Evaluasi Perencanaan dan Pengadaan Kebutuhan Obat Terhadap Ketersediaan Obat di Apotek Cicaheum Farma

 

 

Anti Khaerunnisa1*, Moh. Rizky Adriansyah2

Politeknik Piksi Ganesha Bandung, Indonesia1, 2

[email protected]1, [email protected]2

 

�����������������������������������������������������������������������������������������������

 

Abstrak

Received:

Revised:

Published:

27-09-2021

08-02-2022

25-03-2022

Kekosongan persediaan obat pada setiap unit kesehatan merupakan suatu komponen masalah yang kompleks. Oleh karena itu diperlukan manajemen pengelolaan obat yang efektif dan efisien. Salah satu proses pengelolaan obat yang efektif yaitu dengan menjamin ketersediaan obat baik dalam hal jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat menghindari adanya kekurangan dan kelebihan obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi proses perencanaan dan pengadaan obat di Apotek Cicaheum Farma. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan checklist terhadap pihak Apotek Cicaheum Farma. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa proses perencanaan dan pengadaan di Apotek Cicaheum Farma belum berjalan dengan baik dikarenakan proses pengadaan yang selama ini berjalan hanya berdasarkan dari perkiraan daya jual sehingga menyebabkan terjadinya kekosongan persediaan obat. Kesimpulan dari wawancara dengan pihak pemilik dan karyawan serta hasil checklist untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan persediaan obat di Apotek Cicaheum �Farma bahwa pemilik akan merubah sistem proses perencanaan dan pengadaan obat agar lebih baik kedepannya.�

 

Kata kunci: evaluasi; perencanaan; pengadaan.

 

 

 

 

Abstract

 

The vacancy of drug supply in each health unit is a component of a complex problem. Therefore, an effective and efficient drug management is needed. One of the effective drug management processes is to ensure the availability of drugs, both in terms of the right types and quantities according to needs, so as to avoid drug shortages and excesses. This study aims to evaluate the process of planning and procurement of drugs at the CicaheumFarma Pharmacy. The research method used is descriptive qualitative research method with data collection techniques through interviews and checklists to the CicaheumFarma Pharmacy. Based on the research, it shows that the planning and procurement process at the CicaheumFarma Pharmacy has not gone well because the procurement process that has been running so far is only based on estimates of selling power, causing a shortage of drug supplies. The conclusion from interviews with the owner and employees as well as the results of the checklist to anticipate the occurrence of vacancies in drug supplies at the CicaheumFarma Pharmacy that the owner will change the planning and procurement process system for drugs to be better in the future.

 

Keywords: evaluation; planning; procurement.

*Correspondence Author: Anti Khaerunnisa

Email: [email protected]

 

 

PENDAHULUAN

 

Obat merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan oleh masyarakat bahkan bisa dikatakan sebagai kebutuhan primer sehari-hari. Apalagi saat ini masih terjadinya penyebaran virus corona (COVID-19) diseluruh dunia� yang mengakibatkan banyak yang meninggal dunia (Amiruddin et al., 2019). Sesuaipersoalantersebut ketersediaan kebutuhan obat mutlak harus dapat dipenuhi oleh produsen obat yang saat ini menjamur pesat di Indonesia. Adapun yang menjadi jembatan penghubung penyaluran obat dari produsen kepada masyarakat adalah apotek (Suriangka, 2017).

Salah satu program utama Puskesmas adalah program terapeutik. Program pengobatan di Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan dasar terapeutik. Masyarakat juga cenderung hanya menggunakan pelayanan Puskesmas untuk pelayanan pengobatan (Muninjaya, 2004). �Obat merupakan bagian penting dari semua pelayanan kesehatan. Obat-obatan digunakan di sebagian besar pekerjaan perawatan kesehatan, dan biaya penggunaannya merupakan bagian yang cukup besar dari semua biaya kesehatan. Intervensi farmakologi juga merupakan intervensi yang paling banyak digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan kesehatan (Prov, 2006). Ketersediaan obat di pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, pengelolaan obat yang baik diperlukan untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat yang efisien, efektif, dan wajar (Djuliani, 2006). Proses pengelolaan obat terdiri dari beberapa tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap pengadaan, tahap distribusi dan tahap penggunaan. Karena untuk membatasi pertanyaan penelitian dan tahapan yang dianggap berdampak besar terhadap ketersediaan obat di pelayanan kesehatan adalah tahapan perencanaan dan pengadaan obat, maka fokus penelitian ini lebih pada masalah perencanaan dan pengadaan. Tahapan obat (Quick et al., 1997).

Apotek adalah salah satu pelayanan kesehatan tempat dilakukannya praktek dibidang kefarmasian oleh Apoteker. Apoteker yaitu sarjana farmasi yang sudah lulus sebagai Apoteker serta sudah mengucap sumpah jabatan Apoteker (Komalasari, 2020). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (KemenKes, 2016).

Berbagai upaya diperlukan komprehensif, komprehensif, terus mencapai tujuan. Puskesmas adalah kepala pekerjaan kesehatan pada tingkat pertama (pelayanan kesehatan dasar), yaitu pekerjaan kesehatan masyarakat dan pekerjaan kebersihan pribadi, mengutamakan pekerjaan promosi dan pencegahan tanpa mengorbankan pekerjaan. Menyembuhkan dan memulihkan kesehatan (Safriantini et al., 2011).

alat, obat-obatan, bahan habis pakai dan Fasilitas sanitasi lainnya di Puskesmas, menjadi Salah satu faktor yang menentukan kepatuhan Sarana dan prasarana yang memadai. Ada dalam hal ini, semua sumber daya yang tersedia akan paling baik digunakan untuk dukungan pelayanan dan rencana kerja Puskesmas. Melewati oleh karena itu, perlu adanya kegiatan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai struktur dan kontinuitas. Manajemen Obat dan Perbekalan Kesehatan Bahan habis pakai adalah aktivitas Pelayanan medis, termasuk perencanaan membutuhkan, meminta, menerima, menyimpan, pemantauan dan evaluasi (Rosmania & Supriyanto, 2015).

Pengendalian Perencanaan dan Pengadaan obat ang baik memiliki peran yang sangat penting karena untuk menentukan stok obat yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat yang diperlukan(Prisanti Arief Kurniawan, & SKM, 2019). Apabila perencanaan dan pengadaan obat dikelola dengan sistem yang kurang baik, akan menyebabkan terjadinya penumpukan obat dan kekosongan stok obat (Prisanti et al., 2019).

Kekosongan stok obat pada setiap unit kesehatan merupakan suatu komponen masalah yang kompleks. Oleh karena itu diperlukan manajemen pengelolaan obat yang efektif dan efisien. Salah satu proses pengelolaan obat yang efektif yaitu dengan menjamin ketersediaan obat baik dalam hal jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat menghindari adanya kekurangan dan kelebihan obat (Nesi & Kristin, 2018). �

Masalah kekosongan stok obat yaitu masalah yang pernah dihadapi oleh setiap apotek, begitupun pernah dialami oleh Apotek Cicaheum Farma. Masalah lain yang pernah dihadapi Apotek Cicaheum Farma dalam pengadaan sediaan farmasi adalah keterlambatan dalam pengadaan obat yang disebabkan oleh kekosongan pabrik. Akibat dari kekosongan obat tersebut pihak apotek memesan obat ke apotek lain dan itu menyebabkan ketidakefisienan terhadap pelayanan masyarakat (Werawati et al., 2021).

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sesuai atau tidaknya evaluasi perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat terhadap ketersediaan obat di Apotek Cicaheum Farma sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jika tidak sesuai maka diformulasikan variabel tersebut dalam Hipotesis Nol (H0), yaitu hipotesis ditolak. Apabila kedua variabel tersebut sesuai maka diformulasikan dalam Hipotesis Kerja (H1) yaitu hipotesis diterima.

����������� Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi proses perencanaan dan pengadaan obat di Apotek Cicaheum Farma. Adapun proses perencanaan dan pengadaan yang selama ini berjalan di Apotek Cicaheum Farma adalah melihat data di kartu stok dan kemudian di rekap di buku defecta sebagai acuan untuk pengadaan obat berikutnya. Adapun manfaat dari penelitian ini untuk merubah sistem perencanaan dan pengadaan yang selama ini berjalan disesuaikan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

 

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melalui pendekatan deskriptif (Sugiyono, 2017). Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara dan checklist. Adapun populasi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian tentang proses perencanaan dan pengadaan obat oleh tenaga farmasi di Apotek Cicaheum Farma sedangkan sampel yang dipilih pada 2 tenaga farmasi yang bekerja di Apotek Cicaheum Farma.Sumber data dalam penelitian ini di dapat dari Apotek Cicaheum Farma dengan menggunakan wawancara dan checklist diukur melalui wawancara kepada pemilik Apotek dan tenaga farmasi dengan berbagai item pertanyaan tentang perencanaan dan pengadaan obat di Apotek Cicaheum Farma. Daftar checklist ini dilakukan secara langsung dengan mengamati sendiri proses perencanaan dan pengadaan obat yang dilakukan oleh tenaga farmasi di Apotek Cicaheum Farma.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Perencanaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik Apotek bahwa proses perencanaan obat dilakukan dengan melihat kartu stok obat atau dengan perkiraan kebutuhan obat di Apotek. Berikut hasil wawancara dengan pemilik apotek tentang proses perencanaan obat di Apotek Cicaheum Farma:

�Jadi awalnya kita itu harus buat defecta obat terlebih dahulu dengan menulis di buku karena untuk mencegah terjadinya kelebihan atau kekurangan stok obat. Perencanaan kebutuhan obat ini memang sangat penting karena untuk memenuhi ketersediaan obat di apotek yang dibutuhkan oleh pasien. Perencanaan obat di apotek dilakukan oleh tenaga farmasi biasanya dengan waktu seminggu sekali atau sesuai dengan kebutuhan obat di apotek. Kalau di apotek ini metode perencanaannya menggunakan metode konsumsi atau dengan melihat kartu stok karena dengan melihat kartu stok kita bisa memperkirakan berapa banyak obat tersebut harus dibeli lagi. Lalu setelah itu masing-masing nama obat yang sudah ditulis di buku defecta tadi diberi harga beli sesuai dengan nama dan harga obat yang tercantum di komputer. Setelah itu tenaga farmasi mengkonfirmasi kepada pemilik apotek agar segera dipesankan ke Pedagang Besar Farmasi yang dituju�.

 

Pengadaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Apoteker bahwa proses pengadaan di Apotek Cicaheum Farma dilaksanakan oleh tenaga farmasi. Berikut adalah kutipan wawancaranya :

�Yang bertugas menangani pengadaan obat adalah Apoteker yang dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian. Yang bertanggung jawab dalam hal pembiayaan pengadaan adalah Pemilik Apotek�.

Pengadaan di Apotek Cicaheum Farma di bagi menjadi 2 yaitu dengan pembelian (cash atau kredit) dan konsinyasi. Berikut adalah kutipan wawancaranya :

�Pengadaan di Apotek ini ada 2 cara yaitu dengan pembelian (cash atau kredit) dan konsinyasi. Pembelian obat untuk apotek ini dibeli dari distributor atau Pedagang Besar Farmasi yang resmi memiliki surat izin dan terpercaya yaitu PT Nara Artha, PT Kwatro Mandiri Ekavisi, Glory Majesty Indonesia, Fatindo, PT Merapi Utama Pharma, PT Enseval Putera Megatrading Tbk, PT Mensa Binasukses, PT Bina San Prima, PT Sapta Sari Tama, PT Singgasana Witra Suryamas, PT Surya Prima Perkasa, PT Millennium Pharmacon International Tbk, PT Distriversa Buanamas. Konsinyasi yaitu bentuk kerja sama pihak Apotek dengan distributor yang menitipkan produknya untuk dijual di Apotek, biasanya setiap 2 bulan sekali distributor yang menitipkan produknya akan memeriksa untuk mengetahui berapa jumlah produknya yang terjual�.�

Adapun alur pengadaan di Apotek Cicaheum Farma. Berikut adalah kutipan wawancaranya :

�Pembelian obat di apotek ini dilakukan dengan membuat surat pesanan terlebih dahulu, ada 3 macam surat pesanan berbeda. Pertama surat pesanan reguler untuk memesan obat dengan golongan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras. Kedua surat pesanan prekursor untuk memesan obat yang mengandung zat aktif prekursor. Ketiga surat pesanan OOT untuk memesan obat yang mengandung zat aktif obat-obat tertentu. Biasanya surat pesanan dibuat menjadi 2 rangkap, rangkap pertama untuk diberikan kepada distributor atau Pedagang Besar Farmasi yang dituju, rangkap kedua� untuk arsip kita di apotek. Setelah membuat SP (surat pesanan) tenaga farmasi akan langsung memesan obat ke pedagang besar farmasi yang dituju dan SP (surat pesanan) akan langsung diambil oleh sales Pedagang Besar Farmasi tersebut�.

 

Tabel 1. KetersediaanObat

No.

Golongan obat

Ada

Tidak

Keterangan

1

Obat bebas

 

Obat yang bisa dibeli tanpa resep dokter

2

Obat bebas terbatas

 

Obat yang bisa dibeli tanpa resep dokter tetapi harus dilayani oleh Apoteker

3

Obat wajib apotek

 

Obat keras yang hanya bisa dilayani oleh Apoteker

6

Obat keras

 

Obat keras yang hanya bisa dilayani adanya resep dokter

 

Hasil penelitian kesinkronan evaluasi perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat (variabel x) terhadap ketersediaan obat (variabel y) di Apotek Cicaheum Farma yang sebelumnya tidak sesuai Permenkes No. 73 tahun 2016, maka setelah dilakukan penelitian ini sudah mengalami perubahan yang mendekati sesuai dengan ketentuan Permenkes tersebutdan hal itu akan terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas dalam perencanaan dan pengadaan obat sehingga ketersediaan obat terpenuhi (Menkes, 2016).

Pengelolaan obat tentu sangat penting dilakukan di apotek karena untuk mencegah terjadinya kekosongan atau kekurangan stok obat. Oleh karena itu pengelolaan obat lebih utamanya perencanaan dan pengadaan obat di Apotek Cicaheum Farma� harus dilakukan perbandingan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.

1.      Perbandingan pengelolaan obat pada proses perencanaan

Perencanaan kebutuhan obat di Apotek Cicaheum Farma sudah sesuai aturan Permenkes No. 73 tahun 2016 yaitu penyusunan rencana kebutuhan obat harus dilakukan oleh Apoteker menggunakan metode yang sesuai dengan keadaan di Apotek yaitu metode konsumsi.

2.      Perbandingan pengelolaan obat pada proses pengadaan

Apotek Cicaheum Farma selama ini menggunakan sistem pengadaan obat dilakukan dengan metode pengadaan langsung dan konsinyasi. Adapun prosedur pengadaan obat yang sudah berjalan selama ini sebagaimana terperinci dibawah ini:

a.       Surat pesanan Apotek Cicaheum Farma dibuat dalam rangkap 2 serta tidak dibenarkan dalam bentuk fotocopy sesuai aturan Permenkes No. 73 tahun 2016.

b.      Surat pesanan Apotek Cicaheum Farma sudah sesuai dengan aturan Permenkes No. 73 tahun 2016 yaitu surat pesanan sudah ditandatangani oleh Apoteker.

