Hubungan Personal Hygiene Wajah Terhadap Keparahan Acne Vulgaris Pada Remaja SMA Negeri 3 Jakarta

 

 

Vanya Firsty Sundoro1*, Titiek Djannatun 2, Eri Dian Maharsi3

1* Universitas YARSI, Indonesia

2 Universitas YARSI, Indonesia

3 Universitas YARSI, Indonesia

Email: [email protected]*

 

 

 

Abstrak

Acne vulgaris adalah penyakit peradangan kulit yang meskipun tidak membahayakan jiwa, dapat memengaruhi estetika dan rasa percaya diri, bahkan menyebabkan kecemasan dan depresi, terutama pada remaja. Prevalensi tertinggi acne vulgaris terjadi pada usia 16 hingga 18 tahun, baik pada remaja laki-laki maupun perempuan. Salah satu faktor yang memengaruhi acne vulgaris adalah kebersihan wajah atau Personal Hygiene. Kebersihan wajah yang buruk menyebabkan kulit kotor dan berminyak, sehingga bakteri Propionibacterium acnes mudah berkembang biak dan menyebabkan acne vulgaris. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara personal hygiene wajah dan keparahan acne vulgaris pada remaja SMA Negeri 3 Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan rancangan potong lintang pada 91 siswa yang dipilih secara consecutive sampling. Data personal hygiene dikumpulkan melalui kuesioner, sedangkan keparahan acne vulgaris diukur menggunakan Global Acne Grading System (GAGS). Hasil penelitian menunjukkan hubungan bermakna antara personal hygiene wajah dan keparahan acne vulgaris, dengan p-value 0,000 dan korelasi negatif tinggi (r = -0,610). Sebum berlebih yang bercampur dengan kotoran dapat menutup pori-pori, menyebabkan inflamasi dan acne vulgaris. Remaja laki-laki cenderung memiliki keparahan acne vulgaris lebih tinggi dibandingkan perempuan, karena perempuan lebih menjaga kebersihan wajahnya.

 

Kata kunci: Keparahan Acne Vulgaris, Personal Hygiene Wajah, Remaja SMA

 

 

 

Abstract

Acne vulgaris is an inflammatory skin disease that, although not life-threatening, can affect aesthetics and self-confidence, even causing anxiety and depression, especially in teenagers. The highest prevalence of acne vulgaris occurs between the ages of 16 and 18, in both male and female adolescents. One of the factors influencing acne vulgaris is facial hygiene or Personal Hygiene. Poor facial hygiene leads to dirty and oily skin, allowing Propionibacterium acnes bacteria to thrive and cause acne vulgaris. This study aims to determine the relationship between facial personal hygiene and the severity of acne vulgaris among adolescents at SMA Negeri 3 Jakarta. The research employed an analytical survey method with a cross-sectional design on 91 students selected through consecutive sampling. Facial hygiene data were collected via a questionnaire, while the severity of acne vulgaris was measured using the Global Acne Grading System (GAGS). The results showed a significant relationship between facial hygiene and the severity of acne vulgaris, with a p-value of 0.000 and a high negative correlation (r = -0.610). Excess sebum mixed with dirt can clog pores, leading to inflammation and acne vulgaris. Male adolescents tend to have more severe acne vulgaris than females, as females are more attentive to facial care.

 

Keywords: Acne Vulgaris Severity, Facial Personal Hygiene, High School Teens

 

 

PENDAHULUAN

Masa remaja adalah periode perubahan bio-perkembangan dalam kehidupan seseorang yang menjembatani masa kanak-kanak dan masa dewasa. Hal ini menunjukkan serangkaian transisi perkembangan yang dimulai dengan permulaan pubertas dan berakhir pada pertengahan usia 20-an, yang ditandai dengan pematangan tubuh, peningkatan kapasitas belajar, dan munculnya identitas pribadi (Bonnie & Backes, 2019).

Pubertas merupakan peristiwa penting selama masa remaja karena terjadinya transisi biologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan ditandai dengan pengaruh hormonal yang mempengaruhi perubahan pada banyak organ tubuh termasuk kulit. Perubahan komposisi kulit cukup menonjol selama fase ini, sehingga menempatkan mereka pada risiko masalah dermatologis tertentu (Oyedepo et al., 2020).

Studi epidemiologi menunjukkan pada remaja, penyakit yang berhubungan dengan kulit dapat terjadi pada hingga 82% remaja dengan 19% remaja menderita satu atau lebih dari dua penyakit kulit. Prevalensi penyakit kulit menular lebih banyak terjadi pada kelompok umur muda yaitu 10 - 12 tahun sebesar 78,5% dibandingkan dengan kelompok umur lanjut yaitu 13 - 16 tahun sebesar 55,2%. Pedikulosis (52%) mempunyai prevalensi yang tertinggi, diikuti oleh Kudis (25%), Pityriasis alba (6,6%), Dermatitis seboroik (5%), Pioderma (3,3%), Jerawat atau Acne (2,6%), dan Tinea (2%) (Gurram et al., 2021). Data nasional dalam catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia menunjukkan terdapat peningkatan dari 60% penderita acne vulgaris pada tahun 2006 menjadi 80% pada tahun 2007 dan 90% pada tahun 2009. Insiden jerawat 80 - 100% pada usia dewasa muda / remaja, yaitu 14 - 17 tahun pada perempuan dan 16 - 19 tahun pada laki-laki (Sibero et al., 2019). Salah satu faktor yang paling mempengaruhi terjadinya penyakit kulit pada remaja adalah kebersihan diri (Gurram et al., 2021).

Jerawat atau acne merupakan penyakit kulit yang umum menyerang sekitar 9,4% populasi dunia dengan prevalensi tertinggi pada remaja (Alanazi et al., 2018). Di berbagai negara dan kelompok umur yang berbeda, prevalensi jerawat bervariasi, dengan perkiraan berkisar antara 35% hingga hampir 100% remaja pernah mengalami acne pada suatu waktu (Moosa et al., 2023). Jerawat merupakan penyakit yang banyak ditemukan pada hampir 80 - 100% penduduk di Indonesia (Jusuf et al., 2021). Prevalensi jerawat pada remaja terus menunjukkan tren meningkat dari hanya 60% pada tahun 2006, 80% pada tahun 2007 menjadi 90% pada tahun 2009 (Ollyvia et al., 2021).

