Zidnal Falah dan Abi Surya Wijaya/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia 1(1), 47-56
-49-
dan aplikasi sambungan. Selanjutnya menurut (Khan, 2005), strategi
pembelajaran kombinasi (blended learning) yang dapat diterapkan di lembaga
pendidikan dan lembaga nonkependidikan, diantaranya (1) kombinasi offline dan
online learning, yaitu model yang paling sederhana dimana mengkombinasikan
antara pembelajaran konvensional dengan online learning. Pengertian online di
sini adalah belajar melalui inter atau intranet. Perkuliahan tatap muka tetap
berjalan seperti biasa. Peserta didik mempelajari materi kuliah dan mengirimkan
serta menyimpan tugas dalam blog tersebut. Pengumuman dan tugas- tugas
diinformasikan kepada peserta didik secara privat atau umum via email.
Presentasi kelompok, diskusi dalam tatap muka tetap berjalan seperti biasa; (2)
kombinasi antara belajar mandiri (self paced) dengan live and collaborative
learning, model yang satu ini mungkin sesuai untuk pelatihan dimana peserta
pelatihan dapat tetap belajar tanpa harus meninggalkan pekerjaannya. Seperti
contoh pada pelatihan jarak jauh untuk meningkatkan kualifikasi pengajar, bahan
belajar dirancang dan dikembangkan sedemikian rupa agar dapat dipelajari secara
mandiri oleh peserta, dalam bentuk modul cetak, video (VCD/DVD), atau
multimedia (CD-ROM). Peserta dapat mempelajarinya kapan saja, dimana saja
sesuai dengan kebutuhan, kecepatan belajar dan kondisi masing-masing.
Pertemuan reguler, seperti untuk diskusi kelompok, pengerjaan tugas-tugas secara
kolaboratif atau diskusi dengan instruktur dilakukan secara langsung (live) yang
dimoderasi oleh instruktur atau ketua kelompok melalui media komunikasi baik
synchronous maupun asynchronous seperti chatting, video conference, telepon
seluler (call or sms), forum diskusi, milis, email, dan lain-lain; (3) kombinasi
antara pembelajaran terstruktur dan tidak terstruktur. Proses pembelajarannya
tidak selamanya terstruktur, artinya sesuai apa yang telah direncanakan dengan
urutan pembelajaran yang sudah terurut. Ada kalanya pembelajaran terjadi secara
tidak terstruktur, di mana peserta belajar mengalami suatu situasi tertentu yang
relevan dengan apa yang sedang dipelajari dan pada saat itu pula harus
ditindaklanjuti.
Universitas Muhammadiyah Cirebon sebagai salah satu Universitas yang
memiliki kebijakan mendorong penggunaan e- learning, dimana dosen boleh
menggunakan e-learning maksimal 50% dari total petemuan. Kebijakan ini
bertujuan agar mutu pembelajaran yang ada bisa ditingkatkan, membangun
budaya student center learning dan mengubah kebiasaan dan budaya belajar
menjadi independent learning (buku panduan e-learning Universitas
Muhammadiyah Cirebon). E-learning memberikan manfaat bagi mahasiswa dan
dosen. Bagi mahasiswa, e-learning merupakan alternatif belajar dibandingkan
pembelajaran konvensional dosen, dimana pembelajaran dapat berlangsung di
luar ruang kuliah, membentuk kemandirian belajar, membantu menjadikan belajar
sebagai belajar sepanjang hayat dan mendorong untuk berinteraksi antara siswa
satu dengan yang lain. Sedangkan bagi dosen, e-learning mengubah gaya