Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, Maret 2022, 2 (3), 400-407
p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534
Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
DOI : 10.36418/cerdika.v2i3.359 400
Evaluasi Kelengkapan Resep Rawat Jalan Terhadap Standar Pelayanan
Farmasi di Upt Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung
Fatihah Nur Istiqomah1*, Wempi Eka Rusmana2
Mahasiswa Program Studi Farmasi, Politeknik Piksi Ganesha1
Dosen Program Studi Farmasi, Politeknik Piksi Ganesha2
piksi.fatihah.18307097@gmail.com1, wempiapt@gmail.com2
Abstrak
Received:
Revised :
Accepted:
12-09-2021
08-03-2022
25-03-2022
Pentingnya pengkajian resep untuk mewujudkan medication safety dalam
pelayanan farmasi. Good Pharmacy Practice (GPP) dimana hubungan
professional antara dokter dan apoteker berupa resep sebagai bagian dari
representative mutu standar pelayanan kefarmasian. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui persentase administrasi pada kelengkapan resep berdasarkan pada 3
aspek; administrasi, farmasetik dan klinis terhadap persentase standar pelayanan
farmasi di UPT. Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung disesuaikan dengan
PERMENKES RI Nomor. 74 tahun 2016. Jenis penelian ini kualitatif
noneksperimental bersifat observasional deskriptif dengan pengambilan data
secara prospektif menggunakan form check list untuk mengetahui memenuhi atau
tidak saling memenuhinya dalam sebuah resep. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Juli 2021 sebanyak 150 sampel resep pasien dewasa usia 26-45 tahun.
Persentase hasil dari skrining administrasi 10,6% atau sebanyak 16 resep yang
lengkap dikarenakan tidak memenuhinya alamat pasien, SIP dan paraf dokter.
Persentase dari aspek skrining farmasetis didapat 58,6% atau sebanyak 88 resep
yang memenuhi. Persentase skrining klinis menunjukkan 3,3% atau sebanyak 5
resep. Sedangkan dari hasil kesesuaian pelayanan farmasi secara keseluruhan
menurut perundangan permenkes yang berlaku menunjukkan belum adanya aspek
yang saling memenuhi didalam 1 lembar resep. Maka evaluasi dari penelitian ini
perlu dilakukan komunikasi dalam meningkatkan kesadaran antara dokter dan
apoteker didalam pelayanan peresepan sebagai representative dari standar
pelayanan yang berlaku.
Kata kunci: pengkajian resep; pelayanan farmasi; puskesmas.
Abstract
The importance of reviewing prescriptions to realize medication safety in
pharmaceutical services. Good Pharmacy Practice (GPP) where the professional
relationship between doctors and pharmacists is in the form of prescriptions as
part of the representative quality of pharmaceutical service standards. The
purpose of this study was to determine the percentage of administration on
prescription completeness based on 3 aspects; administration, pharmaceutical
and clinical to the percentage of pharmacy service standards at UPT. Ibrahim
Adjie Health Center in Bandung City is adjusted to the PERMENKES RI No. 74
of 2016. This type of research is qualitative non-experimental descriptive
observational with prospective data collection using a check list form to find out
whether or not they fulfill each other in a recipe. This study was conducted in July
2021 with 150 samples of prescriptions for adult patients aged 26-45 years. The
percentage of results from administrative screening was 10.6% or as many as 16
complete prescriptions due to not fulfilling the patient's address, SIP and doctor's
initials. The percentage of pharmaceutical screening aspects obtained 58.6% or
as many as 88 prescriptions that meet. The percentage of clinical screening
showed 3.3% or as many as 5 prescriptions. Meanwhile, the results of the
conformity of pharmaceutical services as a whole according to the applicable
regulation of the Minister of Health indicate that there are no mutually fulfilling
aspects in 1 prescription sheet. So the evaluation of this research needs to be done
communication in increasing awareness between doctors and pharmacists in
prescribing services as representatives of applicable service standards.
Keywords: screening prescription; pharmacy services; public health center.
*Correspondence Author : Fatihah Nur Istiqomah
Email : piksi.fatihah.18307097@gmail.com
Fatihah Nur Istiqomah, Wempi Eka Rusmana /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(3), 400-407
Evaluasi Kelengkapan Resep Rawat Jalan Terhadap Standar Pelayanan Farmasi di UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Kota Bandung
401
PENDAHULUAN
Dewasa ini banyak orang yang sakit namun tidak berobat ke puskesmas atau rumah
sakit terlebih dengan adanya informasi penggunaan obat yang semestinya berbasis resep
dokter kerap diunggah digital dan viral sehingga kerap dikonsumsi tanpa konsultasi dengan
dokter terlebih dahulu dan mengklaim bahwa obat tersebut adalah obat yang biasa
diberikan di rumah sakit, contohnya seperti pada penggunaan obat terhadap pasien yang
melakukan isolasi mandiri pada saat pandemi COVID-19 berlangsung (Suhardiman et al.,
2021). Hal tersebut tidak dianjurkan karena pemanfaatan obat perlu tindakan dengan cara
logis guna memperoleh maksud terapi yang benar, berhasil, praktis, serta meminimalisir
efek tidak menguntungkan. Penggunaan obat tidak bisa disamaratakan dan perlu
disesuaikan dengan kepentingan pengobatan pasien, tepat dosis, rentang waktu penyerahan
yang sesuai, juga harga terjangkau, tentunya dengan diimbangi gejala klinis serta
pertimbangan indikasi, umur, konsumsi obat terkait sampai kemungkinan interaksi obat
terlebih jika terdapat penyakit komorbid yang diderita oleh pasien. Padahal yang mampu
memperhitungkan seluruh parameter pengobatan tertera yakni dokter, ditunjang apoteker
(Fatimah, 2019).
Beberapa alasan pasien tidak mau berobat langsung ke puskesmas atau rumah sakit
karena jam operasional yang kurang panjang, waktu tunggu dan pelayanan yang lebih lama
serta antre yang tidak terlalu panjang (Fitri & Hidayati, 2021). Hal ini bila dikaitkan dengan
teori yang dikemukakan oleh Katz tentang peralihan perangai terjadi dikarenakan hadirnya
keperluan. Maka dari itu stimulan atau fenomena perangai perlu disesuaikan dengan
kehendak individu (Mangidi, 2019).
Pada kasus lain, kejadian salah memberikan resep obat justru terjadi pada ibu hamil
yang memeriksakan kehamilannya kemudian dokter meresepkan penawar yang
maksudnya guna menegarkan janin dan baik bagi ibu hamil. Namun selepas
mengonsumsi obat tersebut, pasien mengalami sakit perut dan pendarahan setelah
dilakukan penyelidikan ternyata obat yang diresepkan oleh dokter tersebut bukan
untuk membantu kehamilan, melainkan obat untuk aborsi (Cahyono, 2013).
Maka dari itu penting adanya kesadaran dokter tentang kelengkapan skrining resep
dikarenakan skrining resep merupakan tahap awal dari pengobatan dan terapi yang
diperlukan. Beberapa penyebab dari ketidaklengkapan kajian resep selain karena
kurangnya kesadaran dokter terhadap resep yang lengkap, juga ketidakterangan pendataan
resep yang berlangsung dikarenakan dokter tidak berkenan resep dipahami pasien. Hal ini
bisa saja terjadi dalam praktek sehari-hari (Junus et al., 2020).
Dalam hal ini Patient safety selaku faktor krusial didalam pelayanan kesehatan
dimana mampu memajukan budaya keselamatan sehingga meminimalisir risiko
keberlangsungan kejadian atas pasien. Akibat dari dampak fasilitas pelayanan kesehatan
yang mungkin terjadi karena tidak mengimplemntasikan patient safety bisa berupa
menurunnya kualitas pelayanan rumah sakit akhirnya peringkat akreditasi juga akan
menurun (Bukhari, 2019).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Suwarni dan Metrikana
Novembrina (2019) pada pelayanan resep didapatkan nilai kinerja pelayanan resep yaitu
rate of return = 92,98%, defect = 6,54% yang berarti pelayanan peresepan kapasitas
instrumen farmasi rawat jalan RSI Sultan Agung tengah Probabilitas memberikan potensi
kesalahan pengobatan sebesar 6,54%. Nilai sigma sebesar 2,146, sehingga masih ada ruang
untuk perbaikan kinerja pelayanan resep (Suwarni & Novembrina, 2019).
Fatihah Nur Istiqomah, Wempi Eka Rusmana /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(3), 400-407
Evaluasi Kelengkapan Resep Rawat Jalan Terhadap Standar Pelayanan Farmasi di UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Kota Bandung
402
Berdasarkan kelengkapan pengelolaan resep berdasarkan hasil pemeriksaan
checklist, dari 392 resep yang diamati, terdapat yang paling memenuhi adalah 352 (89,8%),
sedangkan resep lengkap hanya 40 (10,2%). Indikator seksual telah mencapai integritas
pengelolaan resep yaitu pasien yang memiliki nama pasien sejumlah 392 resep (100%),
untuk BB & TB pasien hanya menyelesaikan 85 resep (21,7%). Dimohon RS Haji dapat
mencoba memecahkan masalah keutuhan pengelolaan peresepan yakni melalui
pemembuatan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) untuk membuat sistem
resep elektronik atau elektronik resep dalam hal ini untuk mempermudah pelayanan resep.
Efektif dan efisien (Junus et al., 2020).
Pelayanan farmasi yang baik yaitu yang mengarah tepat kepada prosedur
pemakaian obat guna menjaga keselamatan, praktis dan logis pemakaian obat dengan
mempraktikkan keahlian dan peran saat merawat pasien (Novaryatiin et al., 2018).
Paradigma kefarmasian pada awalnya terfokus kepada obat jadi berfokus kepada pasien.
Berfokus kepada pasien artinya dibutuhkan pelayanan kefarmasian yang menyeluruh,
Tujuannya untuk supaya kualitas hidup pasien meningkat dan keselamatan pasien yang
utama. Dalam hal peningkatan keselamatan pengobatan, konsep manajemen pelayanan
farmasi saat ini berkembang ke arah keamanan obat (Suryaningsih & Reganata, 2021).
Konsepsi pelayanan farmasi sudah bertumbuh dari orientasi produk ke orientasi
pasien. Kegiatan pelayanan awalnya terfokus kepada dispensing pengobatan sebagai
kebutuhan yang diutamakan, berubah pada pelayanan menyeluruh bertujuan utama yakni
peningkatan mutu hidup pasien atau rancangan pharmaceutical care. Konsepsi dasar GPP
dan pharmaceutical care besinggungan, sampai-sampai didapati penerapan sketsa GPP
bersamaan dengan praktik sketsa Pharmaceutical care.
Penerapan GPP atau rancangan pharmaceutical care terhadap kefarmasian
komunitas akurat lebih lamban dari yang dimaksudkan, walaupun besar junlah apoteker
sudah sepakat dengan GPP atau k pharmaceutical care selayaknya profesi masa hadapan.
Farmasi komunitas di Indonesia khususnya Surabaya, memperlihatkan minimnya
pengetahuan apoteker pada konsepsi pharmaceutical care, namun 70% dari apoteker
menyadari perlunya disahkan pharmaceutical care dalam impelentasi keseharian.
Kejadian ini menjadi penyebab jamak riset mengarah pada penyedia pelaksaan
GPP dan pelaksanaan pharmaceutical care atas farmasi komunitas. Salah satu yang disebut
fasilitator yakni berupa hubungan apoteker dengan dokter bertujuan meningkatkan
implementasi pharmaceutical care (Satrya et al., 2017) dengan resep sebagai
representative dari kompetensi, pengetahuan dan keahlian dokter berupa alat komunikasi
legal dan professional untuk kemudian diteruskan kepada pasien. (Romdhoni, 2020)
khususnya terkait masalah resep untuk pasien rawat jalan salah satunya pasien COVID-19
dengan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya. Untuk mengurangi adanya
permasalahan medication error di Instalasi Farmasi, perlu dilakukan preventif dengan
mengimplementasikan kajian resep obat (Sari, 2017).
Tujuan penelitian ini secara umum untuk mengetahui persentase kelengkapan resep
rawat jalan dimana resep sebagai bagian dari representative standar pelayanan farmasi
No.74 Tahun 2016 guna meningkatkan pharmaceutical care yang terjadi di UPT
Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung.
METODE PENELITIAN
Jenis riset ini kualitatif dengan desain noneksperimental bersifat observasional
deskriptif. Data diambil dengan cara prospektif menggunakan form check list untuk
mengetahui memenuhi atau tidak memenuhinya sebuah resep terhadap standar pelayanan
farmasi yang berlaku.
Penelitian ini difokuskan pada resep pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi UPT
Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung pada bulan Juli 2021. Populasi yang digunakan
adalah 1050 resep pasien. Sampel penelitian yang diamati secara terbatas sebanyak 150
Fatihah Nur Istiqomah, Wempi Eka Rusmana /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(3), 400-407
Evaluasi Kelengkapan Resep Rawat Jalan Terhadap Standar Pelayanan Farmasi di UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Kota Bandung
403
lembar resep pasien rawat jalan rentang usia dewasa yaitu 26-45 tahun (Al Amin, 2017)
yang masuk bulan Juli 2021 di UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung.
Instrumen penelitian yang digunakan berupa form check list yang didapat dari 150
lembar resep (skrining) pasien dewasa, selanjutnya dari 150 lembar tersebut masing-
masing digolongkan berdasarkan tabel aspek administrasi, aspek farmasetik, dan aspek
klinis menggunakan teknik random sampling yang telah diuji validitas internalnya.
Analisis ini didasarkan indikator pengamatan dengan keterangan “memenuhi” atau “tidak
memenuhi”nya masing-masing aspek yang dikaji.
Berdasarkan 150 lembar resep terdapat beberapa indikator yang masuk kategori
“memenuhi bersyarat” yang selanjutnya dianggap “memenuhi” dikarenakan dalam 1
lembar resep khususnya pada aspek farmasetik dan aspek klinis tidak hanya tercantum 1
jenis R/ saja, maka dari itu selama kategori aspek yang dikaji pada 1 lembar resep tersebut
ada yang memenuhi maka dianggap memenuhi. Penulis menganalisis data dengan
menghitung besaran persentase menggunakan rumus sebagai berikut (Maalangen et al.,
2019).
𝑃 = 𝑓
𝑛𝑥100 %
Dimana 𝑃 merupakan hasil persentase resep dari frekuensi kelengkapan resep
(aspek administrasi, aspek farmasetik dan aspek klinis) dibagi masing-masing total aspek
seluruh resep dikali 100%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Kelengkapan Resep
A. Skrining Administratif
Pada skrining administratif, ada tiga hal yang diamati yaitu lengkap atau tidaknya
data dari dokter, data pasien, dan pada tanggal penulisan resep. Berdasarkan simpulan
kajian skrining administratif didapat informasi seperti berikut:
Tabel 1. Skrining Administratif
Aspek yang Dikaji
Ada
Tidak Ada
Data Pasien
Nama
150
0
Usia
143
7
Alamat
74
76
Data Dokter
Nama
150
0
SIP
75
75
Paraf
65
85
Tanggal Penulisan Resep
145
5
Berdasarkan tabel 1, pada sampel yang digunakan sebanyak 150 lembar resep
persentase yang didapatkan dari data pasien berupa kelengkapan nama pasien seluruhnya
lengkap atau 100%. Pencantuman usia sebanyak 143 resep atau 95% selebihnya penulisan
usia yang tertera pada resep berupa penulisan dewasa (tanpa angka), namun hal tersebut
masih dikatakan baik karena di dalam penelitian ini secara khusus ditujukan kepada pasien
usia dewasa. Untuk pencantuman alamat pasien sebanyak 74 resep atau 49% dengan
mayoritas dari kecamatan Binong.
Pada data dokter, semua resep yang dikaji terdapat nama dokter sebanyak 150
resep atau 100% artinya nama yang tercantum pada resep seluruhnya dicatat, SIP dokter
sebanyak 75 resep atau 50% pencantumannya tidak selalu lengkap karena dokter praktik di
puskesmas, dan sebanyak 65 lembar atau 43% resep yang dikaji mencantumkan paraf
Fatihah Nur Istiqomah, Wempi Eka Rusmana /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(3), 400-407
Evaluasi Kelengkapan Resep Rawat Jalan Terhadap Standar Pelayanan Farmasi di UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Kota Bandung
404
dokter. Sedangkan untuk Tanggal Penulisan resep dicantumkan sebanyak 97% atau 145
resep.
B. Skrining Farmasetis
Aspek farmasetis ada 4 yang diamati berupa bentuk sediaan obat, jumlah obat,
kekuatan pada sediaan obat, aturan & waktu penggunaan obat. Dari pengamatan kajian
tersebut, diperoleh data yang tercantum di tabel 2.
Tabel 2. Skrining Farmasetis
No.
Aspek yang Dikaji
Ada
Tidak Ada
Pesentase Ada (%)
1
Bentuk Sediaan
132
18
88%
2
Jumlah Obat
150
0
100%
3
Kekuatan Sediaan Obat
92
58
61%
4
Aturan dan Waktu Penggunaan Obat
50
0
100%
Dari tabel 2 persentase adanya bentuk sediaan pada resep sebanyak 132 resep atau
88%, jumlah obat sebanyak 150 resep 100%, kekuatan sediaan obat sebanyak 92 atau 61%,
serta aturan dan waktu penggunaan obat sebanyak 150 resep 100%.
C. Skrining Klinis
Pada skrining klinis, diamati empat hal yaitu duplikasi, polifarmasi, interaksi obat,
dan efek samping obat. Dari pengamatan yang dikaji, diperoleh yang tercantum data pada
tabel 3.
Tabel 3 Skrining Klinis
No.
Aspek yang Dikaji
Ada
Tidak Ada
Persentase
Kejadian
1
Duplikasi
0
140
7%
2
Polifarmasi
124
26
83%
3
Interaksi Obat
25
125
17%
4
Efek Samping
24
126
16%
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan informasi bahwa terdapat duplikasi obat
sebanyak 10 kejadian atau 7%, sebanyak 124 kejadian atau 83% lembar resep terdapat
polifarmasi, sebanyak 25 kejadian atau 17% lembar resep terdapat interaksi obat, dan efek
samping obat sebanyak 24 kejadian atau 16% lembar resep.
Ada berbagai definisi polifarmasi dalam referensi, diantara lain: Obat yang
digunakan tidak tepat dengan diagnosis. Menggunakan secara simultan sejumlah obat
untuk terapi satu atau lebih gangguan terkait. Menggunakan 5-9 obat dengan cara simultan;
penggunaan obat yang tidak tepat yang dapat meningkatkan risiko efek samping terkait
obat; penggunaan beberapa obat (Fauziah et al., 2020).
Definisi yang paling umum terkait polifarmasi adalah bahwa satu pasien
menggunakan enam obat atau lebih pada waktu yang sama. Pada obat topikal, obat herbal,
vitamin, dan mineral bukan termasuk didalam polifarmasi (Fauziah et al., 2020). Yang
digunakan dalam penelitian ini Polifarmasi adalah penggunaan beberapa obat. Obat yang
diberikan lebih dari satu macam jenis dikategorikan sebagai polifarmasi.
Polifarmasi dalam penelitian ini banyak terjadi pada resep pasien dengan gejala
COVID-19, beberapa diantaranya seperti Paracetamol + Oseltamivir + Asetyl Sistein + B
Complex + Vit. C + Zinc, Azitromisin + Acetyl Sistein + Oseltamivir + Loratadin,
Paracetamol + B Complex + Vit. C+ Zinc + Asetyl Sistein + Ranitidine + Loratadine.
Duplikasi berarti mengonsumsi 2 obat sekaligus dengan pengaruh yang sama
mampu menaikkan risiko efek samping (Listyanti et al., 2019). Pada penelitian ini terdapat
3 jenis duplikasi obat yang terjadi; Antasida + Ranitidine memiliki efek yang sama sebagai
terapi asam lambung, Ambroxol + Vicks Formula 44 sebagai Expektoran, Omeprazol +
Fatihah Nur Istiqomah, Wempi Eka Rusmana /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(3), 400-407
Evaluasi Kelengkapan Resep Rawat Jalan Terhadap Standar Pelayanan Farmasi di UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Kota Bandung
405
Antasida untuk asam lambung, dan Amoxicillin + Metronidazole sebagai antibiotik infeksi
bakteri. Interaksi obat adalah kejadian ketika efektivitas satu obat tergantung pada obat
lain, makanan, dan minuman. Pada interaksi obat bahkan bisa mejadi sebab beberapa
masalah diantaranya mengurangi efek terapeutik, meningkatkan toksisitas, atau efek
farmakologis yang tidak diinginkan (Agustin & Fitrianingsih, 2020).
Tingkat kepentingan klinis berdasarkan keparahan interaksi obat dapat dibagi
menjadi tiga jenis: Interaksi minor sebagai interaksi yang terjadi tetapi dapat dianggap tidak
berbahaya. Interaksi sedang (moderat), atau interaksi yang terjadi, dapat meningkatkan
efek samping obat. Potensi risiko interaksi obat yang mungkin terjadi pada pasien yang
secara signifikan (mayor), yaitu diperlukan pemantauan/intervensi (Agustin &
Fitrianingsih, 2020).
Interaksi obat pada penelitian ini dari 150 lembar resep yang dikaji, terdapat
kejadian interaksi dengan jumlah 29. Yang paling banyak adalah 23 kejadian interaksi
minor yaitu Antasida + suplemen vitamin yaitu dapat menyebabkan gangguan penyerapan
suplemen vitamin (MIMS, 2021), B12 + Metformin dapat menurunkan penyerapan vitamin
B12 (Wahyuni & Hanim, 2020), kloramfenikol + B12 dapat menyebabkan penurunan
efektivitas Vit. B12 jika digunakan secara bersamaan (Kian & Monica, 2019), Asam
Mefenamat + antasida (yg mengandung Magnesium Hidroksida) akan memperbesar dan
mempercepat absorpsi asam mefenamat (Ben, 2015), Asetylsistein + Antibiotik
(Azythromicin/Amoxcillin) dapat menyebabkan penurunan efektivitas pada obat antibiotic
(Afrianda, 2020).
Interaksi yang paling sedikit adalah terjadi adalah interaksi moderat dimana
sebanyak 2 kejadian yaitu interaksi Ambroxol + Erythromycin dimana di dalam darah akan
terjadi peningkatan konsentrasi pada ambroxol sehingga risiko efek samping akan
meningkat (Ben, 2015), sedangkan Amlodipin + Domperidone merupakan kombinasi
dimana penurunan efektivitas atau bahkan peningkatan efek samping salah satu obat.
Interaksi mayor yang terjadi ada 4 yaitu Metformin + Na Diklofenak (Obat
antiinflamasi nonsteroid) yang dapat meningkatkan risiko asidosis (Ben, 2015),
Dimenhidrinat + Antasida yaitu bila dimenhidrinat dikombinasikan dengan magnesium
dapat terjadi peningkatan risiko efek samping yang fatal (Ben, 2015). Ketoconazole +
Loratadine dapat meningkatkan kadar obat dalam plasma, sehingga dapat menyebabkan
toksisitas atau keracunan (BPOM, 2014).
Hasil Kesesuaian dengan (Nomor, 1989) :
Tabel 4 Hasil Kesesuaian PERMERNKES No. 74 Tahun 2016
No.
Keterangan
Jumlah
Persentase (%)
1
Hanya memenuhi aspek administratif
16
10,6 %
2
Hanya memenuhi aspek farmasetis
88
58,6 %
3
Hanya memenuhi aspek klinis
5
3,3 %
4
Memenuhi Kesesuaian Pemenkes
0
0 %
Total
109
72,5 %
Dari tabel 4 Hasil Kesesuaian dengan Permenkes didapatkan kesimpulan bahwa
pada kelengkapan resep terdapat aspek administratif yang memenuhi sebanyak 10,6 %,
aspek farmasetis sebanyak 58,6 % dan aspek klinis sebanyak 3,3 % sedangkan untuk yang
memenuhi seluruh aspek terhadap kesesuaian Permenkes No. 74 Tahun 2016 tidak ada
dikarenakan tidak saling memenuhi tiap aspeknya dalam 1 lembar resep (Permenkes,
2020). Hasil evaluasi dari penelitian yang dilakukan penulisa di UPT. Puskesmas Ibrahim
Adjie dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kajian Skrining Administratif
Fatihah Nur Istiqomah, Wempi Eka Rusmana /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(3), 400-407
Evaluasi Kelengkapan Resep Rawat Jalan Terhadap Standar Pelayanan Farmasi di UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Kota Bandung
406
Persentase skrining administratif dari 150 resep dapat disimpulkan bahwa dalam 1
lembar resep yang memenuhi ada 16 atau sebanyak 10,6 % dikarenakan tidak
memenuhinya alamat pasien, SIP dan paraf dokter.
2. Kajian Skrining Farmasetis
Persentase skrining farmasetis dari 150 resep dapat disimpulkan bahwa dalam 1
lembar resep sebanyak 88 resep atau 58,6 %.
3. Kajian Skrining Klinis
Persentase skrining farmasetis dari 150 resep dapat disimpulkan bahwa dalam 1
lembar resep sebanyak 5 resep atau 3,3 %.
4. Kesesuaian dengan PERMENKES No. 4 Tahun 2016
Dalam penelitian kelengkapan resep terhadap standar pelayanan farmasi di UPT.
Puskesmas Ibrahim Adjie belum ada aspek yang saling memenuhi secara keseluruhan
terhadap kesesuaian PERMENKES RI No. 74 Tahun 2016 dikarenakan dalam 1
lembar resep tidak saling memenuhi tiap aspeknya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas masih didapati skrining resep yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan farmasi di Puskesmas berdasarkan PERMENKES No. 74 Tahun
2016. Alasannya, banyaknya jumlah resep yang memenuhi di dalam 1 aspek namun tidak
saling memenuhi terhadap aspek yang lain. Maka dari itu ada baiknya dilakukan
komunikasi persuasive antara dokter dan apoteker untuk meningkatkan pelayanan
kefarmasian dengan cara meningkatkan pentingnya pengkajian resep karena resep
merupakan bagian dari representative pelayanan kefarmasian yang dilakukan.
BIBLIOGRAFI
Afrianda, W. (2020). Kejadian Efek Samping Penggunaan Obat Antibiotik Pada Pasien Di
Puskesmas Mlati 2 Sleman Yogyakarta.
Agustin, O. A., & Fitrianingsih, F. (2020). Kajian Interaksi Obat Berdasarkan Kategori
Signifikansi Klinis Terhadap Pola Peresepan Pasien Rawat Jalan Di Apotek X Jambi.
Electronic Journal Scientific of Environmental Health And Disease, 1(1).
Al Amin, M. (2017). Klasifikasi kelompok umur manusia berdasarkan analisis
dimensifraktal box counting dari citra wajah dengan deteksi tepi canny. MATHunesa:
Jurnal Ilmiah Matematika, 2(6).
Ben, Y. (2015). 2016. MIMS Petunjuk Konsultasi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.
BPOM, R. I. (2014). Peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan republik
Indonesia nomor 7 tahun 2014 tentang pedoman uji toksisitas nonklinik secara In
Vivo. Jakarta: BPOM RI.
Bukhari, B. (2019). Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah
Sakit Swasta di Kota Jambi. Jurnal’Aisyiyah Medika, 3(1).
https://doi.org/10.36729/jam.v3i1.155
Cahyono, J. B. S. B. (2013). Menjadi Pasien Cerdas. Gramedia Pustaka Utama.
Fatimah, S. (2019). Studi Potensi Interaksi Obat pada Terapi Pasien Penyakit Ginjal
Kronis (PGK) di Instalasi Rawat Inap RSUD Jombang tahun 2016. Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Fauziah, H., Mulyana, R., & Martini, R. D. (2020). Polifarmasi Pada Pasien Geriatri. Hum
Care J, 5(3), 804.
Fitri, H. M., & Hidayati, M. (2021). Pengaruh Lama Waktu Tunggu Pendaftaran Terhadap
Kepuasan Pasien di Puskesmas Waringinkurung. Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia,
1(12), 17891795. https://doi.org/10.36418/cerdika.v1i12.262
Fatihah Nur Istiqomah, Wempi Eka Rusmana /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(3), 400-407
Evaluasi Kelengkapan Resep Rawat Jalan Terhadap Standar Pelayanan Farmasi di UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Kota Bandung
407
Junus, D., Samad, M. A., & Pawellangi, A. B. W. (2020). Pengaruh Kelengkapan
Administrasi Resep Terhadap Efektivitas Pelayanan Resep Rawat Inap di Instalasi
Farmasi RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Manajemen Kesehatan
Yayasan RS. Dr. Soetomo, 6(2), 139154. https://doi.org/10.29241/jmk.v6i2.308
Kian, C., & Monica, G. (2019). Ruby., Evaria., Putri, Dionicie. 2019. MIMS Indonesia
Petunjuk Konsultasi.
Listyanti, E., Hati, A. K., & Sunnah, I. (2019). Analisis Hubungan Polifarmasi Dan
Interaksi Obat Pada Pasien Rawat Jalan Yang Mendapat Obat Hipertensi Di Rsp. Dr.
Ario Wirawan Periode Januari-Maret 2019. Indonesian Journal of Pharmacy and
Natural Product, 2(2). https://doi.org/10.35473/ijpnp.v2i2.280
Maalangen, T., Citraningtyas, G., & Wiyono, W. I. (2019). Identifikasi Medication Error
Pada Resep Pasien Poli Interna Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhayangkara Tk.
III Manado. PHARMACON, 8(2), 434441.
https://doi.org/10.35799/pha.8.2019.29310
Mangidi, M. A. G. T. (2019). Perilaku Masyarakat Kota Kendari dalam Memilih Tempat
Pelayanan Kesehatan.
Nomor, P. (1989). 749 a/Menkes/Per/XII/1989. Tentang Rekam Medis.
Novaryatiin, S., Ardhany, S. D., & Aliyah, S. (2018). Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap
Pelayanan Kefarmasian di RSUD Dr. Murjani Sampit. Borneo Journal of Pharmacy,
1(1), 2226. https://doi.org/10.33084/bjop.v1i1.239
Permenkes, R. I. (2020). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2020 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
Sari, P. N. (2017). Faktor-faktor yang Berkaitan/Berhubungan dengan Medication Error
dan Pengaruhnya Terhadap Patient Safety Yang Rawat Inap di rs. Pondok indah
jakarta tahun 20122015. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal, 2(1), 19.
Satrya, D. A. P., Arimbawa, P. E., & Jaelani, A. K. (2017). Hubungan Fasilitator dengan
Pelaksanaan Good Pharmacy Practice (Gpp) Di Apotek Denpasar. Jurnal Endurance:
Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 2(3), 406415.
http://doi.org/10.22216/jen.v2i3.2031
Suhardiman, A., Rokayah, C., Nugraha, B., & Nasyulloh, I. (2021). Upaya Peningkatan
Pengetahuan Masyarakat dalam Penatalaksanaan Pasien Isoman COVID-19. Jurnal
Peduli Masyarakat, 3(4), 407414. https://doi.org/10.37287/jpm.v3i4.695
Suryaningsih, N. P. A., & Reganata, G. P. (2021). Pengobatan Yang Aman Berdasarkan 5
Moment For Medication Safety. Jurnal Riset Kesehatan Nasional, 5(1), 4752.
http://dx.doi.org/10.37294/jrkn.v5i1.312
Suwarni, S., & Novembrina, M. (2019). Six Sigma Untuk Perbaikan Layanan Resep di Rs
X Kota Semarang. Parapemikir J. Ilm. Farm, 8, 89.
Wahyuni, I., & Hanim, B. (2020). Faktor Yang Berhubungan dengan Kebutuhan Asupan
Vitamin B12 Penderita DMT2 Yang Mengkonsumsi Metformin. Jurnal Kesehatan
Medika Saintika, 11(2), 1836. http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v11i2.619
© 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the
terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA)
license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).