Acne atau jerawat adalah keadaan peradangan kronis yang melibatkan kelenjar sebasea. Terdapat empat patogenesis utama yang terlibat dalam perkembangan hiperproduksi sebum yang diinduksi hormon, perubahan kelenjar, peradangan, dan infeksi Propionibacterium acnes atau P. acnes (Sutaria et al., 2023a). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya acne vulgaris pada remaja, antara lain rentang usia, usia pubertas yaitu mulai menstruasi, perbedaan genetik, gaya hidup, jenis kulit, jenis kelamin, penggunaan kosmetik, faktor lingkungan, dan cara menjaga kebersihan kulit (Alanazi et al., 2018).

Orang yang menderita jerawat umumnya mengalami kecemasan sosial, merasa malu, menghindari kontak mata, memanjangkan rambut untuk menutupi wajah, menggunakan riasan, ataupun memakai pakaian tertentu untuk menutupi lesi jerawat. Selain itu, jerawat juga dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi, kecemasan, dan ketidakpuasan tubuh. Penderita jerawat kemungkinan dapat mengalami depresi 2,3 kali lebih sering dibandingkan dengan yang tidak berjerawat. Adapun tingkat depresi pada wanita berjerawat adalah dua kali lebih tinggi daripada pria. Pasien dengan acne vulgaris ringan sampai sedang menunjukkan skor depresi yang lebih tinggi dibandingkan pasien dengan alopecia areata, dermatitis atopik atau psoriasis. Walaupun jerawat mungkin lebih merusak remaja secara psikologis daripada orang dewasa, prevalensi depresi yang lebih tinggi terjadi pada pasien yang lebih tua dengan jerawat yang telah diamati. Jerawat sering berkorelasi dengan timbulnya jaringan parut, yang mempengaruhi kesejahteraan psikopatologis di kemudian hari (Elvira, 2019; Sutaria et al., 2023b).

Pengertian hygiene menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah suatu tindakan untuk menjaga kebersihan diri, seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, menjaga kebersihan piring, dan membuang makanan yang tidak layak untuk menjaga makanan secara kebersihan (Hapsari et al., 2022a). Personal hygiene merupakan upaya yang dilakukan individu untuk menjaga kebersihan diri termasuk kebersihan wajah agar terhindar dari penyakit. Kebersihan merupakan perilaku yang diajarkan dalam kehidupan untuk mencegah terjadinya suatu penyakit guna menjaga kesehatan. Kebersihan diri termasuk daerah wajah juga dapat mempengaruhi dan memicu terjadinya penyakit kulit seperti munculnya Propionibacterium acnes (Oktaviani et al., 2023).

Hasil penelitian sebelumnya mengenai keterkaitan kebersihan wajah dengan tingkat keparahan acne vulgaris memiliki hasil yang heterogen. Penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani et al. (2023) menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kebersihan diri dengan derajat keparahan acne vulgaris (p-value = 0,015) (Oktaviani et al., 2023). Hasil penelitian Hastuti et al. (2019) memperlihatkan penurunan rata-rata jumlah lesi acne terjadi pada kelompok cuci muka satu kali dan dua kali, sedangkan kelompok tiga kali mengalami peningkatan jumlah lesi acne. Frekuensi cuci muka dengan jumlah lesi memberikan hasil yang signifikan pada kelompok 1, namun hanya menurunkan jumlah komedo (p value = 0,041) (Hastuti et al., 2019). Hasil penelitian dari Bajelan et al. (2020) menunjukkan frekuensi mandi secara signifikan lebih tinggi pada orang yang tidak berjerawat, dibandingkan dengan orang yang berjerawat (P = 0,001) (Bajelan et al., 2020).

Acne atau jerawat merupakan kondisi universal yang terjadi pada remaja, namun informasi mengenai epidemiologinya masih kurang. Berbagai faktor, seperti faktor hormonal, lingkungan, imunologi, dan genetik berkontribusi terhadap perkembangan acne. Pemahaman yang lebih baik dan keyakinan remaja tentang acne penting untuk menjalankan strategi pengobatan yang tepat serta kepatuhan / ketaatan pengobatannya. Selain itu, personal hygiene wajah atau praktik kebersihan wajah juga penting sebagai salah satu tatalaksana baik untuk tindakan pencegahan maupun terapi / pengobatan acne vulgaris.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan personal hygiene wajah terhadap keparahan acne vulgaris pada remaja laki-laki maupun perempuan SMA Negeri 3 Jakarta.

 

 

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan berupa penelitian kuantitatif dengan survei analitik. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional atau potong lintang dan diukur sesaat atau dalam satu periode tertentu dengan subjek penelitian hanya satu kali saja pengamatan selama penelitian serta seluruh variabel yang diteliti diambil pada waktu yang sama. Penetapan besar sampel pada penelitian ini memakai rumus Slovin untuk menghitung minimal jumlah sampel yang dibutuhkan dalam sebuah populasi yang tidak diketahui secara pasti perilakunya.

Penelitian ini menggunakan sampel remaja SMA Negeri 3 Jakarta baik laki-laki maupun perempuan yang duduk di kelas 10 dan 11. Banyaknya sampel remaja yang diperlukan ditentukan melalui perhitungan rumus di atas sejumlah 91 siswa yang dipilih secara acak. Peneliti terlebih dahulu menjelaskan tujuan penelitian dan tata cara pengisian kuesioner dalam bentuk google form termasuk informed consent yang harus diisi sebagai bukti persetujuan siswa menjadi responden penelitian pada para siswa yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Kuesioner yang terkumpul diperiksa dan dikelompokkan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kemudian jumlah sampel penelitian yang memenuhi hanya kriteria inklusi saja diambil menggunakan teknik consecutive sampling sampai mencapai banyaknya subjek yang diperlukan.

Pengukuran tingkat keparahan acne vulgaris memakai perhitungan total skor berdasarkan the Global Acne Grading System (GAGS) yang menilai enam area pada wajah termasuk area dada dan punggung yang mengalami acne vulgaris (Oktaviani et al., 2023). Metode yang dipakai dalam penelitian ini berupa kuesioner dan pengamatan pada bagian wajah. Setiap area tersebut diberikan faktor pengali sedangkan masing-masing tipe acne diberikan nilai. Total skor GAGS didapat dari penjumlahan atas perkalian faktor pengali dengan nilai untuk semua enam area tersebut. Total skor GAGS menunjukkan tingkat keparahan acne vulgaris seseorang.

