������������������������������������������������������������������������
Novia
Agustina Manurung1*,
Yesi Hasneli N2, Erwin3
Fakultas Keperawatan, Universitas Riau, Indonesia1,2,3
[email protected]1, yesi_zahra@yahoo.com2, erwinnurse@yahoo.com3
|
��Abstrak |
|
Received: Revised� : Accepted: |
07-06-2022 14-06-2022 25-06-2022 |
Ganggan pencernaan adalah
gangguan yang terjadi pada saluran cerna, gangguan pencernaan yang umumnya
dialami masyarakat adalah gastritis dan dispepsia. Salah satu faktor
penyebabnya adalah pola makan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran pola makan dan status gizi pasien dengan gangguan pencernaan di
Puskesmas Simpang Tiga selama pandemi COVID-19. Desain penelitian yang
digunakan adalah penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian ini sebanyak
93 pasien dengan diagnosa gatritis dan dispepsia yang diambil dengan teknik purposive sampling. Alat pengumpul
data menggunakan kuesioner yang sudah di uji validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian menunjukkan pola makan
responden untuk jenis makan lebih banyak kurang baik 65 orang (69,9%), frekuensi
makan lebih banyak tidak teratur 57 orang (61,3%), dan jumlah makan lebih
banyak tidak teratur sebanyak 50 (53,8%). Status gizi responden berdasarkan
klasifikasi IMT lebih banyak responden memiliki klasifikasi IMT normal dengan
jumlah 47 orang (50,5%). Hasil penelitian ini diharapkan kepada perawat untuk
merencanakan pendidikan kesehatan mengenai gangguan pencernaan. Kata Kunci:
pandemi COVID-19; gangguan pencernaan; pola makan; ��������������������� status gizi |
|
|
|
|
Abstract |
|
|
Digestive disorders are disorders that occur in the
digestive tract. Digestive disorders that are often experienced by people are
gastritis and dyspepsia. One of the main contributing factor of digestive
disorders is eating habit. The purpose of this study is to describe the
dietery habits and nutritional status of patients with digestive disorders at
the Simpang Tiga public health center during the COVID-19 pandemic. This
study used a descriptive research. The samples of this study were 93 patients
with the diagnosis of gastritis and dyspepsia who were taken by purposive
sampling technique. The data collection tool used a questionnaire that has
been tested for validity and reliability. The result shows the eating habit
of respondences for the types of eating habit much more of deficient are 65 (69,9%),
the frequencies of eating much more of irregular are 57 (61,3%), and the
amounts of food much more of irregular are 50 (53,8%). The nutritional status
of respondences by the BMI classification much more categories as a normal,
by the total of 47 (50,5%). The results of this study are to construct health
promotion regarding to digestive disorders for the nurses. Keywords: COVID-19
pandemic: digestive disorders; eating habit; ����������������� nutritional status |
*Correspondence Author: Novia Agustina Manurung
Email:[email protected]
PENDAHULUAN
Masa
pandemi COVID-19, mengharusnya semua orang agar meningkatkan imunitas sehingga
mampu melawan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan organisme yang
bisa saja kita sentuh, komsumsi dan hirup setiap hari salah satunya dengan
mengatur pola makan. Pola makan�
merupakan daftar jenis, frekuensi dan jumlah dikomsumsi seseorang maupun
kelompok orang pada periode tertentu. Pola�
makan adalah bagian yang berhubungan erat dengan keadaan gizi dan
kesehatan masyarakat. Agar mencegah dari PTM dan tidak mudah terkena penyakit
infeksi, pola makan perlu mencapai ke arah gizi seimbang. Makanan dan minuman
yang dikomsumsi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, akan memengaruhi
asupan gizi dengan terpenuhinya semua zat gizi (Kemenkes, 2014).
