Frince Lorena Sitanggang1, Yuyun Yunengsih2
Politekhnik
Piksi Ganesha Bandung, Indonesia�, 2
[email protected]1,
[email protected]2
|
Abstrak |
|
Received: Revised : Accepted: |
18-10-2021 08-02-2022 10-02-2022 |
LatarBelakang: Salah satu indikator yang harus diperhatikan oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit adalah efisiensi pelayanan rawat inap, terutama pada pemanfaatan tempat tidur. Meninjau dari grafik Barber Johnson berdasarkan hasil perhitungan Bed Occupancy Rate (BOR), Average Lenght Of Stay (ALOS), Turn Over Internal(TOI), dan Bed Turn Over(BTO), RSAU Dr.M.Salamun. Tujuan: Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui apakah penggunaan tempat tidur sudah efisien dan apa saja yang merupakan determinan terjadinya ketidakefisienan pelayanan rawat inap di RSAU Dr.M.Salamun. Metode: Metode penelitian yang digunakan kualitatif. Penelitian ini dilakukan pada 06 mei-9 juli 2021. Penelitian dilakukan di RSAU Dr. M. Salamun memiliki jumlah tempat tidur sebanyak 189 buah dan jumlah pasien sebanyak 5.845 pasien pada tahun 2020. Populasi dan sampel yang digunakan adalah data rekapitulasi rawat inap periode tahun 2020. Hasil: Berdasarkan penelitian yang dilakukukan oleh peneliti diperoleh hasil perhitungan empat indikator BOR:37%, LOS 3,80 hari, TOI 7,41hari dan BTO 30,92 kali.nilai AVLOS dan BTO sudah ideal karena telah memenuhi nilai standar grafik Barber Johnson sedangkan nilai BOR dan TOI belum ideal hal ini dikarenakan di masa pandemi COVID-19 yang membuat banyak masyarakat enggan untuk dirawat di rumah sakit dan memilih mengobati secara mandiri. Kesimpulan: Penggunaan tempat tidur ruang rawat inap berdasarkan grafik Barber Johnson di RSAU. Dr. M. Salamun pada tahun 2020 masih belum efisien yang menjadi determinan terjadinya ketidakefisienan pelayanan rumah sakit adalah kondisi pandemi COVID-19 yang meyebabkan perbedaan stigma pada masyarakat sehingga enggan untuk dirawat di rumah sakit dan memilih untuk melakukan pengobatan secara mandiri. Kata kunci: mutu; efisiensi; pengunaan tempat tidur; grafik ���������
�����������barber
johnson. |
|
|
|
|
Abstract |
|
|
Background: One of the indicators
that must be considered by hospitals in improving the quality of hospital
services is the efficiency of inpatient services, especially in the use of
beds. Judging from the Barber Johnson chart based on the calculation results
of Bed Occupancy Rate (BOR), Average Length Of Stay (ALOS), Internal Turn
Over (TOI), and Bed Turn Over (BTO), Dr. M. Salam Hospital. Objective: Based on the above
background, the researcher wanted to find out whether the use of beds was
efficient and what were the determinants of the inefficiency of inpatient
services at Dr.M.Salamun Hospital. Methods: The research method
used is qualitative. This research was conducted on 06 May-9 July 2021. The
study was conducted at Dr. RSAU. M. Salamun has 189 beds and 5,845 patients
in 2020. The population and samples used are inpatient recapitulation data
for the 2020 period. Results: Based on the research
conducted by researchers, the results of the calculation of four BOR
indicators: 37%, LOS 3.80 days, TOI 7.41 days and BTO 30.92 times. AVLOS and
BTO values are ideal because they meet the standard values
of Barber Johnson charts while BOR and TOI values
are not ideal, this is because during the COVID-19 pandemic,
many people are reluctant to be hospitalized and choose to treat themselves
independently. Conclusion: The use of inpatient
beds based on the Barber Johnson chart at the RSAU. Dr. M. Salamun in 2020 is
still not efficient, which determines the occurrence of inefficiency in
hospital services is the COVID-19 pandemic condition which causes differences
in stigma in the community so that they are reluctant to be hospitalized and
choose to take treatment independently. Keywords: quality,
efficiency, bed use, barber johnson ���������������� �chart. |
*Correspondent Author : Frince Lorena Sitanggang
Email : [email protected]
PENDAHULUAN
Menurut Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat
dengan karakteristik
tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan
teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar
terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (UU
RI Nomor 44, 2009). Tujuan
didirikannya rumah sakit yaitu untuk mempermudah akses masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan, melindungi keselamatan masyarakat dan penerima
jasa kesehatan lainnya, dengan cara
meningkatkan mutu dan standar pelayanan rumah sakit serta memberikan kepastian
hukum yang sesuai (Depkes,
2008).
