Abdullah dan Royyan Hafizi/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(1), 1-8
- 4 -
penjelasan tentang pelaku dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 lebih luas dari
pengertian dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971.
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang dimaksud dengan
pelaku tindak pidana korupsi diperluas lagi yang meliputi penyelenggara negara,
pemborong, ahli bangunan, orang yang menjalankan jabatan umum terus menerus atau
sementara waktu, hakim atau advokat.
Penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif,
legislatif atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999).
Perilaku korupsi seseorang biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk
faktor pribadi yang menjadi penyebab terjadinya korupsi. Dari sudut pandang seorang
aktor korup, penyebab korupsi bisa berupa dorongan batinnya, dengan kata lain keinginan,
niat atau kesadaran untuk melaksanakan perilaku korup. Secara internal, alasan seseorang
melakukan perilaku korup antara lain: keserakahan, semangat tidak kuat menghadapi
godaan, pendapatan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
mendasar dan wajar, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup konsumtif, dan
kurangnya penggunaan ajaran agama. . Selain faktor pribadi, faktor penyebab terjadinya
korupsi juga dapat berasal dari lingkungan, organisasi dan masyarakat tempat orang
tersebut tinggal.
2. Kebijakan Hukum Pidana Korupsi
Apakah korupsi merupakan tindak pidana? Sesuai dengan asas legalitas
(Wiharyangti, 2011) alam beberapa undang-undang selain "Hukum Pidana" tersebut di
atas, korupsi dianggap sebagai kejahatan. Secara politik, kejahatan telah diatur dalam
beberapa undang-undang sejak Indonesia merdeka hingga masa reformasi. Tindak pidana
korupsi telah dibicarakan sebagai salah satu bentuk kejahatan dalam lingkupnya “crime as
bussines, dalam kongres PBB ke lima di Jenewa tahun 1975.
Secara etimologis, korupsi berasal dari istilah latin “korupsi” yang berarti
kerusakan, kebejatan, dan juga digunakan untuk maksud negara atau kejahatan. Di
Indonesia, istilah korupsi selalu dikaitkan dengan ketidakjujuran atau kecurangan
seseorang di sektor keuangan yang formal secara hukum.
Sejauh menyangkut definisi korupsi, terdapat banyak batasan dalam berbagai
dokumen. Menurut Henry Campbell Black (Henry Campbell Black), korupsi mengacu
pada tindakan yang dirancang untuk memberikan manfaat yang tidak sesuai dengan tugas
dan hak resmi pihak lain. Selain itu, Black memberikan batasan bahwa korupsi adalah
tindakan pejabat yang menggunakan jabatannya secara ilegal untuk mendapatkan
keuntungan yang bertentangan dengan kewajibannya. Dalam websters new American
Dictionary kata corruption diartikan sebagai decay (lapuk), contamination (kemasukan
sesuatu yg merusak), impurity (tidak murni) sedang kata corrupt dengan menjadi busuk,
lapuk atau buruk, atau memasukkan sesuatu yg busuk atau yg lapuk kedalam sesuatu yg
semula bersih dan bagus. Dalam kamus besar BI korupsi diartikan sebagai perbuatan yg
buruk seperti penggelapan uang,penerimaan uang sogok dan sebagainya. Dengan
Beranekaragamnya konsep korupsi menimbulkan kesulitan merumuskan batasan yang
lengkap tentang korupsi sehingga Klitgaard keberatan mebuat defenisi koupsi karena
buang-buang waktu, lebih baik membahas cara-cara utk membrantas korupsi itu sendiri.
Menurut Syed Husssein Alatas, ruang lingkup korupsi sangat luas, termasuk
penyuapan (penyuapan), pemerasan (pemerasan), dan nepotisme, tetapi ada kesamaan yang
menghubungkan ketiga faktor tersebut, yaitu menempatkan kepentingan publik di bawah
tujuan pribadi dengan melanggar kewajiban berikutnya dan standar
kesejahteraan.Kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan pengabaian yang kejam atas
segala konsekuensi yang diderita oleh public (Waluyo, 2017).