 

Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat dan analisis bivariat dengan bantuan software the Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 24. Isian kuesioner berbentuk tabulasi responden dalam excel diberikan angka atau kode tertentu untuk diinput ke program SPSS. Berikutnya memproses data penelitian dengan hasil yaitu frequencies, descriptive statistics, crosstabulation, Pearson Chi-square, Fisher�s Exact test, dan correlations. Dari hasil tersebut, peneliti mengambil kesimpulan.

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan data demografi dari responden seperti jenis kelamin, umur remaja, kelas responden, Personal Hygiene Wajah, dan Keparahan Acne Vulgaris. Hasil yang diperoleh dari analisis univariat ditampilkan dalam bentuk distribusi jumlah dan persentase.

Analisis bivariat atau crosstabulation dilakukan untuk menguji hubungan antara Personal Hygiene Wajah (variabel bebas) terhadap Keparahan Acne Vulgaris (variabel terikat) dengan menggunakan uji statistik Chi-square dan Fisher�s Exact. Apabila hasil uji Chi-Square atau Fisher�s Exact menunjukkan p < 0,05 maka dua variabel tersebut saling berhubungan atau mempunyai hubungan yang bermakna. Namun sebaliknya, apabila p > 0,05 maka tidak ada hubungan atau hubungan tidak bermakna antara dua variabel tersebut. Analisis bivariat juga digunakan untuk mengukur derajat korelasi antara kedua variabel tersebut. Apabila hasilnya adalah korelasi negatif maka hubungan kedua variabel tersebut bergerak berlawanan arah.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Total responden pada penelitian ini berjumlah 91 siswa. Responden berjenis kelamin laki-laki dan perempuan masing-masing 41 siswa (45,1%) dan 50 siswa (54,9%). Hampir sama banyaknya laki-laki dan perempuan tersebut menunjukkan acne vulgaris tidak hanya diderita oleh remaja perempuan saja namun remaja laki-laki juga dapat mengalaminya.

 

 

Diagram 1. Responden berdasarkan jenis kelamin

 

Diagram 2. Kategori umur responden

Diagram 3. Sebaran responden menurut kelas

 

Diagram 4. Personal hygiene

 

(PH) wajah merupakan praktik perawatan diri wajah untuk menjaga dan meningkatkan kesehatannya. Penilaian PH memakai kuesioner dengan hasil: PH baik jika nilai ≥ 7, PH sedang jika nilai 5 - 6, dan PH kurang jika nilai ≤ 4.

Mayoritas responden pada penelitian ini berumur 17 tahun atau sebanyak 45 siswa (49,5%), sedangkan 32 siswa (35,2%) berumur 16 tahun dan sisanya tersebar di umur 15 tahun, 18 tahun, dan 19 tahun. Terdapat 59 siswa atau 64,8% dari total responden merupakan siswa yang duduk di kelas XI dan 32 siswa atau 35,2% duduk di kelas X untuk tahun ajaran 2023/2024. Sebagian besar siswa kelas XI tersebut sejalan dengan mayoritas umur remaja responden yaitu 17 tahun.

Usia 17 tahun merupakan usia remaja dengan tingkat prevalensi acne vulgaris paling tinggi (Sole et al., 2020). Pada usia 17 tahun remaja mengalami pubertas dan memproduksi hormon androgen yang dapat memicu kejadian acne vulgaris disamping adanya faktor endogen antara lain usia, genetik, dan komorbid (Kabau, 2012) dan faktor eksogen seperti makanan, obat-obatan, dan kosmetik (Mohiuddin, 2019; Suva et al., 2015; Afriyanti 2015) yang mempengaruhi. Hormon androgen menyebabkan pembesaran kelenjar sebasea dan memberikan stimulasi berlebihan pada kelenjar tersebut yang terdapat di folikel rambut atau di dalam pori-pori kulit. Kelenjar sebasea kemudian memproduksi sebum atau minyak yang berlebih dan bercampur dengan kotoran, debu, atau sel-sel kulit mati dan bakteri pada permukaan kulit sehingga menutup pori-pori kulit. Kondisi tersebut membuat bakteri mudah berkembang biak dan mengakibatkan terjadinya inflamasi atau peradangan pada kulit yang memicu timbulnya lesi acne atau jerawat (Ewadh et al., 2011).

Personal Hygiene wajah dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu baik dengan skor ≥ 7, sedang untuk skor 5 - 6, dan kurang yaitu skor ≤ 4. Responden yang mempraktikkan Personal Hygiene wajah dengan baik sebanyak 41 siswa (45,1%) sedangkan sisanya yaitu 27 siswa (29,7%) dan 23 siswa (25,3%) masing-masing mempraktikkan Personal Hygiene wajah secara sedang dan kurang. Hal ini dimungkinkan terjadi karena beratnya beban materi pelajaran, banyaknya tugas-tugas mandiri, dan meningkatnya kesibukan siswa SMA dalam belajar sehingga siswa kurang dalam menjalani perawatan dirinya termasuk praktik kebersihan wajah yang tidak sepenuhnya mendapat perhatian.

Remaja laki-laki sebanyak 41,5% mempraktikkan Personal Hygiene wajah yang kurang dan masing-masing 29,3% mempraktikkannya dengan sedang dan baik. Berbeda dengan remaja perempuan yaitu terdapat 58,0% remaja perempuan yang mempraktikkan Personal Hygiene wajah dengan baik, 30% dengan sedang, dan hanya 12% secara kurang.

Keparahan Acne vulgaris digolongkan menjadi lima yaitu tidak ada lesi atau tidak bermasalah apabila skor GAGS (the Global Acne Grading System) adalah nol, ringan untuk skor 1 - 18, sedang untuk skor 19 - 30, berat untuk skor 31- 38, dan sangat berat untuk skor ≥ 39. Tidak terdapat responden yang masuk ke dalam golongan tidak bermasalah dan sangat berat pada penelitian ini. Tingkat Keparahan Acne vulgaris didominasi oleh golongan ringan sebanyak 47 siswa atau 51,6% dari total responden sedangkan masing-masing 22 siswa atau 24,2% tergolong sedang dan berat. Tingkat Keparahan Acne vulgaris tersebut sejalan dengan level Personal Hygiene wajah remaja responden dalam penelitian ini.

 

Diagram 5. Keparahan acne vulgaris (AV) dihitung dari sedikit atau banyaknya jumlah lesi berupa komedo, papula, pustula, dan nodul berdasarkan the Global Acne Grading System (GAGS). Penilaiannya adalah tidak ada lesi = 0, komedo = 1, papula = 2, pustula = 3, dan nodul = 4. Total nilai nol jika tidak ada lesi atau tidak bermasalah. AV ringan jika total nilai 1 - 18, AV sedang jika 19 - 30, AV berat jika 31 - 38, dan AV sangat berat jika ≥ 39.

