Raymond Tanjung
Rumah Sakit Santa Anna, Kendari, Sulawesi Tenggara,
Indonesia
|
Abstrak |
|
Received: Revised� : Accepted: |
03-05-2022 05-05-2022 25-05-2022 |
Kuantitas
operasi katarak telah lama menjadi indikator kesehatan masyarakat yang
penting untuk menilai aksesibilitas kesehatan. Standar untuk operasi katarak
sedang berkembang di seluruh dunia. Revolusi operasi katarak tidak pernah
berhenti dan terus berlanjut, dari ekstraksi katarak intracapsular, ekstraksi
katarak ekstrakapsular, hingga fakoemulsifikasi. Di negara maju,
fakoemulsifikasi adalah metode utama operasi katarak. Hasil keluaran
ketajaman visual pasca operasi katarak secara keseluruhan dianggap sangat
baik dan efektif dalam jangka panjang. Meskipun demikian, beberapa faktor
seperti gangguan refraksi, komorbiditas okular dan komplikasi bedah masih
sangat signifikan menurunkan kepuasan terhadap hasil operasi katarak terutama
di negara berkembang. Selain itu faktor sosiodemografi seperti status sosio
ekonomi dan tingkat pendidikan juga diidentifikasi menurunkan skor kualitas
penglihatan pasca operasi. Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh operasi katarak
terhadap ketajaman penglihatan. Metode: Metode yang��� digunakan�
dalam penulisan artikel ini adalah literature review. Hasil: Operasi
katarak merupakan prosedur yang relatif aman dan efektif. Sebagian besar (84%
hingga 94%) mata mencapai koreksi ketajaman visual terbaik, mencapai 20/30
(6/9) atau lebih baik sekitar enam bulan setelah operasi. Kesimpulan: Hasil
perbaikan visual dari operasi katarak dengan implantasi lensa intraokular
umumnya memberikan hasil yang sangat memuaskan. Tetapi didapatkan hasil yang
kurang memuaskan di negara berpenghasilan rendah Kata kunci: faktor risiko; katarak;
kebutaan; ketajaman penglihatan; �������������������� operasi katarak |
|
|
|
|
Abstract |
|
|
The quantity of cataract
surgery has long been an important public health indicator to assess health
accessibility. Standards for cataract surgery are developing around the
world. The cataract surgery revolution never stops and continues, from
intracapsular cataract extraction, extracapsular cataract extraction, to
phacoemulsification. In developed countries, phacoemulsification is the main
method of cataract surgery. The overall visual acuity outcome after cataract
surgery is considered very good and effective in the long term. However,
several factors such as refractive errors, ocular comorbidities and surgical
complications still significantly reduce satisfaction with cataract surgery
results, especially in developing countries. In addition, sociodemographic
factors such as socioeconomic status and education level were also identified
as lowering postoperative vision quality scores. To determine the effect of
cataract surgery in visual acuity. The method used in writing this article is
a literature review. Results: Cataract surgery is a relatively safe and
effective procedure. Most (84% to 94%) eyes achieved best visual acuity
correction, achieving 20/30 (6/9) or better about six months after surgery. The
results of visual improvement from cataract surgery with intraocular lens
implantation are generally very satisfactory. But the results are less than
satisfactory in low-income countries. Keywords: risk factors; cataract; blindness; visual acuity; cataract ����������������� surgery |
*Correspondence Author: Raymond Tanjung
Email:
[email protected]
PENDAHULUAN
Katarak merupakan penyebab signifikan kebutaan
di seluruh dunia. Pilihan pengobatan termasuk koreksi dengan kacamata bias
dilakukan hanya pada tahap awal, dan jika katarak telah mengganggu aktivitas
rutin, operasi katarak sangat disarankan, dengan hasil yang relatif aman dan
efektif (Nizami, Gulani, & Redmond, 2021). Operasi katarak
adalah operasi elektif yang paling umum dilakukan di seluruh dunia, dengan lebih
dari 20 juta operasi dilakukan setiap tahunnya (Hashemi et al., 2020).
Menurut studi Global Burden of Disease, katarak
tetap menjadi penyebab utama kebutaan global, dan semakin banyak operasi
katarak dilakukan untuk mengurangi kebutaan katarak di masyarakat yang menua.
Tingkat operasi katarak, yang mewakili jumlah operasi yang dilakukan per satu
juta penduduk pada tahun tertentu, merupakan parameter kesehatan masyarakat
yang paling penting untuk menilai aksesibilitas ke layanan katarak (Steinmetz et al., 2021). Sejalan dengan
beberapa kemajuan penting yang telah terjadi selama dekade terakhir, termasuk
teknik bedah katarak insisi mikro, generasi baru lensa intraokular dan formula
perhitungan lensa, lebih banyak perhatian diberikan untuk memaksimalkan manfaat
yang dapat dicapai pasien melalui operasi katarak. Selain aksesibilitas,
kualitas perawatan memainkan peran penting menuju cakupan kesehatan universa (Nizami et al., 2021). Meskipun terbukti sebagai salah satu
intervensi kesehatan yang paling hemat biaya, operasi katarak dapat dikaitkan
dengan hasil visual yang buruk karena komplikasi bedah, komorbiditas okular
atau koreksi optik yang tidak memadai.(Flaxman et al., 2017) Ketajaman visual
pasca operasi adalah parameter langsung sederhana yang dapat mencerminkan
kualitas operasi katarak dan perawatan pasca operasi untuk sebagian besar.
