�Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien TB Paru di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillana Kabupaten Tana Toraja Tahun 2020

 

 

Yahya Handayani1, Yusan Pabebang2, Atriani Maria Sappa3*

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Tana Toraja1, 2, 3

[email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

 

 

Abstrak

Received:

Revised :

Accepted:

03-05-2022

05-05-2025

25-05-2022

Dukungan keluarga adalah sikap,tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Melalui dukungan keluarga serta respon positif dari keluarga, diharapkan pasien TB Paru memiliki harga diri yang positif atau memiliki harga diri yang tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pasien TB Paru di wilayah kerja PKM Buntu Limbong, Kecamatan Gandangbatu Sillanan Kabupaten Tana Toraja Tahun 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional study. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 34 orang. Sampel diambil menggunakan teknik total sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner.Pengolahan data menggunakan program Windows SPSS versi 21 dan data diuji dengan Chi-Square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden dengan dukungan keluarga baik sebanyak 25 orang (73,5%) dan mayoritas responden dengan harga diri positif sebanyak 26 orang (76,5%). Berdasarkan hasil uji statistik pearson Chi-Square diperoleh nilai p=0,017 nilai α=0,05 jadi p<α. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan harga diri pasien TB Paru di wilayah kerja PKM Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillanan Kabupaten Tana Toraja Tahun 2020.

 

Kata kunci: dukungan keluarga; harga diri pasien; pasien TB paru

 

 

 

 

Abstract

 

Family support is the attitude, action and acceptance of the family towards sick sufferers. Through family support and a positive response from the family, it is expected that pulmonary TB patients have positive self-esteem or have high self-esteem. The purpose of this study was to determine the relationship between family support and self-esteem of pulmonary TB patients in the working area of ​​PKM Buntu Limbong, Gandangbatu Sillanan District, Tana Toraja Regency in 2020. The method used in this study was descriptive analytic with a cross sectional study approach. The number of subjects in this study were 34 people. Samples were taken using total sampling technique. The measuring instrument used is a questionnaire. The data processing uses the Windows SPSS version 21 program and the data is tested with Chi-Square. The results of this study indicate that the majority of respondents with good family support are 25 people (73.5%) and the majority of respondents with positive self-esteem are 26 people (76.5%). Based on the results of the Pearson Chi-Square statistical test, the value of p = 0.017, the value of = 0.05, so p < . From the results of the study, it can be concluded that there is a relationship between family support and self-esteem of pulmonary TB patients in the working area of ​​PKM Buntu Limbong, Gandangbatu Sillanan District, Tana Toraja Regency in 2020.

 

Keywords: family support; patient's self-esteem; pulmonary TB patient

*Correspondence Author: Atriani Maria Sappa

Email: [email protected]

 

 

PENDAHULUAN

 

Penyakit TB Paru merupakan penyakit menular yang menyebabkan kematian dan merupakan penyebab kematian ketiga di Indonesia (Permenkes, 2017). Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden Tuberkulosis (TBC) (CI 8,8 juta � 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk (Pakaya et al., 2021). Lima negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan (Banapon et al., 2020).

Sebagian besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di Kawasan Asia Tenggara (45%) dimana Indonesia merupakan salah satu di dalamnya dan 25% terjadi di kawasan Afrika seperti pada Badan kesehatan dunia mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high burden countries (HBC) untuk TBC berdasarkan 3 indikator yaitu TBC, TBC/HIV, dan MDR-TBC (Saranani et al., 2019). Terdapat 48 negara yang masuk dalam daftar tersebut. Satu negara dapat masuk dalam salah satu daftar tersebut, atau keduanya, bahkan bisa masuk dalam ketiganya. Indonesia bersama 13 negara lain, masuk dalam daftar HBC untuk ke 3 indikator tersebut. Artinya Indonesia memiliki permasalahan besar dalam menghadapi penyakit TBC (Sibua & Watung, 2021).

World Health Organization (WHO), memperkirakan sekitar 320 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2015 menderita TB Paru di Indonesia, 300 per 100.000 pada tahun 2016 dan 247 kasus pada tahun 2017 (Organization, 2017). Perkiraan angka kejadian untuk semua golongan umur pada tahun 2015 dan 2016 adalah 243 dan 247 per 100.000 penduduk. Hasil survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 2017, menunjukkan bahwa TB Paru sebagai salah satu penyebab kematian terbesar nomor dua di Indonesia, dengan angka kematian sebesar 9,5% (Sartika, 2018).

Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan (Depkes RI, 2018).

Hasil penelitian yang dilakukan di 15 propinsi di Indonesia menunjukkan angka rata-rata kesakitan sebesar 2,55 permil bagi seluruh Indonesia, dengan angka tertinggi di Sumatera Utara sebesar 4,4 permil, Sulawesi Selatan 4,7 permil dan 0,8 permil di Bali sebagai angka terendah (Loihala, 2018).

Jumlah penderita penyakit tuberkulosis paru di Sulawesi Selatan masih sangat tinggi. Berdasarkan data dari Dines Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2015 jumlah penderita TB paru sebesar 9.180 orang, jumlah kasus baru TB paru sebesar 8,939 orang, BTA positif diobati sebesar 7,947 orang, sembuh sebesar 6,955 orang dan pengobatan lengkap sebesar 132 orang dan pada tahun 2019 terjadi peningkatan sebesar 25.828 penderita. Dalam hal ini penyakit TB masih menjadi masalah serius yang perlu penanganan khusus dan lebih lanjut (Dinkes, 2019).

Jumlah penderita penyakit TB Paru di Kabupaten Tana Toraja pada tahun 2018 sebanyak 306 orang. Tahun 2019 sebanyak 301 orang. Jumlah Pasien TB yang menerima pengobatan di PKM Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillanan pada tahun 2019 sebanyak 30 orang dan pasien TB paru yang baru terdiagnosa pada tahun 2020 terhitung mulai Januari sampai April 2020 sebanyak 4 orang. Jadi total keseluruhan pasien TB paru yang terdaftar dan sementara menerima pengobatan di wilayah kerja PKM Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillanan Kabupaten Tana Toraja pada tahun 2020 sebanyak 34 orang.

Penyakit TB Paru dapat mempengaruhi konsep diri penderitanya. Konsep diri (harga diri) TB Paru seseorang tidak terbentuk waktu lahir, tetapi hasil dari pengalaman ataupun pengaruh lingkungan seseorang dalam dirinya sendiri, kehidupan dari orang terdekat maupun dari realitas hidup. Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut : citra diri, ideal diri, harga diri, penampilan peran, identitas personal (Burhanudin, 2020).

Individu yang menderita penyakit TB Paru sering merasa tidak berdaya, menolak, merasa bersalah, merasa rendah diri, dan menarik diri dari orang lain karena khawatir penyakit yang diderita menular kepada orang lain (Asrotin, 2020). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 5 penderita TB Paru di Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillanan, ditemukan data bahwa ke 5 pasien TB Paru cenderung menutup diri, tidak mau diajak berinteraksi, kontak mata kurang, hanya menjawab bila ditanya. Pasien merasa malu karena mengetahui bahwa penyakitnya dapat tertular pada orang lain. Sehingga pasien memerlukan adanya dukungan keluarga agar harga diri pasien menjadi meningkat. Pada survey awal, peneliti menemukan keluarga memberikan dorongan, bantuan melalui sikap memotivasi pasien untuk mau minum obat, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap pasien TB Paru.

Penelitian yang dilakukan oleh (Saragih, 2013) tentang hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pasien TB Paru yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang. Penelitian ini menggunakan deskriptif korelatif dengan sampel sebanyak 88 orang yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas yang kurang mendapat dukungan keluarga sebanyak 36 orang (40,7 %), dan minoritas memiliki harga diri yang terganggu sebanyak 54 orang (61,4 %). Dengan menggunakan korelasi Product Moment, ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan harga diri pasien (r = 0,05) memilliki nilai hubungan positif dengan interpretasi sedang.

Penelitian yang dilakukan oleh z tentang hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri penderita TB Paru di Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 49 responden pasien TB Paru, didapatkan hasil bahwa dari 29 responden yang mendapat dukungan keluarga baik, memiliki konsep diri yang positif berjumlah 22 responden (75,9%) dan memiliki konsep diri negatif berjumlah 7 responden (24,1%). Sedangkan dari 20 responden yang mendapat dukungan keluarga tidak baik, memiliki konsep diri positif berjumlah 5 responden (25,0%) dan memili ki konsep diri negatif berjumlah 15 responden (75%). Hasil uji statistik menggunakan uji Chi Square dengan nilai p value diperoleh p value 0,000 < alpha 0,05, artinya H0 ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap konsep diri pasien TB Paru. Hasil uji statistik menggunakan uji chi square dengan nilai p value diperoleh 0,00 < α (0,05) berarti ada hubungan dukungan keluarga terhadap konsep diri penderiita tuberkulosis.

Menurut (Lestari, 2012) berpendapat bahwa sebagai pendukung utama dalam perawatan pasien keluarga dapat melakukan perubahan yang bermanfaat pada anggota keluarga. Dukungan keluarga yang diperlukan oleh pasien dapat berupa motivasi pasien selama mendapat perawatan dan pengobatan. Dukungan keluarga ini dapat diberikan oleh anggota keluarga sendiri seperti dari saudara kandung ataupun orangtua dan juga dapat dari orang lain yang bukan anggota keluarga. Anggota keluarga dengan TB Paru perlu mendapatkan informasi/bimbingan, dukungan emosional, merasa dihargai dan dibutuhkan, baik keluarga maupun orang-orang terdekat. Dukungan ini sangat perlu agar pasien perhatian dengan penyakitnya serta peningkatan harga diri pasien.

Berdasarkan latar belakang, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pasien TB Paru di wilayah kerja PKM Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillanan Kabupaten Tana Toraja.

 

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini menggunakan penelitian diskriptif korelasi untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pasien TB Paru di wilayah PKM Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillanan Kabupaten Tana Toraja. Pendekataan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekataan kuantitatif dengan rancangan Cross Sectional, Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2020.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

1.      Karakteristik Responden

a.        Umur

 

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Pasien TB Paru di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Tahun 2020

Umur Responden

Frekuensi

%

26 � 40

26

76,5

41 � 55

8

23,5

Total

34

100

Sumber : data primer 2020

 

Berdasarkan tabel 1, dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan umur menunjukkan umur responden pada usia 26 � 40 tahun) sebanyak 26 orang (76,5%) dan usia (41 � 65 tahun) sebanyak 8 orang (23,5%).

b.        Jenis Kelamin

 

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien TB Paru di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Tahun 2020

Jenis Kelamin Responden

Frekuensi

%

Laki-laki

20

58,8

Perampuan

14

41,2

Total

34

100

Sumber : data primer 2020

 

Berdasarkan tabel 2, dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin responden menunjukkan responden laki-laki sebanyak 20 orang (58,8%) dan responden perempuan sebanyak 14 orang (41,2%).

c.         Pendidikan

 

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Pasien TB Paru di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Tahun 2020

Pendidikan Responden

Frekuensi

%

SMP

8

23,5

SMA

20

58,8

Perguruan Tinggi

6

17,6

Total

34

100

���� Sumber : data primer 2020

 

Berdasarkan tabel 3, dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan responden menunjukkan responden yang tamat SMA sebanyak 20 orang (58,8%), SMP sebanyak 8 orang (23,5%) dan Perguruan Tinggi sebanyak 6 orang (17,6%).

d.        Pekerjaan

 

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Pasien TB Paru di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Tahun 2020

Pekerjaan Responden

Frekuensi

%

IRT

6

17,6

PNS

4

11,8

Swasta

24

70,6

Total

34

100

Sumber : data primer 2020

 

Berdasarkan tabel 4, dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan responden menunjukkan responden dengan pekerjaan swasta sebanyak 24 orang (70,6%), ibu rumah tangga sebanyak 6 orang (17,6%), PNS sebanyak 4 orang (11,8%).

e.       Lama Berobat

 

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Berobat Pasien TB Paru di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Tahun 2020

Lama Berobat Responden

Frekuensi

%

Kurang dari 6 bulan

24

70,6

6 � 12 bulan

8

23,5

Lebih dari 12 bulan

2

5,9

Total

34

100

�Sumber : data primer 2020

 

Berdasarkan tabel 5, dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan lama berobat responden menunjukkan responden dengan lama berobat kurang dari 6 bulan sebanyak 24 orang (70,6%), 6 � 12 bulan sebanyak 8 orang (23,5%) dan lebih dari 12 bulan sebanyak 2 orang (5,9%).

f.          Dukungan Keluarga

 

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Keluarga Pasien TB Paru di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Tahun 2020

Dukungan Keluarga

Frekuensi

%

Baik

25

73,5

Kurang

9

26,5

Total

34

100

������ Sumber : data primer 2020

 

Berdasarkan tabel 7, dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan dukungan keluarga menunjukkan responden denga dukungan keluarga baik sebanyak 25 orang (73,5%) dan dukungan keluarga kurang sebanyak 9 orang (26,5%).

g.        Harga Diri

 

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Harga Diri Pasien TB Paru di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Tahun 2020

Harga Diri

Frekuensi

%

Negatif

8

23,5

Positif

26

76,5

Total

34

100

�Sumber : data primer 2020

 

Berdasarkan tabel 7, dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan harga diri responden menunjukkan responden dengan harga diri Negatif sebanyak 8 orang (23,5%) dan harga diri Positif sebanyak 26 orang (76,5%).

h.        Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien TB Paru di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillanan Tahun 2020

 

Tabel 8. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien Pasien TB Paru di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Tahun 2020

Dukungan Keluarga

Harga Diri

Total

p

 

Negatif

Positif

 

n

%

n

%

n

%

 

Baik

3

8,8

22

64,7

25

73,5

 

 

Kurang

5

14,7

4

11,8

9

26,5

0,017

 

Total

8

23,5

26

76,5

34

100

 

 

Sumber : data primer 2020����������������������� OR = 0,109

 

Berdasarkan tabel 8, dapat disimpulkan bahwa responden dengan dukungan keluarga pada penderita TB yang baik sebanyak 25 orang (73,5%), diantaranya dengan harga diri negatif sebanyak 3 orang (8,8%) dan harga diri positif sebanyak 22 orang (64,7%). Sedangkan responden dengan dukungan keluarga pada penderita TB yang kurang sebanyak 9 orang (26,5%), diantaranya dengan harga diri negatif sebanyak 5 orang (14,7%) dan harga diri positif sebanyak 4 orang (11,8%). Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p= 0,017. Dengan demikian nilai p lebih kecil dari α (0,05), ini berarti Ha diterima atau ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien TB Paru Di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillanan Tahun 2020.

Dukungan keluarga merupakan dukungan yang diberikan keluarga kepada pasien TB Paru, dimana dukungan ini sangat dibutuhkan pasien selama mengalami sakit sehingga pasien merasa diperhatikan dan dihargai. Dukungan yang diberikan keluarga berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasional, dan dukungan instrumental (Hidayati, 2011).

Hal ini sejalan dengan teori menurut (Yudinia, 2018), mengatakan bahwa dukungan keluarga baik biasanya disebabkan karena adanya pengalaman pribadi yang berkaitan dengan perawatan pasien TB Paru, pengaruh orang lain yang dianggap penting, adanya lembaga pendidikan dan agama yang sering informasi tentang kesehatan khususnya pada pasien penderita TB Paru.

Dukungan keluarga adalah suatu dukungan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari keluarganya dimana keluarga memperhatikannya, menghargai dan mencintainya (Husnaniyah et al., 2017). Menurut pendapat (Husnaniyah et al., 2017) yang menyatakan bahwa dukungan keluarga merupakan bagian dari dukungan sosial yang membuat seseorang merasa senang, diperhatikan dan dihargai. Penderita akan merasa senang dan tentram apabila mendapatkan perhatian dan dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan meningkatkan kepercayaan dirinya, saat kepercayaan diri meningkat akan meningkatkan harga diri penderita juga. Bentuk dukungan yang dapat diberikan meliputi: dikungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informasi.

Dari hasil penelitian ditemukan pula dukungan keluarga kurang sebanyak 9 orang (25,5%), hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga sehingga kelurga kurang paham akan kesehatan anggotanya khususnya perawatan dan pendampingan bagi pasien penderita TB paru. Hal ini sesuai dengan teori (Saragih, 2013), yang mengungkapkan bahwa terkadang keluarga kurang memberikan dukungan kepada anggota keluarga karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh anggota keluarga khususnya tentang kesehatan pada anggota keluarga yang sakit.

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Akhmadi (2016) yang menyatakan dukungan keluarga berhubungan secara langsung dengan keadaan sehat-sakit, dimana apabila dukungan keluarga kurang dapat meningkatkan faktor resiko dari suatu penyakit yang diderita oleh pasien sehingga dapat menurunkan keinginan pasien untuk segera sembuh dari penyakitnya atau masalah kesehatannya pasien TB Paru .

Dukungan keluarga dapat menurunkan efek kecemasan dengan meningkatkan kesehatan mental individual atau keluarga secara langsung. Seperti teori yang dikemukakan oleh (Saragih, 2013) yang mengatakan bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu strategi koping keluarga yang sangat penting, karena dukungan keluarga sebagai upaya pencegahan untuk menurunkan kecemasan. Dukungan keluarga merupakan dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diperoleh keluarga untuk mengatasi masalahnya.

Hal ini sejalan dengan penelitian (Husnaniyah et al., 2017) dari 49 responden terdapat 29 responden yang mendapat dukungan keluarga baik memiliki konsep diri yang positif. Berdasarkan tabel 7, dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan harga diri responden menunjukkan responden dengan harga diri Negatif sebanyak 8 orang (23,5%) dan harga diri Positif sebanyak 26 orang (76,5%).

Beberapa pandangan ahli menjelaskan bahwa keberhasilan dalam penyembuhan dari pasien sangat tergantung dari harga diri yang tidak terganggu. (Notoatmodjo, 2012) mendeskripsikan bahwa harga diri terlaksana melalui suatu proses dimana seorang pasien mampu mengasumsikan dan melaksanakan tugas yang merupakan bagian dari pengobatan terapeutik.

Hasil ini sesuai dengan teori dalam (Husnaniyah et al., 2017) mengemukakan bahwa umumnya penderita TB Paru mengalami gangguan harga diri dalam kehidupannya sehari-hari. Selanjutnya hasil penelitian ini seiring dengan pendapat Coleman yang menjelaskan bahwa harga diri terganggu adalah sebab dari dasar dari beberapa penyakit, tetapi sebenarnya bukan harga diri terganggu yang membunuh atau melukai orang tetapi cara seseorang menghadapi harga dirinya tersebut.

Penelitian ini sejalan dengan tori yang dikemukakan oleh (Tambunan, 2015) yang mengatakan bahwa penyakit TB Paru dapat mempengaruhi konsep diri penderitanya. Konsep diri (harga diri) TB Paru seseorang tidak terbentuk waktu lahir, tetapi hasil dari pengalaman ataupun pengaruh lingkungan seseorang dalam dirinya sendiri, kehidupan dari orang terdekat maupun dari realitas hidup. Individu yang menderita penyakit TB Paru sering merasa tidak berdaya, menolak, merasa bersalah, merasa rendah diri, dan menarik diri dari orang lain karena khawatir penyakit yang diderita menular kepada orang lain.

Menurut (Tambunan, 2015) menambahkan haga diri terganggu merupakan gejala awal yang mendahului penyakit, reaksi ansietas, ketidaknyamanan dan banyak keadaan lainnya. Pendapat tersebut sesuai atau sejalan dengan hasil penelitian ini.

Dari hasil penelitian ditemukan pula pasien TB Paru dengan harga diri positif sebanyak 26 orang (76,5%). Hal ini disebabkan karena pasien TB Paru tersebut sudah mengetahui tentang penyakitnya dan sudah melewati periode harga diri negatif dari tahapan menderita penyakit TB Paru tersebut dan juga karena pasien tersebut sudah lama menderita penyakit TB Paru. Selain itu karena adanya dukungan keluarga yang diperoleh oleh pasien TB tersebut berupa motivasi dan selalu mendampingi dalam proses pengobatan dan perawatan.

Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh (Lestari, 2012) yang berpendapat bahwa sebagai pendukung utama dalam perawatan pasien keluarga dapat melakukan perubahan yang bermanfaat pada anggota keluarga. Dukungan keluarga yang diperlukan oleh pasien dapat berupa motivasi pasien selama mendapat perawatan dan pengobatan. Dukungan keluarga ini dapat diberikan oleh anggota keluarga sendiri seperti dari saudara kandung ataupun orangtua dan juga dapat dari orang lain yang bukan anggota keluarga. Anggota keluarga dengan TB Paru perlu mendapatkan informasi/bimbingan, dukungan emosional, merasa dihargai dan dibutuhkan, baik keluarga maupun orang-orang terdekat. Dukungan ini sangat perlu agar pasien perhatian dengan penyakitnya serta peningkatan harga diri pasien.

Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p= 0,017. Dengan demikian nilai p lebih kecil dari α (0,05), ini berarti Ha diterima atau ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien TB Paru Di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillanan Tahun 2020.

Dari hasil analisa diperoleh pula nilai Odds Ratio 0,109 dengan tingkat kepercayaan 95% (0,018 - 0,650) yang berarti responden dengan dukungan keluarga yang baik memiliki peluang lebih banyak 0,109 kali untuk penderita TB Paru dengan harga diri yang positif dibanding responden dengan dukungan keluarga yang kurang.

Harga diri yang terganggu ini terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi depresi. Dan gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri.

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh (Saragih, 2013) yang mengatakan bahwa harga diri terganggu dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis terhadap dirinya sendiri. Faktor yang mempengaruhinya adalah adanya sistem keluarga yang tidak berfungsi. Dimana harga diri pasien TB Paru negatif jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak akurat, dan tidak memberi umpan balik dari respon keluarga Harga diri yang rendah berhubungan dengan hubungan interpersonal yang buruk yang mengakibatkan individu cenderung melakukan kesalahan- kesalahan yang berangkat dari sebab-sebab internal (Rokhmah, 2019).

Sedangkan responden dengan dukungan keluarga baik terhadap harga diri positif sebanyak 22 orang (64,7%), hal ini dikarenakan responden memperoleh motivasi dari diri sendiri, keluarga untuk tetap semangat dalam menjalani proses pengobatan. Dimana Dukungan keluarga dapat menurunkan efek kecemasan dengan meningkatkan kesehatan mental individual atau keluarga secara langsung. Dukungan keluarga merupakan salah satu strategi koping individu yang sangat penting, karena dukungan keluarga sebagai upaya pencegahan untuk menurunkan kecemasan. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh (Saragih, 2013) yang mengatakan bahwa dukungan keluarga merupakan dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diperoleh keluarga untuk mengatasi masalahnya.

Sedangkan responden dengan dukungan keluarga pada penderita TB yang kurang sebanyak 9 orang (26,5%), diantaranya harga diri pasien TB Paru negatif sebanyak 5 orang (14,7%). Hal ini menunjukan bahwa dukungan keluarga yang kurang disebabkan oleh karena keluarga tidak memberikan dukungan infomasi seperti menjelaskan tentang pentingnya makanan bergizi seperti sayur, daging, dan telur untuk membantu penyembuhan pasien TB Paru. Dan juga keluarga kurang memberikan dukungan informasi mengenai menjaga kebersihan bagi pasien dan orang lain agar penyakitnya tersebut tidak menular dengan orang lain. Keluarga juga tidak memberikan dukungan emosional yang berupa nasehat pada individu, serta kurangnya motivasi dari keluarga pada pasien TB Paru untuk berusaha melawan penyakit TB Paru tersebut.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat (Putri Pujilestari, 2020), anggota keluarga yang mengalami krisis situasional merasa membutuhkan dukungan lebih dari pada masa normal dan anggota keluarga bersikap reseptif terhadap nasihat-nasihat dan informasi.

Dari hasil penelitian juga ditemukan 4 orang (11,8%) responden dengan dukungan keluarga yang kurang dengan harga diri positif. Hal ini dikarenakan sikap dan pemahaman responden penderita TB untuk selalu memotivasi diri dalam proses pengobatannya dan sudah melewati episode harga diri terganggu dari tahapan menderita penyakit TB Paru tersebut dimana pasien TB Paru tersebut merupakan pasien yang sudah menjalani pengobatan tahap lanjutan dan karena pasien tersebut lebih banyak diderita oleh laki-laki dimana harga diri memiliki keterkaitan dengan jenis kelamin. Hal ini didukung oleh (Husnaniyah, 2016) bahwa laki-laki memiliki harga diri lebih tinggi dibandingkan wanita. Individu dengan harga diri tinggi memiliki sikap penerimaan dan memiliki rasa percaya diri.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pandangan beberapa ahli yang menjelaskan bahwa keberhasilan dalam penyembuhan dari pasien sangat tergantung dari harga diri yang tidak terganggu. (Notoatmodjo, 2012) mendeskripsikan bahwa harga diri terlaksana melalui suatu proses dimana seorang pasien mampu mengasumsikan dan melaksanakan tugas yang merupakan bagian dari pengobatan terapeutik.

Menyatakan dukungan keluarga berhubungan secara langsung dengan keadaan sehat-sakit, dimana apabila dukungan keluarga kurang dapat meningkatkan faktor resiko dari suatu penyakit yang diderita oleh pasien sehingga dapat menurunkan keinginan pasien untuk segera sembuh dari penyakitnya atau masalah kesehatannya pasien TB Paru (NIKEN, 2020).

Dukungan keluarga dapat menurunkan efek kecemasan dengan meningkatkan kesehatan mental individual atau keluarga secara langsung. Dukungan keluarga merupakan salah satu strategi koping keluarga yang sangat penting, karena dukungan keluarga sebagai upaya pencegahan untuk menurunkan kecemasan. Dukungan keluarga merupakan dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diperoleh keluarga untuk mengatasi masalahnya (Saragih, 2013).

Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p= 0,017. Dengan demikian nilai p lebih kecil dari α (0,05), ini berarti Ha diterima atau ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien TB Paru Di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillanan Tahun 2020.

Penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh (Saragih, 2013) tentang hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pasien TB Paru yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang. Penelitian ini menggunakan deskriptif korelatif dengan sampel sebanyak 88 orang yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas yang kurang mendapat dukungan keluarga sebanyak 36 orang (40,7 %), dan minoritas memiliki harga diri yang terganggu sebanyak 54 orang (61,4 %). Dengan menggunakan korelasi Product Moment, ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan harga diri pasien (r = 0,05) memilliki nilai hubungan positif dengan interpretasi sedang.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Selfia Wahyu (2017) tentang hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri penderita TB Paru di Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru (Hafiz, 2021). Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 49 responden pasien TB Paru, didapatkan hasil bahwa dari 29 responden yang mendapat dukungan keluarga baik, memiliki konsep diri yang positif berjumlah 22 responden (75,9%) dan memiliki konsep diri negatif berjumlah 7 responden (24,1%). Sedangkan dari 20 responden yang mendapat dukungan keluarga tidak baik, memiliki konsep diri positif berjumlah 5 responden (25,0%) dan memili ki konsep diri negatif berjumlah 15 responden (75%). Hasil uji statistik menggunakan uji Chi Square dengan nilai p value diperoleh p value 0,000 < alpha 0,05, artinya H0 ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap konsep diri pasien TB Paru. Hasil uji statistik menggunakan uji chi square dengan nilai p value diperoleh 0,00 < α (0,05) berarti ada hubungan dukungan keluarga terhadap konsep diri penderiita tuberkulosis.

Penelitian ini sejalan dengan (Lestari, 2012) yang berpendapat bahwa sebagai pendukung utama dalam perawatan pasien keluarga dapat melakukan perubahan yang bermanfaat pada anggota keluarga. Dukungan keluarga yang diperlukan oleh pasien dapat berupa motivasi pasien selama mendapat perawatan dan pengobatan. Dukungan keluarga ini dapat diberikan oleh anggota keluarga sendiri seperti dari saudara kandung ataupun orangtua dan juga dapat dari orang lain yang bukan anggota keluarga. Anggota keluarga dengan TB Paru perlu mendapatkan informasi/bimbingan, dukungan emosional, merasa dihargai dan dibutuhkan, baik keluarga maupun orang-orang terdekat. Dukungan ini sangat perlu agar pasien perhatian dengan penyakitnya serta peningkatan harga diri pasien.

 

 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan dukungan keluarga pada pasien TB Paru di wilayah kerja PKM Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillanan Kabupaten Tana Toraja diperoleh mayoritas dengan dukungan keluarga yang baik sebanyak 25 orang (73,5%). Berdasarkan harga diri pasien TB Paru di wilayah kerja PKM Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillanan Kabupaten Tana Toraja diperoleh mayoritas dengan harga diri positif sebanyak 24 orang (76,5%). Ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien TB Paru Di Wilayah Kerja PKM Buntu Limbong Kecamatan Gandangbatu Sillanan Tahun 2020 (dengan nilai p. 0,017 ).

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Asrotin, R. S. (2020). Asuhan keperawatan pada Ny. J Dengan Kasus Tuberculosis Paru di Puskesmas Rambipuji Jember. Universitas Muhammadiyah Jember.

Banapon, A., Putra, M. L. P., & Widodo, E. (2020). Penerapan Regresi Binomial Negatif untuk Mengatasi Pelanggaran Overdispersi pada Regresi Poisson (Studi Kasus Penderita Tuberculosis di Provinsi Jawa Barat Tahun 2017). E-Journal Biastatistics| Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran, 14(1), 53�63. https://doi.org/10.1234/bias.v14i1.95

Burhanudin, R. (2020). Gambaran Harga Diri pada Pasien Tuberkulosis (TBC) di Puskesmas Purbaratu Kota Tasikmalaya (SKP 0896). universitas Muhammadiyah Tasikmalaya.

Depkes RI. (2018). InfoDatin Tuberculosis 2018. Kementerian Kesehatan RI.

Dinkes, N. T. B. (2019). Profil Kesehatan NTB 2018. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9).

Hafiz, H. A. (2021). hubungan self efficacy dengan kepatuhan minum obat pada pasien TB paru. Jurnal Medika Hutama, 2(02 Januari), 429�438.

Hidayati, N. (2011). Dukungan sosial bagi keluarga anak berkebutuhan khusus. Insan, 13(1), 12�20.

Husnaniyah, D. (2016). Gambaran Harga Diri (Self Esteem) Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Eks Kawedanan Indramayu. Jurnal Keperawatan, 8(02). https://doi.org/10.32528/the.v9i1.1256

Husnaniyah, D., Lukman, M., & Susanti, R. D. (2017). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Harga Diri (Self Esteem) Penderita Tuberkulosis Paru Di Wilayah Eks Kawedanan Indramayu. The Indonesian Journal of Health Science, 9(1). https://doi.org/10.32528/the.v9i1.1256

Lestari, A. (2012). Pengaruh Terapi Psikoedukasi Keluarga Terhadap Pengetahuan Dan Tingkat Ansietas Keluarga Dalam Mera Wat Anggota Keluarga Yang Mengalami Tuberculosis Paru Di Kota Bandar Lampung. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 1(1).

Loihala, M. (2018). The Factors Which Associate to The Occurrence of Pulmonary Tuberculosis For The In-Patient in Schoolo Keyen Hospital The Southern of Sorong District In 2015. Jurnal Kesehatan Prima, 10(2), 1665�1671.

NIKEN, D. N. (2020). Gambaran Dukungan Keluarga Dalam Meningkatkan Pola Hidup Sehat Hipertensi pada Keluarga di UPTD Puskesmas Margajaya Kabupaten Sumedang Tahun 2020.

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan.

Organization, W. H. (2017). Cardiovascular Disease, World Heart Day 2017. Who.

Pakaya, R., Olii, M. R., & Djafar, L. (2021). Distribusi Spasial Tuberkulosis Paru BTA Positif Berhubungan dengan Faktor Cuaca di Kota Gorontalo Tahun 2016-2018. Gorontalo Journal of Public Health, 4(1), 1�12. https://doi.org/10.32662/gjph.v4i1.1192

Permenkes, R. I. (2017). No 11 Tahun 2017. Keselamatan Pasien. Tersedia Dalam: Www. Hukor. Depkes. Go. Id/Uploads/Produk_hukum/PMK_No. _11_ttg-Keselamatan_Pasien_pdf.[Diakses Pada Tanggal 27 April 2017].

Putri Pujilestari, W. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Keluarga yang Salah Satu Anggota Keluarga Mengalami Hipertensi Dengan Masalah Keperawatan Defisit Pengetahuan Tentang Penyakit Hipertensi. Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Rokhmah, D. N. (2019). Hubungan Faktor Personal dan Interpersonal dengan Kepatuhan Medikasi Penderita TB Paru di Puskesmas Wilayah Surabaya Utara. Universitas Airlangga.

Saragih, W. S. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pasien TB Paru Yang Dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang.

Saranani, M., Rahayu, D. Y. S., & Ketrin, K. (2019). Manajemen Kasus Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada Pasien Tuberkulosis Paru. Health Information: Jurnal Penelitian, 11(1), 26�32. https://doi.org/10.36990/hijp.v11i1.107

Sartika, M. (2018). Determinan Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Anti TBC Pada Pasien TB Paru di Puskesmas Tambelang Kabupaten Bekasi Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Keperawatan, 7(1). jurnal.medikasuherman.ac.id/imds/index.php/JIKep/article/view/73

Sibua, S., & Watung, G. I. V. (2021). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 7(3), 1443�1450.

Tambunan, E. (2015). Gambaran Konsep Diri pada Pasien Stroke di Ruangan Henricus Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2018. https://doi.org/10.1093/jamia/ocw130

Yudinia, T. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga dan Tingkat Keputusasaan Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pasien Tuberkulosis Paru Fase Lanjutan di Kecamatan Umbulsari Jember.

 

� 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).