Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, Juni 2022, 2 (6), 656-667
p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534
Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
Analisa Faktor Penyebab Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Solok
Dewi Rahmadani
1*
, Resty Noflidaputri
2
, Visti Delvina
3
Universitas Fort De Kock Bukittinggi
1,2,3
Email: dewirahmadani@gmail.com
1
, restynoflida@ fdk.ac.id
2
, vistidelvina@ fdk.ac.id
3
Abstrak
Received:
Revised :
Accepted:
04-06-2022
07-06-2022
25-06-2022
Riskesdas 2020 didapatkan data Sumatera Barat berat badan lahir < 2500 gram
sebanyak 4,6%. Dinas Kesehatan Kota Solok pada tahun 2020 jumlah kelahiran dengan
BBLR sebanyak 65 orang sampai bulan Desember, dengan jumlah kelahiran 1331
orang persentase nya 4,8%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Analisa
Faktor Penyebab Kejadian BBLR. Penelitian ini merupakan kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi, Instrumen pada penelitian ini dengan panduan wawancara,
alat perekam suara. Pada penelitian ini didapatkan 23 orang informan terdiri dari 1
orang Kepala Dinas Kesehatan Kota Solok, 4 Orang Kepala Puskesmas, 4 orang
bidan penanggung jawab KIA, 4 orang bidan Pembina wilayah, 4 orang gizi, 6 orang
ibu yang memiliki bayi dengan BBLR. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Dinas
Kesehatan Kota Solok. Hasil penelitian input didapatkan kebijakan, dana, sumber
daya manusia sarana dan prasarana, sudah sesuai dengan prosedur maupun kebijakan
dinas Kesehatan Kota Solok. Proses didapatkan perencanaan, pengorganisasian,
pengawasan, evaluasi, sudah berjalan dengan baik hanya saja pencatatan dan
pelaporan masih ada kendala, blangko tidak diisi. Output didapatkan cakupan
kegiatan sudah mencapai target, namun kualitas pelayanan masih kurang karena masih
banyak petugas yang sudah memiliki kompetensi tetapi belum bisa
mengaplikasikannya ke masyarakat. Kesimpulan cakupan kegiatan sudah mencapai
target namun kualitas pelayanan masih kurang karena masih banyak petugas yang
sudah memiliki kompetensi tetapi belum bisa mengaplikasikannya ke masyarakat.
Disarankan pada petugas yang berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Solok
khususnya bidan agar dapat bekerja dengan baik, jika ada kasus langsung ditangani
dengan baik dan untuk pencatatan ada petugas khususnya pada BBLR agar
mendapatkan penanganan segera dengan memberikan pelatihan.
Kata Kunci: BBLR; Dinas Kesehatan; Kota Solok.
Abstract
Riskesdas 2020 data obtained from West Sumatra with birth weight <2500 grams as
much as 4.6%. Solok City Health Office in 2020 the number of births with LBW as
many as 65 people until December, with the number of births 1331 people the
percentage is 4.8%. The purpose of this study was to determine the Analysis of
Factors Causing the Incidence of LBW. This research is qualitative with a
phenomenological approach, the instrument in this study is an interview guide, a
voice recorder. In this study, 23 informants were found consisting of 1 Head of the
Solok City Health Office, 4 Heads of Public Health Centers, 4 midwives in charge of
MCH, 4 regional supervisory midwives, 4 nutritionists, 6 mothers who had babies
with LBW. This research was conducted at the Public Health Center of the Solok City
Health Office. The results of the input research obtained that policies, funds, human
resources, facilities and infrastructure, were in accordance with the procedures and
policies of the Solok City Health Office. The process of getting planning, organizing,
monitoring, evaluating, has been going well, it's just that there are still problems in
recording and reporting, the blank is not filled in. The output obtained is that the scope
of
activities has reached the target, but the quality of
service is still lacking
DOI : 10.36418/cerdika.v2i6.422 656
Dewi Rahmadani, Resty Noflidaputri, Visti Delvina /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(6), 656-667
Analisa Faktor Penyebab Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Solok
657
PENDAHULUAN
*Correspondence Author: Dewi Rahmadani
BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa
gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Menurut
sumber lain BBLR adalah bayi baru lahir yang berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram
(Pristya et al., 2020).
Indikator angka kematian yang berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian
Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA). Hasil
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2018 menunjukkan AKN sebesar 15
per 1.000 kelahiran hidup, AKB 24 per 1.000 kelahiran hidup, dan AKABA 32 per 1.000
kelahiran hidup. Salah satu faktor penyebab kematian neonatal adalah Berat Badan Lahir Rendah
(Indrasari, 2016).
Definisi Berat Badan Lahir Rendah(BBLR) menurut WHO (World Health Organization)
adalah berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram (Intang, 2020). Menurut WHO prevalensi
BBLR lebih dari 15,5% dari kelahiran bayi setiap tahunnya, sehingga Indonesia berada pada
peringkat 9 angka kejadian BBLR tertinggi di dunia. Hasil Riskesdas 2020 memaparkan proporsi
BBLR di Indonesia dari Tahun 2007 2018 yaitu pada Tahun 2007 sebanyak 5,4%, Tahun 2010
sebanyak 5,8%, Tahun 2018 sebanyak 5,7% dan pada Tahun 2020 mengalami peningkatan yang
berarti sebanyak 6,2% (Rosianto & Farial Nurhayati, 2021).
Berdasarkan data Riskesdas 2020, Di Sumatera Barat didapatkan proporsi berat badan
lahir pada anak umur 0-59 bulan menurut provinsi yaitu berat badan lahir < 2500 gram sebanyak
4,6%, berat badan lahir 2500-2999 gram didapatkan 25,1%, dan berat badan lahir 3000-3999 gram
didapatkan 65,9%, dan berat badan lahir > 4000 gram didapatkan 4,4% (RI, 2020).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Solok didapatkan pada tahun 2020 jumlah
kelahiran dengan BBLR sebanyak 65 orang sampai bulan Desember, dengan jumlah kelahiran
1331 orang persentase nya 4,8%. Di tahun 2021 mengalami peningkatan, jumlah kelahiran dengan
BBLR sebanyak 46 orang dengan aterm sebanyak 21 orang sampai bulan Agustus 2021 dengan
jumlah kelahiran 821 orang dengan persentase 5.72 % sedangkan target persentase pertahun nya
4,5% dan sudah melebihi target sampai bulan Agustus di tahun ini, dan di tahun 2021 jumlah
BBLR di MTBM sebanyak 24 orang, jumlah BBLR yang ditangani di puskesmas sebanyak 12
orang, jumlah BBLR yang dirujuk sebanyak 1 orang dan jumlah kematian akibat BBLR sebanyak
1 orang. Dinas Kota Solok sudah mencanangkan buku kia kecil khusus untuk BBLR untuk
menurunkan angka kejadian BBLR.
Bayi yang memiliki Berat Badan Lahir Rendah(BBLR) merupakan masalah yang sangat
kompleks dan rumit karena memberikan kontribusi pada kesehatan yang buruk
because there are still many officers who already have competence but have
not been able to apply it to the community. The conclusion is that the scope
of activities has reached the target but the quality of service is still lacking
because there are still many officers who already have competence but have
not been able to apply it to the community. It is recommended that officers
who are in the work area of the Solok City Health Service, especially
midwives, can work well, if there are cases they are handled properly and
for recording there are officers, especially LBW, to get immediate treatment
by providing training.
Keywords: LBW; Health Department; Solok City.
Dewi Rahmadani, Resty Noflidaputri, Visti Delvina /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(6), 656-667
Analisa Faktor Penyebab Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Solok
658
karena tidak hanya menyebabkan tingginya angka kematian, tetapi dapat juga menyebabkan
kecacatan, gangguan, atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif, dan penyakit
kronis di kemudian hari, hal ini disebabkan karena kondisi tubuh bayi yang belum stabil
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa BBLR sangat menentukan kesehatan di masa yang
akan datang. Bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram berhubungan erat
dengan penyakit degeneratif di usia dewasa (Nur et al., 2016). BBLR lebih rentan terhadap
kejadian kegemukan dan berisiko menderita NCD (Non Communicable Diseases) di usia dewasa,
oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas kesehatan seseorang harus dimulai sedini mungkin
sejak janin dalam kandungan. Pemeriksaan rutin saat hamil atau Antenatal Care (ANC) salah
satu cara mencegah terjadinya bayi lahir dengan BBLR. Kunjungan antenatal care minimal
dilakukan 4 kali selama kehamilan (Jayanti et al., 2017).
Penyebab BBLR antara lain faktor ibu, faktor janin dan faktor lingkungan. Faktor ibu
yaitu: penyakit (malaria, anemia, syphilis, infeksi TORCH dan lain lain), perdarahan antepartum,
preeklampsia, eklampsia, kelahiran preterm, usia ibu, paritas, usia kehamilan, merokok, pecandu
alkohol, dan ibu pengguna narkotika. Faktor janin yaitu premature, hidramnion, kehamilan ganda
(gemeli), kelainan kromosom. Faktor lingkungan yaitu tempat tinggal di dataran tinggi, radiasi,
sosioekonomi dan paparan zat-zat beracun (Utama, 2019).
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada BBLR antara lain hipertermia,
hipoglikemia, gangguan cairan dan elektrolit, hiperbilirubinemia, sindrom gawat nafas, paten
ductus arteriosus, infeksi, perdarahan intraventrikuler, apnea of prematurity, dan anemia (J. B.
Sembiring et al., 2019). BBLR erat kaitannya dengan morbiditas dan mortalitas neonatal, gizi
kurang pada awal kehidupan, gangguan laju pertumbuhan, gangguan kognitif dan motorik anak
(Nuryani & Rahmawati, 2017). Berdasarkan penelitian terdahulu didapatkan 62,5% bayi BBLR
mengalami hipotermia (Hikmah, 2016), 81,57% bayi BBLR mengalami hipoglikemia (R.
Sembiring et al., 2017). 78,5% bayi BBLR mengalami ikterus (Widiawati, 2017), 78,12% bayi
BBLR mengalami sepsis neonatorum (Syahbania, 2017), 54,2% BBLR mengalami gangguan
pertumbuhan (Nengsih & Noviyanti, 2015). Penanganan umum perawatan BBLR adalah
mempertahankan suhu tubuh bayi agar tetap normal dan lingkungan, pencegahan infeksi,
mempertahankan usaha respirasi, mencegah kerusakan integritas kulit dan memberikan asuhan
kepada keluarga tentang perawatan bayi dengan berat lahir rendah (Safitri, 2018).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Analisa Faktor Penyebab Kejadian BBLR
di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Solok tahun 2021.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, dengan metode
triangulasi, Instrumen pada penelitian ini dengan panduan wawancara, alat perekam suara. Pada
penelitian ini didapatkan 23 orang informan terdiri dari 1 orang Kepala Dinas Kesehatan Kota
Solok, 4 Orang Kepala Puskesmas, 4 orang bidan penanggung jawab KIA, 4 orang bidan
Pembina wilayah, 4 orang gizi, 6 orang ibu yang memiliki bayi dengan BBLR. Penelitian ini
dilakukan di Puskesmas Dinas Kesehatan Kota Solok.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Komponen Input
a. Sumber Daya Manusia
Dewi Rahmadani, Resty Noflidaputri, Visti Delvina /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(6), 656-667
Analisa Faktor Penyebab Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Solok
659
Berdasarkan kutipan wawancara makna yang dapat diambil kesimpulan oleh peneliti
adalah informan I, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 menjelaskan bahwa SDM (sumber daya manusia) dalam
BBLR adalah Semua terlibat mulai dari perawat yang bertugas sebagai pelaksana perawatan
BBLR, bidan bertugas sebagai perawatan bayi dengan BBLR, gizi bertugas sebagai mengatur pola
makan dan gizi bayi dengan BBLR, dan promosinya bertugas sebagai melakukan edukasi kepada
ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi BBLR. Sesuai dengan fungsinya masing-masing, misalnya
memantau bagaimana proses menyusui dan pengasuhannya. Gizinya bagaimana pola makan, pola
asuh asi terhadap anak, cara menyusuinya, perawat promkes mas nya dan bagaimana
penyelesaiannya. Petugas khususnya biasanya bidan saja.
Sumber daya manusia menurut (Idris & Utomo, 2017) adalah salah satu komponen utama
di dalam sebuah organisasi, hal itu dikarenakan manusia menjadi salah satu sumber untuk
bersaing. Menurut (Bahri & SE, 2018) Sumber daya manusia merupakan salah satu elemen yang
menentukan kegagalan atau keberhasilan organisasi mencapai tujuan, organisasi yang tidak
memiliki sumber daya manusia yang cukup dan berkualitas akan menemui kegagalan dalam
mencapai sasaran, visi dan misi yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan tempat pelayanan kesehatan, angka ketahanan hidup BBLR juga lebih
rendah pada BBLR yang lahir di pelayanan kesehatan dibandingkan lahir di luar pelayanan
kesehatan seperti rumah dan perjalanan. Hal ini disebabkan karena bayi yang dirujuk ke rumah sakit
merupakan bayi dengan ibu yang memiliki masalah komplikasi. Hal ini dibuktikan melalui tabulasi
silang antara tempat persalinan dengan komplikasi kehamilan. Terlihat 156 orang dari 218 ibu
(72%) yang mengalami komplikasi kehamilan melahirkan bayinya di tempat pelayanan
kesehatan. Dengan demikian, risiko ibu untuk melahirkan BBLR dan meninggal pada masa
neonatalnya jauh lebih tinggi.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh (Abu et al., 2017) menyatakan bahwa masa
kerja seorang bidan berpengaruh signifikan terhadap mutu pelayanan antenatal, hal ini
dikarenakan dengan semakin lama masa kerja seseorang maka akan semakin berpengalaman dalam
melakukan tugasnya sehingga lamanya bidan bekerja dapat diidentikkan dengan banyaknya
pengalaman yang dimiliki.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Anggarawati & Sari, 2016)
yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan kualitas
pelayanan yang diberikan. Menurut (Onsardi et al., 2019) pelatihan adalah proses belajar dengan
menggunakan teknik dan metode tertentu. Secara konsepsional dapat dikatakan bahwa latihan
yang dimaksud untuk meningkatkan kemampuan seseorang atau sekelompok orang yang sudah
bekerja pada suatu organisasi yang efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerjanya dirasakan perlu
untuk ditargetkan secara terarah.
Menurut asumsi peneliti sumber daya manusia dalam pelaksanaan standar asuhan BBLR
ini berjumlah 4 orang, terdiri dari perawat, bidan, gizi, dan promosinya yang ada di Puskesmas
tersebut minimal berpendidikan terakhir DIII Kebidanan D4 kebidanan, DIII keperawatan, DIII
gizi, S1 gizi, dan DIII promkes, telah bekerja di Puskesmas tersebut selama bertahun-tahun. Yang
sudah dilatih dan sudah mendapatkan pelatihan tentang asuhan BBLR. Sehingga bidan bisa
Dewi Rahmadani, Resty Noflidaputri, Visti Delvina /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(6), 656-667
Analisa Faktor Penyebab Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Solok
660
melakukan pelaksanaan standar asuhan BBLR dengan baik. adapun petugas khusus untuk
pelaksanaan standar asuhan BBLR ini adalah Bidan yang sudah terlatih.
a. Sarana dan Prasarana
Berdasarkan kutipan wawancara di atas makna yang dapat diambil oleh peneliti adalah
informan I,2,3,4, 5, 6, 7, menjelaskan bahwa sarana prasarana dalam BBLR adalah prasarana
dalam Pelaksanaan Standar Asuhan BBLR sudah Cukup dan memenuhi standar. Sedangkan sarana
Seperti leaflet, brosur, masih kurang dan buku KIA kecil sudah ada.
Menurut (Fatahilah, 2020) sebuah organisasi kerja yang produktif hendaknya didukung
oleh sarana dan prasarana yang lengkap dan dalam kondisi yang baik agar aktivitas yang
dilakukan tidak mendapatkan hambatan yang berarti. Organisasi yang baik haruslah didukung
oleh lingkungan kerja yang baik pula agar mendapatkan kinerja yang maksimal dari para
pegawainya. Menurut (Wijaya, 2017) sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen
utama agar proses dapat berjalan dengan baik.
Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem, gunting, alat-alat
resusitasi dan benang tali pusat telah di Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) atau sterilisasi. Gunakan
bola karet penghisap yang baru dan bersih jika akan melakukan pengisapan lendir dengan alat
tersebut. Jangan menggunakan bola karet penghisap yang sama untuk lebih dari satu bayi. Bila
menggunakan bola karet penghisap yang dapat digunakan kembali, pastikan alat tersebut dalam
keadaan bersih dan steril. Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk
bayi sudah dalam keadaan bersih dan hangat. Demikian pula halnya timbangan, pita pengukur,
termometer, stetoskop dan benda-benda lain yang akan bersentuhan dengan bayi, juga bersih dan
hangat. Dekontaminasi dan cuci semua alat setiap kali setelah digunakan (Kemenkes, 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Solihah, 2015), tentang menganalisis risiko
kejadian BBLR pada primigravida, didapatkan hasil bahwa kejadian BBLR pada bayi sebanyak
57%, dan 43% tidak terjadinya BBLR. Ibu yang melahirkan bayi pada umur kurang bulan (<37
minggu kehamilan) berisiko 66 kali lebih besar melahirkan bayi lahir rendah pada primigravida
dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi pada umur cukup bulan. Diharapkan ibu
menghindari kehamilan pada usia berisiko (<20 tahun dan >35 tahun) dan adanya sosialisasi
terkait faktor penyebab kehamilan berisiko untuk menurunkan risiko kejadian BBLR.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Inpresari & Pertiwi, 2021), tentang faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah(BBLR). Didapatkan hasil
bahwa kejadian BBLR sebanyak 50%, dan BBLN 50%. penelitian menunjukkan 22,5% ANC
kurang dari 4 kali 33,8% ukuran LILA responden kurang dari 23,5 cm), 41,5% jarak kehamilan
beresiko dan 18,3% preeklamsia. Hasil uji analisis menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara frekuensi ANC dan ukuran LILA dengan BBLR, p=0,003 dan p=0,008 secara
berurutan. Tidak terdapat hubungan antara jarak kehamilan dan preeklampsia dengan BBLR
(p=0,089 dan p=0,129 secara berurutan).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Permana & Wijaya, 2019), tentang Analisis
faktor risiko bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Unit
Dewi Rahmadani, Resty Noflidaputri, Visti Delvina /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(6), 656-667
Analisa Faktor Penyebab Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Solok
661
Pelayanan Terpadu (UPT) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Gianyar I tahun 2016- 2017.
Didapatkan hasil bahwa sebanyak 106 responden terdapat kejadian BBLR sebanyak 50% kasus
dan 50% pada kontrol.
Menurut asumsi peneliti Sarana dan prasarana kegiatan merupakan hal yang diperlukan
untuk mendukung sebuah program pelayanan standar asuhan BBLR. Ketersediaan prasarana
untuk standar Asuhan BBLR ini sudah cukup dan sangat mendukung dalam pelayanan standar
asuhan BBLR. Sedangkan Sarana Seperti leaflet, brosur, masih kurang. Sarana prasarana di
puskesmas menunjukkan bahwa fasilitas atau sarana prasarana yang ada di Puskesmas tersebut
sudah lengkap hal ini menunjukan bahwa kualitas dari pelayanan standar asuhan BBLR yang ada
di Puskesmas tersebut juga dapat dikatakan berkualitas.
Pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dari 4 puskesmas yang berada di
wilayah kerja Dinas kesehatan Kota Solok sarana prasarana sudah cukup lengkap seperti semua
puskesmas memiliki incubator, alat pemancar panas, meja dan dipan untuk bayi, Meja resusitasi,
timbangan bayi juga tersedia di setiap puskesmas, peralatan yang berada di puskesmas sudah
tersedia dengan lengkap dan tertata rapi dan bersih.
Pada penelitian ini untuk sarana prasarana dalam meningkatkan pelayanan disediakan
media pendidikan kesehatan seperti leaflet dan brosur. Leaflet dan brosur yang ada tidak digunakan
semaksimal mungkin, ada satu puskesmas yang menyediakan leaflet dan brosur didalam ruangan
saja, jadi pasien tidak bisa membacanya dan leaflet atau brosur memang kurang atau tidak ada
untuk BBLR.
Untuk perawatan bayi dengan BBLR digunakan ruangan yang hangat dan terang, siapkan
tempat resusitasi yang bersih, kering, hangat, datar, rata dan cukup keras, misalnya meja atau
dipan. Letakkan tempat resusitasi dekat pemancar panas dan tidak berangin, tutup jendela dan
pintu. Gunakan lampu pijar 60 watt dengan jarak 60 cm dari bayi sebagai alternatif bila pemancar
panas tidak tersedia.
b. Dana
Berdasarkan kutipan wawancara di atas makna yang dapat diambil kesimpulan oleh
peneliti dari informan I, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14 menjelaskan bahwa dana dalam
BBLR adalah Pelaksanaan Standar Asuhan BBLR tidak ada dana khusus, kecuali untuk ibu resti
ada dari posyandu. Disediakan. Alternative dana ada dari BOK dan PBD.
Menurut asumsi peneliti Komponen pendanaan merupakan salah satu unsur yang dapat
menunjang berlangsungnya kegiatan untuk mencapai tujuan. Sumber dana untuk pelaksanaan
pelayanan standar asuhan BBLR di Puskesmas berasal dari berbagai sumber yakni BOK, DAK
dan pihak lain seperti Bapermas dan JKN, tetapi dana ini tidak dikhususkan untuk dana BBLR,
bila ada kasus yang membutuhkan dana saja. Dana JKN ini sekarang diwujudkan dalam bentuk
BPJS yang sekarang ini ada dana untuk peningkatan program dan belanja prasarana. Dana APBD
berasal dari yang disalurkan oleh Dinas Kesehatan biasanya dari Dinas berupa anggaran untuk
belanja peralatan
c. Kebijakan
Berdasarkan kutipan wawancara di atas makna yang dapat diambil kesimpulan oleh
peneliti dari informan I, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 menjelaskan bahwa kebijakan di puskesmas untuk
Pelaksanaan Standar Asuhan BBLR yaitu Kebijakan
Dewi Rahmadani, Resty Noflidaputri, Visti Delvina /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(6), 656-667
Analisa Faktor Penyebab Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Solok
662
pemerintah sudah maksimal, karena dari 1000 hari itu sudah harus dipantau apalagi sudah
ada BBLR sehingga pemerintah harus melakukan pemantauan, Belum ada, Kerjasama lintas
sektor, jejaring kadang melahirkan ibu hamil bukan selalu di puskesmas koordinasi dan
komunikasi langsung dari jejaring sehingga tidak luput dari pemantauan.
Hal ini sesuai dengan Permenkes RI No 75 tahun 2014 tentang Puskesmas pasal 39 ayat
1 yang menyatakan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, Puskesmas wajib
diakreditasi secara berkala paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali.
Menurut asumsi peneliti sudah menerapkan kebijakan dan SOP (Standar Operasional
Prosedur) terkait dengan pelayanan standar asuhan BBLR. SOP yang ada dibuat oleh Puskesmas
dengan menyesuaikan kebutuhan, dan mengacu pada standar pelayanan kebidanan juga sesuai
dengan pedoman pelayanan standar asuhan BBLR yang direkomendasikan oleh Dinas Kesehatan.
Pembuatan SOP dilakukan oleh tim mutu Puskesmas. Proses pembuatan SOP diawali
dengan berkumpulnya tim mutu Puskesmas yang mana sebelumnya sudah diadakan lokakarya
mini tingkat Puskesmas. Pada pertemuan tim mutu Puskesmas dilakukan penyusunan langkah-
langkah yang harus dilakukan pada pelaksanaan pelayanan BBLR yang disesuaikan dengan
pedoman yang telah ditentukan, kemudian didokumentasikan dalam bentuk catatan tertulis untuk
memperoleh pengesahan dari Kepala Puskesmas
2. Komponen Proses
a. Perencanaan
Berdasarkan kutipan wawancara di atas makna yang dapat diambil oleh peneliti adalah
informan I, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 dan 14 menjelaskan bahwa perencanaan di
puskesmas untuk Pelaksanaan Standar Asuhan BBLR yaitu Dilakukan awal tahun bersama
dengan pengelola program dan bidan koordinatornya kemudian hasilnya disampaikan ke pimpinan
puskesmas, kalau ada aturan kemudian disampaikan oleh rumah sakit atau puskesmas dilakukan
pada awal tahun, standar belum baik, masih banyak kematian BBLR dengan tingkat perawatan
yang belum standar dan yang masih kurang.
Menurut asumsi peneliti bahwa perencanaan pelayanan standar asuhan BBLR di
Puskesmas dilakukan awal tahun bersama dengan pengelola program dan bidan koordinatornya
kemudian hasilnya disampaikan ke pimpinan puskesmas, kalau ada aturan kemudian disampaikan
oleh rumah sakit atau puskesmas dilakukan pada awal tahun, standar belum baik, masih banyak
kematian BBLR dengan tingkat perawatan yang belum standar dan yang masih kurang.
Pelaksanaan perencanaan tingkat Puskesmas diantaranya yaitu menyusun usulan kegiatan
tahunan untuk musyawarah perencanaan pembangunan tingkat kecamatan dan dilaksanakan secara
terus menerus dan berkesinambungan
b. Pengorganisasian
Berdasarkan kutipan wawancara di atas makna yang dapat diambil oleh peneliti adalah
informan I, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 menjelaskan bahwa pengorganisasian di
puskesmas untuk Pelaksanaan Standar Asuhan BBLR yaitu Organisasinya tidak khusus atau
belum ada, Bidan Pembina wilayah dan beserta timnya harus tanggung jawab. belum berjalan dan
pengorganisasian belum berjalan dengan baik, biasanya sesuai dengan alur saja
Dewi Rahmadani, Resty Noflidaputri, Visti Delvina /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(6), 656-667
Analisa Faktor Penyebab Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Solok
663
Menurut asumsi peneliti pengorganisasian dalam Pelaksanaan Standar Asuhan BBLR
belum ada pengorganisasian khusus yang bertanggung jawab yaitu bidan Pembina wilayah dan
beserta timnya. Itupun belum berjalan dengan baik, biasanya sesuai dengan alur saja, sehingga
semua kegiatan yang telah ditetapkan dalam rencana tersebut dapat berjalan dengan baik, yang
akhirnya semua tujuan belum dapat tercapai.
c. Pelaksanaan
Berdasarkan kutipan wawancara di atas makna yang dapat diambil oleh peneliti adalah
informan I, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 menjelaskan bahwa pelaksanaan di
puskesmas untuk Pelaksanaan Standar Asuhan BBLR yaitu belum sesuai perencanaan dan tidak
ada kendala dalam pelaksanaan standar asuhan BBLR.
Bayi yang memiliki Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan masalah yang sangat
kompleks dan rumit karena memberikan kontribusi pada kesehatan yang buruk karena tidak hanya
menyebabkan tingginya angka kematian, tetapi dapat juga menyebabkan kecacatan, gangguan,
atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif, dan penyakit kronis di kemudian
hari, hal ini disebabkan karena kondisi tubuh bayi yang belum stabil Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa BBLR sangat menentukan kesehatan di masa yang akan datang. Bayi yang
dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram berhubungan erat dengan penyakit
degeneratif di usia dewasa. BBLR lebih rentan terhadap kejadian kegemukan dan berisiko
menderita NCD (Non Communicable Diseases) di usia dewasa, oleh karena itu untuk
meningkatkan kualitas kesehatan seseorang harus dimulai sedini mungkin sejak janin dalam
kandungan. Pemeriksaan rutin saat hamil atau Antenatal Care (ANC) salah satu cara mencegah
terjadinya bayi lahir dengan BBLR. Kunjungan antenatal care minimal dilakukan 4 kali selama
kehamilan (Jayanti et al., 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Solihah, 2015), tentang menganalisis risiko
kejadian BBLR pada primigravida, didapatkan hasil bahwa kejadian BBLR pada bayi sebanyak
57%, dan 43% tidak terjadinya BBLR. Ibu yang melahirkan bayi pada umur kurang bulan (<37
minggu kehamilan) berisiko 66 kali lebih besar melahirkan bayi lahir rendah pada primigravida
dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi pada umur cukup bulan. Diharapkan ibu
menghindari kehamilan pada usia berisiko (<20 tahun dan >35 tahun) dan adanya sosialisasi
terkait faktor penyebab kehamilan berisiko untuk menurunkan risiko kejadian BBLR.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Permana & Wijaya, 2019), tentang Analisis
faktor risiko bayi Berat Badan Lahir Rendah(BBLR) di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kesehatan
Masyarakat (Kesmas) Gianyar I tahun 2016- 2017. Didapatkan hasil bahwa sebanyak 106
responden terdapat kejadian BBLR sebanyak 50% kasus dan 50% pada kontrol.
Menurut asumsi peneliti Pelaksanaan Standar Asuhan BBLR di Puskesmas belum sesuai
dengan perencanaan yang telah ditetapkan di puskesmas, sehingga dengan adanya pelaksanaan
yang tidak sesuai dengan perencanaan ini sehingga terdapat masih terdapatnya penemuan kasus
BBLR di wilayah kerja puskesmas tersebut.
Dewi Rahmadani, Resty Noflidaputri, Visti Delvina /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(6), 656-667
Analisa Faktor Penyebab Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Solok
664
d. Pengawasan
Berdasarkan kutipan wawancara di atas makna yang dapat diambil oleh peneliti adalah
informan I, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 menjelaskan bahwa pengawasan
dilakukan oleh kepala puskesmas dan dilaporkan setiap bulannya, masih melakukan pembinaan,
terkadang ada yang tidak tercatat, sehingga untuk pemantauan susah, Tiap bulan, Terkadang
blanko tidak di isi, dan laporan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya diharapkan
Menurut asumsi peneliti pengawasan dan pengendalian Pelaksanaan Standar Asuhan
BBLR di Puskesmas dilakukan melalui pengawasan fungsional yaitu oleh Kepala Puskesmas dan
Dinkes. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung ke fasilitas kesehatan atau
supervisi fasilitatif oleh Dinkes Kota, laporan lisan oleh bidan kepada Kepala Puskesmas melalui
kegiatan di Puskesmas, dan laporan tertulis dalam bentuk laporan bulanan hasil dilakukan oleh
kepala puskesmas dan dilaporkan setiap bulannya, masih melakukan pembinaan, terkadang ada
yang tidak tercatat, sehingga untuk pemantauan susah, Tiap bulan, Terkadang blanko tidak di isi,
dan laporan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya diharapkan
e. Evaluasi
Berdasarkan kutipan wawancara di atas makna yang dapat diambil oleh peneliti adalah
informan I, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 menjelaskan bahwa evaluasi dilakukan
oleh kepala puskesmas dan dilaporkan setiap bulannya, untuk pencatatan dan pelaporan khusus
BBLR belum ada, dan masuk ke laporan bulanan, masih melakukan pembinaan, terkadang ada
yang tidak tercatat, sehingga untuk pemantauan susah, Tiap bulan, Terkadang blanko tidak di isi,
dan laporan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya diharapkan
Menurut asumsi peneliti evaluasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan terutama bidan
dalam pelaksanaan standar asuhan BBLR di Puskesmas. evaluasi sangat penting untuk memantau
dan evaluasi pelaksanaan standar asuhan BBLR karena dengan adanya evaluasi yang baik dan
melaporkan pelaksanaan standar asuhan BBLR setiap bulannya dan dievaluasi setiap bulannya
untuk meningkatkan pelayanan pada pelaksanaan asuhan BBLR tersebut
3. Komponen Output
a. Cakupan Kegiatan
Berdasarkan kutipan wawancara di atas makna yang dapat diambil oleh peneliti adalah
informan I, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,
20, 21, 22, 23 dan 24 menjelaskan bahwa cakupan kegiatan yang dilakukan target tercapai, jika
ada kasus langsung melakukan kunjungan rumah, dan dapat ditangani dengan baik, adapun faktor
penyebab BBLR tersebut adalah premature, hipertensi selama kehamilan, bayi kembar, makanan
selama kehamilan, dan hipertensi awal kehamilan
Menurut asumsi peneliti cakupan kegiatan pelaksanaan standar asuhan BBLR sudah
tercapai, di puskesmas jika ada kasus maka langsung melakukan kunjungan rumah untuk melihat
keadaan bayi BBLR tersebut, dan adapun faktor penyebab BBLR tersebut adalah prematur
hipertensi selama kehamilan, bayi kembar, makanan selama kehamilan, dan hipertensi awal
kehamilan.
Sebenarnya pelayanan BBLR sudah dilakukan dengan baik, Cuma dalam kualitas pelayanan dari
puskesmas masih kurang seperti memberikan penyuluhan
Dewi Rahmadani, Resty Noflidaputri, Visti Delvina /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(6), 656-667
Analisa Faktor Penyebab Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Solok
665
kesehatan kepada ibu-ibu hamil dan pada saat terjadinya kasus maka tenaga kesehatan langsung
bergerak untuk melakukan pelayanan pada BBLR dan perawatan nya dilakukan dirumah, dan
banyak cara yang dilakukan untuk meningkatkan berat badan bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah(BBLR). Kualitas pelayanan pada kasus BBLR juga kurang disebabkan oleh kurang nya
pelatihan yang didapatkan oleh tenaga kesehatan di puskesmas tentang BBLR khususnya bidan,
sehingga untuk mutu pelayanan yang diberikan kurang berkualitas.
Adapun faktor yang bisa menyebabkan terjadinya BBLR ini diantaranya hipertensi pada
saat kehamilan, faktor makanan ibu yang kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi, bayi
dengan kelahiran kembar, sehingga dengan adanya gangguan tersebut membuat anak lahir
dengan Berat Badan Lahir Rendah(BBLR). Sampai sekarang penyebab terbanyak yang diketahui
menyebabkan terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Dan dalam kasus demikian bayi yang
BBLR harus mendapatkan penanganan yang adekuat. Sedangkan faktor lain berkaitan dengan
faktor ibu dan janin.
KESIMPULAN
Hasil penelitian input didapatkan Didapatkan hasil kebijakan, dana, sumber daya manusia
sarana dan prasarana, sudah sesuai dengan prosedur dan kebijakan puskesmas dan dinas kesehatan.
Proses didapatkan hasil perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, evaluasi, disini sudah
berjalan dengan baik hanya saja pada pelaksanaan terlihat pelaksanaan di puskesmas untuk
Pelaksanaan Standar Asuhan BBLR yaitu belum sesuai perencanaan, dan pencatatan dan
pelaporan masih melakukan pembinaan, masih ada yang tidak tercatat, dan blangko tidak diisi dan
laporan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Output didapatkan hasil bahwa cakupan kegiatan
yang dilakukan target tercapai, jika ada kasus langsung melakukan kunjungan rumah dan dapat
ditangani dengan baik, adapun faktor penyebab BBLR tersebut adalah premature, hipertensi
selama kehamilan, bayi kembar, makanan selama kehamilan, dan hipertensi awal kehamilan.
Namun kualitas pelayanan masih kurang karena masih banyak petugas yang sudah memiliki
kompetensi tetapi belum bisa mengaplikasikannya ke masyarakat.
BIBLIOGRAFI
Abu, A. D. K. H., Kusumawati, Y., & Werdani, K. E. (2017). Hubungan karakteristik bidan dengan
mutu pelayanan antenatal care berdasarkan standar operasional. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas, 10(1), 94100.
https://doi.org/10.24893/jkma.v10i1.169
Anggarawati, T., & Sari, N. W. (2016). Kepentingan bersama perawat-dokter dengan kualitas
pelayanan keperawatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 12(1).
https://doi.org/10.26753/jikk.v12i1.139
Bahri, H. M. S., & SE, M. M. (2018). Pengaruh kepemimpinan lingkungan kerja, budaya
organisasi dan motivasi terhadap kepuasan kerja yang berimplikasikan terhadap kinerja dosen.
Jakad Media Publishing.
Fatahilah, F. (2020). Program Antenatal Care Terpadu dalam Upaya Penurunan Angka Kematian
Ibu. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 4(Special 4), 759767.
https://doi.org/10.15294/higeia.v4iSpecial%204.37214
Hikmah, R. (2016). Hubungan BBLR dengan Kejadian Hipotermia pada Bayi. Oksitosin:
Dewi Rahmadani, Resty Noflidaputri, Visti Delvina /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(6), 656-667
Analisa Faktor Penyebab Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Solok
666
Jurnal Ilmiah Kebidanan, 3(2), 101106.
Idris, A., & Utomo, H. S. (2017). Korelasi Antara Redesain Organisasi Dengan Fungsi
Manajemen Sumber Daya Manusia di UPTD Pengembangan Perlindungan Tanaman Perkebunan
Pada Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Administrative Reform, 1(3), 531
544. https://doi.org/10.52239/jar.v1i3.483
Indrasari, N. (2016). Faktor Resiko Pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Jurnal
Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 8(2), 114123. https://doi.org/10.26630/jkep.v8i2.152
Inpresari, I., & Pertiwi, W. E. (2021). Determinan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah.
Jurnal Kesehatan Reproduksi, 7(3), 141149. https://doi.org/10.22146/jkr.50967 Intang, S. N.
(2020). Hubungan Antara Umur Ibu Dan Paritas Tentang Kejadian Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR) Di Rumah Sakit Umum Daerah Batara Siang Pangkep.
Celebes Health Journal, 2(1), 2432.
Jayanti, F. A., Dharmawan, Y., & Aruben, R. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian berat badan lahir rendah di wilayah kerja puskesmas bangetayu kota Semarang tahun
2016. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 5(4), 812822.
https://doi.org/10.14710/jkm.v5i4.18782
Kemenkes, R. I. (2015). Profil kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta: Kemenkes RI, 2015.
Nengsih, U., & Noviyanti, D. S. D. (2015). Hubungan riwayat kelahiran berat bayi lahir rendah
dengan pertumbuhan anak usia balita. Jurnal Bidan, 2(2), 234046.
Nur, R., Arifuddin, A., & Novilia, R. (2016). Analisis faktor risiko kejadian berat badan lahir
rendah di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Preventif: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(1),
14.
Nuryani, N., & Rahmawati, R. (2017). Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Desa Tinelo
Kabupaten Gorontalo dan Faktor yang Memengaruhinya. Jurnal Gizi Dan Pangan, 12(1), 4954.
https://doi.org/10.25182/jgp.2017.12.1.49-54
Onsardi, O., Wati, D., & Anjani, R. (2019). Tata Kelola Adminitrasi Keuangan, Dan
Pembangunan Desa Tepi Laut Kabupaten Bengkulu Utara. Jurnal Pengabdian Masyarakat Bumi
Rafflesia, 2(2), 169176.
Permana, P., & Wijaya, G. B. R. (2019). Analisis faktor risiko bayi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Gianyar I tahun
2016-2017. Intisari Sains Medis, 10(3). https://doi.org/10.15562/ism.v10i3.481
Pristya, T. Y. R., Novitasari, A., & Hutami, M. S. (2020). Pencegahan dan pengendalian BBLR
di Indonesia: systematic review. Indonesian Journal of Health Development, 2(3), 175182.
https://doi.org/10.52021/ijhd.v2i3.39
RI, K. (2020). Kemenkes Ri.
Rosianto, B. A. M., & Farial Nurhayati, F. (2021). Gambaran Tingkat Kepatuhan Minum Obat
dan Pengetahuan Pencegahan Kekambuhan (Relaps) Pada Pasien Dengan Tuberkulosis di RS
PMI Kota Bogor. Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.
Safitri, Y. (2018). Yeni Safitri NIM: S. 15.1580 Asuhan kebidanan pada bayi dengan berat badan
lahir rendah diruang bayi rsud dr. H. Moch ansari saleh banjarmasin. KTI Akademi Kebidanan.
Sembiring, J. B., Pratiwi, D., & Sarumaha, A. (2019). Hubungan Usia, Paritas dan Usia
Kehamilan dengan Bayi Berat Lahir Rendah di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan. Jurnal
Bidan Komunitas, 2(1), 3846.
https://doi.org/10.33085/jbk.v2i1.4110
Sembiring, R., Lumbantoruan, M., Siregar, D. S., USMI, D. P. D.-I. K., & USMI, I. I. I. K. (2017).
Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Helvetia Tahun 2016.
Jurnal Reproducive Health, 1, 11.
Solihah, E. (2015). Peranan Pelayanan Antenatal K4 Dalam Mendeteksi Kejadian Anemia,
Preeklamsi Berat, Eklamsi, Letak Sungsang dan BBLR Saat Persalinan di Wilayah
Dewi Rahmadani, Resty Noflidaputri, Visti Delvina /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(6), 656-667
Analisa Faktor Penyebab Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Solok
667
Kerja Kecamatan Garut Kota Kabupaten Garut. Jurnal Medika Cendikia, 2(1), 19.
Syahbania, H. N. (2017). Hubungan antara BBLR terhadap Kejadian Sepsis Neonatorum di
RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015.
Utama, R. W. (2019). Analisis praktek klinik keperawatan penerapan development care terhadap
status oksigenase pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Universitas Perintis Indonesia.
Widiawati, S. (2017). Hubungan sepsis neonatorum, BBLR dan asfiksia dengan kejadian ikterus
pada bayi baru lahir. Riset Informasi Kesehatan, 6(1), 5257.
Wijaya, F. (2017). Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pembelajaran Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan di SMA Negeri Kabupaten Sumenep. Jurnal Pendidikan Olahraga Dan
Kesehatan, 5(2).
© 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of
the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).