Dapat dikatakan pelayanan kesehatan bermutu tinggi
apabila penerima atau pengguna jasa pelayanan
kesehatan merasa puas dengan tingkat kepuasan masing-masing, tidak hanya itu
penyelenggara pelayan kesehatan juga harus memenuhi standar dan etika profesi. Organisasi kesehatan dunia menetapkan indikator
prioritas kualitas pelayanan kesehatan sebagai dasar untuk mengevaluasi dan
menentukan tingkat kepuasan (Larasanty
et al., 2018).
Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan No. 269 tahun 2008 rekam medis adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan, pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Permenkes, 2008). Rekam medis memiliki peran penting dalam menentukan kualitas rumah
sakit. Dapat dilihat dari tingkat keefisienan statistik rumah sakit, efisiensi
merupakan ukuran tingkat penggunaan sumber daya dalam suatu proses (Permenkes
RI, 2008).
Statistik rumah
sakit adalah statistik yang digunakan untuk mengolah sumber data pelayanan
kesehatan rumah sakit untuk menghasilkan informasi atau pengetahuan faktual
terkait pelayanan kesehatan rumah sakit (Arifatun
Nisaa, 2019). Statistik rawat inap menghasilkan data yang dikumpulkan
setiap hari untuk memantau perawatan pasien rawat inap dengan periode harian, mingguan,
bulanan serta tahunan yang digunakan sebagai laporan (Sudarman,
2019).
Salah satu statistik rumah sakit adalah indikator pelayanan rawat inap, pelayanan
rawat inap adalah pelayanan kesehatan rumah sakit dimana tempat pasien tinggal
atau menginap minimal satu hari berdasarkan rujukan pemberi pelayanan kesehatan atau rumah sakit
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan (Rikomah,
2017).
Perhitungan statistik di rumah sakit menggunakan grafik yaitu grafik Barber Johnson yang merupakan
salah satu alat untuk mengukur tingkat efisiensi pengelolaan rumah sakit.
Grafik Barber Johnson sendiri
diperoleh dari hasil perhitungan beberapa data statistik rumah sakit (Johnson,
2020). Hal ini, tentu saja medical
record memegang peran penting, ada empat garis bantu yang dibentuk oleh
empat parameter grafik Barber Johnson
yaitu BOR (Bed Occupancy Ratio), AVLOS
(Average Length Of Stay), TOI (Turn Over Interval), dan BTO (Bed Turn Over). Standar nilai ideal
menurut grafik Barber Johnson untuk
BOR 70-85%, LOS �3-12 hari, TOI 1-3 hari, BTO 30 kali (Sudra, 2010).
Rumah Sakit TNI
AU Dr.M.Salamun Dinas kesehatan TNI Angkatan Udara merupakan Rumah Sakit
Militer tingkat II dengan fasilitas ruang IGD, ruang poliklinik spesialis
sebanyak 21 ruangan, dan ruang rawat inap sebanyak 8 unit ruangan kelas dan
bangsal berjumlah 189 buah tempat tidur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Pada bulan mei-juli 2020 didapatkan nilai indikator pelayanan rawat inap yaitu
BOR 37%, LOS 3,80 hari, TOI 7,41 hari, BTO 30,92 kali.
Jika dilihat
berdasarkan nilai ideal menurut Barber
Johnson maka nilai BOR belum ideal, nilai
LOS sudah ideal, TOI belum ideal
dan BTO sudah ideal sehingga penggunaan tempat tidur ruang rawat inap di RSAU Dr. M. Salamun pada
tahun 2020 masih belum efisien, hal ini dikarenakan di masa pandemi COVID-19
yang membuat banyak masyarakat enggan untuk dirawat di rumah sakit dan memilih mengobati secara mandiri.
������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
METODE
PENELITIAN
Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian kulitatif deskriptif (Sugiyono,
2017). Teknik
pengumpulan data dengan menggunakan triangulasi (gabungan) analisis data bersifat
induktif/kualitatif dan hasil penelitian kulitatif lebih menekan makna daripada
generalisasi. Penelitian ini dilakukan pada 06 mei-9 juli 2021. Penelitian
dilakukan di RSAU Dr. M. Salamun yang terletak di Jl. Ciumbuleuit
No.203, Ciumbuleuit, Kec. Cidadap, Kota Bandung, Jawa Barat. Populasi
dan sampel yang digunakan adalah data rekapitulasi rawat inap periode tahun
2020 yang didapat melalui pengumpulan data secara observasi dan digambarkan
dalam bentuk grafik yaitu grafik Barber Johnson dengan tujuan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan sistem yang sedang berjalan serta faktor-faktor
penyebab ketidakefisienan rumah sakit terkait penggunaan tempat tidur di ruang
rawat inap.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Rekapitulasi Data
Rawat Inap RSAU Dr.M.Salamun Tahun 2020
No. |
DATA |
TRIWULAN |
TOTAL |
|||
I |
II |
III |
IV |
|
||
1 |
Hari Perawatan����� � |
9722 |
4510 |
5368 |
255 |
25855 |
2 |
Lama Dirawat |
8811 |
3599 |
4457 |
5344 |
22211 |
3 |
Pasien Keluar (H+M) |
2931 |
888 |
1250 |
1316 |
5845 |
4 |
Pasien Mati < 48 jam |
39 |
42 |
58 |
55 |
194 |
5 |
Pasien Mati >48 jam |
0 |
0 |
2 |
4 |
6 |
6 |
Pasien M Seluruhnya |
39 |
42 |
60 |
59 |
200 |
7 |
Jumlah Tempat Tidur |
189 |
189 |
189 |
189 |
189 |
8 |
Jumlah Periode |
91 |
91 |
92 |
92 |
366 |
Sumber : RSAU dr .M.Salamun Bandung Jawa Barat
Berdasarkan tabel 1
menunjukkan hasil perhitungan nilai BOR 37% belum ideal, nilai AVLOS 3,80 hari sudah ideal, nilai TOI 7,41 hari belum ideal dan nilai BTO 30,92
kali belum ideal.
Tabel 2. Hasil Perhitungan BOR, LOS, TOI dan
BTO di RSAU Dr. M. Salamun
Indikator |
Hasil |
Keterangan |
BOR |
37% |
Belum Ideal |
AVLOS |
3,80 Hari |
Sudah Ideal |
TO |
I7,41 Hari |
Belum Ideal |
BTO |
30,92 Kali |
Sudah Ideal |
Sumber:RSAU
Dr .M.Salamun Bandung Jawa Barat
Berdasarkan
hasil tabel 2 dari perhitungan keempat indikator
diatas dapat digambarkan sebuah grafik yaitu grafik Barber Johnson yang
digunakan sebagai pembanding tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur dari suatu
rumah sakit dalam periode tertentu.
Gambar
1. Grafik Barber Johnson
Rumah Sakit TNI
AU Dr. M. Salamun Dinas kesehatan TNI Angkatan Udara merupakan Rumah
Sakit Militer tingkat II dengan fasilitas ruang IGD,ruang poliklinik spesialis
sebanyak 21 ruangan, dan ruang rawat
inap sebanyak 8 unit ruangan kelas dan bangsal berjumlah 189 buah tempat tidur.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pada bulan mei-juli 2020 didapatkan nilai
indikator pelayanan rawat inap yaitu BOR 37%,LOS 3,80 hari, TOI 7,41 hari, BTO
30,92 kali. Jika dilihat berdasarkan nilai ideal menurut Barber Johnson
maka nilai BOR belum ideal, nilai
LOS sudah ideal, TOI belum ideal
dan BTO sudah ideal sehingga penggunaan tempat tidur ruang rawat inap
di RSAU Dr. M. Salamun pada tahun 2020 masih belum efisien.
Tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur di rumah
sakit diperoleh berdasarkan indikator pelayanan rumah sakit sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Rustiyanto(2010) ada empat indikator pelayanan rumah
sakit yaitu Bed Occupancy Ratio (BOR), Average length of Stay (AVLOS), Turn Over Internal (TOI), dan Bed Turn Over (BTO). BOR adalah
persentase pemakaian tempat tidur, AVLOS
rata-rata lama pasien dirawat, TOI
rata-rata luang tempat tidur, BTO
adalah frekuensi penggunaan tempat
tidur. Nilai standar
yang ideal untuk keempat indikator adalah BOR 75-85%,AVLOS 3-12 hari,TOI 1-3
hari dan BTO 30 kali. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan dapat diketahui dapat diketahui bahwa penggunaan tempat tidur di ruang rawat inap RSAU, Dr.M.Salamun pada tahun 2020 belum efisien.