 

Keparahan Acne vulgaris pada remaja laki-laki paling banyak di golongan ringan dan berat yaitu masing-masing 41,5% sementara 17,1% tergolong sedang. Keparahan Acne vulgaris remaja perempuan mendominasi golongan ringan sebanyak 60% diikuti oleh 30% golongan sedang dan 10% golongan berat.

Prevalensi Acne vulgaris tertinggi pada remaja laki-laki terjadi di umur 16 - 19 tahun yaitu 95 - 100% sedangkan pada remaja perempuan di umur 14 - 17 tahun yaitu 83 - 85%. Remaja laki-laki dibandingkan dengan remaja perempuan cenderung kurang peduli dalam mempraktikkan kebersihan termasuk Personal Hygiene wajah dan kurang kemauannya untuk memperoleh informasi ataupun pelayanan kesehatan terkait penanganan Acne vulgaris sehingga dapat berdampak negatif terhadap kemungkinan munculnya Acne vulgaris maupun memburuknya tingkat Keparahan Acne vulgaris. Remaja perempuan secara umum lebih baik dalam mempraktikkan Personal Hygiene karena dapat menampilkan kecantikan terutama wajahnya serta meningkatkan kepribadian dan rasa percaya diri, selain untuk menghindari terjangkitnya penyakit termasuk penyakit kulit (Afriyanti, 2015; Sole at al., 2020; Oktaviani et al., 2023).

Analisis bivariat atau crosstabulation untuk dua variabel pada seluruh 91 siswa responden memberikan hasil yaitu siswa yang menjalankan praktik Personal Hygiene wajah dengan baik maka tingkat Keparahan Acne vulgaris berada golongan ringan sebanyak 87,8%. Sementara itu, siswa yang kurang dalam mempraktikkan Personal Hygiene wajahnya maka didapat sebanyak 73,9% tingkat Keparahan Acne vulgaris-nya tergolong berat.

Seseorang dapat menderita Acne vulgaris disebabkan oleh kurangnya perhatian pada kebersihan kulit wajahnya. Praktik Personal Hygiene wajah yang buruk dapat menimbulkan Acne vulgaris karena kulit merupakan bagian tubuh yang mudah terkena infeksi bakteri. Kulit banyak mengandung kelenjar sebasea. Kulit berminyak dan kotor membuat saluran sebasea tersumbat sehingga merangsang kolonisasi atau berkembangbiaknya bakteri yang berakibat terjadinya peradangan atau inflamasi pada kulit yang berlanjut menjadi Acne vulgaris atau jerawat (Hapsari et al., 2022a).

Kesehatan kulit wajah bisa didapatkan dengan menjalankan praktik Personal Hygiene wajah dengan baik yaitu dilakukan secara teratur dan caranya yang benar. Personal Hygiene yang baik, selain untuk kebersihan diri, dapat meningkatkan aktivitas anti-mikroba yang dapat menghilangkan bakteri dari permukaan kulit, mengurangi kelebihan sebum, mencegah kerusakan folikular rambut, dan mengurangi risiko terkena infeksi (Damayanti & Minerva, 2023; Putra & Winaya, 2018).

 

Tabel 1. Hubungan Personal Hygiene Wajah Terhadap Keparahan Acne Vulgaris Pada Remaja

Variabel

Keparahan Acne vulgaris

Total

p-Value

Ringan

Sedang

Berat

n

%

n

%

n

%

n

%

Personal Hygiene

Wajah

Baik

 

 

 

36

 

 

87,8

 

 

3

 

 

7,3

 

 

2

 

 

4,9

 

 

41

 

 

100,0

 

0,000*

(r = -0,610)

Sedang

 

8

29,6

16

59,3

3

11,1

27

100,0

Kurang

 

3

13,0

3

13,0

17

73,9

23

100,0

*Uji Chi-square, nilai kemaknaan p < 0,05.

 

Hasil uji statistik Chi-square menunjukkan p-Value = 0,000 dengan nilai korelasi r = -0,610 yang berarti terdapat hubungan bermakna antara Personal Hygiene Wajah terhadap Keparahan Acne vulgaris pada remaja responden dengan korelasi negatif yang tinggi. Personal Hygiene Wajah yang baik (skor tinggi) akan menurunkan tingkat Keparahan Acne vulgaris menjadi ringan (skor rendah); namun sebaliknya Personal Hygiene Wajah yang buruk (skor rendah) akan menaikkan tingkat Keparahan Acne vulgaris menjadi berat (skor tinggi).

Analisis bivariat atau crosstabulation untuk dua variabel pada 41 siswa laki-laki memberikan hasil yaitu siswa yang menjalankan praktik Personal Hygiene wajah dengan baik maka tingkat Keparahan Acne vulgaris berada golongan ringan sebanyak 83,3%. Sementara itu, siswa laki-laki yang kurang dalam mempraktikkan Personal Hygiene wajahnya maka didapat sebanyak 82,4% tingkat Keparahan Acne vulgaris-nya tergolong berat.

Uji statistik yang digunakan adalah Fisher�s Exact dikarenakan tidak memenuhi ketentuan jumlah maksimum expected count kurang dari 5 untuk dapat memakai uji Chi-square. Hasil uji statistik tersebut menunjukkan p-Value = 0,000 dengan nilai korelasi r = -0,590 yang berarti terdapat hubungan bermakna antara Personal Hygiene Wajah terhadap Keparahan Acne vulgaris pada remaja laki-laki dengan korelasi negatif yang moderat namun mendekati level tinggi untuk kedua variabel tersebut.

Analisis bivariat atau crosstabulation untuk dua variabel pada 50 siswa perempuan memberikan hasil yaitu siswa yang menjalankan praktik Personal Hygiene wajah dengan baik maka tingkat Keparahan Acne Vulgaris berada golongan ringan sebanyak 89,7%. Sementara itu, siswa perempuan yang kurang dalam mempraktikkan Personal Hygiene wajahnya maka didapat sebanyak 50,0% tingkat Keparahan Acne Vulgaris-nya tergolong berat.

 

Tabel 2. Hubungan Personal Hygiene Wajah Terhadap Keparahan Acne Vulgaris Pada Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin

Variabel

Keparahan Acne vulgaris

Total

p-Value

Ringan

Sedang

Berat

n

%

n

%

n

%

n

%

Personal Hygiene

Wajah

Laki-laki

Baik

 

 

 

10

 

 

 

 

83,3

 

 

 

1

 

 

 

8,3

 

 

 

1

 

 

 

8,3

 

 

 

12

 

 

 

100,0

0,000**

(r = -0,590)

Sedang

 

6

50,0

4

33,3

2

16,7

12

100,0

Kurang

 

1

5,9

2

11,8

14

82,4

17

100,0

Perempuan

Baik

 

 

26

 

89,7

 

2

 

6,9

 

1

 

3,4

 

29

 

100,0

0,000**

(r = -0,538)

Sedang

 

2

13,3

12

80,0

1

6,7

15

100,0

Kurang

 

2

33,3

1

16,7

3

50,0

6

100,0

**Uji Fisher�s Exact, nilai kemaknaan p < 0,05.

 

Uji statistik yang dipakai adalah Fisher�s Exact dikarenakan tidak memenuhi ketentuan jumlah expected count kurang dari 5 sebanyak maksimum 20%. Hasil uji statistik tersebut menunjukkan p-Value = 0,000 dengan nilai korelasi r = -0,538 yang berarti terdapat hubungan bermakna antara Personal Hygiene Wajah terhadap Keparahan Acne Vulgaris pada remaja perempuan dengan korelasi negatif yang moderat untuk kedua variabel tersebut. Korelasi negatif berarti apabila personal hygiene wajah dijalankan dengan baik maka akan berpengaruh positif terhadap tingkat keparahan acne vulgaris yang rendah atau ringan. Namun sebaliknya, praktik personal hygiene wajah yang buruk akan berdampak negatif pada tingkat keparahan acne vulgaris yang tinggi atau berat.

Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara Personal Hygiene Wajah terhadap Keparahan Acne Vulgaris baik pada remaja laki-laki maupun remaja perempuan dengan sama-sama berkorelasi negatif; namun derajat korelasi remaja perempuan sedikit lebih rendah dibandingkan remaja laki-laki. Derajat korelasi tersebut menggambarkan besarnya pengaruh atau dampak dari variabel personal hygiene wajah terhadap variabel tingkat keparahan acne vulgaris.

Pembahasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan pada siswa kelas X dan XI di SMA Negeri 3 Jakarta menunjukkan terdapat 47 siswa atau 51,6% dari total responden mengalami tingkat Keparahan Acne Vulgaris yang tergolong ringan dengan skor antara 1 - 18. Remaja laki-laki mendominasi golongan ringan dan berat masing-masing sebesar 41,5% untuk tingkat Keparahan Acne vulgaris-nya sedangkan 60% remaja perempuan tergolong ringan. Remaja perempuan umumnya lebih memperhatikan perawatan diri termasuk kebersihan wajahnya dibandingkan remaja laki-laki karena berhubungan dengan penampilan dan rasa percaya diri dalam pergaulan dengan teman-temannya. Kebersihan wajah yang terjaga dengan baik dapat mencegah ataupun mengurangi Acne vulgaris (Damayanti & Minerva, 2023). Peneliti Kamel et al. (2022) menunjukkan bahwa perilaku Personal Hygiene wajah yaitu frekuensi mencuci wajah setiap hari mempengaruhi tingkat keparahan Acne vulgaris (Kamel et al., 2022).

Acne vulgaris, walaupun tidak termasuk penyakit yang membahayakan jiwa seseorang, merupakan penyakit peradangan kulit paling populer diantara penyakit kulit lainnya, yang dialami baik laki-laki maupun perempuan dimana sekitar 85% terjadi pada remaja berumur 12 - 25 tahun dengan tingkat prevalensi tertinggi di umur 16 - 18 tahun yaitu 93% nya. Acne vulgaris dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti ketidakseimbangan hormon, genetik yang diwariskan oleh orang tuanya, keadaan psikologisnya, derajat stres yang dialami, obat-obatan yang diminum, pemakaian kosmetik, makanan manis, kondisi lingkungan (antara lain berkeringat terus, tingginya kelembaban udara, terekspos uap dari panas minyak goreng atau bahan kimia), terinfeksi bakteri Propionibacterium acnes atau P. acnes, diet yang dijalani, dan personal hygiene wajah yang kurang memadai atau praktik mencuci wajah yang tidak baik (Hapsari et al., 2022a; Durovic et al., 2021; Suva et al., 2015).

Patofisiologi Acne vulgaris menjelaskan adanya empat mekanisme atau faktor yang mempengaruhi timbulnya Acne vulgaris yaitu: (i) peningkatan hormon testosteron dan androgen yang berdampak terhadap produksi sebum berlebih karena terjadinya hiperplasia dan hipertrofi pada kelenjar sebasea; (ii) penyumbatan saluran kelenjar sebasea oleh keratin dan sebum; (iii) adanya bakteri Propionibacterium acnes atau P. acnes pada saluran kelenjar sebasea; dan (iv) terjadinya inflamasi mikrokomedo (Tan et al., 2018).

Keparahan Acne vulgaris secara umum dapat digolongkan menjadi tiga yaitu ringan, sedang, dan berat. Acne vulgaris tergolong ringan jika terdapat komedo terbuka ataupun tertutup non-inflamasi dan sedikit lesi inflamasi hanya pada wajah saja. Karakteristik dari Acne vulgaris sedang adalah adanya papula dan pustula inflamasi pada wajah dan kadang pada anggota tubuh lain seperti dada atau punggung dengan derajat ringan. Acne vulgaris digolongkan berat apabila ada nodul dan timbul nanah. Namun untuk keperluan pengobatan yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan non spesialis maka keparahan Acne vulgaris dibagi menjadi lima level, selain untuk perawatan, yaitu ringan, ringan sedang, sedang, sedang berat, dan berat (Dawson & Dellavalle, 2013).

Mayoritas Personal Hygiene wajah berada dalam kategori baik dengan skor ≥ 7 sebanyak 45,1% dari total responden atau 41 siswa. Terdapat 41,5% remaja laki-laki kurang dalam mempraktikkan Personal Hygiene wajahnya sedangkan remaja perempuan mendominasi praktik Personal Hygiene wajah yang baik yaitu 58,0%. Kesibukan dalam mengejar prestasi sekolah, tidak peduli akan penampilan diri, banyak kegiatan di luar sekolah, dan rasa percaya diri yang tinggi merupakan beberapa latar belakang remaja laki-laki kurang perhatian terhadap Personal Hygiene atau praktik kebersihan wajahnya dibandingkan remaja perempuan.

Personal hygiene atau kebersihan diri merupakan aspek penting dalam menjaga kesehatan dan menghindarkan diri dari berbagai macam penyakit termasuk infeksi kulit. Membersihkan atau mencuci kulit wajah secara teratur dan benar dengan menggunakan sabun pencuci wajah yang tepat merupakan praktik dari personal hygiene wajah dalam rangka merawat kulit wajah sehingga kulit wajah menjadi sehat dan terlihat bersinar, lembut, bersih, tidak kering, elastis, dan berfungsi normal. Mencuci kulit wajah dapat dilakukan antara lain setelah terpapar langsung sinar matahari, terkena polusi, memakai riasan wajah / makeup, dan bepergian jauh. Praktik kebersihan wajah yang baik sangat berguna bagi penderita Acne vulgaris karena dapat meningkatkan aktivitas anti-bakteri, mengurangi peradangan, mengurangi kelebihan produksi sebum dengan tidak merusak pelindung kulit, menghilangkan sel-sel kulit yang mati, dan mencegah masuknya bakteri ke dalam kulit. Namun sebaliknya, personal hygiene wajah yang buruk merupakan salah satu penyebab timbulnya Acne vulgaris karena kulit wajah menjadi kotor dan berminyak sehingga bakteri Propionibacterium acnes atau P. acnes mudah menginfeksi dan berkembang biak pada kondisi kulit wajah tersebut. Kulit yang kotor karena debu dan adanya sel-sel kulit mati, ditambah dengan meningkatnya produksi sebum dan terpaparnya bakteri Propionibacterium acnes, dapat berakibat pada terhalangnya saluran kelenjar sebasea sehingga memicu timbulnya Acne vulgaris. Praktik kebersihan meliputi kebersihan diri, kulit wajah, dan lingkungan dapat menghindarkan seseorang terinfeksi penyakit dan mengurangi pertumbuhan mikroorganisme (Damayanti & Minerva, 2023; Wasono et al., 2020; Hastuti et al., 2019).

Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji statistik Chi-square diperoleh hasil yaitu terdapat hubungan bermakna antara Personal Hygiene Wajah terhadap Keparahan Acne vulgaris pada remaja dengan korelasi negatif yang tinggi (p = 0,000; r = -0,610). Sedangkan hasil uji Fisher�s Exact (tidak memenuhi persyaratan uji Chi-square) menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara Personal Hygiene Wajah terhadap Keparahan Acne vulgaris baik pada remaja laki-laki (p = 0,000; r = -0,590) maupun remaja perempuan (p = 0,000; r = -0,538) dengan sama-sama berkorelasi negatif; namun derajat korelasi remaja perempuan sedikit lebih rendah dibandingkan remaja laki-laki.

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dan Minerva (2023) yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara personal hygiene wajah atau kebersihan kulit wajah dan kejadian Acne vulgaris pada remaja laki-laki (p = 0,021). Penelitian ini menggunakan metode analitik korelasi dengan desain potong lintang dan kuesioner sebagai alat pengumpulan data responden. Penelitian tersebut menunjukkan timbulnya Acne vulgaris umumnya disebabkan oleh faktor genetik (54,5% responden menderita acne moderat dan 29% acne ringan) dan personal hygiene. Faktor genetik berkaitan dengan rentang usia seseorang dan faktor keturunan dari orang tuanya sedangkan personal hygiene merupakan perilaku seseorang dalam menjaga kesehatannya termasuk mencegah timbulnya Acne vulgaris. Perilaku kebersihan diri diantaranya kebersihan pada kulit, mata, telinga, rambut, kuku, kaki, dan pakaian yang dikenakan. Personal hygiene wajah sebagai tindakan pencegahan timbulnya acne vulgaris dengan cara mencuci kulit wajah maksimum dua kali sehari kemudian mengeringkannya dengan handuk khusus dan berganti pakaian secara teratur (Damayanti & Minerva, 2023).

Peneliti lain, Kamel et al. (2022) mendapatkan hasil yang sama dimana ada hubungan yang signifikan antara keparahan acne vulgaris dengan perilaku personal hygiene (p = 0,000). Desain penelitian deskripsi yang dipakai dalam penelitian ini dengan metode pemilihan responden secara purposive sampling dan hanya menggunakan satu instrumen saja yaitu wawancara secara langsung dengan kuesioner yang terdiri dari 4 bagian (data sosio demografi responden, penilaian riwayat medis terkait Acne vulgaris responden dan riwayat keluarganya, pengetahuan responden tentang Acne vulgaris, serta faktor risiko penyebab acne yang dibagi menjadi faktor hormon, paparan sinar matahari, perilaku hygiene, kebiasaan diet, penggunaan kosmetik, dan kebiasaan lainnya). Pada penelitian ini sebanyak 44,8% dari total 400 siswa berada pada level moderat untuk faktor risiko terkena acne yang disebabkan oleh buruknya praktik personal hygiene wajah (Kamel et al., 2022).

Peneliti Durovic et al. (2021) juga memberikan gambaran yang sama yaitu responden memiliki persepsi yang tinggi terkait personal hygiene wajah atau mencuci wajah yang tidak memadai merupakan salah satu faktor dari tiga faktor utama, selain hormon dan makanan manis, yang memperburuk acne (p = 0,047). Metode penelitian adalah potong lintang dan responden diminta mengisi kuesioner meliputi jenis kelamin, umur, kapan mulai menderita acne, persepsi responden tentang faktor-faktor yang memperburuk ataupun memperbaiki acne, dan sumber informasi tentang acne yang didapat oleh responden. Penelitian ini menunjukkan responden percaya faktor-faktor yang memperburuk acne adalah 85,0% mencuci wajah yang tidak memadai, 84,0% hormon, 82,0% makanan manis, 72,6% makanan berlemak, 71,2% makeup, dan 67,8% stres. Remaja perempuan lebih percaya dibandingkan remaja laki-laki bahwa mencuci wajah yang tidak memadai, makanan manis, stres, genetik, dan make up merupakan faktor yang memperburuk acne sedangkan minum air yang banyak, merokok, perawatan dengan kosmetik, dan menikmati masa liburan sekolah dapat mengurangi acne. Sementara remaja laki-laki percaya turunnya berat badan dapat mengurangi acne. Secara statistik, tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan antara remaja yang menderita acne dengan remaja yang tidak memiliki acne terkait faktor-faktor yang memengaruhi acne, kecuali perawatan dengan kosmetik (Durovic et al., 2021).

Sole et al. (2020) melakukan penelitian dengan hasil yang sama yaitu terdapat hubungan signifikan antara frekuensi mencuci wajah dan keparahan Acne vulgaris pada remaja laki-laki (p = 0,004). Penelitian ini dilakukan dengan analisis observasi, metode cross sectional, uji statistik Chi-square, kuesioner untuk penilaian frekuensi mencuci wajah, serta pemeriksaan fisik secara langsung dan pengambilan foto untuk mendiagnosis Acne vulgaris responden. Sebanyak 40% remaja mencuci wajahnya 2 - 3 kali setiap hari sedangkan 60% nya kurang dari 2 kali ataupun lebih dari 3 kali setiap hari. Remaja yang tidak menderita acne atau memiliki acne ringan sebanyak 41,1% sedangkan yang menderita acne moderat ataupun berat ada 58,9%. Personal hygiene wajah atau mencuci wajah yang tidak memadai seperti satu kali setiap hari maka jumlah lesi akan bertambah, empat kali setiap hari maka lesi acne tidak menunjukkan perbaikan, namun jumlah lesi acne akan berkurang apabila seseorang mencuci wajah dua sampai tiga kali setiap hari (Sole et al., 2020).

Berbeda dengan hasil penelitian oleh Hapsari et al. (2022b) dimana tidak ada hubungan antara perilaku personal hygiene dengan kejadian Acne vulgaris (p = 0,720). Penelitian ini menggunakan analisis observasi dengan metode potong lintang, teknik purposive sampling, uji statistik Fisher�s Exact, kuesioner Hygiene Inventory (HI23) dan pengambilan foto wajah. Terdapat 77,8% responden menderita Acne vulgaris dan 57,8% responden menjalankan praktik personal hygiene yang baik. Hasil penelitian yang berbeda ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya stres dan genetik. Stres yang tidak terkendali menstimulasi kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon androgen dan menyebabkan terjadinya hyperplasia pada kelenjar sebaceous sehingga terjadi produksi lipids yang berlebih pada kelenjar sebaceous dan steroidogenesis yang memicu terbentuknya Acne vulgaris. Faktor genetik juga berpengaruh terhadap Acne vulgaris. Seseorang yang berasal dari keluarga yang mempunyai riwayat Acne vulgaris maka orang tersebut memiliki prevalensi lebih tinggi terkena Acne vulgaris dengan level moderat atau berat dibandingkan dengan orang lain yang keluarganya tidak mempunyai riwayat Acne vulgaris (Hapsari et al., 2022b).

Hasil penelitian yang berbeda juga didapat oleh Mahmoud et al. (2019) yaitu tidak ada hubungan antara kejadian Acne vulgaris dan frekuensi mencuci wajah (p = 0,980). Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah potong lintang, proportional sampling, dua buah kuesioner (kuesioner 1 berisi data responden dan faktor-faktor risiko yang kemungkinan menyebabkan acne serta kuesioner 2 yaitu Cardiff Acne Disability Index atau CADI). Mayoritas remaja atau 28% menderita Acne vulgaris ringan dan 24% Acne vulgaris moderat. Remaja laki-laki (69,8%) lebih umum menderita Acne vulgaris dibandingkan dengan remaja perempuan (47,7%). Terdapat lima faktor risiko utama yang memengaruhi Acne vulgaris yaitu stres (odd ratio = 18,85), sering makan makanan pedas (13,364), sering minum susu (7,609), memakai kosmetik (7,25), dan sering makan makanan cepat saji atau fast food (4,875) (Mahmoud et al., 2019).

 

 

KESIMPULAN

Remaja yang melaksanakan Personal Hygiene wajah dengan baik sebanyak 41 siswa (45,1% dari total responden), sedang ada 27 siswa (29,7%), dan sisanya 23 siswa kurang dalam mempraktikkan Personal Hygiene wajahnya. Tingkat Keparahan Acne vulgaris dari 47 siswa (51,6% dari total responden) tergolong ringan, 22 siswa (24,2%) tergolong sedang, dan 22 siswa lainnya (24,2%) tergolong berat. Terdapat hubungan bermakna antara Personal Hygiene wajah terhadap Keparahan Acne vulgaris pada siswa remaja dengan korelasi negatif yang tinggi (p-Value = 0,000 dan r = -0,610). Selain itu, hubungan bermakna antara Personal Hygiene wajah terhadap Keparahan Acne vulgaris baik pada remaja laki-laki maupun remaja perempuan sama-sama berkorelasi negatif; namun derajat korelasi remaja perempuan (moderat, r = -0,538) sedikit lebih rendah dibandingkan remaja laki-laki (moderat mendekati level tinggi, r = -0,590).

 

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanti, R. N. (2015) Akne vulgaris pada remaja. J Majority, 4 (6) Februari, pp. 10-17.

Alanazi, M. S., Hammad, S. M., dan Mohamed, A. E. (2018) Prevalence and psychological impact of acne vulgaris among female secondary school students in Arar city, Saudi Arabia, in 2018. Electronic Physician, 10 (8) August, pp. 7224-7229. http://dx.doi.org/10.19082/7224

Bajelan, A., Ghaebi, M., Javadi, M., Barikani, A., Beheshti, A., Bargahi, M., dan Ahmadi, M. (2020) The association between the incidence of acne vulgaris and lifestyle factors including dietary habits, physical activity, and bathing frequency. J Skin Stem Cell, 7 (3) September: e114161, pp. 1-6. http://dx.doi.org/10.5812/jssc.114161

Bonnie, R. J. dan Backes, E. P. (2019) The promise of adolescence: realizing opportunity for all youth [Internet]. National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine.

Damayanti, I. S. dan Minerva, P. (2023) The relationship of facial skin personal hygiene to the onset of acne (acne vulgaris) in adolescent boys. International Journal of Natural Science and Engineering, 7 (2) July, pp. 112-119. https://doi.org/10.23887/ijnse.v7i2.62085

Dawson, A. L. dan Dellavalle, R. P. (2013) Acne vulgaris. BMJ, 346 May: f2634, pp. 1-7. https://doi.org/10.1136/bmj.f2634

Durovic, M. R., Jankovic, J., Durovic, M., Spiric, J., dan Jankovic, S. (2021) Adolescents� beliefs and perceptions of acne vulgaris: A cross-sectional study in Montenegrin schoolchildren. PloS ONE, 16 (6) June: e0253421, pp. 1-12. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0253421

Elvira. (2019) Acne: Pathophysiology and management. CDK, 46 (1), pp. 16-20.

Ewadh, M. J., Shemran, K. A., dan Al-Hamdany, K. J. (2011). The correlation of some hormones with acne vulgaris. International Journal of Science and Nature, 2 (4) January, pp. 713-717.

Gurram, D., Kumar, K., Pavan, I., dan Chary, E. (2021) Prevalence of skin disease among adolescent girls and their impact on quality of life. Pediatric Rev Int J Pediatr Res, 8 (2) March-April, pp. 116-120. https://doi.org/10.17511/ijpr.2021.i02.08

Hapsari, J. R., Murasmita, A., Widhiati, S., dan Kusumawardani, A. (2022a) The relationship between hygiene behaviour and acne vulgaris incidence in medical students Sebelas Maret University. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin - Periodical of Dermatology and Venereology, 34 (2) Agustus, pp. 125-129. Tersedia dalam : <https://e-journal.unair.ac.id/BIKK> [Diakses 3 Oktober 2023].

Hapsari, J. R., Murasmita, A., Widhiati, S., dan Kusumawardani, A. (2022b) The relationship between hygiene behaviour and acne vulgaris incidence in medical students Sebelas Maret University. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin - Periodical of Dermatology and Venereology, 34 (2) Agustus, pp. 125-129. Tersedia dalam : <https://e-journal.unair.ac.id/BIKK> [Diakses 3 Oktober 2023].

Hastuti, R., Mustifah, E. F., Ulya, I., Risman, M., dan Mawardi, P. (2019) The effect of face washing frequency on acne vulgaris patients. Journal of General - Procedural Dermatology & Venereology Indonesia, 3 (2) Juni: Artikel 7, pp. 35-40. https://doi.org/10.19100/jdvi.v3i2.105

Jusuf, N. K., Putra, I. B., dan Sutrisno, A. R. (2021) Correlation between stress scale and serum substance p level in acne vulgaris. International Journal of General Medicine, 14, pp. 681-686. http://doi.org/10.2147/IJGM.S294509

Kabau, S. (2012) Hubungan antara pemakaian jenis kosmetik dengan kejadian akne vulgaris. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 1 (1), pp. 1-18. Tersedia dalam : <https://www.neliti.com/publications/137774/hubungan-antara-pemakaian-jenis-kosmetik-dengan-kejadian-akne-vulgaris> [Diakses 3 Oktober 2023].

Kamel, H. M. H., Abdel-Mohesen, A. S., Gomaa, A. A.-A., dan Mahmoud, M. T. (2022) Risk factors of acne vulgaris in preparatory school students in Fayoum city. International Journal of Health Sciences, 6 (S4) July, pp. 10686-10699. https://doi.org/10.53730/ijhs.v6nS4.11379

Mahmoud, A. M., Hamed, A. F., Hegazy, E. M., dan Sadek, E. A. (2019) Prevalence rate, risk factors of acne vulgaris and its impact on the quality of life among teen-agers in Qena city, Upper Egypt. SVU-International Journal of Medical Sciences, 2 (1), pp. 10-18. https://doi.org/10.21608/svuijm.2019.120930

Mohiuddin, A. K. (2019) A comprehensive review of acne vulgaris. Clin Res Dermatol Open Access, 6 (2) June, pp. 1-34. http:// dx.doi.org/10.15226/2378-1726/6/2/00186

Moosa, A. S., Lim, S. F., Koh, Y. L. E., Aau, W. K., dan Tan, N. C. (2023) The management of acne vulgaris in young people in primary care: A retrospective cohort study. Front Med, 10 March: 1152391, pp. 01-08. https://doi.org/10.3389/fmed.2023.1152391

Oktaviani, A., Mastuti, S., dan Shahab, F. (2023) The relationship of personal hygiene on the severity of acne vulgaris in medical students Wahid Hasyim University. Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal), 12 (4) Juli, pp. 191-195. https://doi.org/10.14710/dmj.v12i4.38034

Ollyvia, Z. Z., Febriyana, N., Damayanti, dan Ardani, I. G. A. I. (2021) The association between acne vulgaris and stress among adolescents in Kenjeran, Surabaya. Jurnal Psikiatri Surabaya, 10 (1) Mei, pp. 33-39. https://doi.org/10.20473/jps.v10i1.23483

Oyedepo, J. T., Katibi, O. S., dan Adedoyin, O. T. (2020) Cutaneous disorders of adolescence among Nigerian secondary school students. Pan African Medical Journal, 36 (36) May. https://doi.org/10.11604/pamj.2020.36.36.21089

Putra, I. P. I. A. dan Winaya, K. K. (2018) Pengaruh personal hygiene terhadap timbulnya akne vulgaris pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2014 di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Intisari Sains Medis, 9 (2) Agustus, pp. 156-159. https://doi.org/10.15562/ism.v9i2.258 

Sibero, H. T., Putra, I. W. A., dan Anggraini, D. I. (2019) Tatalaksana terkini acne vulgaris. Jurnal Kedokteran Unila, 3 (2) Desember, pp. 313-320.

Sole F. R. T., Suling, P. L., dan Kairupan, T. S. (2020) Hubungan antara mencuci wajah dengan kejadian akne vulgaris pada remaja laki-laki di Manado. e-CliniC, 8 (1) Januari-Juni, pp. 158-162. https://doi.org/10.35790/ecl.8.1.2020.28310

Sutaria, A. H., Masood, S., Saleh, H. M., dan Schlessinger, J. (2023a) Acne Vulgaris [Internet]. NCBI Bookshelf. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.

Sutaria, A. H., Masood, S., Saleh, H. M., dan Schlessinger, J. (2023b) Acne Vulgaris [Internet]. NCBI Bookshelf. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.

Suva, M. A., Patel, A. M., Sharma, N., Bhattacharya, C., dan Mangi, R. K. (2015). A brief review on acne vulgaris: Pathogenesis, diagnosis and treatment. Research & Reviews: Journal of Pharmacology, 4 (3) January, pp. 1-12.

Tan, A. U., Schlosser, B. J., dan Paller, A. S. (2018) A review of diagnosis and treatment of acne in adult female patients. International Journal of Women�s Dermatology, 4, pp. 56-71. https://doi.org/10.1016/j.ijwd.2017.10.006

Wasono, H. A., Sani, N., Panongsih, R. N., dan Shauma, M. (2020) Hubungan kebersihan wajah terhadap kejadian akne vulgaris pada siswa kelas X SMK Negeri Tanjungsari Lampung Selatan tahun 2020. Jurnal Medika Malahayati, 4 (2) April, pp. 82-86. https://doi.org/10.33024/jmm.v4i2.2461

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

� 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).