Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, Mei 2022, 2 (5), 530-538
p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534
Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
DOI : 10.36418/cerdika.v2i5.369 530
Analisa Pemberian Azitromicin Sebagai Obat COVID-19 pada Pasien
Terkonformasi Positif di Indonesia
Kusno Haryanto1, Liska Marlinda Sari2
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah, Kuningan, Indonesia1, 2
kusnoharyanto.kh@gmail.com1; marlindaliska@gmail.com2
Abstrak
Received:
Revised :
Accepted:
03-05-2022
05-05-2022
25-05-2022
Pemberian antibiotik kepada pasien corona dilakukan apabila dokter
merasa perlu karena pasien tersebut terinfeksi oleh bakteri tertentu.
Misalnya, pasien virus corona yang terkena bakteri pneumonia. Salah
satu jenis antibiotik yang beredar di pasaran adalah Azitromycin.
Azitromycin saat ini banyak tersedia di apotek-apotek seperti halnya di
daerah Jakarta. Sangat dimungkinkan untuk menaikkan omzet penjualan
para apoteker hanya sebatas menjual obat tersebut tanpa melakukan
edukasi kepada konsumen. Langkah awal untuk mengatasi maraknya
penjualan Azitromycin yang disinyalir telah dijual bebas dikalangan
masyarakat adalah dengan melakukan survey penyebaran Azitromycin di
apotek-apotek yang berada di DKI Jakarta yang menjadi salah satu
daerah barometer dalam penanganan COVID-19 di Indonesia. Tujuan
dari penelitian ini adalah : 1) untuk mengetahui ketersediaan Azitromycin
di apotek-apotek wilayah DKI Jakarta; 2) mengetahui seberapa besar
permintaan (demand) masyarakat terhadap obat Azitromycin di apotek-
apotek wilayah DKI Jakarta; 3) mengetahui pemahaman masyarakat
terhadap kegunaan dan dampak penggunaan Azitromycin;4) mengetahui
ada/tidaknya edukasi yang dberikan oleh Apoteker terhadap masyarakat
mengenai kegunaan dan dampak penggunaan Azitromycin. Sampel yang
diteliti sebanyak 200 responden di wilayah Jakarta yang menyatakan
pernah membeli Azitromycin dalam penanganan COVID-19. Analisis
data menggunakan regresi linier berganda. Hasil Penelitian
menyimpulkan : 1) Pemahaman masyarakat mengenai antibiotik dan
informasi pemberian obat oleh petugas apotek mempunyai arah
hubungan yang negatif terhadap ketersebaran Azitromycin, yang artinya
jika pemahaman masyarakat mengenai antibiotik dan informasi
pemberian obat oleh petugas apotek mempunyai nilai yang rendah maka
akan mendorong terjadinya kenaikkan ketersebaran Azitromycin di
tengah masyarakat; 2) Korelasi Pemahaman masyarakat mengenai
antibiotik dan informasi pemberian obat oleh petugas apotek dengan
ketersebaran Azitromycin mempunyai kategori yang cukup kuat; 3)
Pemahaman masyarakat mengenai antibiotik dan informasi pemberian
obat oleh petugas apotek mempunyai pengaruh yang sangat signifikan
terhadap ketersebaran Azitromycin.
Kata kunci: azitromicin; COVID-19; pasien terkonformasi
Abstract
Antibiotiks are given to corona patients if the doctor feels it is necessary
because the patient is infected by certain bacteria. For example, a corona
virus patient who is exposed to bacterial pneumonia. One type of
antibiotik on the market is Azithromycin. Azithromycin is currently
widely available in pharmacies such as in the Jakarta area. It is possible
to increase the sales turnover of pharmacists only to the extent of selling
the drug without educating consumers. The initial step to overcome the
rampant sales of Azithromycin which is allegedly being sold freely
among the public is to conduct a survey on the distribution of
Azithromycin in pharmacies in DKI Jakarta, which is one of the
Kusno Haryanto, Liska Marlinda Sari /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(5), 530-538
Analisa Pemberian Azitromicin Sebagai Obat COVID-19 pada Pasien Terkonformasi Positif di Indonesia
531
barometer areas in handling COVID-19 in Indonesia. The aims of this
study were: 1) to determine the availability of Azithromycin in
pharmacies in the DKI Jakarta area; 2) find out how much the public's
demand for Azithromycin is in pharmacies in the DKI Jakarta area; 3)
knowing the public's understanding of the use and impact of using
Azithromycin; 4) knowing whether or not there is education given by
pharmacists to the community regarding the use and impact of using
Azithromycin. The sample studied was 200 respondents in the Jakarta
area who stated that they had bought Azithromycin in handling COVID-
19. Data analysis used multiple linear regression. The results of the study
concluded: 1) Public understanding of antibiotiks and information on
drug administration by pharmacists has a negative relationship towards
the spread of Azithromycin, which means that if public understanding of
antibiotiks and information on drug administration by pharmacists has a
low value, it will encourage an increase in distribution. Azithromycin in
the community; 2) The correlation between public understanding of
antibiotiks and information on drug administration by pharmacists with
the distribution of Azithromycin has a fairly strong category; 3) Public
understanding of antibiotiks and information on drug administration by
pharmacists has a very significant influence on the distribution of
Azithromycin.
Keywords: azithromycin; COVID-19; confirmed patient
*Correspondence Author: Kusno Haryanto
PENDAHULUAN
COVID-19 disebabkan oleh SARS-CoV-2, yaitu virus jenis baru
dari coronavirus (kelompok virus yang menginfeksi sistem pernapasan) (Noviyanto,
2020). Infeksi virus Corona bisa menyebabkan infeksi pernapasan ringan sampai sedang,
seperti flu, atau infeksi sistem pernapasan dan paru-paru, seperti pneumonia (Fadli, 2020).
COVID-19 dapat menginfeksi siapa saja, tetapi efeknya akan lebih berbahaya atau bahkan
fatal bila menyerang orang lanjut usia, ibu hamil, perokok, penderita penyakit tertentu, dan
orang yang daya tahan tubuhnya lemah, seperti penderita kanker. Karena mudah menular,
penyakit ini juga berisiko tinggi menginfeksi para tenaga medis yang merawat pasien
COVID-19. Oleh karena itu, tenaga medis dan orang yang melakukan kontak dengan
pasien COVID-19 perlu menggunakan alat pelindung diri (APD) (Nurhadi et al., 2021).
Dikutip dari COVID19.go.id sampai saat ini, belum ada obat khusus yang
disarankan untuk mencegah atau mengobati penyakit yang disebabkan virus corona baru
(COVID-19) (Sukmawati & Waspada, 2022). Mereka yang terinfeksi virus harus
menerima perawatan yang tepat untuk meredakan dan mengobati gejala, dan mereka yang
sakit serius harus dibawa ke rumah sakit (Sari & Sukestiyarno, 2021). Sebagian besar
pasien sembuh karena perawatan untuk gejala yang dialami. Beberapa perawatan spesifik
saat ini tengah diteliti, dan akan melalui uji klinis. WHO membantu mempercepat upaya
penelitian dan pengembangan dengan sejumlah mitra (Abdul, 2019).
Namun demikian beredar isu di masyarakat mengenai cara penanganan mandiri
COVID-19 dengan menggunakan beberapa jenis antibiotik tertentu. Isu yang beredar
tersebut sangatlah berbahaya jika ditinjau dari kajian medis dan farmasi, karena Infeksi
COVID-19 disebabkan oleh virus bernama Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) (Diah et al., 2020). Karena disebabkan oleh virus,
penggunaan antibiotik untuk mengobati kondisi ini tidaklah tepat. Antibiotik tidak bekerja
untuk melawan virus, melainkan bakteri. Antibiotik saat dikonsumsi tanpa pantauan dokter
maka dikhawatirkan tubuh akan mengalami resistensi antibiotik alias kebal. Bila di
Kusno Haryanto, Liska Marlinda Sari /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(5), 530-538
Analisa Pemberian Azitromicin Sebagai Obat COVID-19 pada Pasien Terkonformasi Positif di Indonesia
532
kemudian hari pasien COVID-19 terinfeksi oleh bakteri, maka tidak ada lagi antibiotik
yang efektif mengatasinya (Nursofwa et al., 2020).
Pemberian antibiotik kepada pasien corona dilakukan apabila dokter merasa perlu
karena pasien tersebut terinfeksi oleh bakteri tertentu (Ambarwati, 2018). Misalnya, pasien
virus COVID-19 yang terkena pneumonia bakteri. Pada kasus seperti ini, antibiotik dapat
membantu mengatasi infeksi bakteri pasien. Artinya tidak semua pasien corona dapat serta
merta diberikan antibiotik jika tidak terindikasi adanya penyakit lain yang disebabkan oleh
bakteri (Katuuk et al., 2022).
Salah satu jenis antibiotik yang beredar di pasaran adalah Azitromycin yang biasa
digunakan untuk mengobati infeksi bakteri, seperti infeksi telinga tengah, radang
tenggorokan, dan radang paru-paru. Dokter di Indonesia memang ada yang meresepkan
Azitromycin untuk pasien COVID-19 namun obat tersebut bukan bertindak sebagai
antibiotik (Ketaren, 2018).
Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban
mengingatkan efek jangka panjang obat Azitromycin yang diberikan kepada pasien positif
virus corona (COVID-19) dengan gejala ringan. Zubairi menyebut pemberian Azitromycin
dengan dosis tak tepat bisa menimbulkan efek jangka panjang. Menurutnya, Azitromycin
sejatinya diberikan kepada pasien dengan kecurigaan ko-infeksi dan mikroorganisme
maupun bakteri. Sementara COVID-19 merupakan virus dan bukan bakteri. Dampak
jangka panjang pemberian Azithromycin suatu saat nanti jika ada bakteri yang muncul,
bakterinya tidak lagi mempan terhadap berbagai antibiotik termasuk Azitromycin
(Mujianti, 2021).
Adanya informasi pemberian antibiotik terhadap pasien corona sangat
dimungkinkan berasal dari pengalaman pasien-pasien yang telah dinyatakan sembuh
setelah menjalani perawatan di rumah sakit. Informasi tersebut kemudian diceritakan pada
keluarga pasien, teman, lingkungan sekitar yang kemudian di posting melalui akun-akun
media sosial, sehingga semakin beredar luas di masyarakat. Kondisi seperti ini apabila tidak
diklarifikasi dengan bijak akan berdampak pada kecenderungan masyarakat yang
merasakan gejala terinfeksi COVID-19 enggan untuk memeriksakan diri ke pusat layanan
kesehatan, mereka merasa lebih baik untuk mencoba “resep” yang diperolehnya dari media
sosial tanpa memilahnya lagi. Jika demikian yang terjadi, maka jumlah orang yang
terinfeksi COVID-19 di Indonesia bisa jadi lebih tinggi dari yang dilaporkan secara resmi
oleh satgas COVID-19 (Sukri Palutturi et al., 2020).
Azitromycin saat ini banyak tersedia di apotek-apotek seperti halnya di daerah
Jakarta. Sangat dimungkinkan untuk menaikkan omzet penjualan para apoteker hanya
sebatas menjual obat tersebut tanpa melakukan edukasi kepada konsumen (Priaji, 2018).
Seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk apoteker untuk mengawasi
tersebarnya Azitromycin di kalangan masyarakat. Jangan sampai tanggung jawab tersebut
hanya diserahkan kepada kalangan medis atau pemerintah, bagaimanapun apoteker
merupakan bagian tidak terpisahkan dari dunia medis. Kepedulian para apoteker menjadi
mata rantai yang penting dalam penanganan COVID-19 tanpa harus mengorbankan
kesehatan para pengguna Azitromycin.
Sangat diperlukan edukasi dan keterbukaan dari semua pihak yang bersentuhan
langsung dengan penanganan COVID-19. Memutus mata rantai penyebaran COVID-19
bukan hanya melalui social distancing, memakai masker dan mencuci tangan, namun
membekali masyarakat dengan pengetahuan tentang penanganan dan penggunaan obat
yang diperlukan (Azitromycin) seharusnya menjadi strategi yang perlu dipertimbangkan
(Adni, 2021). Persepsi yang salah kaprah di masyarakat tentang penggunaan antibiotik
tertentu dalam proses penyembuhan COVID-19 akan menjadi faktor semakin panjangnya
waktu untuk mengakhiri wabah ini.
Langkah awal untuk mengatasi maraknya penjualan Azitromycin yang disinyalir
telah dijual bebas dikalangan masyarakat adalah dengan melakukan survey penyebaran
Azitromycin di apotek-apotek yang berada di DKI Jakarta yang menjadi salah satu daerah
Kusno Haryanto, Liska Marlinda Sari /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(5), 530-538
Analisa Pemberian Azitromicin Sebagai Obat COVID-19 pada Pasien Terkonformasi Positif di Indonesia
533
barometer dalam penanganan COVID-19 di Indonesia. Survey ini dilakukan untuk
menganalisa peran apoteker terhadap ketersebaran Azitromycin dan kepedulian dari para
apoteker dalam mengedukasi masyarakat mengenai kegunaan dan dampak yang dapat
ditimbulkan dari panggunaan Azitromycin.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Analisa Pemberian Azitromycin Sebagai Obat COVID-19 Pada Pasien
Terkonformasi Positif Di Indonesia, studi ini merupakan survey pada responden di DKI
Jakarta.
METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitaif. Pertimbangan
memilih pendekatan kuantitatif, karena sifat penelitian ini sesuai dengan sifat pendekatan
kuantitatif. Penelitian ini difokuskan pada analisa korelasi antara pemahaman masyarakat
dan informasi obat oleh apoteker dengan ketersebaran Azitromycin. Lokasi penelitian di
wilayah Provinsi DKI Jakarta dimana masing-masing wilayah akan ditetapkan 20 apotek,
dan di masing-masing apotek dipilih 10 responden (konsumen). Waktu penelitian hanya
satu waktu (cross-section) yaitu pada orang (konsumen) yang datang ke apotek. Waktu
pelaksanaan yakni bulan April 2021 sampai dengan Mei tahun 2021. Populasi dan sampel
penelitian adalah orang yang datang ke apotek dan apoteker. Teknik pengambilan sampel
menggunakan sampling insidental (incidental sampling), yakni siapa saja responden yang
sesuai kriteria populasi yang ditemui terdahulu digunakan sebagai sampel. Metode
pengumpulan data diambil dari data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari
responden melalui kuesioner yang telah disusun. Data mencakup pemahaman masyarakat,
informasi obat dan pemanfaatan Azithromicin. Adapun data sekunder yang diperoleh dari
catatan atau dokumen ketersediaan Azithromicin di apotek sepanjang April sampai Mei
2021. Data juga mencakup jumlah responden yang dianggap relevan dengan tujuan
penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Deskriptif Karakteristik Responden
a. Berdasarkan Usia
Gambaran tentang karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada
tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Menurut Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Kusno Haryanto, Liska Marlinda Sari /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(5), 530-538
Analisa Pemberian Azitromicin Sebagai Obat COVID-19 pada Pasien Terkonformasi Positif di Indonesia
534
Usia (Tahun)
Frekuensi
Persentase
< 20 tahun
40
20.00%
21 - 25 tahun
24
12.00%
26 - 30 tahun
16
8.00%
31 - 35 tahun
24
12.00%
36 - 40 tahun
20
10.00%
41 - 45 tahun
32
16.00%
46 - 50 tahun
12
6.00%
51 - 55 tahun
20
10.00%
> 55 tahun
12
6.00%
Jumlah
200
100.00%
Sumber: Hasil olah data penelitian tahun 2021
Berdasarkan data tabel 1 menunjukkan bahwa responden paling banyak
berusia di bawah 20 tahun sebanyak 40 (20%) responden, sedangkan paling sedikit
berada di usia 46 50 dan di atas 50 tahun masing-masing sebanyak 13 responden atau
6%.
Gambar 1 Grafik Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
.
b. Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambaran tentang karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
80
40.00%
120
60.00%
20.00%
12.00%
8.00%
12.00%
10.00%
16.00%
6.00%
10.00%
6.00%
Responden Berdasarkan Usia
< 20 tahun 21 - 25 tahun 26 - 30 tahun 31 - 35 tahun 36 - 40 tahun
41 - 45 tahun 46 - 50 tahun 51 - 55 tahun > 55 tahun
Kusno Haryanto, Liska Marlinda Sari /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(5), 530-538
Analisa Pemberian Azitromicin Sebagai Obat COVID-19 pada Pasien Terkonformasi Positif di Indonesia
535
200
100.00%
Sumber: Hasil olah data penelitian tahun 2021
Berdasarkan data tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden paling banyak
adalah perempuan sebanyak 120 (60%) responden, sedangkan laki-laki sebanyak 80
responden atau 40%.
Gambar 4.2 Grafik Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
2. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk memperoleh gambaran umum data
penelitian (Pemahaman antibiotik, informasi obat dan ketersebaran azitromicin) yang
meliputi : nilai rata-rata (mean), nilai standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum.
Deskripsi data tersebut disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2. Deskripsi Data Penelitian
Pemahaman Antibiotik
Persentase
Ketersebaran
Azitromicin
N Valid
200
200
200
Missing
0
0
0
Mean
15.90
21.01
10.00
Std Deviaton
2.871
4.790
2.447
Minimum
10
14
6
Maximum
18
30
15
Sumber : Hasil Olah SPSS
Berdasarkan Tabel 3, diketahui nilai minimum dari pemahaman antibiotik adalah
10, sementara nilai maksimum adalah 18. Nilai rata-rata dari pemahaman antibiotik adalah
14,90, sementara nilai standar deviasi dari pemahaman antibiotik adalah 2,871. Standar
deviasi merupakan nilai statistik yang dimanfaatkan untuk menentukan bagaimana sebaran
40.00%
60.00%
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki - Laki Perempuan
Kusno Haryanto, Liska Marlinda Sari /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(5), 530-538
Analisa Pemberian Azitromicin Sebagai Obat COVID-19 pada Pasien Terkonformasi Positif di Indonesia
536
data dalam sampel, serta seberapa dekat titik data individu ke mean atau rata-rata nilai
sampel, dimana jika nilai standar deviasi lebih besar dari nilai mean berarti nilai mean
merupakan representasi yang buruk dari keseluruhan data. Berdasarkan data yang diperoleh
menunjukkan bahwa nilai dari pemahaman antibiotik mempunyai representasi yang baik
sebagai data penelitian.
Berdasarkan Tabel 3, diketahui nilai minimum dari pemberian informasi obat
adalah 14, sementara nilai maksimum adalah 30. Nilai rata-rata dari pemberian informasi
obat adalah 21,01, sementara nilai standar deviasi dari pemberian informasi obat adalah
2,447. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai dari pemberian
informasi obat mempunyai representasi yang baik sebagai data penelitian.
Berdasarkan Tabel 3 juga diketahui nilai minimum dari ketersebaran Azitromicin
adalah 6, sementara nilai maksimum adalah 15. Nilai rata-rata dari ketersebaran
Azitromicin adalah 10,99, sementara nilai standar deviasi dari ketersebaran Azitromicin
adalah 2,447. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai dari ketersebaran
Azitromicin mempunyai representasi yang baik sebagai data penelitian.
Berdasarkan hasil analisi data diperoleh fakta bahwa pemahaman masyarakat
mengenai antibiotik dan informasi pemberian obat oleh petugas apotek mempunyai arah
hubungan yang negatif terhadap ketersebaran Azitromicin , yang artinya jika pemahaman
masyarakat mengenai antibiotik dan informasi pemberian obat oleh petugas apotek
mempunyai nilai yang rendah maka akan mendorong terjadinya kenaikkan ketersebaran
Azitromicin di tengah masyarakat. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa korelasi tersebut
cukup kuat. Kemudian diperjelas lagi dengan hasil uji pengaruh dan signifikansi yang
menunjukkan adanya pengaruh yang sangat signifikan antara pemahaman masyarakat
mengenai antibiotik dan informasi pemberian obat terhadap ketersebaran Azitromicin.
Era pandemic membuat masyarakat sangat mudah terpengaruh dalam hal
penanganan jika terindikasi terkena COVID-19 yang belum tentu kebenarannya. Adanya
informasi pemberian antibiotik terhadap pasien corona sangat dimungkinkan berasal dari
pengalaman pasien-pasien yang telah dinyatakan sembuh setelah menjalani perawatan di
rumah sakit. Informasi tersebut kemudian diceritakan pada keluarga pasien, teman,
lingkungan sekitar yang kemudian di posting melalui akun-akun media sosial, sehingga
semakin beredar luas di masyarakat. Kondisi seperti ini apabila tidak diklarifikasi dengan
bijak akan berdampak pada kecenderungan masyarakat yang merasakan gejala terinfeksi
COVID-19 enggan untuk memeriksakan diri ke pusat layanan kesehatan, mereka merasa
lebih baik untuk mencoba “resep” yang diperolehnya dari media sosial tanpa memilahnya
lagi. Pemahaman masyarakat yang masih belum baik mengenai antibiotik
(berdasarkan hasil survey diketahui bahwa rata-rata responden mempunyai skor 14,9 dari
20 poin atau hanya 74,5%) menjadi salah satu yang mendorong masyarakat membeli
azitromicin untuk pengobatan COVID-19. Pemahaman yang masih belum ideal ini
berdampak pada kurang baiknya masyarakat menyaring informasi mengenai pemanfaatan
suatu jenis antibiotik. Pemahaman masyarakat yang rendah tersebut semakin diperkuat oleh
oleh kurang baiknya juga informasi penggunaan obat khususnya antibiotik oleh petugas
apotek. Berdasarkan hasil penelitian diketahui 70% masyarakat tidak menerima informasi
penggunaan antibiotik dari petugas apotek.
Kurangnya pemahaman masyarakat dan informasi dari tenaga kesehatan,
menyebabkan masyarakat menggunakan antibiotik tanpa supervisi tenaga kesehatan.
Persepsi yang salah pada masyarakat dan banyaknya masyarakat yang membeli antibiotik
secara bebas tanpa resep dokter memicu terjadinya masalah resistensi antibiotik.
Azitromicin saat ini banyak tersedia di apotek-apotek seperti halnya di daerah
Jakarta. Sangat dimungkinkan untuk menaikkan omzet penjualan para apoteker hanya
sebatas menjual obat tersebut tanpa melakukan edukasi kepada konsumen. Seharusnya
menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk apoteker untuk mengawasi tersebarnya
Azitromicin di kalangan masyarakat. Jangan sampai tanggung jawab tersebut hanya
Kusno Haryanto, Liska Marlinda Sari /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(5), 530-538
Analisa Pemberian Azitromicin Sebagai Obat COVID-19 pada Pasien Terkonformasi Positif di Indonesia
537
diserahkan kepada kalangan medis atau pemerintah, bagaimanapun apoteker merupakan
bagian tidak terpisahkan dari dunia medis. Kepedulian para apoteker menjadi mata rantai
yang penting dalam pengananan COVID-19 tanpa harus mengorbankan kesehatan para
pengguna Azithromicin.
Sangat diperlukan edukasi dan keterbukaan dari semua pihak yang bersentuan
langsung dengan penanganan COVID-19. Memutus mata rantai penyebaran COVID-19
bukan hanya melalui social distancing, memakai masker dan mencuci tangan, namun
membekali masyarakat dengan pengetahuan tentang penanganan dan penggunaan obat
yang diperlukan (Azitromicin) seharusnya menjadi strategi yang perlu dipertimbangkan.
Persepsi yang salah kaprah di masyarakat tentang penggunaan antibiotik tertentu dalam
proses penyembuhan COVID-19 akan menjadi faktor semakin panjangnya waktu untuk
mengakhiri wabah ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan diantaranya Pemahaman
masyarakat mengenai antibiotik dan informasi pemberian obat oleh petugas apotek
mempunyai arah hubungan yang negatif terhadap ketersebaran Azitromicin, yang artinya
jika pemahaman masyarakat mengenai antibiotik dan informasi pemberian obat oleh
petugas apotek mempunyai nilai yang rendah maka akan mendorong terjadinya kenaikkan
ketersebaran Azitromicin di tengah masyarakat. Korelasi Pemahaman masyarakat
mengenai antibiotik dan informasi pemberian obat oleh petugas apotek dengan
ketersebaran Azitromicin mempunyai kategori yang cukup kuat. Pemahaman masyarakat
mengenai antibiotik dan informasi pemberian obat oleh petugas apotek mempunyai
pengaruh yang sangat signifikan terhadap ketersebaran Azitromicin .
BIBLIOGRAFI
Abdul, V. J. (2019). Perilaku Caring Perawat dan Manajemen Regimen Terapeutik Pada
Pasien Tuberculosis. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Adni, A. N. (2021). Determinan Penerapan Protokol Kesehatan pada Masyarakat
Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur di Masa New Normal Pandemi Covid-19
Tahun 2021. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Ambarwati, W. (2018). Pemberian Antibiotik Pada Pasien ISPA Non Pneumonia Di
Puskesmas Tanah Sareal Kota Bogor Tahun 2018.
Diah, H., Rendra, H. D., Fathiyah, I., Erlina, B., & Heidy, A. (2020). Penyakit Virus Corona
2019. Jurnal Respirologi Indonesia, 40(2).
Fadli, A. (2020). Mengenal covid-19 dan cegah penyebarannya dengan “peduli lindungi”
aplikasi berbasis andorid. Artikel Pengabdian Kepada Masyarakat Jurusan Teknik
Elektro.
Katuuk, N. H. M., Kep, M., Djafar, N. R. H., Kep, M., & Laya, A. A. (2022). TREND &
ISSUE KEPERAWATAN VOL: 2 Keperawatan Medikal Bedah, Maternitas, Jiwa,
Komunitas, Gawat Darurat, Gerontik & Anak. Penerbit Lakeisha.
Ketaren, J. U. (2018). Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pemakaian Antibiotika Pada
Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di Rumah Sakit dr. Djoelham
Binjai Tahun 2018. Institut Kesehatan Helvetia.
Mujianti, D. (2021). Profil Pengobatan Antibiotik pada Pasien Covid-19.
Noviyanto, N. (2020). Penerapan Data Mining dalam Mengelompokkan Jumlah Kematian
Penderita COVID-19 Berdasarkan Negara di Benua Asia. Paradigma-Jurnal
Komputer Dan Informatika, 22(2), 183188. https://doi.org/10.31294/p.v22i2.8808
Nurhadi, Z. F., Parentza, H., Munandar, A., Rachman, D., & Muldan, Y. D. (2021). Strategi
Kusno Haryanto, Liska Marlinda Sari /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(5), 530-538
Analisa Pemberian Azitromicin Sebagai Obat COVID-19 pada Pasien Terkonformasi Positif di Indonesia
538
Komunikasi Dan Edukasi Pencegahan Covid 19 Melalui Media Poster. ABDIMAS:
Jurnal Pengabdian Masyarakat, 4(1), 537543.
https://doi.org/10.35568/abdimas.v4i1.916
Nursofwa, R. F., Sukur, M. H., & Kurniadi, B. K. (2020). Penanganan Pelayanan
Kesehatan Di Masa Pandemi Covid-19 Dalam Perspektif Hukum Kesehatan. Inicio
Legis, 1(1).
Priaji, S. A. A. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Peredaran Kosmetik yang
Merugikan Konsumen.
Sari, D. N. P., & Sukestiyarno, Y. L. (2021). Analisis cluster dengan metode K-Means pada
persebaran kasus COVID-19 berdasarkan Provinsi di Indonesia. PRISMA, Prosiding
Seminar Nasional Matematika, 4, 602610.
Sukmawati, S., & Waspada, W. (2022). Kesadaran Orang Tua Dalam Pencegahan Covid
19 Pada Anak Usia Dini di RW 09 Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal
Kota Bogor. Jurnal Tunas Aswaja, 1(1), 6773.
https://doi.org/10.47776/tunasaswaja.v1i1.351
Sukri Palutturi, S. K. M., Aminuddin Syam, S. K. M., Ridwan Amiruddin, S. K. M., Chalid,
M. T., & Massi, M. N. (2020). Penanganan COVID-19: Best Practice Akademisi
UNHAS. Unhas Press.
© 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the
terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA)
license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).