1.      �TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS PADA PROSES PENYEBUHAN PASIEN DI RSAU DR M. SALAMUN BANDUNG

�����������������������������������������������������

 

Bela Saptarani1, Putri Aprilia2, Rida Emelia3

Politektik Piksi Ganesha Bandung, Indonesia1, 2

[email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

 

 

Abstrak

Received:

Revised� :

Accepted:

30-08-2021

08-02-2022

10-02-2022

Latar Belakang: Di era saat ini kesehatan merupakan hal yang paling penting dan tidak ternilai bagi setiap individu. Semua orang memiliki keinginan untuk mendapatkan keidupan yang sehat. Namun, terkadang banyak rintangan yang dapat mengganggu kesehatan, salah satu penyebab gangguan kesehatan yang sering terjadi pada organ paru-paru yaitu �tuberculosis. �tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Tujuan: Penelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan penggunaan obat anti �tuberculosis pada proses penyembuhan pasien �tuberculosis di Rumah Sakit Angkatan Udara Dr. Salamun Bandung.

Metode: Metode yang dilakukan penelitian obeservasional deskritif dengan desain rancangan cross sectional di Rumah Sakit Angkatan Udara DR M. Salamun Bandung.

Hasil: Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Angkatan Udara Dr M. Salamun Bandung dari 50 responden yang patuh sebanyak 32% memiliki sikap kepatuhan rendah dan 62% responden memiliki sikap ketidakpatuhan tinggi. �

Kesimpulan: Maka dapat disimpulkan bahwa pasien TB memiliki sikap ketidakpatuhan dalam memimum obat TB. Kata kunci: kepatuhan penggunaan obat; anti �tuberculosis;

�������������������� penyembuhan pasien �tuberculosis.

 

 

 

 

Abstract

 

Background: In the current era, health is the most important and invaluable thing for every individual. Everyone has the desire to have a healthy life. However, sometimes there are many obstacles that can interfere with health, one of the causes of health problems that often occur in the lungs is �tuberculosis. �tuberculosis is a contagious infectious disease that can attack various organs, especially the lungs.

Objective: The study was conducted to determine the level of adherence to the use of anti- tuberculosis drugs in the healing process of �tuberculosis patients at the Air Force Hospital Dr. Greetings Bandung.

Methods: The method used is descriptive observational research with a cross sectional design at the Air Force Hospital DR M. Salamun Bandung.

Results: Based on the results of research that has been conducted at the Air Force Hospital Dr. M. Salamun Bandung, of the 50 respondents who obeyed as much as 32% had low compliance attitudes and 62% of respondents had high non-compliance attitudes.

Conclusion: It can be concluded that TB patients have a non-adherent attitude in taking TB drugs.

Keywords: drug use compliance; anti- tuberculosis; cure

����������������� �tuberculosis patients.

*Correspondence Author: Bela Saptarani

Email: [email protected]

 

 

PENDAHULUAN

 

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium �tuberculosis, yang bersifat tahan asam dan paling sering menyerang paru-paru (O�Garra et al., 2013). Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui penularan melalui udara melalui saluran pernapasan (Andareto, 2015). Menurut (Organization, 2015), Indonesia memiliki jumlah penderita tuberkulosis tertinggi kedua di dunia, yaitu sebanyak 10% dari total jumlah kasus tuberkulosis di seluruh dunia.

Menurut data status kesehatan di Indonesia, tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis di Indonesia adalah 81,3%, yang belum mencapai target WHO sebesar 85% (Kemenkes, 2015). Potensi efek samping obat lebih sering disebabkan oleh pengobatan teratur, kombinasi atau beberapa obat, dan penggunaan obat dalam jangka panjang. Paru-paru merupakan organ pada sistem pernapasan pada dan berhubungan juga dengan system peredaran darah, fungsi utama dari paru-paru yaitu menukar oksigen dari udara dengan karbondioksida dari darah (Aji, 2016).

Pengobatan tuberkulosis (TB) dengan kombinasi dosis tetap bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis (OAT) pada pasien TB. Pengobatan tuberkulosis menggunakan kombinasi dosis tetap obat di mana setidaknya empat antibiotik diminum sekaligus (Afidayati, 2018). Timbulnya efek samping merupakan faktor utama dalam pengobatan tuberkulosis. Salah satu keberhasilan pengobatan tuberkulosis adalah tingkat kepatuhan pasien dalam menerima pengobatan (Seniantara et al., 2018). Salah satu penyebab ketidakpatuhan pasien TB untuk berobat adalah pengobatan jangka panjang, kemungkinan efek samping, dan kesadaran pasien yang rendah akan penyakitnya (Ratnasari, 2018). Untuk mendapatkan efek terapeutik yang baik, perlu dilakukan pemantauan efek samping obat (Syaripuddin et al., 2014).

Di era saat ini kesehatan merupakan hal yang paling penting dan tidak ternilai bagi setiap individu. Semua orang memiliki keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang sehat. Namun, terkadang banyak rintangan yang dapat mengganggu kesehatan, salah satu penyebab gangguan kesehatan yang sering terjadi pada organ paru-paru yaitu �tuberculosis. �tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Ernawati, 2017).

Berdasarkan laporan tahunan World Health Oraganization (WHO) disimpulkan bahwa ada 22 negara dengan kategori beban tinggi terhadap TB (high Burden of TBC number) (Organization, 2020). Sebanyak 8,9 juta penderita TB dengan proporsi 80% pada 22 negara berkembang dengan kematian 3 juta orang per tahun dan 1 orang dapat terinfeksi TB setiap detik. Indonesia sekarang berada pada peringkat kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia (Lubis & Panjaitan, 2020). Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru pertahun. Jumlah kematian akibat TB diperkiran 61.000 kematian pertahunnya menurut Strategi Nasional Pengendalian �tuberculosis paru (Organization, 2010).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang pengawasan, jenis obat, dosis obat, dan penyuluhan dari petugas kesehatan (Sari et al., 2016). Pengetahuan dan sikap menjadi faktor kepatuhan seseorang dalam meminum obat. Perilaku kesehatan tanggapan dan tindakan seseorang terhadap sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh kesehatannya.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan penggunaan obat anti �tuberculosis pada proses penyembuhan pasien �tuberculosis di Rumah Sakit Angkatan Udara Dr. Salamun Bandung.

 

 

METODE PENELITIAN

 

Metode yang dilakukan penelitian obeservasional deskritif dengan desain rancangan cross sectional di di RSAU Dr M. Salamun Bandung (Sugiyono, 2013). Metode cross sectional adalah metode yang dilakukan dengan sekali tatap muka atau pasien melakukan pengisian kuesioner (Notoatmodjo, 2012). Populasi dan sampel dalam penelitian ini sebanyak 50 responden.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan kuisioner tingkat kepatuhan penggunaan obat anti �tuberculosis pada proses penyembuhan pasien tuberculosis di Rumah Sakit TNI AU Dr M. Salamun Bandung.

Berdasarkan Jenis Kelamin

 

Tabel 1. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin

No.

Jenis Kelamin

Jumlah

Persentase

1

Laki-laki

27

54

2

Perempuan

23

46

Jumlah

50

100

 

Pada tabel 1 menunjukkan sebagian besar dari responden adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 27 pasien (54%) dan perempuan sebanyak 23 pasien (23%).

Berdasarkan Usia Responden

 

Tabel 2. Karakteristik berdasarkan usia

No

Rentang Usia

Jumlah

Persentase

1

1-10

5

10

2

11-20

7

14

3

21-30

7

14

4

31-40

11

22

5

41-50

5

10

6

51-60

11

22

7

61-70

4

8

 

50

100

 

Berdasarkan tabel 2 maka dapat dilihat bahwa distribusi usia pasien TB di RS TNI AU DR M. Salaman Bandung, terjadi pada pasien dengan rentan usia 1-10 tahun dan 41-50 tahun masing-masing sebanyak 5 pasien (10%), pasien dengan rentan usia 11-20 tahun dan 21-30 tahun masing-masing sebanyak 7 pasien (14%), pasien dengan rentan usia 31-40 tahun dan 51-60 tahun masing-masing sebanyak 11 pasien (22%), dan pasien dengan rentan usia 61-70 tahun sebanyak 4 pasien (8%).

Berdasarkan Jenis obat yang dikonsumsi pasien

 

Tabel 3. Karakteristik berdasarkan Jenis obat yang dikonsumsi pasien

No.

Jenis Obat

Jumlah

Persentase

 

1

2 FDC

18

36

 

2

2 FDC VitB6

1

2

 

3

2 FDC VitC

2

4

 

4

4 FDC

19

38

 

5

4 FDC R4

2

4

 

6

FDC RH

3

6

 

7

FDC RHz

4

8

 

 

50

100

���������������������������������������

Berdasarkan tabel 3 maka dapat dilihat bahwa jenis obat yang dikonsumsi oleh pasien TB di RSAU Salamun Bandung, jenis obat 2 FDC yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 18 pasien (36%), jenis obat 2 FDC VitB6 yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 1 pasien (2%), jenis obat 2 FDC VitC yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 2 pasien (4%), jenis obat 4 FDC yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 19 pasien (38%), jenis obat 4 FDC R4 yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 2 pasien (4%), jenis obat FDC RH yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 3 pasien (6%), dan jenis obat FDC RHz� yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 4 pasien (8%).

Berdasarkan Pendidikan Responden

 

Tabel 4. Karakteristik berdassarkan Pendidikan Responden

No.

Pendidikan

Jumlah

Persentase

 

1

Tidak Sekolah

4

8

 

2

SD

1

2

 

3

SMP

6

12

 

4

SMA

26

52

 

5

Kuliah

1

2

 

6

Sarjana

11

22

 

 

50

100

 

Hasil penelitian bias dilihat pada tabel 4 yang menunjukkan bahwa persebaran penderita TB paru sebagian besar adalah berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan persentase sebanyak 52%, tidak sekolah 8%, SMP 6%, Sarjana 22%, dan SD dan yang sedang berkuliah masing-masing sebanyak 2%.

Berdasarkan Pekerjaan

 

Tabel 5. Karakteristik berdasarkan Pekerjaan

No.

Pendidikan

Jumlah

Persentase

 

1

Belum Bekerja

14

28

 

2

Ibu Rumah Tangga

12

24

 

3

Karyawan Swasta

19

38

 

4

Petani

2

4

 

5

PNS

2

4

 

 

50

100

 

Pada tabel 5 diatas diketahui bahwa kelompok responden berdasarkan status pekerjaan berturut-turut dari yang paling banya sampai yang paling sedikit diantaranya pekerja Karyawan Swasta (38%), Belum Bekerja (14%), Ibu Rumah Tangga (24%), Petani dan PNS masing-masing (2%).

Tingkat Kepatuhan Minum obat anti �tuberculosis Paru

Berdasarkan hasil penelitian kepatuhan meminum obat anti tuberkulosis, menunjukkan bahwa skor penilaian kepatuhan minum obat pasien TB paru di RS TNI AU DR M. Salamun Bandung, disajikan pada tabel 6.

 

Tabel 6. karakteristik berdasarkan Tingkat Kepatuhan

Minum Obat Anti Tuberkulosis

No.

Nilai Kepatuhan

Jumlah

Persentase

 

1

Rendah (0-4)

3

6

 

2

Sedang (5-7)

31

62

 

3

Tinggi (8)

16

32

 

 

50

100

 

Berdasarkan tabel 6 di atas, hasil kepatuhan pasien TB paru terhadap pengobatan TB paru pada penelitian ini menunjukkan bahwa dari 50 responden, sebanyak 16 pasien (32%) kepatuhan meminum obat pada oasien TB paru yang menajalani pengobatan tergolong tinggi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari table 1 menunjukkan sebagian besar dari responden adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 27 pasien (54%) dan perempuan sebanyak 23 pasien (23%). Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2017 menyatakan menurut jenis kelamin, kasus TB pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis, prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain.

Hal ini terjadi mungkin karena laki-laki lebih banyak terpapar pada faktor risiko TBC misalnya merokok dan kurang patuh dalam minum obat. Kebiasaan merokok diketahui dapat mengganggu sistem imunitas saluran pernapasan sehingga menjadi lebih rentan untuk terinfeksi. Selain itu, hal ini bisa dijelaskan pula bahwa laki-laki mempunyai kesempatan untuk terpapar kuman TB paru dibanding dengan perempuan, laki-laki lebih banyak melakukan aktifitas di luar rumah sehingga kesempatan untuk tertular kuman TB dari penderita TB lainnya lebih terbuka dibandingkan dengan perempuan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari table 2 menunjukan penyakit TB paru merupakan penyakit kronis yang dapat menyerang semua lapisan usia, sebagian besar terjadi pada rentan usia 31-60 tahun karena jika dihubungkan dengan tingkat aktivitas, mobilitas serta pekerjaan sebagai tenaga kerja produktif sehingga memungkinkan untuk mudah tertular dengan bakteri TB paru setiap saat dari penderita.

Berdasarkan tabel 3 maka dapat dilihat bahwa jenis obat yang dikonsumsi oleh pasien TB di RS TNI AU DR M. Salamun Bandung, jenis obat 2 FDC yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 18 pasien (36%), jenis obat 2 FDC VitB6 yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 1 pasien (2%), jenis obat 2 FDC VitC yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 2 pasien (4%), jenis obat 4 FDC yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 19 pasien (38%), jenis obat 4 FDC R4 yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 2 pasien (4%), jenis obat FDC RH yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 3 pasien (6%), dan jenis obat FDC RHz� yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 4 pasien (8%). Jenis obat yang sedang banyak dikonsumsi adalah 4 FDC.

Berdasarkan data yang diperoleh dari table 4 peningkatan kepatuhan pada penyakit TB memiliki korelasi dengan tinggi rendahnya latar belakang pendidikan responden. Semakin tinggi pendidikan, maka akan semakin memiliki wawasan yang luas dan cara berpikir serta cara bertindak yang baik. Pendidikan yang rendah mempengaruhi tingkat pemahaman terhadap informasi yang sangat penting tentang perilaku kepatuhan dalam menjalani terapi pengobatan TB dan segala dampak negatif yang akan ditimbulkannya, karena pendidikan rendah berakibat sulit untuk menerima informasi baru serta mempunyai pola pikir yang sempit serta masih adanya beberapa pasien dengan latar pendidikan rendah yang memiliki perilaku tidak patuh dalam menjalani terapi pengobatan TB.

Berdasarkan data yang diperoleh dari table 5 maka hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti secara langsung, didapatkan bahwa responden yang berada di wilayah kerja RS TNI AU DR M Salamun Bandung yang menderita penyakit TB sebagian besar bekerja sebagai Karyawan Swasta (38%). Karyawan Swasta sendiri merupakan pekerjaan yang sehari-harinya berhubungan langsung dengan banyak orang dalam lingkungan tertutup memiliki resiko tertular lebih besar. Selain itu, lingkungan pekerjaan yang diperparah oleh sistem ventilasi yang kurang baik juga membuat profesi seperti kasir, customer service rentan menderita TB. Selain itu, beberapa pasien tidak patuh dalam menggunakan masker dan kurangnya wkatu itirahat serta pola gaya hidup yang tidak sehat sehingga akhirnya mengganggu kesehatannya serta mudah mengalami penyakit TB paru.

Berdasarkan table 6 menunjukan kepatuhan meminum obat pada pasien TB paru yang menjalani pengobatan tergolong tinggi. Pasien yang dikatakan patuh minum obat yaitu pasien yang menghabiskan obatnya sesuai dengan anjuran petugas kesehatan dan datang kembali ke RSAU untuk mengambil obat berikutnya sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh petugas kesehatan. Kepatuhan adalah suatu sikap yang merupakan respon yang hanya muncul apabila individu tersebut dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Jika individu tidak mematuhi apa yang telah menjadi keteapan dapat dikatakan tidak patuh.

Kepatuhan meminum obat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis kelamin, usia, pendidikan, dan pekerjaan (Safri et al., 2014). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Paru pada Fase Intensif di di RS TNI AU DR M. Salamun Bandung. Ketidakpatuhan pasien tuberkulosis paru untuk minum obat secara tidak tuntas disebabkan karena obat TB paru harus dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang sehingga akan memberikan tekanan psikologis bagi penderita karena harus menjalani pengobatan yang lama. Diketahui dari hasil kuesioner yang diisi oleh pasien, pasien dengan tingkat kepatuhan yang rendah umumnya dikarenakan setelah menjalani 1-2 bulan atau lebih, penderita akan merasakan sembuh karena berkurang atau hilangnya gejala penyakit maka penderita akan malas untuk meneruskan obat kembali.

Jika penderita tidak teratur minum obat TB atau memberhentikan pengobatan tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu maka bakteri TB tidak akan hilang sepenuhnya dari tubuh meskipun penderita merasa keluhannya sudah membaik. Jika hal tersebut terjadi maka infeksi TB akan semakin sulit diobati dan waktu yang dibutuhkan untuk pengobatan juga akan memakan waktu yang lebih lama 2-2,5 tahun.

Selanjutnya hal yang harus dilakukan pasien kembali mengunjungi dokter yang telah memberi pasien pengobatan atau dapat juga ke dokter lain untuk dapat dilihat apakah penyakit sudah membaik atau malah memburuk dan tidak menutup kemungkinan akan dilakukan tes resistensi obat untuk mengetahui apakah pasien resisten terhadap obat TB tetentu atau tidak, lalu pasien diberikan obat yang sesuai.

 

 

 

KESIMPULAN

 

Kesimpulan penelitian di atas adalah dari 50 responden yang patuh minum obat sebanyak 16 pasien (32%) kepatuhan meminum obat TB menjalani pengobatan tergolong tinggi. Dan 31 pasien (62%) kepatuhan meminum obat pada pasien TB paru yang menjalani pengobatan tergolong rendah. Tingkat kepatuhan pasien dalam meminum obat dapat diukur melalui tingkat pendidikannya, apabila tingkat pendidikannya rendah tingkat kepatuhannya pun rendah, sedangkan jika tingkat pendidikannya tinggi kemungkinan besar pasien lebih patuh dalam meminum obat. Pasien penderita Tuberkulosis paru yang terbanyak adalah berusia 31-60 tahun. Tetapi ada beberapa pasien balita yang terkena penyakit tuberkulosis hanya sekitar 10%. Jenis obat yang sedang banyak dikonsumsi adalah obat 4 FDC yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 19 pasien (38%), dan jenis obat yang sedikit dikonsumsi 2 FDC Vit B6 sebanyak 1 pasien (2%). Pemberian obat isoniazid biasanya disertai oleh pemberian vitamin B6 untuk mencegah terjadinya efek samping tertentu seperti masalah saraf. Pasalnya, obat ini memang diketahui sering menimbulkan efek samping berupa kerusakan saraf perifer atau neuropati perifer. Pendidikan penderita TB sebagian besar adalah berpendidikan Sekolah Menengah Atas sebanyak� 26 pasien (52%). Dan pendidikan yang paling sedikit pendidikan Sekolah Dasar sebanyak 1 pasien (2%) dan sedang Kuliah 1 pasien (2%). Status pekerjaan penderita TB yang paling banyak adalah pekerja Karyawan Swasta sebanyak 19 pasien (38%) dan paling sedikit pekerja Petani dan PNS masing-masing sebanyak 1 pasien (2%).

 

 

BIBLIOGRAFI

Afidayati, E. (2018). Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis pada Pasien Tuberkulosis Paru Periode Tahun 2016-2017: Studi dilakukan di Puskesmas Pamotan Kecamatan Dampit Kabupaten Malang. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Aji, P. B. (2016). Sistem Diagnosa Dini Penyakit Paru Dengan Metode Na�ve Bayes. STMIK Sinar Nusantara Surakarta.

Andareto, O. (2015). Apotik Herbal di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta.

Ernawati, K. (2017). Hubungan merokok dengan kejadian tuberkulosis paru di Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan data Riskesdas tahun 2010. YARSI Medical Journal, 25(1), 33�40. https://dx.doi.org/10.33476/jky.v25i1.277

Kemenkes, R. I. (2015). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Lubis, M., & Panjaitan, M. (2020). Hubungan Kepatuhan Pasien TB-Paru untuk Minum Obat Dengan Kesembuhan Pasien TB-Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Kanopan Kabupaten Labuhanbatu Utara. Jurnal Ilmiah Binalita Sudama Medan, 5(1), 9�15.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan.

O�Garra, A., Redford, P. S., McNab, F. W., Bloom, C. I., Wilkinson, R. J., & Berry, M. P. R. (2013). The Immune Response in �tuberculosis. Annual Review of Immunology, 31, 475�527.

Organization, W. H. (2010). World health statistics 2010. World Health Organization.

Organization, W. H. (2015). Report of the 6th meeting of the WHO advisory group on integrated surveillance of antimicrobial resistance with AGISAR 5-year strategic framework to support implementation of the global action plan on antimicrobial resistance (2015-2019), 10-12 June 2015,.

Organization, W. H. (2020). WHO consolidated guidelines on� tuberculosis. Module 4: treatment-drug-resistant� tuberculosis treatment. World Health Organization.

Ratnasari, N. Y. (2018). Evaluasi Perilaku Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Ditinjau dari Faktor Predisposisi Kejadian Tuberkulosis di Puskesmas Selogiri, Wonogiri. Proceeding of The URECOL, 163�171.

Safri, F. M., Sukartini, T., & Ulfiana, E. (2014). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Paru Berdasarkan Health Belief Model di Wilayah Kerja Puskesmas Umbulsari, Kabupaten Jember. Indonesian Journal of Community Health Nursing, 2(2). http://dx.doi.org/10.20473/ijchn.v2i2.11904

Sari, I. D., Mubasyiroh, R., & Supardi, S. (2016). Hubungan pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan berobat pada pasien TB paru yang rawat jalan di Jakarta tahun 2014. Media Litbangkes, 26(4), 243�248.

Seniantara, I. K., Ivana, T., & Adang, Y. G. (2018). Pengaruh Efek Samping OAT (Obat Anti �tuberculosis) Terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Pasien TBC di Puskesmas. Jurnal Keperawatan Suaka Insan (JKSI), 3(2), 1�12. https://doi.org/10.51143/jksi.v3i2.98

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. In Bandung: Alfabeta.

Syaripuddin, M., Yuniar, Y., & Sari, I. D. (2014). Studi Monitoring Efek Samping Obat Antituberkulosis Fdc Kategori 1 di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 24(1), 20692.

 

� 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).