 

Alur Perencanaan Sebelum Penelitian

Alur Perencanaan Sesudah Penelitian

 

 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai evaluasi perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat terhadap ketersediaan obat di Apotek Cicaheum Farma dapat disimpulkan bahwa Apotek Cicaheum Farma telah menerapkan sebagian standar pengendalian menurut Permenkes No. 73 tahun 2016 adalah sebagai sistem perencanaan di Apotek Cicaheum Farma menggunakan metode konsumsi agar lebih efektif dan efisien disesuaikan dengan jumlah, jenis dan ketepatan waktu, sistem pengadaan di Apotek Cicaheum Farma menggunakan metode pengadaan langsung dan konsinyasi, dampak apabila perencanaan dan pengadaan di Apotek Cicaheum Farma dikelola dengan sistem yang kurang baik maka akan menimnbulkan kekurangan stok obat sehingga kebutuhan pasien tidak terpenuhi dengan baik.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Amiruddin, E. E., Septarani, A., & Iftitah, W. (2019). Studi tentang Ketersediaan Obat di Puskesmas Meo-Meo Kota Baubau. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 1(2), 60�76.

Djuliani, H. (2006). Dampak desentralisasi terhadap pengadaan bat di Kabupaten Bantul. Universitas Gadjah Mada.

KemenKes, R. I. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Komalasari, V. (2020). Tanggung Jawab Apoteker Dalam Pelayanan Obat Dengan Resep Dokter. Jurnal Poros Hukum Padjadjaran, 1(2), 226�245.

Menkes, R. I. (2016). Permenkes No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Kemenkes: Jakarta.

Muninjaya, A. A. G. (2004). Manajemen kesehatan.

Nesi, G., & Kristin, E. (2018). Evaluasi Perencanaan dan Pengadaan Obat di Instalasi Farmasi RSUD Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI, 7(4), 147�153.

Prisanti, W., Arief Kurniawan, N. P., & SKM, M. (2019). Analisis Perencanaan dan Pengadaan Obat dengan Metode Analisis ABC di Instalasi Farmasi RSIA Aisyiyah Klaten. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Prov, D. (2006). Sumsel. aPedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Dinkes Prov. Sumsel, Palembang.

Quick, J. D., Hogerzeil, H. V, Rankin, J. R., Dukes, M. N. G., Laing, R., Garnett, A., & O�Connor, R. W. (1997). Managing drug supply: the selection, procurement, distribution, and use of pharmaceuticals/Management Sciences for Health in collaboration with the World Health Organization; editors: Jonathan D. Quick...[et al.]. In Managing drug supply: the selection, procurement, distribution, and use of pharmaceuticals/Management Sciences for Health in collaboration with the World Health Organization; editors: Jonathan D. Quick...[et al.].

Rosmania, F. A., & Supriyanto, S. (2015). Analisis Pengelolaan Obat Sebagai Dasar Pengendalian Safety Stock pada Stagnant dan Stockout Obat. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 3(1), 1�10.

Safriantini, D., Ainy, A., & Mutahar, R. (2011). Analisis Perencanaan dan Pengadaan Obat di Puskesmas Pembina Palembang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2(1).

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Suriangka, A. (2017). Perlindungan Konsumen Terhadap Penyaluran Obat Keras Daftar G Oleh Badan POM Di Makassar. Jurisprudentie: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah Dan Hukum, 4(2), 24�36.

Werawati, A., Aulia, G., Holidah, H., & Putri, M. K. (2021). Gambaran Perencanaan dan Pengadaan Obat di Apotek Fit Jakarta Selatan Periode Januari�Maret 2020. Prosiding Senantias: Seminar Nasional Hasil Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(1), 483�490.

 

� 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BYSA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).