1.
�����������������������������������������������������
Bela Saptarani1, Putri Aprilia2,
Rida Emelia3
Politektik Piksi Ganesha Bandung, Indonesia1,
2
[email protected]1,
[email protected]2, [email protected]3
|
Abstrak |
|
Received: Revised� : Accepted: |
30-08-2021 08-02-2022 10-02-2022 |
Latar
Belakang: Di era saat ini kesehatan merupakan hal yang paling
penting dan tidak ternilai bagi setiap individu. Semua orang memiliki
keinginan untuk mendapatkan keidupan yang sehat. Namun, terkadang banyak
rintangan yang dapat mengganggu kesehatan, salah satu penyebab gangguan
kesehatan yang sering terjadi pada organ paru-paru yaitu �tuberculosis. �tuberculosis adalah suatu penyakit
infeksi menular yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Tujuan:
Penelitian dilakukan untuk
mengetahui tingkat kepatuhan penggunaan obat anti �tuberculosis pada proses
penyembuhan pasien �tuberculosis di Rumah Sakit Angkatan
Udara Dr. Salamun Bandung. Metode: Metode yang dilakukan penelitian
obeservasional deskritif dengan desain rancangan cross sectional di
Rumah Sakit Angkatan Udara DR M. Salamun Bandung. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
di Rumah Sakit Angkatan Udara Dr M. Salamun Bandung dari 50 responden yang
patuh sebanyak 32% memiliki sikap kepatuhan rendah dan 62% responden memiliki
sikap ketidakpatuhan tinggi. � Kesimpulan: Maka dapat disimpulkan bahwa pasien TB memiliki
sikap ketidakpatuhan dalam memimum obat TB. Kata kunci: kepatuhan penggunaan obat;
anti �tuberculosis; �������������������� penyembuhan pasien
�tuberculosis. |
|
|
|
|
Abstract |
|
|
Background: In the current era, health is the most
important and invaluable thing for every individual. Everyone has the desire
to have a healthy life. However, sometimes there are many obstacles that can
interfere with health, one of the causes of health problems that often occur
in the lungs is �tuberculosis. �tuberculosis is a contagious infectious
disease that can attack various organs, especially the lungs. Objective: The study was conducted to determine the
level of adherence to the use of anti- tuberculosis drugs in the healing
process of �tuberculosis patients at
the Air Force Hospital Dr. Greetings Bandung. Methods: The method used is descriptive observational
research with a cross sectional design at the Air Force Hospital DR M.
Salamun Bandung. Results: Based on the results of research that has
been conducted at the Air Force Hospital Dr. M. Salamun Bandung, of the 50
respondents who obeyed as much as 32% had low compliance attitudes and 62% of
respondents had high non-compliance attitudes. Conclusion: It can be concluded that TB patients have a
non-adherent attitude in taking TB drugs. Keywords: drug use
compliance; anti- tuberculosis; cure ����������������� �tuberculosis patients. |
*Correspondence Author: Bela Saptarani
Email: [email protected]
PENDAHULUAN
Tuberkulosis
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium �tuberculosis, yang bersifat tahan asam dan
paling sering menyerang paru-paru (O�Garra et al., 2013).
Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui penularan melalui udara melalui
saluran pernapasan (Andareto,
2015).
Menurut (Organization, 2015),
Indonesia memiliki jumlah penderita tuberkulosis tertinggi kedua di dunia,
yaitu sebanyak 10% dari total jumlah kasus tuberkulosis di seluruh dunia.
Menurut
data status kesehatan di Indonesia, tingkat keberhasilan pengobatan
tuberkulosis di Indonesia adalah 81,3%, yang belum mencapai target WHO sebesar
85% (Kemenkes,
2015).
Potensi efek samping obat lebih sering disebabkan oleh pengobatan teratur,
kombinasi atau beberapa obat, dan penggunaan obat dalam jangka panjang. Paru-paru merupakan organ pada sistem pernapasan pada dan berhubungan juga
dengan system peredaran darah, fungsi utama dari paru-paru yaitu menukar
oksigen dari udara dengan karbondioksida dari darah (Aji, 2016).
Pengobatan
tuberkulosis (TB) dengan kombinasi dosis tetap bertujuan untuk meningkatkan
kepatuhan minum obat anti tuberkulosis (OAT) pada pasien TB. Pengobatan tuberkulosis
menggunakan kombinasi dosis tetap obat di mana setidaknya empat antibiotik
diminum sekaligus (Afidayati, 2018).
Timbulnya efek samping merupakan faktor utama dalam pengobatan tuberkulosis.
Salah satu keberhasilan pengobatan tuberkulosis adalah tingkat kepatuhan pasien
dalam menerima pengobatan (Seniantara
et al., 2018). Salah
satu penyebab ketidakpatuhan pasien TB untuk berobat adalah pengobatan jangka
panjang, kemungkinan efek samping, dan kesadaran pasien yang rendah akan
penyakitnya (Ratnasari, 2018). Untuk
mendapatkan efek terapeutik yang baik, perlu dilakukan pemantauan efek samping
obat (Syaripuddin
et al., 2014).
Di era
saat ini kesehatan merupakan hal yang paling penting dan tidak ternilai bagi
setiap individu. Semua orang memiliki keinginan untuk mendapatkan kehidupan
yang sehat. Namun, terkadang banyak rintangan yang dapat mengganggu kesehatan,
salah satu penyebab gangguan kesehatan yang sering terjadi pada organ paru-paru
yaitu �tuberculosis. �tuberculosis adalah suatu
penyakit infeksi menular yang dapat menyerang berbagai organ, terutama
paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas
dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Ernawati, 2017).
Berdasarkan
laporan tahunan World Health Oraganization (WHO) disimpulkan bahwa ada 22
negara dengan kategori beban tinggi terhadap TB (high Burden of TBC number) (Organization,
2020). Sebanyak 8,9 juta penderita TB dengan
proporsi 80% pada 22 negara berkembang dengan kematian 3 juta orang per tahun
dan 1 orang dapat terinfeksi TB setiap detik. Indonesia sekarang berada pada
peringkat kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia (Lubis & Panjaitan, 2020).
Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660.000 dan estimasi
insidensi berjumlah 430.000 kasus baru pertahun. Jumlah kematian akibat TB
diperkiran 61.000 kematian pertahunnya menurut Strategi Nasional Pengendalian �tuberculosis paru (Organization,
2010).
Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang pengawasan,
jenis obat, dosis obat, dan penyuluhan dari petugas kesehatan (Sari et al., 2016).
Pengetahuan dan sikap menjadi faktor kepatuhan seseorang dalam meminum obat.
Perilaku kesehatan tanggapan dan tindakan seseorang terhadap sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Kualitas hidup
seseorang dapat dipengaruhi oleh kesehatannya.
Penelitian
dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan penggunaan obat anti �tuberculosis pada proses penyembuhan
pasien �tuberculosis di Rumah Sakit Angkatan Udara
Dr. Salamun Bandung.
METODE
PENELITIAN
Metode yang dilakukan penelitian
obeservasional deskritif dengan desain rancangan cross sectional di di RSAU Dr M. Salamun Bandung (Sugiyono, 2013). Metode cross sectional adalah metode yang dilakukan dengan sekali
tatap muka atau pasien melakukan pengisian kuesioner (Notoatmodjo, 2012). Populasi dan sampel dalam penelitian ini
sebanyak 50 responden.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan
kuisioner tingkat kepatuhan penggunaan obat anti �tuberculosis pada proses
penyembuhan pasien tuberculosis di
Rumah Sakit TNI AU Dr M. Salamun Bandung.
Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 1.
Karakteristik berdasarkan jenis kelamin
No. |
Jenis Kelamin |
Jumlah |
Persentase |
1 |
Laki-laki |
27 |
54 |
2 |
Perempuan |
23 |
46 |
Jumlah |
50 |
100 |
Pada tabel 1 menunjukkan sebagian besar
dari responden adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 27 pasien (54%) dan
perempuan sebanyak 23 pasien (23%).
Berdasarkan
Usia Responden
Tabel 2. Karakteristik berdasarkan usia
No |
Rentang Usia |
Jumlah |
Persentase |
1 |
1-10 |
5 |
10 |
2 |
11-20 |
7 |
14 |
3 |
21-30 |
7 |
14 |
4 |
31-40 |
11 |
22 |
5 |
41-50 |
5 |
10 |
6 |
51-60 |
11 |
22 |
7 |
61-70 |
4 |
8 |
|
50 |
100 |
Berdasarkan tabel 2 maka dapat dilihat
bahwa distribusi usia pasien TB di RS TNI AU DR M. Salaman Bandung, terjadi
pada pasien dengan rentan usia 1-10 tahun dan 41-50 tahun masing-masing
sebanyak 5 pasien (10%), pasien dengan rentan usia 11-20 tahun dan 21-30 tahun
masing-masing sebanyak 7 pasien (14%), pasien dengan rentan usia 31-40 tahun
dan 51-60 tahun masing-masing sebanyak 11 pasien (22%), dan pasien dengan
rentan usia 61-70 tahun sebanyak 4 pasien (8%).
Berdasarkan
Jenis obat yang dikonsumsi pasien
Tabel 3. Karakteristik berdasarkan
Jenis obat yang dikonsumsi pasien
No. |
Jenis Obat |
Jumlah |
Persentase |
|
||
1 |
2
FDC |
18 |
36 |
|
||
2 |
2
FDC VitB6 |
1 |
2 |
|
||
3 |
2
FDC VitC |
2 |
4 |
|
||
4 |
4
FDC |
19 |
38 |
|
||
5 |
4
FDC R4 |
2 |
4 |
|
||
6 |
FDC
RH |
3 |
6 |
|
||
7 |
FDC
RHz |
4 |
8 |
|
||
|
50 |
100 |
||||
���������������������������������������
Berdasarkan tabel 3 maka dapat dilihat
bahwa jenis obat yang dikonsumsi oleh pasien TB di RSAU Salamun Bandung, jenis
obat 2 FDC yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 18 pasien (36%), jenis obat 2
FDC VitB6 yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 1 pasien (2%), jenis obat 2 FDC
VitC yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 2 pasien (4%), jenis obat 4 FDC yang
dikonsumsi oleh pasien sebanyak 19 pasien (38%), jenis obat 4 FDC R4 yang dikonsumsi
oleh pasien sebanyak 2 pasien (4%), jenis obat FDC RH yang dikonsumsi oleh
pasien sebanyak 3 pasien (6%), dan jenis obat FDC RHz� yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 4 pasien
(8%).
Berdasarkan
Pendidikan Responden
Tabel 4. Karakteristik berdassarkan
Pendidikan Responden
No. |
Pendidikan |
Jumlah |
Persentase |
|
||
1 |
Tidak Sekolah |
4 |
8 |
|
||
2 |
SD |
1 |
2 |
|
||
3 |
SMP |
6 |
12 |
|
||
4 |
SMA |
26 |
52 |
|
||
5 |
Kuliah |
1 |
2 |
|
||
6 |
Sarjana |
11 |
22 |
|
||
|
50 |
100 |
||||
Hasil penelitian bias dilihat pada tabel 4
yang menunjukkan bahwa persebaran penderita TB paru sebagian besar adalah
berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan persentase sebanyak 52%, tidak
sekolah 8%, SMP 6%, Sarjana 22%, dan SD dan yang sedang berkuliah masing-masing
sebanyak 2%.
Berdasarkan
Pekerjaan
Tabel 5. Karakteristik berdasarkan
Pekerjaan
No. |
Pendidikan |
Jumlah |
Persentase |
|
||
1 |
Belum Bekerja |
14 |
28 |
|
||
2 |
Ibu Rumah Tangga |
12 |
24 |
|
||
3 |
Karyawan Swasta |
19 |
38 |
|
||
4 |
Petani |
2 |
4 |
|
||
5 |
PNS |
2 |
4 |
|
||
|
50 |
100 |
||||
Pada tabel 5 diatas diketahui bahwa
kelompok responden berdasarkan status pekerjaan berturut-turut dari yang paling
banya sampai yang paling sedikit diantaranya pekerja Karyawan Swasta (38%),
Belum Bekerja (14%), Ibu Rumah Tangga (24%), Petani dan PNS masing-masing (2%).
Tingkat
Kepatuhan Minum obat anti �tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil penelitian kepatuhan
meminum obat anti tuberkulosis, menunjukkan bahwa skor penilaian kepatuhan
minum obat pasien TB paru di RS TNI AU DR M. Salamun Bandung, disajikan pada
tabel 6.
Tabel 6. karakteristik berdasarkan Tingkat
Kepatuhan
Minum Obat Anti Tuberkulosis
No. |
Nilai Kepatuhan |
Jumlah |
Persentase |
|
||
1 |
Rendah
(0-4) |
3 |
6 |
|
||
2 |
Sedang
(5-7) |
31 |
62 |
|
||
3 |
Tinggi
(8) |
16 |
32 |
|
||
|
50 |
100 |
||||
Berdasarkan tabel 6 di atas, hasil
kepatuhan pasien TB paru terhadap pengobatan TB paru pada penelitian ini
menunjukkan bahwa dari 50 responden, sebanyak 16 pasien (32%) kepatuhan meminum
obat pada oasien TB paru yang menajalani pengobatan tergolong tinggi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari table
1 menunjukkan sebagian besar dari responden adalah berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 27 pasien (54%) dan perempuan sebanyak 23 pasien (23%). Berdasarkan
laporan WHO pada tahun 2017 menyatakan menurut jenis kelamin, kasus TB pada
laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan
Survei Prevalensi Tuberkulosis, prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi
dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain.
Hal ini terjadi mungkin karena laki-laki
lebih banyak terpapar pada faktor risiko TBC misalnya merokok dan kurang patuh
dalam minum obat. Kebiasaan merokok diketahui dapat mengganggu sistem imunitas
saluran pernapasan sehingga menjadi lebih rentan untuk terinfeksi. Selain itu,
hal ini bisa dijelaskan pula bahwa laki-laki mempunyai kesempatan untuk
terpapar kuman TB paru dibanding dengan perempuan, laki-laki lebih banyak
melakukan aktifitas di luar rumah sehingga kesempatan untuk tertular kuman TB
dari penderita TB lainnya lebih terbuka dibandingkan dengan perempuan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari table
2 menunjukan penyakit TB paru merupakan penyakit kronis yang dapat menyerang
semua lapisan usia, sebagian besar terjadi pada rentan usia 31-60 tahun karena
jika dihubungkan dengan tingkat aktivitas, mobilitas serta pekerjaan sebagai
tenaga kerja produktif sehingga memungkinkan untuk mudah tertular dengan
bakteri TB paru setiap saat dari penderita.
Berdasarkan tabel 3 maka dapat dilihat
bahwa jenis obat yang dikonsumsi oleh pasien TB di RS TNI AU DR M. Salamun
Bandung, jenis obat 2 FDC yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 18 pasien (36%),
jenis obat 2 FDC VitB6 yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 1 pasien (2%),
jenis obat 2 FDC VitC yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 2 pasien (4%), jenis
obat 4 FDC yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 19 pasien (38%), jenis obat 4
FDC R4 yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 2 pasien (4%), jenis obat FDC RH
yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 3 pasien (6%), dan jenis obat FDC RHz� yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 4 pasien
(8%). Jenis obat yang sedang banyak dikonsumsi adalah 4 FDC.
Berdasarkan data yang diperoleh dari table
4 peningkatan kepatuhan pada penyakit TB memiliki korelasi dengan tinggi
rendahnya latar belakang pendidikan responden. Semakin tinggi pendidikan, maka
akan semakin memiliki wawasan yang luas dan cara berpikir serta cara bertindak
yang baik. Pendidikan yang rendah mempengaruhi tingkat pemahaman terhadap
informasi yang sangat penting tentang perilaku kepatuhan dalam menjalani terapi
pengobatan TB dan segala dampak negatif yang akan ditimbulkannya, karena
pendidikan rendah berakibat sulit untuk menerima informasi baru serta mempunyai
pola pikir yang sempit serta masih adanya beberapa pasien dengan latar
pendidikan rendah yang memiliki perilaku tidak patuh dalam menjalani terapi
pengobatan TB.
Berdasarkan data yang diperoleh dari table
5 maka hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti secara langsung,
didapatkan bahwa responden yang berada di wilayah kerja RS TNI AU DR M Salamun
Bandung yang menderita penyakit TB sebagian besar bekerja sebagai Karyawan
Swasta (38%). Karyawan Swasta sendiri merupakan pekerjaan yang sehari-harinya
berhubungan langsung dengan banyak orang dalam lingkungan tertutup memiliki
resiko tertular lebih besar. Selain itu, lingkungan pekerjaan yang diperparah
oleh sistem ventilasi yang kurang baik juga membuat profesi seperti kasir,
customer service rentan menderita TB. Selain itu, beberapa pasien tidak patuh
dalam menggunakan masker dan kurangnya wkatu itirahat serta pola gaya hidup
yang tidak sehat sehingga akhirnya mengganggu kesehatannya serta mudah
mengalami penyakit TB paru.
Berdasarkan table 6 menunjukan kepatuhan meminum obat
pada pasien TB paru yang menjalani pengobatan tergolong tinggi. Pasien yang
dikatakan patuh minum obat yaitu pasien yang menghabiskan obatnya sesuai dengan
anjuran petugas kesehatan dan datang kembali ke RSAU untuk mengambil obat
berikutnya sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh petugas kesehatan. Kepatuhan
adalah suatu sikap yang merupakan respon yang hanya muncul apabila individu
tersebut dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi
individual. Jika individu tidak mematuhi apa yang telah menjadi keteapan dapat
dikatakan tidak patuh.
Kepatuhan meminum obat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain jenis kelamin, usia, pendidikan, dan pekerjaan (Safri et
al., 2014). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Minum Obat Pasien TB Paru pada Fase Intensif di di RS
TNI AU DR M. Salamun Bandung. Ketidakpatuhan pasien tuberkulosis paru
untuk minum obat secara tidak tuntas disebabkan karena obat TB paru harus
dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang sehingga akan memberikan tekanan
psikologis bagi penderita karena harus menjalani pengobatan yang lama.
Diketahui dari hasil kuesioner yang diisi oleh pasien, pasien dengan tingkat
kepatuhan yang rendah umumnya dikarenakan setelah menjalani 1-2 bulan atau
lebih, penderita akan merasakan sembuh karena berkurang atau hilangnya gejala
penyakit maka penderita akan malas untuk meneruskan obat kembali.
Jika penderita tidak teratur minum obat TB atau
memberhentikan pengobatan tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu
maka bakteri TB tidak akan hilang sepenuhnya dari tubuh meskipun penderita
merasa keluhannya sudah membaik. Jika hal tersebut terjadi maka infeksi TB akan
semakin sulit diobati dan waktu yang dibutuhkan untuk pengobatan juga akan
memakan waktu yang lebih lama 2-2,5 tahun.
Selanjutnya hal yang harus dilakukan pasien kembali
mengunjungi dokter yang telah memberi pasien pengobatan atau dapat juga ke
dokter lain untuk dapat dilihat apakah penyakit sudah membaik atau malah
memburuk dan tidak menutup kemungkinan akan dilakukan tes resistensi obat untuk
mengetahui apakah pasien resisten terhadap obat TB tetentu atau tidak, lalu
pasien diberikan obat yang sesuai.
Kesimpulan penelitian di atas
adalah dari 50 responden yang patuh minum obat sebanyak 16 pasien (32%)
kepatuhan meminum obat TB menjalani pengobatan tergolong tinggi. Dan 31 pasien
(62%) kepatuhan meminum obat pada pasien TB paru yang menjalani pengobatan
tergolong rendah. Tingkat kepatuhan pasien dalam meminum obat dapat diukur
melalui tingkat pendidikannya, apabila tingkat pendidikannya rendah tingkat
kepatuhannya pun rendah, sedangkan jika tingkat pendidikannya tinggi
kemungkinan besar pasien lebih patuh dalam meminum obat. Pasien penderita Tuberkulosis paru yang
terbanyak adalah berusia 31-60 tahun. Tetapi ada beberapa pasien balita yang
terkena penyakit tuberkulosis hanya sekitar 10%. Jenis obat yang sedang banyak
dikonsumsi adalah obat 4 FDC yang dikonsumsi oleh pasien sebanyak 19 pasien
(38%), dan jenis obat yang sedikit dikonsumsi 2 FDC Vit B6 sebanyak 1 pasien
(2%). Pemberian obat isoniazid biasanya disertai oleh pemberian vitamin B6
untuk mencegah terjadinya efek samping tertentu seperti masalah saraf.
Pasalnya, obat ini memang diketahui sering menimbulkan efek samping berupa
kerusakan saraf perifer atau neuropati perifer. Pendidikan penderita TB
sebagian besar adalah berpendidikan Sekolah Menengah Atas sebanyak� 26 pasien (52%). Dan pendidikan yang paling
sedikit pendidikan Sekolah Dasar sebanyak 1 pasien (2%) dan sedang Kuliah 1
pasien (2%). Status pekerjaan penderita TB yang paling banyak adalah pekerja
Karyawan Swasta sebanyak 19 pasien (38%) dan paling sedikit pekerja Petani dan
PNS masing-masing sebanyak 1 pasien (2%).
Afidayati, E. (2018). Evaluasi
Penggunaan Obat Antituberkulosis pada Pasien Tuberkulosis Paru Periode Tahun
2016-2017: Studi dilakukan di Puskesmas Pamotan Kecamatan Dampit Kabupaten
Malang. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.
Aji, P. B. (2016). Sistem
Diagnosa Dini Penyakit Paru Dengan Metode Na�ve Bayes. STMIK Sinar Nusantara Surakarta.
Andareto, O. (2015). Apotik
Herbal di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu
Semesta.
Ernawati, K. (2017). Hubungan
merokok dengan kejadian tuberkulosis paru di Provinsi Sulawesi Utara
berdasarkan data Riskesdas tahun 2010. YARSI
Medical Journal, 25(1), 33�40. https://dx.doi.org/10.33476/jky.v25i1.277
Kemenkes, R. I. (2015). Profil
Kesehatan Indonesia.
Jakarta.
Lubis, M., & Panjaitan, M. (2020). Hubungan
Kepatuhan Pasien TB-Paru untuk Minum Obat Dengan Kesembuhan Pasien TB-Paru Di
Wilayah Kerja Puskesmas Aek Kanopan Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Jurnal Ilmiah Binalita Sudama Medan, 5(1), 9�15.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi
penelitian kesehatan.
O�Garra, A., Redford, P. S., McNab, F. W., Bloom, C. I.,
Wilkinson, R. J., & Berry, M. P. R. (2013). The Immune
Response in �tuberculosis. Annual
Review of Immunology, 31, 475�527.
Organization, W. H. (2010). World health
statistics 2010. World
Health Organization.
Organization, W. H. (2020). WHO
consolidated guidelines on� tuberculosis.
Module 4: treatment-drug-resistant�
tuberculosis treatment. World Health
Organization.
Ratnasari, N. Y. (2018). Evaluasi
Perilaku Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Ditinjau dari Faktor
Predisposisi Kejadian Tuberkulosis di Puskesmas Selogiri, Wonogiri.
Proceeding of The URECOL, 163�171.
Safri, F. M., Sukartini, T., & Ulfiana, E. (2014). Analisis
Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Paru Berdasarkan
Health Belief Model di Wilayah Kerja Puskesmas Umbulsari, Kabupaten Jember.
Indonesian Journal of Community Health Nursing, 2(2). http://dx.doi.org/10.20473/ijchn.v2i2.11904
Sari, I. D., Mubasyiroh, R., & Supardi, S. (2016). Hubungan
pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan berobat pada pasien TB paru yang rawat
jalan di Jakarta tahun 2014. Media Litbangkes, 26(4),
243�248.
Seniantara, I. K., Ivana, T., & Adang, Y. G. (2018). Pengaruh Efek Samping OAT (Obat Anti �tuberculosis) Terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Pasien TBC di Puskesmas. Jurnal Keperawatan Suaka Insan (JKSI), 3(2), 1�12. https://doi.org/10.51143/jksi.v3i2.98
Sugiyono. (2013). Metode
Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
In Bandung: Alfabeta.
Syaripuddin, M., Yuniar, Y., & Sari, I. D. (2014). Studi
Monitoring Efek Samping Obat Antituberkulosis Fdc Kategori 1 di Provinsi Banten
dan Provinsi Jawa Barat. Media Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan, 24(1), 20692.
|
� 2021 by the authors. Submitted for
possible open access publication under the terms and conditions of the
Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |