagai masalah sosial (social problem), salah satunya ialah kecemasan sosial atau dengan
kata lain social anxiety. Greca & Lopez (1998) menjelaskan social anxiety yang terjadi
diantaranya ketika individu mengalami perubahan sosial dalam memasuki situasi baru dan
menumbuhkan penyesuaian yang baru pula dengan situasi tersebut.
American Psychiatric Association (2013) menjelaskan social anxiety ditandai
dengan ketakutan ketika berada di situasi sosial, seperti takut diawasi, takut bertindak kepada
hal yang dapat memalukan diri sendiri. Yousaf (2015) menjelaskan social anxiety adalah
perasaan takut untuk berinteraksi dengan orang lain, perasaan negatif akan dinilai, dievaluasi
dan sebagai akibatnya menyebabkan penghindaran (avoidance) yang mengarah kepada
perasaan tidak mampu, rendah diri, malu, penghinaan dan depresi. Perkembangan siswa
tidak berjalan secara optimal apabila tujuan pendidikan di atas tidak berjalan secara baik.
Tillfor (2012) menjelaskan social anxiety begitu dijadikan sorotan bagi pemerhati social
anxiety tersebut disebabkan besarnya dampak dari kondisi ini terhadap keadaan siswa di
dalam atau di luar sekolah, seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler menjadi terbatas,
rendahnya tingkat kehadiran siswa di sekolah, yang mengakibatkan rendahnya prestasi
akademik siswa di sekolah.
Fitriana, Yenda Puspita, Neviyarni Suhaili, Netrawati, Yeni Karneli dan Yahanan/Cerdika: Jurnal
Ilmiah Indonesia 1(4), 349-356
- 351 -
Spur & Stopa (2002) menjelaskan individu yang mengalami social anxiety lebih
sering menghasilkan pemikiran negatif, berperilaku mencari aman dan mengevaluasi diri
secara negatif dalam kelompok, menghindari mengangkat tangan atau berbicara di sekolah,
menarik diri dari kegiatan ekstrakurikuler dan kemudian mengalami keterasingan dan
depresi. Swinson (2006) menjelaskan social anxiety menghambat keberhasilan dalam
mencapai tugas perkembangan siswa di masa depan. Rapee (2009) menjelaskan bahwa
social anxiety terjadi pada awal pertengahan remaja yang berakibat pada terganggunya
akademik, hubungan antar personal dan perkembangan siswa nantinya.
Social anxiety sangat erat kaitannya dengan hubungan sosial remaja. Greca &
Lopez (1998) menjelaskan di dalam hubungan sosial remaja, pentingnya individu merasa
diterima dalam situasi sosialnya, apabila individu kurang mendapat penerimaan dalam
situasi sosialnya, seperti pengabaian, penolakan yang berakibat pada kurangnya interaksi
sosial dan penghindaran situasi sosial. Remaja merupakan tahap yang sangat rentan terhadap
social anxiety. Wittchen & Fehm (2003) menjelaskan masa remaja merupakan periode yang
memiliki resiko tertinggi terhadap timbulnya masalah social anxiety. Hoffman & Dibartolo
(2010) menjelaskan Individu yang memiliki social anxiety terlihat dari tiga aspek yakni
kognitif, perilaku dan fisik.
Social Anxiety Association (SAS) tahun 2008 (dalam Olivarez, Garcia, & Pina,
2009) menjelaskan bahwa ditemukan data 7% dari jumlah penduduk dunia mengalami social
anxiety dan terus berkembang sampai dengan 13%. Sekitar 5,3 juta orang Amerika,
mengalami social anxiety. Persentase yang dinyatakan oleh SAS memang terlihat kecil,
tetapi jumlah kecil tentang social anxiety dapat berakibat fatal. Akibat fatal yang mungkin
dapat terjadi adalah tindakan bunuh diri.
Penelitian Hofmann & Dibartolo (2010) menemukan data bahwa sebanyak 61%
remaja mengalami social anxiety dengan kategori tinggi. Data tersebut menunjukkan bahwa
siswa sebagai remaja sangat rentan terhadap social anxiety yang terjadi di dalam dirinya.
Sebuah penelitian Joshi (2013) menyatakan dari 1500 siswa memberikan informasi terkait
social anxiety yang mereka alami.
Hasil penelitian Vriends, Pfaltz, Novianti, & Hadiyono (2013) terkait dengan social
anxiety didapatkan hasil 15,8% social anxiety dialami individu di Indonesia. Miers, Blote,
Rooij, & Bookhorst (2013) menjelaskan sekitar 9,6% meningkat pada tanda-tanda social
anxiety berada pada rentang usia 10 tahun. Data-data di atas menunjukkan bahwa remaja
rentan terhadap social anxiety yang terjadi di dalam dirinya.
Siswa yang mengalami social anxiety mengalami hambatan dalam interaksi sosial,
sehingga sebagai upaya pengentasan maka konseling kelompok yang bertujuan untuk
meningkatkan kuantitas kemajuan individu dalam interaksi sosial yang baik, ke arah
ketercapaian optimal dalam perkembangan dicapai. Layanan konseling memiliki teknik dan
pendekatan untuk membimbing siswa agar social anxiety dapat diatasi dengan baik, salah
satunya yaitu melalui pendekatan konseling Cognitive Behavior Group Therapy (CBGT).
Konseling CBT dikenal dengan pendekatan yang memfokuskan pada rekonstruksi
atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan/tidak nyaman
bagi dirinya baik secara fisik atau psikis, kemudian membangun cara berpikir yang lebih
produktif dan tingkah laku yang lebih positif. Morris, Mensink, & Stewart (2001:1)
menjelaskan CBT sebagai berikut Cognitive Behavioral Group Therapy (CBGT) is the most
commonly used psychosocial treatment and the most successful treatment for Social anxiety
Disorder (SAD)”. Berdasarkan pendapat di atas CBT merupakan treatment yang paling
umum digunakan dan treatment paling sukses untuk social anxiety disorder. CBT memiliki
pendekatan yang terbatas kepada klien dengan keterampilan kognitif dan keterampilan
perilaku untuk mengelola, tantangan dan kemudian mengurangi social anxiety mereka.
Wilding & Milne (2008) menjelaskan bahwa CBT dapat mengatasi gangguan social
anxiety, panik, fobia, kecemasan kesehatan, gangguan stres pascatrauma, OCD, generalized
Fitriana, Yenda Puspita, Neviyarni Suhaili, Netrawati, Yeni Karneli dan Yahanan/Cerdika: Jurnal
Ilmiah Indonesia 1(4), 349-356
- 352 -
anxiety disorder. Rahmanian, Mirzaian, & Vansolfa (2013:158) menjelaskan CBT is the
best group of intervention that is specially set for social anxiety”. CBT dalam format
kelompok merupakan intervensi terbaik untuk mengatasi social anxiety. Kelompok
memberikan ruang untuk mencapai harapan dan terdapat social interaction, innovative and
productive (Kurnanto, 2013).
Guru BK/Konselor penting melakukan bimbingan pada praktik pelayanan
bimbingan dan konseling sehingga social anxiety siswa menjadi rendah. Upaya yang dapat
dilakukan guru BK dapat dilakukan dengan berbagai jenis layanan seperti konseling dalam
format individu ataupun kelompok. Salah satunya ialah konseling kelompok CBT dalam
upaya mengatasi social anxiety siswa. Namun, implementasi di lapangan personel BK
sebagian belum menerapkan CBT khususnya dalam format kelompok. Berdasarkan kondisi
ini, diperlukan upaya pemasyarakatan dalam bentuk kajian dan analisa mengenai konseling
CBT agar perkembangan siswa dapat berjalan secara optimal dan konseling CBT
sebagaisalah satu acuan dalam mengatasi social anxiety siswa di lapangan..
METODE PENELITIAN
Adapun metode penelitian ini ialah studi literature atau riset pustaka. Riset pustaka
(library research), merupakan suatu cara dengan menyiapkan kerangka penelitian dengan
menggunakan media pustaka sebagai cara memperoleh data penelitian (Zed, 2014). Data
dikumpulkan berdasar pada topik permasalahan. Pada penelitian ini, fokus penelusuran
yakni mengenai konseing kelompok CBT untuk mengatasi social anxiety siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Teori Konseling Kelompok Cognitive Behavior Therapy
Aldrin (2014) menjelaskan bahwa konsep CBT yakni bagaimana individu
melakukan kegiatan menggunakan kognitif, yang secara tidak langsung berdampak
pada kondisi emosi dan juga fisik seseorang dan berakibat pada behavior seseorang.
CBT berasumsi pada reskontruksi pemikiran yang tidak tepat dan keyakinan yang
diarahkan pada adanya pembaharuan pada kondisi psikis yang lebih baik.
Restrukturisasi kognitif bertujuan memfokuskan pemikiran yang negatif dan
tidak realistis dari klien diarahkan pada pemikiran positif dan tingkah laku adaptif.
Martin dan Pear (2003) menjelaskan pemikiran yang direskontruksi merupakan suatu
metode dari salah satu therapy yang bertujuan agar klien dapat memperbaharui
pemikiran dan believe dari yang negative ke arah positif.
Selanjutnya, di dalam aspek perilaku diharapkan dapat mengarahkan diri pada
situasi dengan tanggapan atau reaksi yang baik dan tepat yang berdampak pada
pemikiran yang tenang, emosi dan fisik yang stabil, sehingga decision making dapat
diambil sesuai harapan. Akibatnya, terdapatnya keselarasan dalam ranah kognitif,
feeling dan behavior.
CBT memandang bahwa reaksi emosional seseorang dipengaruhi oleh
kognisinya. Kognisi yang dimaksud ialah pikiran, keyakinan, dan interpertasinya
mengenai diri, yaitu arti yang mereka berikan dalam peristiwa yang terjadi di
sekitarnya. Adapun Model kognitif CBT berdasarkan Westbrook, Kennerley, & Kirk
(2007:3-4) sebagai berikut:
common sense’s model
Event
Emotion
Fitriana, Yenda Puspita, Neviyarni Suhaili, Netrawati, Yeni Karneli dan Yahanan/Cerdika: Jurnal
Ilmiah Indonesia 1(4), 349-356
- 353 -
Gambar 1. Cognitive’s Model of CBT
Herbert, Rheingold, & Goldstein (2002:1) menjelaskan CBT dapat membantu
banyak orang dalam mengatasi gangguan social anxiety. Davidson, Huppert, Kefee,
Franklin, Compton, Zhao, Cannor, Lynch & Gadde (2004) menjelaskan bahwa
kecemasan sosial merupakan peringkat prevalensi yang tinggi yaitu sekitar 14% di
Amerika Serikat, dan diyakni bahwa treatment CBT efektif dalam mengatasi social
anxiety.
Social anxiety tersebut merupakan masalah yang terjadi berhubungan dengan
berbagai kondisi yang salaing keterkaitan antara seseorang dengan lingkungannya.
Sistem CBT terkait kognitive, emotion, behavior of effect dan fisiologis. Situasi ini
saling mempengaruhi antar satu dengan lainnya dan juga berinteraksi dengan
lingkungan di dalam situasi sosial. CBT berperan di dalam merestrukturisasi kognitif
yang negatif, perilaku yang tidak adaptif dan fisik yang tidak tenang. Sebagaimana
digambarkan Westbrook, Kennerley, & Kirk (2007:6) sebagai berikut:
Situasi sosial
Gambar 2. Model Interaksi CBT
2. Implementasi Konseling Kelompok Cognitive Behavior Therapy dalam Mengatasi
Social Anxiety Siswa
Yousaf (2015:140) menjelaskan bahwa social anxiety adalah perasaan takut
berinteraksi dengan orang lain, perasaan negatif akan dinilai, dievaluasi, dan sebagai
akibatnya menyebabkan penghindaran (avoidance) yang mengarah kepada perasaan
tidak mampu, rendah diri, malu, penghinaan dan depresi.
Social anxiety muncul dan berkembang dikarenakan individu sudah berpikir
bahwa dirinya tidak mampu melakukan interaksi dengan baik, komunikasi dengan
efektif, sehingga hal di atas terlihat dari gejala fisik berupa kekhawatiran seperti wajah
memerah, badan berkeringat, detak jantung berdebar, dan lainnya. Selain itu juga
dampak dari behavior juga berpengaruh kepada cognitive (Stallard, 2004).
Event
Emotion
Kognisi
Fisiologis
keadaan tubuh
Perilaku
yang
individu
lakukan
Kognisi
pikiran,
keyakinan
Efek
keadaan
emosional
CBT
Fitriana, Yenda Puspita, Neviyarni Suhaili, Netrawati, Yeni Karneli dan Yahanan/Cerdika: Jurnal
Ilmiah Indonesia 1(4), 349-356
- 354 -
Individu yang mengalami social anxiety apabila terjadi pengabaian di situasi
sosial, ia akan menyimpulkan kejadian dengan mengatakan saya orang yang
membosankan atau ketika di dalam diskusi di kelas dan ingin berpendapat saya
cemas dan takut, pendapat saya akan ditertawakan, penampilan saya tidak menarik,
saya terlihat membosankan oleh orang lain dan sebagainya, sehingga social anxiety
ialah masalah yang urgent untuk diatasi.
Seseorang yang berpikir bahwa event atau sesuatu kejadian yang ia alami sebagai
hal yang negatif atau buruk maka ia akan mengambil jalan yang buruk pula sebagai
konsekuensi yang dibuat atas pikirannya, seperti ketika berinteraksi dengan orang lain
adalah peristiwa yang buruk, maka seseorang tersebut akan merasakan perubahan
dalam perasaan dan kondisi fisik seperti cemas di dalam situasi sosial, gugup,
berkeringat, sehingga akhirnya berusaha menghindari terjadinya peristiwa tersebut.
Restrukturisasi kognitif bertujuan memfokuskan pemikiran yang negatif dan
tidak realistis dari klien diarahkan pada pemikiran positif dan tingkah laku adaptif.
Martin dan Pear (2003) menjelaskan terdapatnya kognitif yang direstrukturisasi
merupakan kondisi yang dirubah dengan memberikan pelayanan konseling atau
therapy dalam rangka pemikiran atau believe yang pertama diidentifikasi menjadi ke
arah positive. Selanjutnya, pada tahap behavior kesesuaian antara kondisi problem
yang dihadapi dengan habit atau kebiasaan mempersepsi kejadian secara efektif, maka
perubahan pada behavior, kognitif dan emosi yang selaras dan tepat.
KESIMPULAN
Konseling kelompok CBT sebagai salah satu pendekatan dalam konseling yang
bertujuan untuk membantu dan membimbing klien melalui therapy yakni adanya kognitif
yang direskontruksi, keyakinan dan perilaku maladaptive ini dengan upaya memformulakan
suatu pola pikir, believe, perilaku yang membuat terganggu salah satunya social anxiety.
CBT berperan penting sebagai upaya tindakan efektif dalam peningkatan kualitas pikir,
bagaimana individu dalam merasa dan apa yang dilakukan. CBT pada dasarnya merupakan
strategi melalui perubahan melalui stimulus, kognitif juga cara merespon ibarat rantai yang
saling berhubungan satu sama lain. Pendekatan CBT memberikan inovasi pada perubahan
agar individu terus belajar dan mampu mereskontruksi kognitif, emosi, perilaku,
menenangkan pikiran yang cemas, tubuh yang labil, hingga merasa lebih baik, berpikir lebih
tepat dan jelas, juga membantu dalam the rigt decision, yang berdampak pada
terentasnya/menurunnya social anxiety.
BIBLIOGRAPHY
Aldrin, N. 2014. Healing Talk: Keajaiban Kata-kata with CBT (Cognitive Behavior
Therapy). Jakarta: Puspa Swara.
Alford, B. A. & Beck, A. T. 1997. The Integrative Power of Cognitive Therapy. New York:
Guilford Press.
American Psychiatric Association (APA). 2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder. (5th ed). Arlington,VA: American Psychiatric Publishing.
Fitriana, Yenda Puspita, Neviyarni Suhaili, Netrawati, Yeni Karneli dan Yahanan/Cerdika: Jurnal
Ilmiah Indonesia 1(4), 349-356
- 355 -
Aydin, A., Tekinsav. 2010. “Evaluation of the Effectiveness of a Cognitive-Behavior
Therapy Program for Alleviating the Symptoms of Social anxiety of Adolescents”.
Turkish Journal of Psychiatry. 1-11.
Beck. 1964. Thinking and Depression: II. Theory and Therapy. Archives of General
Psychiatry. Journal Psychological. : 561-571.
Greca, L. M. A. 1998. “Social Anxiety among Adollescent: Linkages with Peer Relation
and Friendships”. Journal of Abnormal Child Psychology. (2): 83-94.
Hurlock. 2009. Perkembangan Remaja: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.
(edisi kelima). Jakarta: Erlangga.
Joshi. 2013. “Positive Thinking: A Powerful to Reduce Social Anxiety of Under Graduate
Students”. Indian Journal, 2 (8), 62-64.
Kurnanto, M. E. 2013. Konseling Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Maertz, K. 2006. Social anxiety. Mental health Centre. University of Alberta.
Martin, G., & Pear, J. 2003. Behavior Modification What It Is and How to Do It.
New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Olivares, J. 2009. The Liebowitz Social Anxiety Scale for Children and Adolescents.
Journal of Psicothema. 21. (3): 486-491.
Oemardjodi, A. K. 2003. Pendekatan Cognitive Behavior dalam Psikoterapi. Jakarta:
Kreativ Media.
Rahmanian, Z. M. A. 2013. “Effectiveness of Cognitive-Behavioral Group Therapy Based
on Heimberg’s Model of Self-Concept”. International Journal of Psychology and
Counseling. 5. (7): 157-161.
Rapee, R. M. 2009. “Social Anxiety Disorder and Stuttering: Current Status and Future
Directions”. Journal of Fluency Disorder. 40. 69-82
Spurr, J. M., & Stopa, L. 2002. “Self Focused Attention in Social and Social Anxiety”.
Clinical Psychology Review. 22: 947-975.
Stallard, P. 2004. Think Good-Feel Good. Cognitive Behavior Therapy Workbook for
Children and Young People. West Sussex: Jhon Wiley & Sons.
Swinson. 2006. “Social Anxiety in College Students”. Journal of Anxiety Disorder. 15.
203-215.
Tillfors, M., Persson, S., Willen, M., & Burk, W. J. 2012. “Prospective Links between
Social Anxiety and Adolescent Peer Relations”. Journal of Adolescence. 35: 1255
1263.
Tohirin. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Intelegensi).
Jakarta: Rajawali Press.
Fitriana, Yenda Puspita, Neviyarni Suhaili, Netrawati, Yeni Karneli dan Yahanan/Cerdika: Jurnal
Ilmiah Indonesia 1(4), 349-356
- 356 -
Vriends, N. 2013. “Taijin Kyufusho and Social Anxiety and Their Clinical Relevance in
Indonesia and Switzeland”. Frontiers in Psychology. 4: 1-8.
Westbrook. 2007. An Introduction to Cognitive Behavior Therapy: Skills and Aplications.
Los Angeles: Sage Publications.
Wilding, C., & Milne, A. 2008. Cognitive Behavioral Therapy. Terjemahan oleh Ahmad
Fuandy. 2013. Jakarta: Indeks.
Wittchen. 2003. “Epidemiology and Natural Course of Social Phobia”. Acta Psychiatrica
Scandinavica. 108: 4-18.
Yousaf, S. 2015. “The Relation between Self-Esteem, Parenting Style and Social Anxiety
in Girls”. Journal of Education and Practice. 6. (1): 140-143.
Yusuf, S. 2009. Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.
Zed, M. (2014). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Obor Indonesia.