BOR adalah
persentase pemakaian tempat tidur dalam periode tertentu berdasarkan penelitian
yang dilakukan peneliti di RSAU Dr. M. Salamun pada tahun 2020 nilai BOR adalah 37% hasil tersebut
menunjukan bahwa nilai BOR masih rendah dan belum memenuhi standar efisien
grafik Barber Johnson, menurut Barber
Johnson nilai ideal BOR rumah sakit adalah 75-85%. Parameter ini digunakan untuk melihat tinggi rendahnya
penggunaan tempat tidur di rumah sakit (Hatta, 2013). Rendahnya nilai BOR di RSAU Dr. M. Salamun
dipengaruhi oleh jumlah perawatan yang rendah dan jumlah kunjungan pasien rawat
inap yang masih rendah terutama pada situasi COVID-19 yang menyebabkan
perbedaan stigma pada masyarakat sehingga membuat sebagian besar masyarakat
enggan untuk dirawat di rumah sakit dan
memilih untuk melakukan pengobatan secara mandiri.
Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Yulia Ummul, 2016) di RSUD dr
Rasidin Padang bahwa rendahnya BOR dipengaruhi oleh jumlah kunjungan pasien
rawat inap. Jumlah pasien
yang sedikit ini dapat menimbulkan kesulitan pendapatan bagi pihak rumah sakit
dan sudah saatnya pihak rumah sakit untuk mengubah atau menerapkan strategi
branding mulai dari identifikasi layanan-layanan yang menguntungkan di rumah
sakit,layanan apotik,mendorong sarana promosi kreatif dengan media sosial
maupun sarana promosi lainnya.
AVLOS adalah
rata-rata jumlah pasien rawat inap yang tinggal di rumah sakit berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan peneliti di RSAU Dr. M. Salamun pada
tahun 2020 nilai AVLOS 3,80 hari, hasil tersebut menunjukan bahwa nilai AVLOS
sudah efisien menurut Barber Johnson nilai AVLOS yang memenuhi standar 3-12
hari. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh (Mardian, 2016) menyatakan
bahwa standar efisiensi dianjurkan serendah mungkin tanpa mempengaruhi kualitas
pelayanan perawatan. Umumnya semakin
rendah nilai ALOS maka akan semakin lebih baik akan tetapi tetap harus
memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan. Faktor
pendukung nilai LOS mencapai nilai ideal di suatu rumah sakit dengan adanya
penerapan kerja sama yang baik antara dokter, perawat dan tenaga medis lainnya dalam memberikan pelayanan
kesehatan sesuai standar dan indikator rumah sakit.
�TOI digunakan untuk menentukan lamanya tempat
tidur kosong atau rata-rata tempat tidur tidak tersedia pada periode tertentu
dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti di RSAU Dr. M. Salamun pada tahun
2020 nilai TOI adalah 7,41 hari hasil tersebut tidak efisien karena sudah
melebihi standar ideal.Idealnya tempat tidur kosong berdasarkan grafik Barber
Johnson, hal ini terjadi
karena kondisi COVID-19 beserta masih
minimnya kegiatan promosi dari pihak manajemen, sejalan dengan penelitian (Dharmawan, 2006) mengatakan
bahwa faktor yang menyebabkan tingginya nilai TOI dikarenakan manajeman
organisasi yang berjalan kurang baik, serta
kurangnya permintaan tempat tidur yang dilakukan oleh konsumen. Semakin besar
angka TOI berarti semakin lama tempat tidur tersebut tidak digunakan oleh
pasien, kondisi ini
dapat merugikan pihak manajemen rumah sakit karena tidak menghasilkan
pemasukan. Apabila TOI
semakin kecil, berarti tempat
tidur tidak sempat disediakan dengan baik akibatnya kejadian nosokomial bisa
meningkat, beban kerja tim
medis meningkat sehingga kepuasan dan keselamatan pasien dapat terancam (Rhahmawati
& Sudra, 2019).
BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur atau berapa kali tempat tidur
tersebut digunakan dalam periode tertentu (biasanya 1 tahun) dari hasil
penelitian yang dilakukan peneliti di RSAU Dr. M. Salamun pada tahun 2020 nilai
BTO adalah 30,92 kali hasil ini menunjukkan bahwa nilai BTO sudah efisien
karena sudah memenuhi standar ideal yang ditentukan oleh Barber Johnson yaitu
minimal 30 kali.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian di atas peneliti menyimpulkan bahwa nilai BOR
di RSAU Dr.M.Salamun pada tahun 2020 adalah 37%, nilai BOR
tidak memenuhi nilai standar ideal berdasarkan grafik Barber Johnson yaitu
75-85%. Nilai
AVLOS di RSAU, Dr. M. Salamun pada tahun 2020 adalah 3,80 hari,nilai
AVLOS sudah memenuhi nilai standar ideal berdasarkan grafik Barber Johnson
yaitu 3-12 hari. Nilai TOI di RSAU Dr.M.Salamun pada tahun
2020 adalah 7,41 hari,nilai TOI tidak memenuhi standar ideal berdasarkan grafik
Barber Johnson yaitu 1-3 hari. Nilai BTO
di RSAU Dr. M. Salamun
pada tahun 2020 adalah 30,92 kali, nilai BTO
sudah memenuhi nilai standar ideal berdasarkan grafik Barber Johnson yaitu
minimal 30 kali.
Berdasarkan grafik Barber Johnson
penggunaan tempat tidur di RSAU Dr. M. Salamun pada tahun 2020 masih belum
efisien karena titik barber johnson masih berada di luar
daerah efisien. Hal yang menjadi Determinan terjadinya
ketidakefisienan rumah sakit adalah kondisi pandemi COVID-19 yang menyebabkan
perbedaan stigma pada masyarakat sehingga enggan untuk dirawat di rumah sakit
dan memilih untuk melakukan pengobatan secara mandiri dan tentunya sangat
berpengaruh pada pendapatan rumah sakit oleh sebab itu sudah saatnya pihak rumah sakit untuk mengubah
atau menerapkan strategi branding mulai dari identifikasi layanan-layanan yang menguntungkan di rumah sakit, layanan
apotik,mendorong sarana promosi kreatif dengan media sosial maupun sarana
promosi lainnya.
Arifatun Nisaa, S. K. M. (2019). Sistem
Informasi Kesehatan & Statistik di Pelayanan Kesehatan. Penerbit Lakeisha.
Depkes, R. I. (2008). Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 829/Menkes. SK/IV/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal di Rumah Sakit.
www. depkes. go. id.
Dharmawan, Yudhy. (2006). Sistem
Informasi Efisiensi Penggunaan Tempat Tidur Unit Rawat Inap Dengan Menggunakan
Indikator Grafik Barber Johnson di Rumah Sakit
Panti Wilasa Citarum Semarang.
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Hatta, Gemala R. (2013). Pedoman
Manajemen Informasi Kesehatan Disarana Pelayanan Kesehatan (Revisi 2).
Jakarta: Universitas Indonesia.
Johnson, Garfik Barber. (2020). 4.1
Pengertian Grafik Barber Jhonson. Buku Ajar
Statistik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, 60. Doi: https://doi.org/10.21070/2020/978-623-6833-94-0
Larasanty, Luh Putu Febryana, Wirasuta, I. Made Agus Gelgel,
Sarasmita, Made Ari, Cahyadi, Maria Fiani, Wirayanti, Ni Wayan, Triastuti, Ni
Nyoman Abigail, Della Yanti, Ni Nyoman, Wistari, Ni Made Ayu, & Sudarni, Ni
Made Rai. (2018). Pengembangan Kuisioner
Kepuasan Pasien Untuk Pelayanan Farmasi Klinik. Jurnal
Farmasi Udayana, 7(1), 7�12.
Mardian, Ahmad Halif. (2016). Analisis
Efisiensi Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit Daerah Balung Tahun 2015 Melalui
Pendekatan Barber-Johnson.
Permenkes, R. I. (2008). No
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis. Jakarta:
Menteri Kesehatan Reupublik Indonesia.
Permenkes RI. (2008). permenkes ri
269/MENKES/PER/III/2008. Permenkes Ri No
269/Menkes/Per/Iii/2008, Vol. 2008, p. 7.
Rhahmawati, Icha, & Sudra, Rano Indradi. (2019). Keakuratan
Kode Diagnosis Utama Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah
Karanganyar. Rekam Medis, 11(2).
Rikomah, Setya Enti. (2017). Farmasi Rumah
Sakit. Deepublish.
Sudarman, Anawai Saraswati. (2019). Karya Tulis
Ilmiah Tinjauan Kunjungan Rawat Jalan Terhadap Pelaporan di Rumah Sakit Ibnu
Sina YW Umi Periode 2016-2018.
Sudra, Rano Indradi. (2010). Statistik
Rumah Sakit. In Graha Ilmu (Vol. 1).
Yogyakarta: Garaha Bulan.
Sugiyono, F. X. (2017). Neraca
pembayaran: Konsep, Metodologi dan penerapan (Vol. 4).
Pusat Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.
UU RI Nomor 44. (2009). Undang-Undang
Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. 12�42.
Yulia Ummul, Khair. (2016). Analisis
Efisiensi Pelayanan Rawat Inap Berdasarkan Grafik Barber Johnson Pada Kelas I,
II, dan III di RSUD dr. Rasidin Padang tahun 2013-2014. Universitas Andalas.
|
� 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |