Nahrul Hayat, Afif D Alba dan Asfri Sri Rahmadeni/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(4),
403-413
- 406 -
ramelteon, zaleplon, zolpidem dan zolpidem MR lebih efektif dan aman untuk usia lanjut
(Ni Astuti, 2013)
Teknik relaksasi otot progresif bertujuan memusatkan perhatian spada satu
aktivitas otot dengan menurunkan ketegangan otot melalui teknik relaksasi (Herode,
Bhamare, Biswas, & Deokar, 2013).
Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik untuk mengurangi
ketegangan otot dengan proses yang sistematis dalam menegangkan otot kemudian
merilekskannya kembali, yang dimulai dengan otot wajah dan berkhir pada otot kaki.
Tindakan ini biasanya memerlakukan waktu 15-30 menit dan dapat disertai dengan intruksi
yang direkam yang mengarahkan individu untuk memeperhatikan urutan otot yang
direlakskan. Rendahnya aktivitas otot tersebut menyebabkan kekakuan pada otot. Otot
yang kku akan menyebabkan tubuh tidak menjadi rileks sehingga memungkinkan lansia
mengalami insomnia (Marks, Allegrante, MacKenzie, & Lane, 2003).
Penelitian yang dilakukan Erliana, Haroen, Susanti (2013), yaitu penelitian untuk
mencari perbedaan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah latihan relaksasi otot
progresif, dari penelitian tersebut didapatkan perbedaan yang di signifikan terhadap tingkat
insomnia lansia sebelum dan sesudah latihan relaksasi progresif.
Prevalensi insomnia yang di definisikan sebagai gangguan tidur kronis yaitu
sebanyak 50-70% dari semua lansia yang berusia >65 tahun, penelitian sebelumnya juga
menyebutkan di Thailand, hampir 50% pasien yang berusia >60 tahun mengalami insomnia
(dikutip dari Putu, Ardani, 2013).
Menurut teori Kaplan & Sadock (2010) yang menyatakan bahwa jenis kelamin
perempuan merupakan faktor yang berhubungan dengan terjadi peningkatan prevalensi
gangguan tidur karena adanya gangguan mental dan faktor usia lanjut.
Penelitian Erna dkk, (2015) di BPSTW Ciparay Bandung hasil penelitian, terdapat
perbedaan tingkat insomnia responden sebelum dan sesudah latihan relaksasi otot
progresif. Perbedaan yang dapat dilihat adalah terjadinya penurunan jumlah responden
pada tingkat insomnia ringan sebanyak 10 orang (34,48%), 19 responden (65,52%) yang
tidak mengalami keluhan insomnia dan tidak ada satupun responden yang mengalami
insomnia berat dan sangat berat. Hasil uji statistik menunjukkan hitung Z (4,706) > Ztabel
(1,96) maka Ho ditolak artinya terdapat perbedaan tingkat insomnia sebelum dan sesudah
latihan relaksasi otot progresif. Berdasarkan hasil penelitian, perawat sebagai care provider
disarankan untuk mengaplikasikan latihan relaksasi otot progresif sebagai salah satu
intervensi bagi lansia yang mengalami gangguan tidur (insomnia).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 24 Mei 2019
pada 15 lansia yang datang berkunjung ke Puskesmas Baloi Permai, didapatkan hasil 12
mengeluhkan sulit untuk memulai tidur dan sering terbangun pada malam hari, mudah
merasakan lelah disiang hari, kesulitan tidur secara teratur, bangun terlalu dini dan 3 tidak
mengalami keluhan. Dari hasil studi pendahuluan tersebut dapat disimpulkan bahwa
presentase lansia yang mengalami insomnia lebih banyak dibandingkan yang tidak
mengalami insomnia.
Peningkatan kualitas tidur pada lansia selain memberikan aktivitas kepada lansia
seperti membaca, menonton juga dapat dipengaruhi oleh tempat tinggal lansia yang
nyaman, suhu ruangan yang sesuai dan juga pencahayaan yang baik dapat meningkatkan
kualitas tidur lansia menjadi lebih baik (Nofiyanto & Prabowo, 2015).
Dampak yang dapat ditimbulkan insomnia ini cukup memprihatinkan, karena saat
tidur terjadi proses pemulihan, proses ini bermanfaat mengembalikan kondisi seseorang
pada keadaan semula, dengan begitu tubuh yang terjadinya mengalami kelelahan akan
menjadi segar kembali (Ulimudiin, 2011).
Menanggapi hal tersebut WHO mecanangkan program peningkatan kesehatan agar
seseorang yang memiliki usia lebih panjang dapat tetap produktif. Pada hari kesehatan 07