Crisfy Rizkiyani, Rida Emelia /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(1), 84-89
Evaluasi Skrining Kelengkapan Resep Pasien BPJS Rawat Jalan di RSAU Lanud
Sulaiman Bandung
86
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016
resep merupakan alat yang sangat penting bagi pasien sebelum menerima obat. Apoteker
memegang peranan penting dalam pengelolaan dan klinis apotek, sehingga apoteker
dituntut untuk melakukan proses peresepan dalam proses pelayanan peresepan. Diagnosis
Peresepan atau Evaluasi Peresepan Evaluasi apoteker adalah kegiatan apoteker yang
meliputi penilaian pemberian obat, kesesuaian obat, dan masalah klinis (KemenKes, 2016).
Praktik skrining farmakokinetik oleh apoteker untuk mencegah Medication Error
(Depkes, 2008). Medication error merupakan fenomena yang mempengaruhi pengobatan
pasien selama proses keperawatan staf medis, dan dapat dicegah dengan baik (Depkes,
2014). Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pengertian
usaha kefarmasian meliputi pembuatan, meliputi pengawasan mutu sediaan farmasi,
keamanan kefarmasian, pengadaan, penyimpanan dan peredaran, pelayanan kefarmasian
berdasarkan resep dokter, pelayanan informasi kefarmasian, dan pengembangan
kefarmasian. . Bahan dan obat tradisional dikelola secara legal oleh tenaga kesehatan yang
memiliki keahlian dan kewenangan (Fadhli, 2022).
Salah satu pelayanan medis tersebut adalah pemberian resep bagi dokter khususnya
di Pseudomonas. Resep obat sangat penting sebelum pasien menerima obat. Selama proses
peresepan, apoteker memeriksa resep, termasuk pengukuran sesuai usia. Pentingnya
pengendalian berat badan dikatakan menjadi faktor penting, terutama pada bahasa anak.
(Rahmawati & Oetari, 2002).
Penelitian lain juga menunjukkan kejanggalan dalam penulisan resep yang
berkaitan dengan keutuhan, antara lain tanggal penulisan, SIP, nama dokter, dokter awal,
dan bentuk sediaan. Tanggal yang hilang dan awal dokter mempertanyakan validitas atau
keaslian resep (BR Ginting, 2020). Aspek pemilihan resep dan pemberian obat karena
merupakan screening awal saat resep ditawarkan di apotek. Penapisan dosis dan obat
diperlukan karena meliputi kejelasan resep dan penulisan obat, keabsahan resep, dan
kejelasan informasi peresepan.
Peraturan II Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 mengatur tentang
penatausahaan dan keutuhan obat resep. Pelayanan kefarmasian adalah kegiatan
komprehensif yang dirancang mengidentifikasi, mencegah dan mengobati masalah narkoba
dan masalah kesehatan. Keinginan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
pasien dan masyarakat dilandasi oleh konsep pelayanan kefarmasian dari pawai
berorientasi produk lama ke pawai berorientasi pasien baru (Permenkes, 2016).
Salah satu pelayanannya adalah penyediaan obat resep, khususnya obat untuk
pukesmas. Sangat penting bahwa pasien meresepkan obat sebelum menerimanya.
Apoteker/Apoteker wajib melakukan pengecekan resep pada saat pemesanan pelayanan,
yang meliputi 2 waktu pemberian, kesesuaian obat dan kesesuaian klinis, verifikasi resep
dan meminimalkan kesalahan pengobatan. Resep harus ditulis dengan jelas untuk
menghindari kesalahan pengobatan (Maulina Dewi & Oktianti, 2021).
Medication error (ME) adalah kesalahan yang dapat dihindari dalam melakukan
pengobatan yang bisa membahayakan pasien dengan mengakibatkan pemberian obat yang
salah. Kesalahan peresepan dapat terjadi pada setiap tahapan proses pengobatan, meliputi
peresepan, transkripsi (menerjemahkan resep), dispensing (menyiapkan obat), dan
pemberian (Hasibuan & Ishak, 2020). Kesalahan pengobatan dapat menyebabkan
hilangnya kemanjuran obat dan peningkatan insiden dan keparahan efek samping yang
serius, termasuk kematian. Terjadinya kesalahan pengobatan dapat menyebabkan
peningkatan beban kesehatan dan ekonomi masyarakat (Hutagulung, 2020).
Saat ini menjadi masalah di banyak negara, baik di negara maju maupun di negara
berkembang. Masalah ini ditemukan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas,
klinik swasta dan masyarakat luas (Linnisaa & Wati, 2014). Peresepan obat yang wajar
sangat didambakan oleh dokter, apoteker, pasien dan pihak lain, sehingga diperoleh
peresepan obat yang efektif dan efisien. Indikator tingkat keberhasilan penggunaan obat