Zat
gizi terdiri dari dua bagian yaitu makro mengandung karbohidrat, protein dan
lemak, dan mikro mengandung berbagai vitamin dan mineral. Zat gizi mikro
terjadi karena kesesuaian antara asupan zat gizi dengan kebutuhan metabolisme.
Setiap orang membutuhkan nutrisi yang beragam, tergantung pada usia, jenis
kelamin, olahraga, dan berat badan (Par�i,
2016). Pengukuran status gizi
dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Memperhatikan pola makan dalam hal jumlah dan
frekuensi makan dapat memperingan pekerjaan saluran pencernaan. Sistem
pencernaan ialah sistem yang mengolah makanan dengan cara memproses makanan
sehingga terbentuk energi dan nutrien yang diperlukan oleh tubuh. Gangguan pada
saluran cerna dapat disebabkan baik faktor organik maupun oleh sistem fungsional
(A. Wahyu, 2011).
Gangguan sistem pencernaan yang umum terjadi
di masyarakat adalah gastritis dan dispepsia.
Gastritis adalah infeksi yang
mengenai mukosa lambung disertai kerusakan atau erosi pada mukosa (Anindhita & Ismahmudi, 2015). Angka kasus
gastritis di beberapa negara dilaporkan cukup tinggi. Persentase Gastritis� menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2019
di wilayah dunia berikut: 69% Afrika, 78% Amerika Selatan dan 51% Asia, sekitar
1,8-2,1 juta orang menderita gastritis setiap tahun. Angka kejadian gastritis
di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari total penduduk setiap tahunnya. Laporan
Survei Kesehatan Indonesia 2018 menyebutkan gastritis termasuk dalam 10 besar
penyakit pasien rawat inap di Indonesia, dengan total 30.154 kasus. Berdasarkan
rekapan 10 penyakit terbanyak Puskesmas se-kota Pekanbaru tahun 2020 jumlah
penderita gastritis sebanyak 2154 orang.
Penelitian yang dilakukan oleh oleh (Sumbara
& Ismawati, 2020) di wilayah kerja Puskesmas Cinuhuk mengenai hubungan
pola makan dengan kejadian gastritis diperoleh data dari 54 responden mempunyai
pola makan yang tidak teratur mengalami gastritis yaitu sebanyak 37 orang
(50,0%) dan yang tidak mengalami gastritis yaitu sebanyak 4 orang (5,0%). Analisis
bivariat dengan uji korelasi Rank Spearman (rs) diperoleh hasil p-value
0,000 dan penelitian membuktikan adanya hubungan antara pola makan dengan
kejadian gastritis.
Dispepsia adalah gangguan perut pada bagian
atas dan tengah, dengan gejala kembung, nyeri, mual, perut terasa keras, bahkan
sampai muntah (Ford & Moayyedi, 2013). Secara global, angka penderita dispepsia berkisar
antara 7-41%, akan tetapi yang mencari pertolongan medis hanya sekitar 10-20%.
Angka kejadian dispepsia di negara barat berkisar antara 1-8%. Di Indonesia,
kejadian dispepsia berada pada urutan kelima dari sepuluh besar penyakit
terbanyak tahun 2010 (Ri, 2011). Hasil laporan 10 penyakit
terbanyak Provinsi Riau tahun 2019, dispepsia berada pada urutan kelima dengan
jumlah 108.631 orang atau 9,73% (Dinkes Provinsi Riau, 2019) dan dari rekapan
10 penyakit terbanyak Puskesmas se-kota Pekanbaru tahun 2020 dispepsia berada
pada urutan keempat dengan jumlah 7.745 orang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Sumarni
& Andriani, 2019) tentang hubungan pola makan dengan kejadian dispepsia
data dari 31 responden menunjukkan bahwa 4 orang (12,9%) memiliki pola makan
teratur dan mengalami dispepsia, 27 orang (87%) memiliki pola makan tidak
teratur mengalami dispepsia. Hasil pengujian Pearson Chi-Square dilihat bahwa
nilai p (0,008), sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara pola makan
dengan kejadian dispepsia. Ketidak teraturan pola makan seperti memiliki
kebiasaan makan yang kurang baik, terburu-buru, dan jadwal makan yang tidak
teratur dapat mengakibatkan kejadian dispepsia (Dhiya�Ulhaq et al., 2022).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
telah dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga tanggal 28 Februari 2021
melalui wawancara kepada 10 pasien gangguan pencernaan dengan diagnosa
gastritis dan dispepsia didapatkan 7 dari 10 pasien mengatakan bahwa memiliki
jadwal makan yang belum teratur, seperti makan ≤ 3 kali sehari dan
terlambat makan. Sering mengonsumsi makanan pedas, asam, teh atau kopi, makan
makanan tinggi lemak dan mengandung garam yang berlebih. Berdasarkan nilai
status gizi yang dilakukan dengan pengukuran IMT pada 10 pasien tersebut
didapatkan hasil 2 pasien berada dalam kategori kurang ringan, 3 pasien berada
dalam kategori normal, dan 4 pasien berada dalam kategori berat ringan. Berdasarkan hal diatas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui gambaran pola makan dan status gizi pasien dengan
gangguan pencernaan di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga selama pandemi
COVID-19.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif.
Peneltian ini dimulai pada bulan Februari 2021 � Agustus 2021. Penelitian ini
dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Marpoyan Damai
Kota Pekanbaru. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode non probability sampling, yaitu purposive sampling. Kriteria inklusi
dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami gastritis dan dispepsia yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru,
berkomunikasi dengan baik dan bersedia menjadi reponden. Jumlah sampel dalam penelitian
ini yaitu 93 responden. Alat pengumpul data dalam penelitian ini yaitu
kuesioner yang sudah dilakukan uji validitas dan reabilitas untuk pola makan
dengan 24 pertanyaan dengan nilai alpha
cronbach 0,917 > 0,60. Penilaian status gizi berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (IMT), IMT diperoleh dari pengukuran berat badan dan tinggi badan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian disajikan
sebagai berikut:
Tabel
1. Distribusi
Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan
(n =93)
Karakteristik |
Jumlah
(n) |
Presentasi
(%) |
Jenis Kelamin |
|
|
Perempuan |
20 |
21,50% |
Laki-Laki |
73 |
78,50% |
Usia |
|
|
(17-25 tahun)
Remaja Akhir |
30 |
32,30% |
(26-35 tahun)
Dewasa Awal |
17 |
18,20% |
(36-45 tahun)
Dewasa Akhir |
21 |
22,60% |
(46-55 tahun)
Lansia Awal |
20 |
21,50% |
(56-65 tahun)
Lansia |
5 |
5,40% |
Pendidikan |
|
|
SD |
4 |
4,30% |
SMP |
8 |
8,60% |
SMA |
50 |
53,80% |
Perguruan
Tinggi |
31 |
33,30% |
Pekerjaan |
|
|
Pelajar/Mahasiswa |
19 |
20,40% |
Wiraswasta |
8 |
8,60% |
Pegawai
Swasta |
14 |
15,10% |
Ibu Rumah
Tangga |
35 |
37,60% |
Petani/Buruh/Pedagang |
10 |
10,80% |
Tidak Bekerja |
7 |
7,50% |
Total |
93 |
100% |
Sumber: Hasil Pengolahan
Data
Berdasarkan tabel 1 diatas
diketahui bahwa responden lebih banyak berada pada usia remaja akhir (17-25
tahun) sebanyak 30 orang (32,3%). Distribusi responden berdasarkan jenis
kelamin mayoritas perempuan, yaitu sebanyak 70 orang (78,5%). Distribusi
responden berdasarkan pendidikan terakhir lebih banyak SMA dengan jumlah 50
(53,8%). Distribusi responden berdasarkan pekerjaan lebih banyak ibu rumah
tangga dengan jumlah 35 (37,6%).
Tabel
2. Distribusi
Pola Makan Menurut Jenis Makan, Frekuensi Makan, dan Jumlah Makan (n =93)
Pola Makan |
Jumlah (n) |
Presentasi (%) |
Jenis Makan |
||
Kurang Baik |
65 |
69,90% |
Baik |
28 |
30,10% |
Frekuensi Makan |
||
Tidak Teratur |
57 |
61,30% |
Teratur |
36 |
38,70% |
Jumlah Makan |
||
Tidak Teratur |
50 |
53,80% |
Teratur |
43 |
46,20% |
Total |
93 |
100% |
Sumber: Hasil Pengolahan
Data
Berdasarkan tabel 2 diatas
diketahui bahwa distribusi berdasarkan jenis makan lebih banyak kurang baik
dengan jumlah 65 orang responden (69,9%). Distribusi berdasarkan frekuensi
makan lebih banyak tidak teratur dengan jumlah 57 responden (61,3%). Distribusi
berdasarkan� jumlah makan lebih banyak
tidak teratur sebanyak 50 responden (53,8%).
Tabel
3. Distribusi
Status Gizi Menurut IMT (n =93)
Status Gizi |
Jumlah (n) |
Presentasi (%) |
Klasifikasi IMT |
|
|
Kurus Berat |
3 |
3,20% |
Kurus Ringan |
8 |
8,60% |
Normal |
47 |
50,50% |
Gemuk Ringan |
11 |
11,80% |
Gemuk Berat |
24 |
25,80% |
Total |
93 |
100% |
Sumber: Hasil Pengolahan
Data
Berdasarkan tabel 3 didapatkan bahwa lebih
banyak responden memiliki klasifikasi IMT normal dengan jumlah 47 responden
(50,5%).
1.
Karakteristik Responden
Hasil yang didapatkan melalui
karakteristik responden menurut jenis kelamin mayoritas perempuan sebanyak 73
orang (78,5%). Hasil penelitian (Anggita, 2012) menyebutkan bahwa� jenis� kelamin mempunyai hubungan terhadap
persepsi� gangguan� lambung, perempuan berisiko 3 kali mengalami
masalah pencernaan dibandingkan laki-laki. Laki-laki lebih toleran� terhadap�
rasa� sakit� akibat gejala�
gastritis� dan dispepsia daripada
perempuan.
Hasil penelitan didapatkan
karakteristik responden menurut usia ialah remaja akhir (17-25 tahun) yaitu
sebanyak 30 orang (32,3%). Pada usia ini faktor tekanan akibat pekerjaan dan
tugas yang berlebih dimasa usia produktif akan memengaruhi pola makan menjadi
kurang selektif. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnyayang dilakukan Sumarni
dan Andriani (2019) bahwa angka� kejadian
dispepsia lebih tinggi pada responden dengan umur awal dan dewasa (35,5%)
dibanding pada responden dengan umur tua (16,1%). Usia produktif merupakan usia
yang mudah terjadi gangguan pencernaan diakibatkan mempunyai banyak kesibukan
sehingga membuat pola makan mereka tidak teratur dan tidak baik.
Hasil yang didapatkan untuk
karakteristik responden berdasarkan pendidikan lebih banyak SMA dengan jumlah
50 (53,8%). Menurut Kasi, Kalesaran, dan Ratag (2019) menjelaskan bahwa tingkat
pendidikan terakhir responden pendertita gastritis di Pukesmas Tateli Kabupaten
Minahasa lebih banyak SMA/SMK dengan jumlah 32 responden (63%). Pendidikan dan
pengetahuan yang rendah akan berdampak pada pemilihan bahan makanan dan
pemenuhan kebutuhan gizi. Sebagai contoh, seseorang dengan pengetahuan rendah
akan memiliki prinsip makan yang biasanya mengenyangkan, sehingga makanan
sumber karbohidrat lebih banyak. Seseorang dengan pendidikan dan pengetahuan
yang tinggi cenderung lebih memilih sumber protein dan mencoba untuk
menyeimbangkan kebutuhan zat gizi lainnya (Dewi, 2013).
Hasil penelitian didapatkan
karakteristik responden menurut pendidikan lebih banyak ibu rumah tangga dengan
jumlah 36 (38,7%). Hal� ini� sejalan�
terhadap penelitian� (Muya et al., 2015) yang menyatakan bahwa lebih
tinggi pada kelompok pekerjaan IRT yaitu sebanyak 23,6%. Stres dapat terjadi
akibat banyaknya tuntutan kehidupan, banyak pekerjaan yang harus dikerjakan
membuat seseorang mengalami ketengangan atau stres. �Pekerjaan�
ibu� rumah� tangga�
paling� banyak menderita gastritis
dapat disebabkan mengalami stres karena tuntutan pekerjaan rumah. Karena
tuntutan pekerjaan rumah ibu rumah tangga�
banyak tidak� memperhatikan� waktu makannya� sehingga waktu� makan�
ibu rumah tangga� menjadi tidak
teratur (Tussakinah et al., 2018).
2.
Gambaran Pola Makan
Pasien dengan Gangguan Pencernaan
Hasil penelitian menunjukkan
responden memiliki jenis makan yang kurang baik dengan jumlah 65 responden
(69,9%). Jenis makanan yang dapat menyebabkan masalah pada lambung yakni
makanan pedas, zat-zat korosif dapat mengakibatkan gangguan mukosa lambung dan
memicu peradangan pada dinding lambung (Purbaningsih, 2020). Mengonsumsi makanan pedas, asam, tinggi lemak secara
berlebihan� maka� dapat�
merangsang� sistem� pencernaan yang berakibat panas dan nyeri
pada ulu hati hal ini dapat terjadi pada saat seseorang mengonsumsi ≥ 1
kali seminggu, jika hal ini terus menerus terjadi maka dapat� menyebakan� iritasi�
lambung (Merita et al., 2018). Responden yang memiliki kebiasaan mengonsumsi kopi
memiliki efek 3,57%� akan mengalami
gastritis dibandingkan� dengan� orang yang tidak mengonsumsi kopi (Ilham, 2019). Menurut asumsi peneliti responden mengalami gangguan
pencernaan karena jenis makan yang kurang baik seperti mengonsumsi makanan
pedas, asam, cepat saji, tinggi lemak dan banyak serat. Responden juga
mengonsumsi minuman iritatif seperti kafein dan minuman bersoda, apabila
dikomsumsi secara berlebihan dapat mengiritasi lambung
Hasil penelitian menyatakan
lebih banyak responden memiliki frekuensi makan tidak teratur dengan jumlah 57
responden (61,3%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di�� Puskesmas Poasia Kota Kendari oleh (Nur ramadhani
Hidayat & Rosanty, 2017) sebanyak 51,0% frekuensi makan pasien gastritis tidak
teratur atau berisiko. Makan tidak teratur seperti cara makan yang buruk,
terburu-buru, dan jadwal makan yang tidak sesuai dapat mencetuskan dispepsia.
Pola makan tidak benar dan terjadwal dan kebiasaan menunda waktu makan akan
mengakibatkan kosongnya volume lambung berlangsung lama sehingga meningkatan
asam lambung yang tidak digunakan dalam proses pencernaan akan menyebabkan
timbulnya risiko gangguan pencernaan (Sumarni & Andriani, 2019). Menurut asumsi peneliti responden mengalami gangguan
pencernaan karena frekuensi makan yang tidak teratur. Responden tidak teratur
makan 3 kali dalam sehari dan tidak terjadwal, tidak teratur makan pagi, siang,
maupun malam dan suka makan dengan terburu-buru.
Hasil penelitian menunjukkan
lebih banyak responden memiliki� jumlah
makan yang tidak teratur berjumlah 50 responden (53,8%). Pada hasil
karakteristik pasien menurut pekerjaan menyatakan� pekerjaan�
responden� lebih banyak ibu� rumah�
tangga,� pekerjaan� ibu�
rumah� tangga� meskipun hanya di dalam rumah tetapi
pekerjaannya cukup berat, mulai pagi hingga malam mengurus rumah dan anak,
sehingga kebanyakan ibu rumah tangga kurang memperhatikan pola makan dengan
makan langsung dalam porsi yang banyak, tidak dapat menerapkan makan sedikit
tapi sering (D. Wahyu & Supono, 2015). Menurut asumsi peneliti, responden mengalami gangguan
pencernaan karena jumlah makan yang belum teratur seperti makan langsung dalam
porsi yang banyak, tidak menerapkan makan sedikit tapi sering dan lebih banyak
mengonsumsi cemilan dibandingkan makanan utama.
3.
Gambaran Status Gizi
Pasien dengan Gangguan Pencernaan
Hasil peneltian menunjukkan
lebih banyak responden memiliki klasifikasi IMT normal dengan jumlah 47
responden (50,5%). Hal ini sesuai dengan penelitian Bansode et al (2018) yang
menjelaskan tidak ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian
dispepsia dan telah dilakukan pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan perbedaan
bermakna antara klasifikasi indeks massa tubuh pada kejadian dispepsia (p value
> 0,05).
Berdasarkan hasil data
penelitian sebanyak 24 (25,8%) berada pada klasifikasi IMT sangat berat. Hal
ini didukung dengan penelitian sebelumnya oleh (Rampengan, 2016) yang menyatakan� 81,08% pasien dengan IMT� > 30 telah menjalani endoskopi dengan
hasil terdapat infeksi positif Helicobacter Pylori sehingga ada hubungan
hubungan yang sangat signifikan antara dan Helicobacter Pylori IMT. Salah satu
faktor penyabab terjadinya gastritis dan dispepsia adalah Infeksi oleh bakteri
Helicobacter Pylori. Menurut asumsi peneliti, status gizi pasien dengan
gangguan pencernaan dipengaruhi oleh keanekaragaman pangan yang dikonsumsi.
KESIMPULAN
Penelitian yang elah dilakukan
di Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru dapat
kesimpulan sebagian besar� responden� berusia��
yaitu� 17-25 tahun� dengan�
jumlah� 30� orang�
responden� (32,3%). Mayoritas� adalah�
perempuan� dengan� jumlah 70�
orang� responden� (78,5%).�
Mayoritas� pendidikan responden
yakni SMA dengan jumlah 50 orang�
responden (53,8%). Mayoritas pekerjaan�
responden� yaitu� ibu�
rumah� tangga dengan� jumlah�
35� orang� responden�
(37,6%). Pasien dengan gangguan pencernaan memiliki pola makan antara
lain untuk jenis makan yang kurang baik dengan jumlah 65 orang responden
(69,9%). Mayoritas responden memiliki frekuensi makan yang tidak teratur dengan
jumlah 57 responden (61,3%) sedangkan sebanyak 50 responden (53,8%) memiliki
jumlah makan yang tidak teratur.
Anggita,
N. (2012). Hubungan faktor konsumsi dan karakteristik individu dengan persepsi
gangguan lambung pada mahasiswa penderita gangguan lambung di Pusat Kesehatan
Mahasiswa (PKM) Universitas Indonesia tahun 2011. Jakarta. FKM Universitas
Indonesia [Diakses 01 April 2018 Waktu 15: 00].
Anindhita, P.
A., & Ismahmudi, R. (2015). Analisa Praktik Klinik Keperawatan pada
Pasien Gastritis dengan Perbaikan Kualitas Keluhan Gastritis Akut Menggunakan
Akupunktur Titik Zulianli dan Titik Diji di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD
Abdul Wahab Sjahranie.
Dewi, S. R.
(2013). Hubungan antara pengetahuan gizi, sikap terhadap gizi dan pola konsumsi
Siswa kelas XII program keahlian jasa boga di SMK Negeri 6 Yogyakarta. Program
Studi Pendidikan Teknik Boga. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta.
Dhiya�Ulhaq, N.
N., Priawantiputri, W., Pusparini, P., & Syarief, O. (2022). Studi
Literatur Pola Makan dan Kejadian Sindrom Dispepsia Pada Remaja. Jurnal
Kesehatan Siliwangi, 2(3), 1004�1019. https://doi.org/10.34011/jks.v2i3.856
Ford, A. C.,
& Moayyedi, P. (2013). Dyspepsia. BMJ, 347. https://doi.org/10.1136/bmj.f505
Ilham, M. I.
(2019). Hubungan Pola Konsumsi Kopi Terhadap Kejadian Gastristis Pada Mahasiswa
Muhammadiyah Parepare. Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 2(3),
433�446. https://doi.org/10.31850/makes.v2i3.189
Kemenkes, R. I.
(2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014
tentang Pedoman Gizi Seimbang Permenkes RI. Jakarta: Kemenkes RI.
Merita, M.,
Sapitri, W. I., & Sukandar, I. (2018). Hubungan tingkat stress dan pola
konsumsi dengan kejadian gastritis di Puskesmas Pakuan Baru Jambi. Jurnal
Akademika Baiturrahim Jambi, 5(1), 51�58. https://doi.org/10.36565/jab.v5i1.50
Muya, Y.,
Murni, A. W., & Herman, R. B. (2015). Karakteristik penderita dispepsia
fungsional yang mengalami kekambuhan di bagian ilmu penyakit dalam RSUP dr. M.
Djamil Padang, Sumatera Barat tahun 2011. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(2).
https://doi.org/10.25077/jka.v4i2.279
Nur ramadhani
Hidayat, P., & Rosanty, A. (2017). Identifikasi Pola Makan Pada Pasien Gastritis
di Puskesmas Poasia Kota Kendari. Poltekkes Kemenkes Kendari.
Par�i, H. M.
(2016). Penilaian status gizi: dilengkapi proses asuhan gizi terstandar.
Purbaningsih,
E. S. (2020). Analisis Faktor Gaya Hidup yang Berhubungan dengan Risiko
Kejadian Gastritis Berulang. Syntax Idea, 2. https://doi.org/10.36418/syntax-idea.v2i5.262
Rampengan, S.
H. (2016). Hubungan Helicobacter Pylori dengan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri
pada Pasien Infark Miokard Akut. BADAN PENERBIT Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ri, K. (2011).
Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Direktorat Bina Gizi.
Sumarni, S.,
& Andriani, D. (2019). Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Dispepsia. Jurnal
Keperawatan Dan Fisioterapi (Jkf), 2(1), 61�66. https://doi.org/10.35451/jkf.v2i1.282
Sumbara, S.,
& Ismawati, Y. (2020). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis
Wilayah Kerja Puskesmas Cinunuk. JIKI Jurnal Ilmiah Kesehatan IQRA, 8(1),
1�5.
Tussakinah, W.,
Masrul, M., & Burhan, I. R. (2018). Hubungan Pola Makan dan Tingkat Stres
terhadap Kekambuhan Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Tarok Kota Payakumbuh
Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), 217�225. https://doi.org/10.25077/jka.v7i2.805
Wahyu, A.
(2011). Maag dan gangguan pencernaan. Jakarta: PT Sunda Kelapa Pustaka.
Wahyu, D.,
& Supono, N. H. (2015). Pola Makan Sehari-hari Penderita Gastritis. J
Inf Kesehat Indones, 1(1).
|
� 2021 by the authors. Submitted for
possible open access publication under the terms and conditions of the
Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |