Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, Maret 2021, 2 (3), 345-351
p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534
Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
DOI : 10.36418/cerdika.v2i3.353 345
Analisis Interaksi Obat Hiperlipidemia pada Pasien
PT. Pertamina di Salah Satu Apotek Kimia Farma di Bandung
Widi Astuti1*, Meiti Rosmiati2
Politeknik Piksi Ganesha, Indonesia1, 2
depuratum93@gmail.com1*, maytearose@gmail.com2
Abstrak
Received:
Revised :
Accepted:
23-09-2021
09-03-2022
25-03-2022
Hiperlipidemia adalah gangguan metabolisme lipid abnormal yang
dibedakan atas eskalasi takaran lipid dalam darah. Hiperlipidemia sering
disertai dengan penyakit lain. Oleh karena itu, pengobatan hiperlipidemia
sering dipakai dalam unifikasi dengan penawar lain, yang mampu
meninggikan terjadinya hubungan penawar. Hubungan penawar
merupakan keadaan di saat suatu zat atau kegiatan penawar mampu
memanifestasikan dampak yang memuncak atau menyusut atau dampak
baru. Maksud dari riset ini adalah untuk memahami ada tidaknya interaksi
obat hiperlipidemia pada pasien Pertamina di salah satu Apotik Kimia
Farma Kota Bandung beralaskan jumlah pasien, jumlah kasus, mekanisme
interaksi dan tingkat keparahan. Riset ini menggunakan pendekatan tipe
riset deskriptif non-eksperimental dengan mengumpulkan data secara
retrospektif beralaskan data resep selama bulan Maret 2021, dengan
jumlah sampel 87 resep yang memenuhi kriteria inklusi. Data dianalisis
secara deskriptif dengan menggunakan literatur Buku Pegangan Interaksi
Obat Stockley. Dari pasien hiperlipidemia, yang berpotensi mengalami
interaksi obat sebesesar 28 Resep. Beralaskan hasil riset yang didapati
bahwa level keparahan kasus interaksi obat yang menyatakan level
keparahan interaksi mayor sebesar 1%, Moderat sebesar 30% dan minor
sebanyak 1% sedangkan yang tidak berinteraksi sebanyak 68%.
Beralaskan hasil riset di atas, peneliti mengikhtisarkan bahwa lembar
resep yang memuat terjadinya interaksi obat hiperlipidemia pada bulan
Maret 2021 di Apotek Kimia Farma sebanyak 28 kasus. Tingkatan pada
interaksi obat terdiri dari kategori mayor, moderat dan minor dengan
tingkat keparahan sebesar 1% untuk kategori mayor, 30% untuk kategori
moderat, 1% untuk kategori minor, sementara yang 68% tidak ada
interaksi.
Kata kunci: level keparahan; interaksi obat; hyperlipidemia
Abstract
Hyperlipidemia is an abnormal lipid metabolism disorder that is
distinguished by an escalation of lipid levels in the blood. Hyperlipidemia
is often accompanied by other diseases. Therefore, treatment of
hyperlipidemia is often used in unification with other antidotes, which can
increase the occurrence of antidote relationships. A bidder relationship is
a state in which a substance or bidder's activity is capable of manifesting
a peaking or diminishing effect or a new effect. The purpose of this
research is to understand whether there is an interaction of
hyperlipidemic drugs in Pertamina patients at one of Kimia Farma
Pharmacies in Bandung City based on the number of patients, number of
cases, interaction mechanism and severity. This research uses a non-
experimental descriptive research type approach by collecting data
retrospectively based on prescription data during March 2021, with a
sample of 87 prescriptions that meet the inclusion criteria. Data were
analyzed descriptively using Stockley's Handbook of Drug Interactions
literature. Of patients with hyperlipidemia, who have the potential to
experience drug interactions as many as 28 Prescriptions. Based on the
results of the research, it was found that the severity level of drug
Widi Astuti, Meiti Rosmiati/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2 (3), 345-351
Analisis Interaksi Obat Hiperlipidemia pada Pasien PT. Pertamina di Salah Satu Apotek Kimia Farma di
Bandung
346
interaction cases which stated the severity level of major interactions was
1%, Moderate was 30% and minor was 1% while those that did not
interact were 68%. Based on the research results above, the researchers
summarized that there were 28 cases of prescription sheets containing
hyperlipidemia drug interactions in March 2021 at Kimia Farma
Pharmacy. The level of drug interactions consisted of major, moderate
and minor categories with a severity level of 1% for the major category,
30% for the moderate category, 1% for the minor category, while 68%
had no interactions.
Keywords: severity level; drug interactions; hyperlipidemia
*Correspondence Author : Widi Astuti
PENDAHULUAN
Masyarakat Endokrin Indonesia mengatakan pada tahun 2015 bahwa Indonesia
tengah mengalami gejala metamorfosis epidemiologis (Indonesia, 2015). Metamorfosis
epidemiologi merupakan situasi kesehatan masyarakat di mana prevalensi penyakit tidak
menular memuncak (Darmawan & Epid, 2016). Sebagian negara maju seperti Amerika
Serikat dan sebagian negara di Eropa termasuk Indonesia (Olivia & Devita, 2014).
Metamorfosis gaya hidup dan asupan zat gizi yang tidak tepat berkontribusi terhadap
munculnya berbagai metamorfosis pola penyakit. Memasuki era milenial, metamorfosis
gaya hidup dan asupan nutrisi yang tidak tepat berdampak pada eskalasi angka peristiwa
penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab terbesar mortalitas di dunia (Nugroho, 2019).
Penyakit jantung pula condong memuncak sebagai dampak maut di Indonesia.
Data Kesehatan Keluarga (SKRT) 1996 memperlihatkan bahwa penyakit ini memuncak
secara proporsional sebagai dampak maut setiap tahun. Pada tahun 1975, angka maut
dampak penyakit jantung hanya 5,9%, memuncak menjadi 9,1% pada tahun 1981, 16%
pada tahun 1986, dan 19% pada tahun 1995. Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan
bahwa angka maut dampak penyakit kardiovaskular, termasuk penyakit jantung koroner,
adalah 26,4%, dan hingga saat ini, penyakit jantung koroner juga adalah dampak utama
maut dini pada sekitar 40% pria paruh baya. Hiperlipidemia adalah salah satu faktor risiko
terbesar yang berkontribusi atas tingginya peristiwa penyakit jantung koroner dan stroke di
Indonesia. Hiperlipidemia adalah suatu kondisi yang menunjukkan eskalasi lipid darah,
termasuk kolesterol dan trigliserida, atau eskalasi lipoprotein tertentu (Supardi, 2018).
Riset oleh (Grundy, 1991) menunjukkan bahwa untuk setiap penyusutan 30 mg/dL
takaran LDL dalam darah, risiko relatif penyakit jantung koroner berkurang 30%. Untuk
mengurangi maut dampak penyakit jantung koroner dan stroke iskemik, dibutuhkan
perawatan kompleks untuk menyusutkan takaran lipid darah.
Penatalaksanaan hiperlipidemia merupakan strategi yang baik untuk menyusutkan
beban penyakit kardiovaskular. Namun, dengan meningkatnya kecanggihan penyembuhan
yang dipakai saat ini dan pengembangan beberapa obat, potensi interaksi obat meningkat.
Interaksi ini mampu terjadi karena pemakaian dua obat atau lebih secara bersamaan
(Prasthiwi, 2019). Mengambil lebih dari satu obat antihiperlipidemia mampu menyebabkan
interaksi obat (Noviana, 2016). Interaksi obat adalah drug-related masalah (DRPs) yang
mampu mendorong reaksi tubuh terhadap terapi. Dampaknya adalah eskalasi atau
penyusutan dampak yang mampu mendorong hasil pengobatan pasien (Efmaralda, 2016).
Menurut (Boroujeni et al., 2015) dikemukakan bahwa unifikasi delima dan
simvastatin mengdampakkan penyusutan dampak farmakologis simvastatin hingga 59
%. Unifikasi antara jeruk dan statin mampu meninggikan takaran atorvastatin dalam
sirkulasi sebesar 19 sampai 26 %. Adapun riset di Arab Saudi oleh (Siriangkhawut et
Widi Astuti, Meiti Rosmiati/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2 (3), 345-351
Analisis Interaksi Obat Hiperlipidemia pada Pasien PT. Pertamina di Salah Satu Apotek Kimia Farma di
Bandung
347
al., 2017), didapati peristiwa interaksi obat antihiperlipidemia pada 314 pasien (9,1 %) di
bangsal rawat jalan dari total 3447 pasien dengan terapi antihiperlipidemia golongan statin.
Interaksi obat adalah salah satu kekeliruan penawaran yang paling umum. Namun,
kekeliruan atau kelalaian pengobatan karena interaksi obat kurang diutarakan. Potensi
interaksi obat tinggi, terkhusus pada penderita yang menggunakan lebih dari 5 obat secara
bersamaan. Peristiwa ini harus mendapat perhatian lebih para farmasis mengingat adanya
keharusan untuk menegaskan bahwa pasien memahami akan risiko peristiwa interaksi obat.
Beralaskan uraian di atas, penulis ingin melakukan riset terkait interaksi obat dalam
konteks ini dengan obat hiperlipidemia.
Riset ini bertujuan untuk memahami tingkat keparahan interaksi obat
antihiperlipidemia pada pasien PT. Pertamina di salah satu Apotik Kimia Farma di
Bandung.
METODE RISET
Kajian ini merupakan kajian bukan eksperimen menggunakan kaedah
pengumpulan data secara deskriptif dan retrospektif berasaskan data lembar resep.
Instrumen yang dipakai adalah lembar resep dan formulir pengumpulan data resep.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan resep dari total jumlah resep PT.
Pertamina bulan maret 2021 sebanyak 87 lembar. Resep yang sesuai dengan kriteria inklusi
didapatkan sebanyak 75 lembar. Subjek riset adalah semua resep PT. Pertamina yang
masuk di salah satu apotek di kota Bandung pada bulan Maret 2021.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari total 87 lembar resep diperoleh 75 daftar resep (berisi dua atau lebih obat)
yang melengkapi standar inklusi. Sedangkan yang masuk kedalam kriteria eksklusi
sebanyak 38 lembar. Dari 75 lembar resep yang memenuhi kriteria inklusi, dipilih resep
yang mengandung dua jenis atau lebih obat yang mampu berinteraksi dengan obat
hiperlipedimia. Hasil yang didapatkan adalah sebanyak 37 lembar resep yang masuk ke
dalam kriteria dan selanjutnya akan diidentifikasi resep yang mengalami interaksi obat
menggunakan buku Drug Interaction Handbook. Hasil yang diperoleh didapatkan sebanyak
28 lembar resep yang berinteraksi sedangkan 9 resep tidak terjadi interaksi. Dari data ini
mampu dihitung probabilitas DDI sebesar 32%.
Tabel 1. Persentase Interaksi Obat
No.
Jenis interaksi
Total Interaksi
1
Mayor
1
2
Moderat
26
3
Minor
1
4
Tidak interaksi
59
5
Total Resep
87
Beralaskan hasil analisis DDI’s pada tabel 1 bahwa interaksi diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok, interaksi primer, sedang, dan sekunder. Total interaksi potensial
yang terjadi adalah 28 formulasi. Interaksi potensial utama adalah 1 resep (1%), moderat
26 (30%), sedangkan minor sebanyak 1 (1%).
Widi Astuti, Meiti Rosmiati/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2 (3), 345-351
Analisis Interaksi Obat Hiperlipidemia pada Pasien PT. Pertamina di Salah Satu Apotek Kimia Farma di
Bandung
348
Diagram 1. Persentase Interaksi Obat
Polifarmasi merupakan pemakaian obat jumlahnya besar dan tidak cocok dengan
kondisi kesehatan penderita. Besaran spesifik obat yang diminum tidak selalu merupakan
indikator utama dari beberapa obat, tetapi juga terkait dengan apakah pasien memiliki
dampak klinis yang sesuai atau tidak. Polifarmasi mengacu pada pemakaian lebih dari satu
obat oleh pasien pada satu waktu, melebihi apa yang secara logis diperlukan dalam
kaitannya dengan diagnosis yang diduga. Polifarmasi meninggikan risiko interaksi obat-
obat atau obat-penyakit. Beralaskan kualitas keparahannya, interaksi diklasifikasikan
menjadi interaksi minor (mampu ditangani dengan baik), interaksi sedang (mampu
mengakibatkan kehancuran organ), dan interaksi mayor (mampu mengakibatkan maut).
Pada periode Maret 2021, tercatat jumlah resep dalam riset ini sebanyak 87 lembar
resep dan terdapat beberapa obat yang masuk kedalam kelompok polifarmasi minor.
Polifarmasi minor mengandung 24 obat dalam setiap lembar resep. Sebanyak 87 lembar
resep diambil dari resep kredit Pertamina yang masuk di Apotek Kimia Farma. Dari total
resep yang interaksinya dianalisis, hingga 1 (1%) pada kelompok primer, hingga 26 (30%)
pada kelompok menengah, dan hingga 1 (1%) pada kelompok sekunder. Hal ini
menunjukkan kemungkinan interaksi moderat pada banyak pasien terutama pasien yang
menggunakan beberapa jenis obat. Hal ini juga mampu terjadi karena faktor usia, hal ini
lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua sebagai dampak dari pemakaian bersamaan
dengan satu atau lebih obat penyakit kronis atau sebagai dampak dari komplikasi penyakit.
Pada riset ini didapati adanya interaksi obat mayor sejumlah 1 kasus. Interaksi obat
mayor merupakan interaksi yang mampu menyebabkan dampak yang serius bagi pasien.
Interaksi obat yang masuk ke dalam interaksi tersebut harus dikhususkan untuk pencegahan
atau pengobatan segera, karena dampaknya mampu mengancam jiwa dan mampu
menyebabkan kerusakan permanen pada tubuh. Interaksi utama yang didapati dalam riset
ini di antaranya adalah interaksi antara Simvastatin dan Amlodipin. Interaksi antara
simvastatin dan amlodipin penghambatan amlodipine oleh metabolisme usus dan hati dari
simvastatin CYP4503A4 secara signifikan meninggikan konsentrasi plasma simvastatin.
Gambaran Peran Apoteker Dalam Pelayanan Konseling di Apotek Wilayah Kota
Medan (Astuti, 2015). Penatalaksanaan interaksi ini adalah dengan menggunakan obat
alternatif lain, menjauhi unifikasi ini sebisa mungkin, atau jika pengobatan mutlak
diperlukan, maka bila diunifikasikan dengan amlodipine, dosis simvastatin tidak boleh
melebihi 20 mg per hari dan perlu disesuaikan dengan dosis monitor. atau pantau lebih
sering untuk berada di sisi yang aman. Gunakan kedua obat tersebut. Pemberian jeda waktu
sangat perlu dilakukan untuk meminimalisir terjadinya interaksi obat yang lebih serius
(Baxter & Preston, 2010).
Interaksi obat moderat pada riset ini didapati sejumlah 28 kasus. Interaksi obat
sedang adalah interaksi obat yang dibiarkan berdampak buruk pada pasien, yang umumnya
1 Mayor
1%
2 Moderat
30%
3 Minor
1%
4 Tidak
interaksi
68%
Widi Astuti, Meiti Rosmiati/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2 (3), 345-351
Analisis Interaksi Obat Hiperlipidemia pada Pasien PT. Pertamina di Salah Satu Apotek Kimia Farma di
Bandung
349
membutuhkan metamorfosis terapi untuk menjauhi dampak samping pengobatan.
Terjadinya interaksi pasien moderat mungkin memiliki dampak merusak pada pasien jika
mereka tidak dipantau dengan benar. Interaksi yang paling umum adalah antara atorvastatin
dan amlodipine (Palleria et al., 2013).
Interaksi moderat adalah interaksi obat yang lebih umum daripada interaksi primer
dan sekunder. Pemantauan terus menerus terhadap setiap resep yang mengandung dua atau
lebih jumlah obat (R/) membutuhkan kewaspadaan apoteker dan dokter untuk menangkal
atau meminimalkan terjadinya peristiwa tersebut, sehingga meninggikan kualitas pasien.
Perawatan meningkat. Pada riset ini obat hiperlipedimia yaitu Atorvastatin yang
mengalami interaksi moderat dengan obat lain adalah Amlodipin, Clopidogrel dan
Omeprazole. Amlodipin mampu meninggikan takaran atorvastatin dalam darah. Hal ini
meninggikan risiko efek samping, semisal kerusakan hati dan penyakit langka yang mirip
langkah yang disebut rhabdomyolysis, yang menyangkut kerusakan jaringan otot rangka.
Dalam beberapa kasus, rhabdomyolysis mampu mengakibatkan kerusakan ginjal dan
bahkan maut. Pencocokan dosis atau pemantauan terapi obat diperlukan jika kedua obat
dipakai (Baxter & Preston, 2010).
Pemberian bersama dengan inhibitor CYP4503A4 mampu meninggikan
konsentrasi plasma inhibitor HMG-CoA reduktase (yaitu, statin) yang dimetabolisme oleh
isoenzim. Tingkat aktivitas penghambatan reduktase HMG-CoA yang tinggi konsentrasi
plasma telah dihubungkan dengan eskalasi risiko toksisitas muskuloskeletal. Miopati
bermanifestasi sebagai nyeri otot dan/atau kelemahan yang berhubungan dengan eskalasi
creatine kinase lebih dari sepuluh kali lipat batas atas normal. Dianjurkan untuk memantau
takaran lipid dan menggunakan dosis statin efektif terendah.
Penderita yang menerima statin dan amlodipine harus dianjurkan untuk segera
melaporkan nyeri otot yang tidak mampu dijelaskan, terutama jika disertai demam,
malaise, dan/atau urin berwarna gelap. Pengobatan harus dihentikan jika creatine kinase
memuncak secara signifikan tanpa olahraga berat, atau jika miopati dicurigai atau
didiagnosis. Unifikasi obat Atorvastatin dan Clopidogrel mampu mengurangi dampak
clopidogrel. Hubungi dokter atau apoteker jika terjadi tanda-tanda pembekuan darah seperti
nyeri dada, sesak napas, kehilangan penglihatan tiba-tiba, atau nyeri, kemerahan atau
bengkak di ekstremitas. Pemberian atorvastatin secara bersamaan mampu mengurangi
aktivasi metabolik prodrug clopidogrel dan dampak antiplateletnya. Mekanisme adalah
penghambatan kompetitif aktivitas enzim CYP4503A4, yang bertanggung jawab untuk
konversi clopidogrel menjadi metabolit aktifnya (Baxter & Preston, 2010).
Menurut Departemen of Anesthesiology, Universitas of Michigan dalam jurnal
circualtion tahun (2003) Mengambil clopidogrel dan statin tidak dianjurkan karena statin
telah didapati untuk menonaktifkan CYP3A4, yang seharusnya mengaktifkan clopidogrel,
dengan kata lain statin mengurangi efektivitas clopidogrel (Mayangsari & Lestari, 2019).
Manajemen interaksi ini membutuhkan pencocokkan dosis atau pemantauan lebih sering
oleh dokter atau apoteker untuk hasil terbaik. Jangan berhenti menggunakan kedua obat ini
tanpa sepengetahuan dakter dan apoteker (Bismantara & Ilmi, 2020).
Atorvastatin dan omeprazole apabila dipakai secara bersama mampu meninggikan
takaran darah dan dampak atorvastatin. Hal ini meninggikan risiko dampak samping,
seperti kerusakan hati dan kondisi langka namun serius yang disebut rhabdomyolysis, yang
melibatkan kerusakan jaringan otot rangka. Dalam beberapa kasus, rhabdomyolysis
mampu menyebabkan kerusakan ginjal dan bahkan maut. Hal ini mampu diminimalkan
dengan menyesuaikan dosis atau dengan pemantauan yang lebih sering oleh dokter dan
apoteker untuk keamanan pemakaian kedua obat, atau dokter mungkin meresepkan
alternatif yang tidak berinteraksi (Martha, 2016).
Mekanisme interaksi kedua obat ini adalah penghambatan kompetitif P-
glikoprotein usus memanifestasikan penyusutan sekresi obat ke dalam lumen usus dan
meninggikan bioavailabilitas obat. Mekanisme lain yang mungkin adalah penghambatan
kompetitif metabolisme CYP4503A4. Interaksi yang dicurigai pada pasien yang diobati
Widi Astuti, Meiti Rosmiati/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2 (3), 345-351
Analisis Interaksi Obat Hiperlipidemia pada Pasien PT. Pertamina di Salah Satu Apotek Kimia Farma di
Bandung
350
dengan atorvastatin (1+ tahun) dan esomeprazole (6 minggu) yang mengalami
rhabdomyolisis. Pasien melaporkan mengalami gejala kelelahan secara berlebihan, nyeri
dada ringan, dan sesak napas. Secara teori, inhibitor pompa proton lain (seperti
lansoprazole, omeprazole, dan pantoprazole) dan inhibitor HMG-CoA reduktase (seperti
lovastatin dan simvastatin) juga mampu berinteraksi karena Obat ini merupakan substrat
P-glikoprotein dan CYP450 3A4 (Zulfiana, 2016).
Interaksi minor adalah interaksi obat dengan dampak yang kecil. Interaksi yang
dihasilkan tidak menimbulkan kerugian bagi pasien dan seringkali hanya menyebabkan
eskalasi dampak samping obat. Meskipun tidak mengancam jiwa pasien, interaksi ini harus
dihindari karena takut mengganggu kenyamanan pasien dengan pengobatan (Erviana,
2018). Interaksi minor yang Yang terjadi pada riset ini adalah interaksi antara atorvastatin
dan warfarin. Atorvastatin tidak memiliki dampak yang signifikan secara klinis pada waktu
protrombin ketika diberikan kepada pasien yang menerima terapi warfarin jangka panjang
secara bersamaan. Kegunaan klinis dari kurangnya interaksi ini belum sepenuhnya
dievaluasi, namun masih perlu berhati-hati apabila kedua obat ini dipakai bersama. Hal
yang dilakukan untuk meminimalisir terjadinya interaksi ini adalah diberikan jeda waktu
ketiga menggunakan kedua obat ini (Baxter & Preston, 2010).
Pemakaian obat secara bersamaan yang memungkinkan terjadinya interaksi obat
mayor, sedang, atau minor harus dihindari. Hal ini karena kemungkinan terjadinya risiko
interaksi lebih besar daripada manfaat yang diberikan, serta meminimalkan terjadinya
interaksi obat yang tidak diinginkan guna mencapai tujuan terapeutik. Tindakan yang
mampu dilakukan untuk menangkal atau mengurangi terjadinya interaksi obat yang tidak
perlu dan berpotensi fatal, seperti menasihati dokter untuk memberikan pasien dosis obat
yang paling rendah dan memperhatikan kondisi pasien (lansia, anak-anak, penyakit kronis).
penerapan perawatan pasien insufisiensi ginjal dan hati serta obat dengan indeks terapeutik
sempit) dan apoteker penting untuk menangkal dan mengatasi terjadinya interaksi obat
yang aktual dan potensial dengan memantau terjadinya interaksi obat sehingga mampu
dideteksi secara cepat dan tepat. tindakan. Misalnya penyesuaian dosis, waktu minum obat,
jarak antara obat yang satu dengan yang lain (interaksi sedang), dan metamorfosis obat
yang mampu menimbulkan sinergi dengan interaksi utama dengan dokter yang
bersangkutan (Herdaningsih et al., 2016).
KESIMPULAN
Beralaskan hasil riset di atas, peneliti mengikhtisarkan bahwa lembar resep yang
memuat terjadinya interaksi obat hiperlipidemia pada bulan Maret 2021 di Apotek Kimia
Farma sebanyak 28 kasus. Tingkatan pada interaksi obat terdiri dari kategori mayor,
moderat dan minor dengan tingkat keparahan sebesar 1% untuk kategori mayor, 30% untuk
kategori moderat, 1% untuk kategori minor, sementara yang 68% tidak ada interaksi.
BIBLIOGRAFI
Astuti, S. P. (2015). Gambaran Peran Apoteker Dalam Pelayanan Konseling di Apotek
Wilayah Kota Medan. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/32957
Baxter, K., & Preston, C. L. (2010). Stockley’s drug interactions (Vol. 495).
Pharmaceutical Press London.
Bismantara, L., & Ilmi, T. (2020). Evaluasi Interaksi Obat Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 Dengan Komplikasi di RSUD Dr Saiful Anwar Malang. Java Health Jounal,
7(1). https://doi.org/https://doi.org/10.1210/jhj.v7i1.349
Widi Astuti, Meiti Rosmiati/Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2 (3), 345-351
Analisis Interaksi Obat Hiperlipidemia pada Pasien PT. Pertamina di Salah Satu Apotek Kimia Farma di
Bandung
351
Boroujeni, Heidarian, E., Mohammadizadeh, F., & Rafieian-Kopaei, M. (2015). Herbs with
anti-lipid effects and their interactions with statins as a chemical anti-hyperlipidemia
group drugs: A systematic review. ARYA Atherosclerosis, 11(4), 244.
Darmawan, A., & Epid, M. (2016). Epidemiologi penyakit menular dan penyakit tidak
menular. Jambi Medical Journal" Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan", 4(2).
Efmaralda, V. S. (2016). Pengaruh Drug Related Problem (DRP) Terhadap Outcomes
Klinik Pasien Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RS X di Tangerang Selatan
Periode Juli 2014Juni 2015. FKIK UIN Jakarta.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/33428
Erviana, R. (2018). Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Terdiagnosa Pneumonia Di Rumah
Sakit Paru Respira Yogyakarta. PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia
(Pharmaceutical Journal of Indonesia), 14(2), 199211.
Grundy, S. M. (1991). Multifactorial etiology of hypercholesterolemia: implication for
prevention coronary heart disease, ateriosclerosis and trombosis. Am. J. Cardiol, 11,
16191635.
Herdaningsih, S., Muhtadi, A., Lestari, K., & Annisa, N. (2016). Potensi interaksi obat-
obat pada resep polifarmasi: studi retrospektif pada salah satu Apotek di kota
Bandung. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 5(4), 288292.
Indonesia, P. E. (2015). Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.
Pb. Perkeni.
Martha, A. F. (2016). Evaluasi Drug Related Problem pada Pasien dengan Diagnosa
Penyakit Jantung Koroner di Salah Satu Rumah Sakit Jakarta Utara. FKIK UIN
Jakarta.
Mayangsari, E., & Lestari, B. (2019). Farmakoterapi Kardiovaskuler. Universitas
Brawijaya Press.
Noviana, T. (2016). Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Rawat
Inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus
2015. Fakultas Farmasi Universitas Santa Darma.
Nugroho, P. S. (2019). Gugus Opini Kesehatan Masyarakat 2.
Olivia, Y., & Devita, Y. S. (2014). Kepentingan Amerika Serikat Dalam Mempertahankan
proyek Naval medical Research Unit two (NAMRU 2). Riau University.
Palleria, C., Di Paolo, A., Giofrè, C., Caglioti, C., Leuzzi, G., Siniscalchi, A., De Sarro, G.,
& Gallelli, L. (2013). Pharmacokinetic drug-drug interaction and their implication in
clinical management. Journal of Research in Medical Sciences: The Official Journal
of Isfahan University of Medical Sciences, 18(7), 601.
Prasthiwi, E. T. (2019). Pengaruh Brief Counseling Terhadap Tingkat Perilaku, Kepatuhan
Adherensi, Hasil Terapi dan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Dengan
Hipertensi di Poliklinik Rawat Jalan RS Perkebunan Jember Klinik.
Siriangkhawut, M., Tansakul, P., & Uchaipichat, V. (2017). Prevalence of potential drug
interactions in Thai patients receiving simvastatin: the causality assessment of
musculoskeletal adverse events induced by statin interaction. Saudi Pharmaceutical
Journal, 25(6), 823829.
Supardi, S. (2018). Model Prediksi Faktor Kejadian Hiperlipidemia Peserta Askes Di
Kecamatan Metro Timur Kota Metro. Jurnal Wacana Kesehatan, 3(1).
Zulfiana, R. (2016). Studi Penggunaan Obat Pada Pasien Sepsis Yang Berpotensi
Menimbulkan Interaksi Obat Di Ruang ICU RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Universitas Airlangga.
© 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the
terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA)
license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).