Inisiatif Global untuk Penghapusan Kebutaan yang Dapat Dihindari menunjukkan
bahwa layanan bedah katarak harus memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi
dalam hal ketajaman visual dan peningkatan kualitas hidup.(Han et al., 2022)
Ketajaman visual setelah operasi katarak telah
dilaporkan sangat memuaskan dalam banyak uji klinis dan dalam studi registri.
Salah satu alasan terpenting pasien mengunjungi dokter mata adalah untuk
menguji dan meningkatkan ketajaman visual mereka. Demikian pula, perkembangan,
tindak lanjut, dan perubahan gangguan pasien, penggunaan teknologi dan prosedur
terbaru dievaluasi dan dibandingkan berdasarkan hasil ketajaman visual.
Meskipun demikian, alokasi waktu dan pemeriksaan pengujian penglihatan yang
memadai memakan waktu dalam pengaturan praktik klinis, sehingga tidak jarang
pengujian yang teliti dan tepat kerap tidak didapatkan oleh pasien. Laporan
terdahulu mengidentifikasi bahwa standarisasi pengujian ketajaman visual secara
rutin tidak dilakukan di sebagian besar pengaturan klinis (Han et al., 2022). Hal ini dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, termasuk pencahayaan di ruang pengujian, jenis tes yang
digunakan, dan kebijaksanaan pemeriksa kapan harus mengakhiri tes.(Gomez, 2014)
Tinjauan pustaka ini memberikan gambaran
epidemiologi dan prosedur operasi katarak yang ada saat ini serta perbaikan
ketajaman visual pasca operasi dari berbagai literatur terbaru dan menyajikan
tantangan atau hambatan keluaran positif pasca operasi katarak terutama di
negara-negara yang miskin sumber daya.
Katarak merupakan kekeruhan lensa mata atau
kapsulnya yang seharusnya jernih sehingga mengaburkan jalannya cahaya yang
melalui lensa ke retina mata.1 Penyakit yang membutakan ini dapat menyerang
seluruh kelompok usia, meskipun lebih dominan pada orang lanjut usia. Kondisi
katarak dapat bersifat bilateral dan bervariasi dalam tingkat keparahan. Proses
penyakit berkembang secara bertahap tanpa mempengaruhi aktivitas sehari-hari
pada stadium dini, tetapi seiring berjalannya waktu, terutama setelah dekade
keempat atau kelima, katarak pada akhirnya akan matur atau matang. Kondisi
tersebut membuat lensa buram sepenuhnya terhadap cahaya yang mengganggu
aktivitas rutin.(Gupta, Rajagopala, & Ravishankar, 2014) Katarak merupakan
penyebab signifikan kebutaan di seluruh dunia. Hal ini sangat disayangkan,
mengingat morbiditas visual yang disebabkan oleh katarak terkait usia seharusnya
bersifat reversibel.(Liu, Wilkins, Kim, Malyugin, & Mehta, 2017)
Katarak senilis adalah istilah yang lebih
sering dipakai untuk menggambarkan penyakit gangguan penglihatan yang ditandai
dengan penebalan lensa secara bertahap dan progresif. Deteksi dini, pemantauan
ketat, dan intervensi bedah tepat waktu merupakan aspek terpenting dalam
pengelolaan katarak senilis. Tantangan yang lebih besar dihadapi oleh negara
yang miskin sumber daya dan kurang beruntung secara geografis di mana akses
kesehatan terbatas menghalangi intervensi dini (Seddon, Fong, West, & Valmadrid, 1995).
Sekitar 51% kebutaan terkait dengan katarak,
yang juga merupakan faktor utama buruknya penglihatan di negara maju dan
berkembang. Di antara semua penyakit mata, tingkat kebutaan yang disebabkan
oleh katarak adalah 5% di negara maju, sedangkan 50% atau lebih di daerah
miskin atau terpencil. Hampir 18 juta orang di dunia menderita kebutaan
bilateral akibat katarak, dan katarak telah menyebabkan kehilangan penglihatan
sedang hingga berat pada 52,6 juta orang.(Beharee, Shi, Wu, & Wang, 2019) Kebutaan
menyebabkan beban ekonomi yang besar dan penurunan kualitas hidup secara
keseluruhan. Menurut organisasi kesehatan dunia (World Health
Organization/WHO), katarak mempengaruhi 65,2 juta orang di dunia.(Han et al., 2022) Satu per tiga dari orang buta di
dunia dan separuh dari 1,5 juta anak buta dunia tinggal di kawasan Asia
Tenggara.(Gupta et al., 2014) Belum ada studi terkait prevalensi
global untuk katarak, meskipun demikian, sebuah meta analisis terbaru
menyebutkan bahwa pravalensi katarak yang telah disesuaikan dengan usia
mencapai 17,2%. Dengan kata lain, dari setiap 1000 orang yang dipilih secara
acak dari seluruh dunia, dengan tingkat kepercayaan 95%, diperkirakan bahwa 133
hingga 210 orang menderita katarak, terutama lanjut usia. Prevalensi ini
diambil dari semua penelitian tanpa mempertimbangkan status afakia dan
pseudofakia, menunjukkan bahwa katarak yang tidak diobati masih menjadi salah
satu masalah oftalmologi utama yang belum terpecahkan di dunia dan mempengaruhi
sebagian besar populasi global (Hashemi et al., 2020).
Saat ini, pengobatan yang tersedia adalah
ekstraksi bedah lensa katarak. Laporan terdahulu di India menyebutkan bahwa
hampir operasi katarak yang dilakukan di Rumah Sakit di India tidak memulihkan
penglihatan. Kebutaan karena katarak merupakan tantangan besar bagi dokter mata
dalam isu kesehatan masyarakat karena memberikan beban ekonomi yang besar dan
penurunan kualitas hidup secara keseluruhan. Sebagai alternatif, oftalmologi
preventif menawarkan pendekatan lain yakni dengan mengidentifikasi faktor-faktor
risiko, yang mungkin mengubah atau menunda timbulnya perkembangan katarak dalam
jangka waktu 10 tahun, dan akhirnya menurunkan jumlah operasi katarak sebesar
45% atau lebih.(Gupta et al., 2014) Mengidentifikasi faktor risiko yang
dapat dimodifikasi akhirnya menjadi sangat penting dari perspektif kesehatan
masyarakat (Huang-Lung et al., 2021).
Katarak berkembang dan dipicu oleh berbagai
faktor. Kebanyakan dari penyakit ini berkembang dengan etiologi spesifik dan
dapat didiagnosis melalui bagian tertentu yang terpengaruh, misalnya posterior
(klasik karena penggunaan steroid) dan anterior (katarak senilis umum). (Moshirfar, Milner, & Patel, 2020) Beberapa faktor
risiko katarak dapat dibagi menjadi faktor individual, lingkungan, dan� protektif. Faktor individu meliputi usia,
jenis kelamin, ras, dan faktor genetik. Faktor lingkungan meliputi kebiasaan
merokok, paparan radiasi ultraviolet (UV), status sosial ekonomi, tingkat
pendidikan, komorbiditas penyakit seperti diabetes mellitus, hipertensi,
penggunaan steroid, dan obat-obatan asam urat. Faktor protektif termasuk
penggunaan aspirin dan terapi sulih hormon pada wanita. (Nizami et al., 2021) Heritabilitas katarak nuklear
berkisar antara 36% hingga 48%, sedangkan faktor genetik menyumbang 35% variasi
dalam perkembangan katarak nukleus. Hanya saja, dibandingkan dengan katarak
kongenital, pengetahuan tentang faktor kerentanan genetik pada katarak terkait
usia relatif langka dan jarang dilaporkan. Sekitar 50% dari katarak kongenital
memiliki penyebab genetik. Transmisi dominan autosomal adalah yang paling
sering ditemukan, tetapi dapat juga bersifat resesif autosomal atau terkait-X.
Lebih dari 20 lokus genetik telah diidentifikasi, sebagian besar terkait dengan
mutasi genetik yang mempengaruhi perkembangan lensa. Lokus kerentanan ini
termasuk kristalin , , dan , protein sitoskeletal
lensa, connexin, protein sambungan membran, faktor pertumbuhan dan transkripsi,
rantai ringan feritin, dan gen galaktokinase.(Liu et al., 2017)
Hasil survei Rapid Assessment of Avoidable
Blindness (RAAB) yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Mata Indonesia
(Perdami) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di 15 provinsi yaitu
Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Bali, NTT, NTB, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua dengan target penduduk di atas 50 tahun,
tingkat kebutaan diketahui mencapai 3%. Dari jumlah tersebut, katarak adalah
penyebab paling umum dengan sekitar 81%.(Daerah, n.d.)
Dalam artikel ini akan dibahas lebih lanjut
mengenai bagaimana hasil tajam penglihatan setelah operasi katarak dan faktor
yang mempengaruhinya, sehingga menjadi pertimbangan dan memberi gambaran untuk
penangan lebih baik.
METODE
PENELITIAN
Metode penelitian yang
digunakan adalah tinjauan pustaka. Penelusuran artikel��� dilakukan pada database PubMed dan Google
Scholar dengan kata kunci utama: �cataract sugery�, �cataract�, �visual acuity�,
�risk factor�, �blindness�, �visual deep�. Semua artikel yang didapatkan dari
hasil� penelusuran, dipilih artikel
dengan berbagai jenis studi yang sekiranya relevan dengan topik tinjauan
pustaka. Kriteria inklusi adalah semua tinjauan mengenai tajam penglihatan
setelah operasi katarak dan terbit dalam 10 tahun terakhir. Kriteria eksklusi
adalah kepustakaan yang diterbitkan lebih dari 10 tahun. Informasi� dikumpulkan, dicatat, dan disimpulkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Operasi Katarak
Hingga saat ini, belum ada perawatan medis yang telah
teruji waktu, maupun disetujui oleh Food and Drug Association (FDA) atau
terbukti secara klinis untuk menunda, mencegah, atau membalikkan perkembangan
katarak senilis (Nizami et al., 2021). Inhibitor aldose reductase, yang
diyakini menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol, telah menunjukkan hasil
yang menjanjikan dalam mencegah katarak gula pada hewan. Obat antikatarak lain
yang sedang diselidiki termasuk agen penurun sorbitol, aspirin, agen penambah
glutathione, dan antioksidan vitamin C dan E.
Standar manajemen katarak yang signifikan secara
visual saat ini adalah operasi pengangkatan lensa katarak dan penggantiannya
dengan lensa intraokular. Operasi katarak diindikasikan ketika pasien memiliki
kehilangan penglihatan yang cukup berat sehingga mereka dapat menerima potensi
risiko operasi. Operasi katarak jarang diindikasikan untuk mencegah glaukoma,
mengobati peradangan akibat lensa, atau memungkinkan visualisasi retina yang
memadai. (Liu et al., 2017) Hasil dari operasi katarak tidak
tergantung pada ketajaman visual sebelum operasi. Meskipun kemajuan dalam
teknologi dan teknik bedah dalam dekade terakhir, hasil bedah yang baik masih
melibatkan penilaian pra operasi menyeluruh, penentuan kekuatan lensa
intraokular yang tepat, dan manajemen intraoperatif dan pascaoperasi yang
tepat.(Moshirfar et al., 2020)
Operasi katarak telah berkembang dari ekstraksi
katarak intrakapsular ke ekstraksi katarak ekstrakapsular hingga
fakoemulsifikasi. Meskipun ekstraksi katarak intrakapsular sebagian besar telah
digantikan oleh operasi katarak modern, prosedur ini masih digunakan di
beberapa negara berpenghasilan rendah. Pada ekstraksi katarak ekstrakapsular,
insisi limbal dan kapsulotomi anterior dibuat, dan nukleus lensa dan korteks
dilakukan dengan ekspresi manual. Prosedur ini membuat kapsul posterior tetap
utuh, memungkinkan lensa intraokular ditanamkan ke dalam kantong kapsuler dan
memberikan stabilitas anatomi yang lebih baik.(Chen, Xu, Chen, & Yao, 2021) Dibandingkan
dengan ekstraksi katarak intrakapsular, ekstraksi katarak ekstrakapsular
menurunkan prevalensi komplikasi intraoperatif dan pascaoperasi, seperti
kehilangan vitreus, edema makula cystoid, dan trauma pada endotel kornea.
Operasi katarak sayatan kecil manual adalah varian dari ekstraksi katarak
ekstrakapsular. Prosedur ini memiliki sayatan yang lebih kecil, lensa kemudian
diangkat seluruhnya atau sebagian. Dibandingkan dengan ekstraksi katarak
ekstrakapsular, operasi katarak sayatan kecil dikaitkan hasil astigmatisme yang
lebih jarang, hasil visual dan refraksi yang lebih baik. Karena kedua prosedur
ini tidak memerlukan peralatan atau bahan habis pakai yang mahal, keduanya
masih digunakan secara luas, terutama di negara berpenghasilan menengah atau
berkembang. Ekstraksi katarak ekstrakapsular secara substansial mengatasi
masalah kebutaan katarak di negara berkembang. Operasi katarak sayatan kecil
manual memiliki keamanan dan kemanjuran yang sebanding dengan fakoemulsifikasi
meskipun dikaitkan dengan astigmatisme pasca operasi yang lebih besar, oleh
karena itu teknik ini merupakan teknik pilihan pada kamp-kamp bedah di negara
berkembang atau di rumah sakit perawatan mata bervolume tinggi di mana fakoemulsifikasi
tidak tersedia.(Chen et al., 2021)
Fakoemulsifikasi adalah prosedur pilihan untuk operasi
katarak.(Ahmad, 2017)
Sebuah lubang anterior di kapsul lensa atau capsulorhexis dibuat, lensa
diemulsi oleh handpiece ultrasonik dan kemudian diaspirasi melalui sayatan
2,2-3,2 mm sebelum lensa intraokular ditanamkan ke dalam kantong kapsuler.
Dibandingkan dengan ekstraksi katarak ekstrakapsular, sayatan lebih kecil
mempercepat rehabilitasi visual dan mengurangi terjadinya komplikasi bedah
seperti ruang anterior dangkal intraoperatif, prolaps iris, atau astigmatisme
pasca operasi. Selama operasi, alat viskoelastik oftalmik disuntikkan ke dalam
bilik mata depan untuk menggantikan akuos humor. Sifat viskositas dan
elastisitas memungkinkan perangkat ini untuk mempertahankan ruang anterior atau
ruang intraokular, dan memungkinkan instrumen untuk dilewatkan dengan aman ke
dalam mata. Tegangan permukaan viskoelastik melapisi dan melindungi endotel
kornea dari kerusakan. Penggunaannya wajib dalam operasi katarak modern untuk
melindungi endotel kornea dan struktur intraokular lainnya dari manipulasi
selama operasi. Perangkat viskoelastik oftalmik tidak beracun dan jernih secara
optik dan dikeluarkan melalui aspirasi setelah implantasi lensa intraokular
pada akhir operasi. Setelah pengangkatan katarak, lensa intraokular ditanamkan.
Agar dapat ditanamkan melalui sayatan kecil, lensa intraokular yang dapat
dilipat telah dikembangkan. Lensa intraokular yang dapat dilipat dapat
dimasukkan ke dalam kantong kapsuler menggunakan forsep khusus atau dapat
digulung dan dimasukkan ke dalam kartrid dan kemudian ditanamkan dengan
injektor lensa intraokular.(M�nestam, 2016)
Operasi katarak dengan bantuan laser Femtosecond
pertama kali dijelaskan pada tahun 2010. Teknologi ini menawarkan kemampuan
untuk secara tepat mengotomatisasi beberapa langkah operasi katarak dengan
menggunakan laser. Semua platform laser terdiri dari antarmuka, docking, dan
sistem pencitraan untuk melakukan sayatan kornea yang jelas, kapsulotomi
anterior, dan fragmentasi lensa. Segera setelah perawatan laser, ahli bedah
dapat melanjutkan dengan fakoemulsifikasi lensa dan penyisipan lensa
intraokular. Manfaat klinis sebenarnya dari operasi katarak dengan bantuan
laser femtosecond belum terbukti secara meyakinkan terhadap efektivitas biaya
negatifnya.(Gomez, 2014)
Perbaikan
Ketajaman Visual
Operasi katarak merupakan prosedur yang relatif
aman dan efektif. Sebagian besar (84% hingga 94%) mata mencapai koreksi
ketajaman visual terbaik, mencapai 20/30 (6/9) atau lebih baik sekitar enam
bulan setelah operasi. Studi terdahulu melaporkan hasil follow up 10 dan 15
tahun dari operasi katarak telah mendokumentasikan rehabilitasi visual jangka
panjang yang baik untuk sebagian besar pasien.(M�nestam, 2016) Operasi katarak secara substansial
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan peningkatan kualitas interaksi sosial
dan emosional. Studi terbaru menunjukkan bahwa hasil positif operasi juga
menurunkan semua penyebab kematian dan memperpanjang kelangsungan hidup jangka
panjang untuk populasi lanjut usia.(Lamoureux, Fenwick, Pesudovs, & Tan, 2011) �Dysphotopsias adalah keluhan subjektif yang
paling umum setelah operasi, dengan 33-78% prevalensi yang dilaporkan. Kondisi
ini sangat berkorelasi dengan fungsi visual pasca operasi dan merupakan sumber
utama ketidakpuasan pasien meskipun prosedur bedah tidak rumit. Dengan
peningkatan teknologi lensa intraokular dan teknik bedah, operasi katarak dapat
memberikan pasien hasil visual yang disesuaikan dengan kebutuhan gaya hidup
mereka, misalnya, pilihan untuk lensa monovision atau lensa intraokular yang
dirancang khusus dengan kemampuan kinerja yang canggih.(Moshirfar et al., 2020)
Di negara berkembang, tujuan utama pembedahan
katarak tetaplah restorasi visual. Dalam hal koreksi astigmatisme menggunakan
lensa intraokular torik, meta-analisis 13 uji coba terkontrol secara acak
menemukan bahwa lensa intraokular torik berhasil memberikan ketajaman visual
jarak tidak dikoreksi pasca operasi yang lebih baik (logaritma dari sudut
minimum resolusi perbedaan rata-rata -0,07; 95% Confidence Interval (CI) -0,10
hingga - 0,04), independensi kacamata yang lebih besar (Risk Ratio [RR] 0,51;
95% CI 0,36-0,71), dan jumlah astigmatisme yang lebih rendah (perbedaan
rata-rata dioptri 0,37; 95% CI -0,55 hingga -0,19) dibandingkan lensa
intraokular non-torik, tanpa meningkatkan jumlah komplikasi perioperatif
(RR=1,73; 95% CI=0,60-5,04). Laporan terdahulu menyimpulkan bahwa implantasi
lensa intraokular multifokal memberikan proporsi tinggi dari penglihatan yang
tidak dikoreksi untuk fungsi visual jarak jauh dan dekat, 81% kemandirian
terhadap kacamata, dan 61,8-100% kepuasan pasien secara keseluruhan. Namun,
fenomena optik subjektif yang merugikan (misalnya, lingkaran cahaya atau cincin
di sekitar lampu, terutama pada malam hari, dan penurunan sensitivitas kontras)
sering dilaporkan. Meskipun gejala ini biasanya membaik seiring waktu karena
neuroadaptation, mereka bisa permanen, membutuhkan pertukaran intraokular.
Motivasi untuk mencapai kemandirian kacamata merupakan faktor signifikan untuk
kepuasan pasien, dan biaya lensa intraokular merupakan masalah yang masih
menjadi isu secara luas. Mengakomodasi lensa intraokular masih dibatasi oleh
amplitudo akomodasi yang rendah dan bervariasi. Terdapat kebutuhan untuk studi
longitudinal jangka panjang untuk memahami bagaimana kinerja lensa intraokular
akomodatif pada penglihatan dekat dan apakah mereka memiliki efek yang bertahan
lama.(Liu et al., 2017)
Operasi katarak pada anak berbeda dengan operasi
katarak terkait usia. Setelah operasi berhasil, hasil visual masih tergantung
pada penyebab katarak, waktu intervensi bedah, pengobatan ambliopia, manajemen
kekeruhan kapsul posterior pasca operasi, dan koreksi refraksi setelah operasi.
Tidak seperti operasi katarak terkait usia, implantasi lensa intraokular pada
operasi katarak infantil memiliki beberapa perhatian penting: pilihan kekuatan
lensa intraokular tidak langsung karena mata infantil akan terus tumbuh setelah
operasi, dan keberadaan lensa intraokular mencegah fusi kapsul anterior dan
posterior, sehingga memfasilitasi migrasi reproliferasi sel epitel lensa ke
dalam sumbu visual yang menyebabkan kekeruhan. Studi Perawatan Aphakia pada
bayi, studi multisenter, uji coba terkontrol acak yang membandingkan implantasi
lensa intraokular dengan koreksi kacamata, dan aphakia dengan koreksi lensa
kontak pada bayi katarak kongenital menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan
signifikan dalam median ketajaman visual pada usia 1 tahun dan 4-5 tahun antara
kedua kelompok perlakuan, tetapi ada tingkat efek samping yang lebih tinggi
secara signifikan (misalnya, reproliferasi lensa, membran pupil, dan
korectopia) dan operasi intraokular tambahan pada kelompok lensa intraokular
pada 1 tahun dan 5 tahun setelah operasi dibandingkan pada kelompok aphakia.
Namun, 18% pasien afakia dengan kelompok lensa kontak juga mengalami komplikasi
terkait lensa kontak, seperti ulkus kornea dan laserasi. Pada awal 2017, tidak
ada pedoman yang ditetapkan mengenai implantasi lensa intraokular pada bayi.
Pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, studi klinis telah mendukung keamanan
dan kemanjuran implantasi lensa intraokular.(Chen et al., 2021)
Berkenaan dengan operasi katarak dengan laser
femtosecond, data dari uji coba terkontrol acak yang dipublikasikan menunjukkan
waktu fakoemulsifikasi lebih singkat (perbedaan rata-rata tertimbang �2,13; 95%
CI -2,60 hingga -1,66) dan kekuatan (�6,57, -7,08 hingga -6,05) dibandingkan
dengan operasi katarak konvensional. Prosedur ini menghasilkan rehabilitasi
visual yang lebih cepat dan hasil refraksi yang lebih baik daripada operasi
katarak konvensional. Namun, tidak ada perbedaan dalam koreksi terbaik jarak
ketajaman visual dari 1 bulan setelah operasi dan seterusnya, dan oleh karena
itu manfaat klinis tambahan untuk laser femtosecond masih terbatas. Selain itu,
operasi katarak berbantuan laser femtosecond jauh lebih mahal daripada operasi
katarak konvensional, yang juga akan membatasi penggunaannya di seluruh dunia
sebagai standar perawatan dari aspek efektivitas biaya.(Chen et al., 2021)
Namun, terlepas dari semua ini, secara global,
di sebagian besar negara berkembang, terdapat laporan yang kurang baik terkait
hasil operasi katarak dengan hasil ketajaman visualyang buruk mulai dari
serendah 11,4% hingga setinggi 44%. Sebagian besar pengaturan studi ini adalah
pedesaan, atau campuran penduduk perkotaan dan pedesaan, dan sangat sedikit
yang perkotaan. Faktor risiko yang diidentifikasi dalam beberapa penelitian ini
termasuk bertambahnya usia, jenis kelamin perempuan, tidak berpendidikan,
tinggal di pedesaan, bekerja di sektor pemerintah, menjalani operasi gratis,
dan adanya aphakia. Dengan meningkatnya popularitas dalam penggunaan lensa
intraocular (IOL) yang lebih baru, termasuk IOL toric dan IOL koreksi
presbiopia, lebih banyak data dan pengamatan yang berkepanjangan dari seluruh
dunia diperlukan untuk lebih memahami hasil visual dari operasi katarak dalam
masyarakat modern untuk perencanaan strategis global.(Kanclerz, Toto, Grzybowski, & Alio, 2020)
Dalam sebuah review pustaka, mengamati
perbedaan yang signifikan dalam ketajaman visual pasca operasi (Visual
Acuity/VA) antara negara berpenghasilan rendah menengah dan negara
berpenghasilan tinggi. Proporsi pasien dengan VA 0,32 pascaoperasi sebagian
besar di bawah 70%, bervariasi secara signifikan di antara negara
berpenghasilan rendah menengah yang berbeda (29,9% di Nigeria hingga 80,5% di
Suriname) dan bahkan di negara berpenghasilan rendah menengah yang sama
(37%-74,6% di India). Sebaliknya, proporsi pasien dengan VA pascaoperasi 0,32
semuanya di atas 70% pada negara berpenghasilan tinggi. Fakta bahwa hanya
setengah dari operasi katarak yang menghasilkan VA pascaoperasi sebesar 6/18
atau lebih baik di banyak negara berpenghasilan rendah menengah menjadi perhatian
besar. Mengacu pada rekomendasi WHO tentang VA yang tidak dikoreksi sebesar
20/60 (0,32) di setidaknya 80% mata yang dioperasi, usaha panjang masih
dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini di dunia nyata, terutama untuk negara
berpenghasilan rendah menengah. Gangguan penglihatan pasca operasi sebagian
besar didefinisikan sebagai VA pascaoperasi <0,32 (<0,5 dalam beberapa
penelitian) dengan berbagai penyebab utama dalam penelitian yang berbeda. Dalam
empat studi dari negara berpenghasilan tinggi, komorbiditas okular (California
dan Australia) dan kelainan refraksi (keduanya studi di Singapura) adalah
penyebab utama gangguan penglihatan pascaoperasi. Di sebagian besar negara
berpenghasilan rendah menengah, penyebab paling umum dari gangguan penglihatan
pasca operasi termasuk komorbiditas okular, kesalahan refraksi dan komplikasi
bedah termasuk pengembangan kekeruhan kapsul posterior. Komorbiditas okular
yang mengancam penglihatan, termasuk glaukoma, degenerasi makula terkait usia,
retinopati diabetik, dapat menyebabkan hasil visual yang tidak memadai setelah
operasi katarak. Pemeriksaan pra operasi menyeluruh dapat membedakan gangguan
penglihatan akibat katarak dari penyebab lain, membantu keputusan bedah yang
lebih baik dan harapan hasil bedah yang lebih masuk akal. (Sudhalkar et al., 2019) Gangguan refraksi
ditemukan menjadi penyebab utama lain dari gangguan penglihatan pasca operasi
menunjukkan kurangnya kacamata bias yang tepat untuk sebagian besar pasien
setelah operasi katarak. Dalam mengatasi masalah ini, perhatian yang lebih
besar juga harus diberikan untuk memastikan bahwa implan lensa intraokular
memiliki kekuatan yang sesuai. Generasi formula IOL yang lebih baru, termasuk
formula Kane dan Barrett Universal II, telah dilaporkan mampu memprediksi
kesalahan refraksi pascaoperasi dengan akurasi dan stabilitas yang tinggi.
Tindak lanjut pasca operasi yang memadai dan resep kacamata yang tepat waktu
penting untuk memastikan pemenuhan potensi ketajaman visual untuk setiap
pasien.(Han et al.,
2022)
Kontrol dan peningkatan kualitas diperlukan
untuk meningkatkan hasil operasi katarak. Hal ini penting tidak hanya untuk
prognosis pasien yang lebih baik tetapi juga untuk lebih meningkatkan
penerimaan operasi katarak di masyarakat. Pelatihan bedah katarak standar untuk
dokter mata muda dan sistem kontrol kualitas yang ketat akan sangat membantu
dalam memastikan kualitas operasi itu sendiri. Lebih banyak studi atau pedoman
berbasis bukti mengenai pilihan IOL dan manajemen tindak lanjut pasca operasi
terstruktur juga akan membantu dalam meminimalkan risiko gangguan penglihatan
yang dapat diperbaiki setelah operasi. Hambatan yang dilaporkan sebelumnya
untuk layanan katarak sebagian besar terkait dengan aksesibilitas yang buruk,
termasuk kurangnya transportasi, kesadaran rendah, biaya tinggi dan dukungan
keluarga yang kurang. Banyak rencana aksi dan kampanye global dan regional
telah diambil untuk mengurangi hambatan ini, sementara faktor yang
berkontribusi terhadap hasil VA yang tidak ideal, termasuk pemeriksaan pra
operasi yang tidak memadai untuk rencana bedah, pemantauan VA pasca operasi
yang buruk dan mangkir, sering diabaikan dalam kenyataan. dunia. Tindakan untuk
mengintegrasikan dan mengoordinasikan perawatan medis berkelanjutan untuk
pasien pasca operasi, pengembangan proses tindak lanjut standar dan dukungan
keuangan untuk pasien dan institusi kesehatan harus dilaksanakan.
Ketidaksetaraan yang signifikan dalam hasil bedah katarak antara negara
berpenghasilan tinggi dan negara berpenghasilan rendah menengah juga memerlukan
perhatian dan audit global, karena hasil VA yang lebih buruk dapat menyebabkan
produktivitas yang lebih rendah dan beban sosial ekonomi yang lebih tinggi.(Sudhalkar et al., 2019)
Studi ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama,
studi� ini menggunakan 10 tahun publikasi
sehingga mungkin mengakibatkan studi sebelumnya tidak dapat dianalisis. Kedua,
beberapa studi yang tidak menyajikan kondisi pasien yang dipantau lebih lama,
sehingga bisa terjadi bias.
KESIMPULAN
Ahmad, Syed Shoeb. (2017). Acute
lens-induced glaucomas: A review. Journal of Acute
Disease, 6(2), 47.
Beharee, Nitish, Shi,
Zhujun, Wu, Dongchen, & Wang, Jinhua. (2019). Diagnosis and
treatment of cervical cancer in pregnant women. Cancer
Medicine, 8(12), 5425�5430.
Chen, Xinyi, Xu, Jingjie,
Chen, Xiangjun, & Yao, Ke. (2021). Cataract:
Advances in surgery and whether surgery remains the only treatment in future.
Advances in Ophthalmology Practice and Research, 1, 100008.
Daerah, Bina
Keuangan. (n.d.). Kementerian
Keuangan Republik Indonesia. Jakarta.
Flaxman, Seth R.,
Bourne, Rupert R. A., Resnikoff, Serge, Ackland, Peter, Braithwaite, Tasanee,
Cicinelli, Maria V, Das, Aditi, Jonas, Jost B., Keeffe, Jill, & Kempen,
John H. (2017). Global causes of blindness and distance vision impairment
1990�2020: a systematic review and meta-analysis. The Lancet Global Health,
5(12), e1221�e1234. https://doi.org/10.1016/S2214-109X(17)30393-5
Gomez, Maria Laura. (2014).
Measuring the quality of vision after cataract surgery. Current Opinion in Ophthalmology,
25(1), 3�11. https://doi.org/10.1097/ICU.0000000000000011
Gupta, Varun B.,
Rajagopala, Manjusha, & Ravishankar, Basavaiah. (2014). Etiopathogenesis of
cataract: an appraisal. Indian Journal of Ophthalmology, 62(2),
103. https://doi.org/10.4103/0301-4738.121141
Han, Xiaotong, Zhang,
Jiaqing, Liu, Zhenzhen, Tan, Xuhua, Jin, Guangming, He, Mingguang, Luo, Lixia,
& Liu, Yizhi. (2022). Real-world visual outcomes of cataract surgery based
on population-based studies: a systematic review. British Journal of
Ophthalmology. https://doi.org/10.1136/bjophthalmol-2021-320997
Hashemi, Hassan,
Pakzad, Reza, Yekta, Abbasali, Aghamirsalim, Mohamadreza, Pakbin, Mojgan,
Ramin, Shahroukh, & Khabazkhoob, Mehdi. (2020). Global and regional
prevalence of age-related cataract: a comprehensive systematic review and
meta-analysis. Eye, 34(8), 1357�1370. https://doi.org/10.1038/s41433-020-0806-3
Huang-Lung, J., Angell, B.,
Palagyi, A., Taylor, H., White, A., & McCluskey, P. (2021). The true cost
of hidden waiting times for cataract surgery in Australia. Public Health Res
Pract, 10. https://doi.org/10.17061/phrp31342116
Kanclerz, Piotr, Toto,
Francesca, Grzybowski, Andrzej, & Alio, Jorge L. (2020). Extended
depth-of-field intraocular lenses: an update. Asia-Pacific Journal of
Ophthalmology (Philadelphia, Pa.), 9(3), 194. https://doi.org/10.1097/APO.0000000000000296
Lamoureux, Ecosse L.,
Fenwick, Eva, Pesudovs, Konrad, & Tan, Donald. (2011). The impact of
cataract surgery on quality of life. Current Opinion in Ophthalmology, 22(1),
19�27. https://doi.org/10.1097/ICU.0b013e3283414284
Liu, Yu Chi, Wilkins,
Mark, Kim, Terry, Malyugin, Boris, & Mehta, Jodhbir S. (2017). Cataracts. The Lancet,
390(10094), 600�612.
M�nestam, Eva. (2016).
Long-term outcomes of cataract surgery: 15-year results of a prospective study.
Journal of Cataract & Refractive Surgery, 42(1), 19�26. https://doi.org/10.1016/j.jcrs.2015.07.040
Moshirfar, Majid,
Milner, Dallin, & Patel, Bhupendra C. (2020). Cataract surgery.
Nizami, Adnan A.,
Gulani, Arun C., & Redmond, Sarah B. (2021). Cataract (Nursing). https://doi.org/10.3390/ijms23010240
Seddon, Johanna,
Fong, Donald, West, Sheila K., & Valmadrid, Charles T. (1995). Epidemiology
of risk factors for age-related cataract. Survey of Ophthalmology, 39(4),
323�334. https://doi.org/10.1016/S0039-6257(05)80110-9
Steinmetz, Jaimie D.,
Bourne, Rupert R. A., Briant, Paul Svitil, Flaxman, Seth R., Taylor, Hugh R.
B., Jonas, Jost B., Abdoli, Amir Aberhe, Abrha, Woldu Aberhe, Abualhasan,
Ahmed, & Abu-Gharbieh, Eman Girum. (2021). Causes of blindness and vision
impairment in 2020 and trends over 30 years, and prevalence of avoidable
blindness in relation to VISION 2020: the Right to Sight: an analysis for the
Global Burden of Disease Study. The Lancet Global Health, 9(2),
e144�e160. https://doi.org/10.1016/S2214-109X(20)30489-7
Sudhalkar, Aditya,
Vasavada, Viraj, Bhojwani, Deepak, Raju, C. V. Gopal, Vasudev, P., Jain,
Shraddha, & Praveen, Mamidipudi R. (2019). Incorporating optical coherence
tomography in the cataract preoperative armamentarium: additional need or
additional burden? American Journal of Ophthalmology, 198,
209�214. https://doi.org/10.1016/j.ajo.2018.10.025
|
� 2021 by the authors. Submitted for
possible open access publication under the terms and conditions of the
Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |