Gambaran Pola Makan dan Status Gizi Pasien dengan Gangguan Pencernaan di Puskesmas Selama Pandemi COVID-19

������������������������������������������������������������������������

 

Novia Agustina Manurung1*, Yesi Hasneli N2, Erwin3

Fakultas Keperawatan, Universitas Riau, Indonesia1,2,3

[email protected]1, yesi_zahra@yahoo.com2, erwinnurse@yahoo.com3

 

 

 

��Abstrak

Received:

Revised� :

Accepted:

07-06-2022

14-06-2022

25-06-2022

Ganggan pencernaan adalah gangguan yang terjadi pada saluran cerna, gangguan pencernaan yang umumnya dialami masyarakat adalah gastritis dan dispepsia. Salah satu faktor penyebabnya adalah pola makan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola makan dan status gizi pasien dengan gangguan pencernaan di Puskesmas Simpang Tiga selama pandemi COVID-19. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 93 pasien dengan diagnosa gatritis dan dispepsia yang diambil dengan teknik purposive sampling. Alat pengumpul data menggunakan kuesioner yang sudah di uji validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian menunjukkan pola makan responden untuk jenis makan lebih banyak kurang baik 65 orang (69,9%), frekuensi makan lebih banyak tidak teratur 57 orang (61,3%), dan jumlah makan lebih banyak tidak teratur sebanyak 50 (53,8%). Status gizi responden berdasarkan klasifikasi IMT lebih banyak responden memiliki klasifikasi IMT normal dengan jumlah 47 orang (50,5%). Hasil penelitian ini diharapkan kepada perawat untuk merencanakan pendidikan kesehatan mengenai gangguan pencernaan.

 

Kata Kunci: pandemi COVID-19; gangguan pencernaan; pola makan;

��������������������� status gizi

 

 

 

 

Abstract

 

Digestive disorders are disorders that occur in the digestive tract. Digestive disorders that are often experienced by people are gastritis and dyspepsia. One of the main contributing factor of digestive disorders is eating habit. The purpose of this study is to describe the dietery habits and nutritional status of patients with digestive disorders at the Simpang Tiga public health center during the COVID-19 pandemic. This study used a descriptive research. The samples of this study were 93 patients with the diagnosis of gastritis and dyspepsia who were taken by purposive sampling technique. The data collection tool used a questionnaire that has been tested for validity and reliability. The result shows the eating habit of respondences for the types of eating habit much more of deficient are 65 (69,9%), the frequencies of eating much more of irregular are 57 (61,3%), and the amounts of food much more of irregular are 50 (53,8%). The nutritional status of respondences by the BMI classification much more categories as a normal, by the total of 47 (50,5%). The results of this study are to construct health promotion regarding to digestive disorders for the nurses.

 

Keywords: COVID-19 pandemic: digestive disorders; eating habit;

����������������� nutritional status

*Correspondence Author: Novia Agustina Manurung

Email:[email protected]

 

 

PENDAHULUAN

 

Masa pandemi COVID-19, mengharusnya semua orang agar meningkatkan imunitas sehingga mampu melawan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan organisme yang bisa saja kita sentuh, komsumsi dan hirup setiap hari salah satunya dengan mengatur pola makan. Pola makan� merupakan daftar jenis, frekuensi dan jumlah dikomsumsi seseorang maupun kelompok orang pada periode tertentu. Pola� makan adalah bagian yang berhubungan erat dengan keadaan gizi dan kesehatan masyarakat. Agar mencegah dari PTM dan tidak mudah terkena penyakit infeksi, pola makan perlu mencapai ke arah gizi seimbang. Makanan dan minuman yang dikomsumsi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, akan memengaruhi asupan gizi dengan terpenuhinya semua zat gizi (Kemenkes, 2014).

Zat gizi terdiri dari dua bagian yaitu makro mengandung karbohidrat, protein dan lemak, dan mikro mengandung berbagai vitamin dan mineral. Zat gizi mikro terjadi karena kesesuaian antara asupan zat gizi dengan kebutuhan metabolisme. Setiap orang membutuhkan nutrisi yang beragam, tergantung pada usia, jenis kelamin, olahraga, dan berat badan (Par�i, 2016). Pengukuran status gizi dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Memperhatikan pola makan dalam hal jumlah dan frekuensi makan dapat memperingan pekerjaan saluran pencernaan. Sistem pencernaan ialah sistem yang mengolah makanan dengan cara memproses makanan sehingga terbentuk energi dan nutrien yang diperlukan oleh tubuh. Gangguan pada saluran cerna dapat disebabkan baik faktor organik maupun oleh sistem fungsional (A. Wahyu, 2011).

Gangguan sistem pencernaan yang umum terjadi di masyarakat adalah gastritis dan dispepsia. Gastritis adalah infeksi yang mengenai mukosa lambung disertai kerusakan atau erosi pada mukosa (Anindhita & Ismahmudi, 2015). Angka kasus gastritis di beberapa negara dilaporkan cukup tinggi. Persentase Gastritis� menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2019 di wilayah dunia berikut: 69% Afrika, 78% Amerika Selatan dan 51% Asia, sekitar 1,8-2,1 juta orang menderita gastritis setiap tahun. Angka kejadian gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari total penduduk setiap tahunnya. Laporan Survei Kesehatan Indonesia 2018 menyebutkan gastritis termasuk dalam 10 besar penyakit pasien rawat inap di Indonesia, dengan total 30.154 kasus. Berdasarkan rekapan 10 penyakit terbanyak Puskesmas se-kota Pekanbaru tahun 2020 jumlah penderita gastritis sebanyak 2154 orang.

Penelitian yang dilakukan oleh oleh (Sumbara & Ismawati, 2020) di wilayah kerja Puskesmas Cinuhuk mengenai hubungan pola makan dengan kejadian gastritis diperoleh data dari 54 responden mempunyai pola makan yang tidak teratur mengalami gastritis yaitu sebanyak 37 orang (50,0%) dan yang tidak mengalami gastritis yaitu sebanyak 4 orang (5,0%). Analisis bivariat dengan uji korelasi Rank Spearman (rs) diperoleh hasil p-value 0,000 dan penelitian membuktikan adanya hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis.

Dispepsia adalah gangguan perut pada bagian atas dan tengah, dengan gejala kembung, nyeri, mual, perut terasa keras, bahkan sampai muntah (Ford & Moayyedi, 2013). Secara global, angka penderita dispepsia berkisar antara 7-41%, akan tetapi yang mencari pertolongan medis hanya sekitar 10-20%. Angka kejadian dispepsia di negara barat berkisar antara 1-8%. Di Indonesia, kejadian dispepsia berada pada urutan kelima dari sepuluh besar penyakit terbanyak tahun 2010 (Ri, 2011). Hasil laporan 10 penyakit terbanyak Provinsi Riau tahun 2019, dispepsia berada pada urutan kelima dengan jumlah 108.631 orang atau 9,73% (Dinkes Provinsi Riau, 2019) dan dari rekapan 10 penyakit terbanyak Puskesmas se-kota Pekanbaru tahun 2020 dispepsia berada pada urutan keempat dengan jumlah 7.745 orang.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Sumarni & Andriani, 2019) tentang hubungan pola makan dengan kejadian dispepsia data dari 31 responden menunjukkan bahwa 4 orang (12,9%) memiliki pola makan teratur dan mengalami dispepsia, 27 orang (87%) memiliki pola makan tidak teratur mengalami dispepsia. Hasil pengujian Pearson Chi-Square dilihat bahwa nilai p (0,008), sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara pola makan dengan kejadian dispepsia. Ketidak teraturan pola makan seperti memiliki kebiasaan makan yang kurang baik, terburu-buru, dan jadwal makan yang tidak teratur dapat mengakibatkan kejadian dispepsia (Dhiya�Ulhaq et al., 2022).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga tanggal 28 Februari 2021 melalui wawancara kepada 10 pasien gangguan pencernaan dengan diagnosa gastritis dan dispepsia didapatkan 7 dari 10 pasien mengatakan bahwa memiliki jadwal makan yang belum teratur, seperti makan ≤ 3 kali sehari dan terlambat makan. Sering mengonsumsi makanan pedas, asam, teh atau kopi, makan makanan tinggi lemak dan mengandung garam yang berlebih. Berdasarkan nilai status gizi yang dilakukan dengan pengukuran IMT pada 10 pasien tersebut didapatkan hasil 2 pasien berada dalam kategori kurang ringan, 3 pasien berada dalam kategori normal, dan 4 pasien berada dalam kategori berat ringan. Berdasarkan hal diatas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola makan dan status gizi pasien dengan gangguan pencernaan di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga selama pandemi COVID-19.

 

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif. Peneltian ini dimulai pada bulan Februari 2021 � Agustus 2021. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode non probability sampling, yaitu purposive sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami gastritis dan dispepsia yang berada di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru, berkomunikasi dengan baik dan bersedia menjadi reponden. Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 93 responden. Alat pengumpul data dalam penelitian ini yaitu kuesioner yang sudah dilakukan uji validitas dan reabilitas untuk pola makan dengan 24 pertanyaan dengan nilai alpha cronbach 0,917 > 0,60. Penilaian status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), IMT diperoleh dari pengukuran berat badan dan tinggi badan.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian disajikan sebagai berikut:

 

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan (n =93)

Karakteristik

Jumlah (n)

Presentasi (%)

Jenis Kelamin

 

 

Perempuan

20

21,50%

Laki-Laki

73

78,50%

Usia

 

 

(17-25 tahun) Remaja Akhir

30

32,30%

(26-35 tahun) Dewasa Awal

17

18,20%

(36-45 tahun) Dewasa Akhir

21

22,60%

(46-55 tahun) Lansia Awal

20

21,50%

(56-65 tahun) Lansia

5

5,40%

Pendidikan

 

 

SD

4

4,30%

SMP

8

8,60%

SMA

50

53,80%

Perguruan Tinggi

31

33,30%

Pekerjaan

 

 

Pelajar/Mahasiswa

19

20,40%

Wiraswasta

8

8,60%

Pegawai Swasta

14

15,10%

Ibu Rumah Tangga

35

37,60%

Petani/Buruh/Pedagang

10

10,80%

Tidak Bekerja

7

7,50%

Total

93

100%

Sumber: Hasil Pengolahan Data

 

Berdasarkan tabel 1 diatas diketahui bahwa responden lebih banyak berada pada usia remaja akhir (17-25 tahun) sebanyak 30 orang (32,3%). Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin mayoritas perempuan, yaitu sebanyak 70 orang (78,5%). Distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhir lebih banyak SMA dengan jumlah 50 (53,8%). Distribusi responden berdasarkan pekerjaan lebih banyak ibu rumah tangga dengan jumlah 35 (37,6%).

 

Tabel 2. Distribusi Pola Makan Menurut Jenis Makan, Frekuensi Makan, dan Jumlah Makan (n =93)

Pola Makan

Jumlah (n)

Presentasi (%)

Jenis Makan

Kurang Baik

65

69,90%

Baik

28

30,10%

Frekuensi Makan

Tidak Teratur

57

61,30%

Teratur

36

38,70%

Jumlah Makan

Tidak Teratur

50

53,80%

Teratur

43

46,20%

Total

93

100%

Sumber: Hasil Pengolahan Data

 

Berdasarkan tabel 2 diatas diketahui bahwa distribusi berdasarkan jenis makan lebih banyak kurang baik dengan jumlah 65 orang responden (69,9%). Distribusi berdasarkan frekuensi makan lebih banyak tidak teratur dengan jumlah 57 responden (61,3%). Distribusi berdasarkan� jumlah makan lebih banyak tidak teratur sebanyak 50 responden (53,8%).

 

Tabel 3. Distribusi Status Gizi Menurut IMT (n =93)

Status Gizi

Jumlah (n)

Presentasi (%)

Klasifikasi IMT

 

 

Kurus Berat

3

3,20%

Kurus Ringan

8

8,60%

Normal

47

50,50%

Gemuk Ringan

11

11,80%

Gemuk Berat

24

25,80%

Total

93

100%

Sumber: Hasil Pengolahan Data

 

Berdasarkan tabel 3 didapatkan bahwa lebih banyak responden memiliki klasifikasi IMT normal dengan jumlah 47 responden (50,5%).

1.    Karakteristik Responden

Hasil yang didapatkan melalui karakteristik responden menurut jenis kelamin mayoritas perempuan sebanyak 73 orang (78,5%). Hasil penelitian (Anggita, 2012) menyebutkan bahwa� jenis� kelamin mempunyai hubungan terhadap persepsi� gangguan� lambung, perempuan berisiko 3 kali mengalami masalah pencernaan dibandingkan laki-laki. Laki-laki lebih toleran� terhadap� rasa� sakit� akibat gejala� gastritis� dan dispepsia daripada perempuan.

Hasil penelitan didapatkan karakteristik responden menurut usia ialah remaja akhir (17-25 tahun) yaitu sebanyak 30 orang (32,3%). Pada usia ini faktor tekanan akibat pekerjaan dan tugas yang berlebih dimasa usia produktif akan memengaruhi pola makan menjadi kurang selektif. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnyayang dilakukan Sumarni dan Andriani (2019) bahwa angka� kejadian dispepsia lebih tinggi pada responden dengan umur awal dan dewasa (35,5%) dibanding pada responden dengan umur tua (16,1%). Usia produktif merupakan usia yang mudah terjadi gangguan pencernaan diakibatkan mempunyai banyak kesibukan sehingga membuat pola makan mereka tidak teratur dan tidak baik.

Hasil yang didapatkan untuk karakteristik responden berdasarkan pendidikan lebih banyak SMA dengan jumlah 50 (53,8%). Menurut Kasi, Kalesaran, dan Ratag (2019) menjelaskan bahwa tingkat pendidikan terakhir responden pendertita gastritis di Pukesmas Tateli Kabupaten Minahasa lebih banyak SMA/SMK dengan jumlah 32 responden (63%). Pendidikan dan pengetahuan yang rendah akan berdampak pada pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Sebagai contoh, seseorang dengan pengetahuan rendah akan memiliki prinsip makan yang biasanya mengenyangkan, sehingga makanan sumber karbohidrat lebih banyak. Seseorang dengan pendidikan dan pengetahuan yang tinggi cenderung lebih memilih sumber protein dan mencoba untuk menyeimbangkan kebutuhan zat gizi lainnya (Dewi, 2013).

Hasil penelitian didapatkan karakteristik responden menurut pendidikan lebih banyak ibu rumah tangga dengan jumlah 36 (38,7%). Hal� ini� sejalan� terhadap penelitian� (Muya et al., 2015) yang menyatakan bahwa lebih tinggi pada kelompok pekerjaan IRT yaitu sebanyak 23,6%. Stres dapat terjadi akibat banyaknya tuntutan kehidupan, banyak pekerjaan yang harus dikerjakan membuat seseorang mengalami ketengangan atau stres. �Pekerjaan� ibu� rumah� tangga� paling� banyak menderita gastritis dapat disebabkan mengalami stres karena tuntutan pekerjaan rumah. Karena tuntutan pekerjaan rumah ibu rumah tangga� banyak tidak� memperhatikan� waktu makannya� sehingga waktu� makan� ibu rumah tangga� menjadi tidak teratur (Tussakinah et al., 2018).

2.    Gambaran Pola Makan Pasien dengan Gangguan Pencernaan

Hasil penelitian menunjukkan responden memiliki jenis makan yang kurang baik dengan jumlah 65 responden (69,9%). Jenis makanan yang dapat menyebabkan masalah pada lambung yakni makanan pedas, zat-zat korosif dapat mengakibatkan gangguan mukosa lambung dan memicu peradangan pada dinding lambung (Purbaningsih, 2020). Mengonsumsi makanan pedas, asam, tinggi lemak secara berlebihan� maka� dapat� merangsang� sistem� pencernaan yang berakibat panas dan nyeri pada ulu hati hal ini dapat terjadi pada saat seseorang mengonsumsi ≥ 1 kali seminggu, jika hal ini terus menerus terjadi maka dapat� menyebakan� iritasi� lambung (Merita et al., 2018). Responden yang memiliki kebiasaan mengonsumsi kopi memiliki efek 3,57%� akan mengalami gastritis dibandingkan� dengan� orang yang tidak mengonsumsi kopi (Ilham, 2019). Menurut asumsi peneliti responden mengalami gangguan pencernaan karena jenis makan yang kurang baik seperti mengonsumsi makanan pedas, asam, cepat saji, tinggi lemak dan banyak serat. Responden juga mengonsumsi minuman iritatif seperti kafein dan minuman bersoda, apabila dikomsumsi secara berlebihan dapat mengiritasi lambung

Hasil penelitian menyatakan lebih banyak responden memiliki frekuensi makan tidak teratur dengan jumlah 57 responden (61,3%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di�� Puskesmas Poasia Kota Kendari oleh (Nur ramadhani Hidayat & Rosanty, 2017) sebanyak 51,0% frekuensi makan pasien gastritis tidak teratur atau berisiko. Makan tidak teratur seperti cara makan yang buruk, terburu-buru, dan jadwal makan yang tidak sesuai dapat mencetuskan dispepsia. Pola makan tidak benar dan terjadwal dan kebiasaan menunda waktu makan akan mengakibatkan kosongnya volume lambung berlangsung lama sehingga meningkatan asam lambung yang tidak digunakan dalam proses pencernaan akan menyebabkan timbulnya risiko gangguan pencernaan (Sumarni & Andriani, 2019). Menurut asumsi peneliti responden mengalami gangguan pencernaan karena frekuensi makan yang tidak teratur. Responden tidak teratur makan 3 kali dalam sehari dan tidak terjadwal, tidak teratur makan pagi, siang, maupun malam dan suka makan dengan terburu-buru.

Hasil penelitian menunjukkan lebih banyak responden memiliki� jumlah makan yang tidak teratur berjumlah 50 responden (53,8%). Pada hasil karakteristik pasien menurut pekerjaan menyatakan� pekerjaan� responden� lebih banyak ibu� rumah� tangga,� pekerjaan� ibu� rumah� tangga� meskipun hanya di dalam rumah tetapi pekerjaannya cukup berat, mulai pagi hingga malam mengurus rumah dan anak, sehingga kebanyakan ibu rumah tangga kurang memperhatikan pola makan dengan makan langsung dalam porsi yang banyak, tidak dapat menerapkan makan sedikit tapi sering (D. Wahyu & Supono, 2015). Menurut asumsi peneliti, responden mengalami gangguan pencernaan karena jumlah makan yang belum teratur seperti makan langsung dalam porsi yang banyak, tidak menerapkan makan sedikit tapi sering dan lebih banyak mengonsumsi cemilan dibandingkan makanan utama.

3.    Gambaran Status Gizi Pasien dengan Gangguan Pencernaan

Hasil peneltian menunjukkan lebih banyak responden memiliki klasifikasi IMT normal dengan jumlah 47 responden (50,5%). Hal ini sesuai dengan penelitian Bansode et al (2018) yang menjelaskan tidak ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian dispepsia dan telah dilakukan pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan perbedaan bermakna antara klasifikasi indeks massa tubuh pada kejadian dispepsia (p value > 0,05).

Berdasarkan hasil data penelitian sebanyak 24 (25,8%) berada pada klasifikasi IMT sangat berat. Hal ini didukung dengan penelitian sebelumnya oleh (Rampengan, 2016) yang menyatakan� 81,08% pasien dengan IMT� > 30 telah menjalani endoskopi dengan hasil terdapat infeksi positif Helicobacter Pylori sehingga ada hubungan hubungan yang sangat signifikan antara dan Helicobacter Pylori IMT. Salah satu faktor penyabab terjadinya gastritis dan dispepsia adalah Infeksi oleh bakteri Helicobacter Pylori. Menurut asumsi peneliti, status gizi pasien dengan gangguan pencernaan dipengaruhi oleh keanekaragaman pangan yang dikonsumsi.

 

 

 

 

KESIMPULAN

 

Penelitian yang elah dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru dapat kesimpulan sebagian besar� responden� berusia�� yaitu� 17-25 tahun� dengan� jumlah� 30� orang� responden� (32,3%). Mayoritas� adalah� perempuan� dengan� jumlah 70� orang� responden� (78,5%).� Mayoritas� pendidikan responden yakni SMA dengan jumlah 50 orang� responden (53,8%). Mayoritas pekerjaan� responden� yaitu� ibu� rumah� tangga dengan� jumlah� 35� orang� responden� (37,6%). Pasien dengan gangguan pencernaan memiliki pola makan antara lain untuk jenis makan yang kurang baik dengan jumlah 65 orang responden (69,9%). Mayoritas responden memiliki frekuensi makan yang tidak teratur dengan jumlah 57 responden (61,3%) sedangkan sebanyak 50 responden (53,8%) memiliki jumlah makan yang tidak teratur.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Anggita, N. (2012). Hubungan faktor konsumsi dan karakteristik individu dengan persepsi gangguan lambung pada mahasiswa penderita gangguan lambung di Pusat Kesehatan Mahasiswa (PKM) Universitas Indonesia tahun 2011. Jakarta. FKM Universitas Indonesia [Diakses 01 April 2018 Waktu 15: 00].

Anindhita, P. A., & Ismahmudi, R. (2015). Analisa Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Gastritis dengan Perbaikan Kualitas Keluhan Gastritis Akut Menggunakan Akupunktur Titik Zulianli dan Titik Diji di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Abdul Wahab Sjahranie.

Dewi, S. R. (2013). Hubungan antara pengetahuan gizi, sikap terhadap gizi dan pola konsumsi Siswa kelas XII program keahlian jasa boga di SMK Negeri 6 Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Teknik Boga. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta.

Dhiya�Ulhaq, N. N., Priawantiputri, W., Pusparini, P., & Syarief, O. (2022). Studi Literatur Pola Makan dan Kejadian Sindrom Dispepsia Pada Remaja. Jurnal Kesehatan Siliwangi, 2(3), 1004�1019. https://doi.org/10.34011/jks.v2i3.856

Ford, A. C., & Moayyedi, P. (2013). Dyspepsia. BMJ, 347. https://doi.org/10.1136/bmj.f505

Ilham, M. I. (2019). Hubungan Pola Konsumsi Kopi Terhadap Kejadian Gastristis Pada Mahasiswa Muhammadiyah Parepare. Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 2(3), 433�446. https://doi.org/10.31850/makes.v2i3.189

Kemenkes, R. I. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang Permenkes RI. Jakarta: Kemenkes RI.

Merita, M., Sapitri, W. I., & Sukandar, I. (2018). Hubungan tingkat stress dan pola konsumsi dengan kejadian gastritis di Puskesmas Pakuan Baru Jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 5(1), 51�58. https://doi.org/10.36565/jab.v5i1.50

Muya, Y., Murni, A. W., & Herman, R. B. (2015). Karakteristik penderita dispepsia fungsional yang mengalami kekambuhan di bagian ilmu penyakit dalam RSUP dr. M. Djamil Padang, Sumatera Barat tahun 2011. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(2). https://doi.org/10.25077/jka.v4i2.279

Nur ramadhani Hidayat, P., & Rosanty, A. (2017). Identifikasi Pola Makan Pada Pasien Gastritis di Puskesmas Poasia Kota Kendari. Poltekkes Kemenkes Kendari.

Par�i, H. M. (2016). Penilaian status gizi: dilengkapi proses asuhan gizi terstandar.

Purbaningsih, E. S. (2020). Analisis Faktor Gaya Hidup yang Berhubungan dengan Risiko Kejadian Gastritis Berulang. Syntax Idea, 2. https://doi.org/10.36418/syntax-idea.v2i5.262

Rampengan, S. H. (2016). Hubungan Helicobacter Pylori dengan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri pada Pasien Infark Miokard Akut. BADAN PENERBIT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ri, K. (2011). Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Direktorat Bina Gizi.

Sumarni, S., & Andriani, D. (2019). Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Dispepsia. Jurnal Keperawatan Dan Fisioterapi (Jkf), 2(1), 61�66. https://doi.org/10.35451/jkf.v2i1.282

Sumbara, S., & Ismawati, Y. (2020). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis Wilayah Kerja Puskesmas Cinunuk. JIKI Jurnal Ilmiah Kesehatan IQRA, 8(1), 1�5.

Tussakinah, W., Masrul, M., & Burhan, I. R. (2018). Hubungan Pola Makan dan Tingkat Stres terhadap Kekambuhan Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Tarok Kota Payakumbuh Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), 217�225. https://doi.org/10.25077/jka.v7i2.805

Wahyu, A. (2011). Maag dan gangguan pencernaan. Jakarta: PT Sunda Kelapa Pustaka.

Wahyu, D., & Supono, N. H. (2015). Pola Makan Sehari-hari Penderita Gastritis. J Inf Kesehat Indones, 1(1).

 

� 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).