Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, Januari 2022, 2 (1), 1-8
p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534
Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
DOI : 10.36418/cerdika.v2i1.308 http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA
PENDERITA PENYAKIT DERMATITIS DI RSAU DR. M. SALAMUN
BANDUNG
Kalpani Depa Alamsyah1, Rida Emelia2
Politeknik Piksi Ganesha Bandung, Indonesia1,2
kalpanidepa15@gmail.com1, emeliarida1310@gmail.com2
Abstrak
Received:
Revised :
Accepted:
17-08-2021
12-01-2022
14-01-2022
Latar Belakang: Dermatitis adalah peradangan kulit
(epidermis dan dermis) di bawah pengaruh faktor eksogen
dan endogen, yang mengakibatkan kelainan fluoresensi
polimorfik secara klinis (eritema, edema, papula, lepuh,
scaling, likenifikasi) dan Gejala pruritus. (oligomorf).
Dermatitis cenderung menetap dan menjadi kronis. Terapi
penyakit dermatitis biasanya menggunakan kortikosteroid,
ketidaksesuaian penggunaan obat kortikosterid dapat
menimbulkan efek samping baik lokal maupun sistemik
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
penggunaan kortikosteroid pada pasien dermatitis dan
memperoleh gambaran kesesuaian penggunaan obat
kortikosteroid pada penderita penyakit dermatitis di RSAU
dr. M. Salamun Bandung.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian non
eksperimen dengan metode penelitian deskriptif evaluasi
retrospektif. Penelitian ini bersifat non eksperimen. Sampel
yang digunakan adalah rekam medis seluruh pasien
dermatitis dan resep obat dari dokter spesialis penyakit kulit
dan kelamin. Populasi penelitian adalah kurang lebih 150
pasien dermatitis.
Hasil: Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa faktor
jenis kelamin dan usia pasien sangat berpengaruh terhadap
timbulnya penyakit dermatitis selain itu juga didapatkan
bahwa faktor ketepan penggunaan obat kortikosteroid yaitu
tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan tepat pasien.
Kesimpulan: Dari hasil penelitian yang mengevaluasi
penggunaan kortikosteroid pada pasien dermatitis, dapat
disimpulkan bahwa kortikosteroid yang paling banyak
digunakan adalah Desoximethason 0,025% Krim untuk
kortikosteroid topikal dan Metilprednisolon 4mg untuk
kortikosteroid oral yang digunakan untuk pasien dermatitis
di RSAU dr. M. Salamun Bandung.
Kata kunci: dermatitis; kortikosteroid; krim
desoximethason 0,025%; metilprednisolon.
Abstract
Background: Dermatitis is inflammation of the skin
(epidermis and dermis) under the influence of exogenous
Kalpani Depa Alamsyah, Rida Emelia /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(1), 1-8
Evaluasi Pengunaan Obat Kortikosteroid pada Penderita Penyakit Dermatitis di RSAU
dr. M. Salamun bandung
2
and endogenous factors, which results in clinically
polymorphic fluorescence abnormalities (erythema, edema,
papules, blisters, scaling, lichenification) and pruritic
symptoms. (oligomorphic). Dermatitis tends to persist and
become chronic. Treatment of dermatitis usually uses
corticosteroids, inappropriate use of corticosteroid drugs
can cause local and systemic side effects
Objective: The purpose of this study was to determine the
use of corticosteroids in patients with dermatitis and to
obtain an overview of the suitability of using corticosteroid
drugs in patients with dermatitis at RSAU dr. M. Salamun
Bandung.
Methods: This research is a non-experimental research
with a descriptive retrospective evaluation research
method. This research is non-experimental. The samples
used were medical records of all dermatitis patients and
drug prescriptions from skin and venereal disease
specialists. The study population was approximately 150
dermatitis patients.
Results: Based on the results of the study, it was found that
the gender and age of the patient were very influential on
the incidence of dermatitis. In addition, it was also found
that the factors for the appropriate use of corticosteroid
drugs were the right indication, the right drug, the right
dose and the right patient.
Conclusion: From the results of studies evaluating the use
of corticosteroids in patients with dermatitis, it can be
concluded that the most widely used corticosteroids are
Desoximethasone 0.025% Cream for topical
corticosteroids and Methylprednisolone 4 mg for oral
corticosteroids used for dermatitis patients at RSAU dr. M.
Salamun Bandung.
Keywords: dermatitis, corticosteroids, desoximethason
cream 0.025%, methylprednisolone.
*Correspondent Author: Kalpani Depa Alamsyah
Email: kalpanidepa15@gmail.com
PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh paling luar yang membatasi manusia dengan
lingkungannya. Kulit mudah dilihat dan dirasakan serta berperan dalam memastikan
kelangsungan hidup manusia. Kulit memiliki fungsi utama yaitu untuk perlindungan,
penyerapan, ekskresi, pengaturan suhu tubuh, pembentukan vitamin D dan keratinisasi.
Selain untuk menjamin kelangsungan hidup manusia, kulit juga berfungsi sebagai estetika
(pendukung penampilan), etnisitas, sistem metrik, dan alat komunikasi nonverbal antar
individu (Wasitaatmadja, 2010).
Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa sebaran pasien
rawat jalan di rumah sakit Indonesia menurut International Classification of Diseases 10
(ICD-10) tahun 2008 adalah sebanyak 64.557 untuk “penyakit kulit dan jaringan subkutan”
Kalpani Depa Alamsyah, Rida Emelia /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(1), 1-8
Evaluasi Pengunaan Obat Kortikosteroid pada Penderita Penyakit Dermatitis di RSAU
dr. M. Salamun bandung
3
(Depkes, 2009). Penyakit kulit terus meningkat, sebagaimana disebutkan oleh data Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2010, yang menunjukkan bahwa penyakit kulit dan jaringan
subkutan termasuk dalam 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit
Indonesia berdasarkan jumlah kunjungan yaitu 192.414 kunjungan dan 122.076 kunjungan
yang merupakan kasus baru (Kemenkes RI, 2011).
Prevalensi penyakit alergi dilaporkan meningkat, dan diperkirakan lebih dari 20%
penduduk dunia menderita penyakit yang diperantarai IgE seperti asma, rinokonjungtivitis,
dermatitis atopik atau eksim, dan rinitis alergi. Adapun kasus asma, Organisasi Kesehatan
Dunia memperkirakan bahwa itu terjadi pada 5% -15% dari populasi anak global
(Organization, 2017). Di Indonesia, prevalensi penyakit alergi yang telah diteliti di
beberapa populasi atau rumah sakit menunjukkan perbedaan, seperti data dari Poliklinik
Alergi dan Imunitas Anak RSCM dari pasien anak dengan alergi, sekitar 2,4% berupa alergi
susu muncul (Notoatmodjo, 2012).
Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis di bawah pengaruh
faktor eksogen dan/atau endogen, yang dapat mengakibatkan kelainan pada klinis berupa
fluoresensi polimorfik (eritema, edema, papula, vesikel, scaling, likenifikasi) dan keluhan
gatal. Simbol polimorfik tidak selalu muncul bersamaan, bahkan cenderung sedikit
(oligomorfik). Dermatitis cenderung menetap dan menjadi kronis. Prevalensi dermatitis
atopik telah meningkat dua atau tiga kali lipat di negara-negara industri selama 30 tahun
terakhir, dengan 15% hingga 30% anak-anak dan 2% hingga 10% orang dewasa menderita
dermatitis atopik. Penyakit ini sering menjadi awal dari dermatitis atopik, termasuk asma
dan penyakit alergi lainnya (Teresia Retna & Setyaningsih, 2013).
Dermatitis atopik tumbuh pada awal masa bayi (disebut dermatitis atopik dini).
Sebanyak 45% kasus dermatitis atopik dimulai dalam 6 bulan kehidupan, 60% dimulai
pada tahun pertama, dan 85% dimulai sebelum usia 5 tahun. Lebih dari 50% anak yang
mengalami dermatitis atopik dalam 2 tahun pertama yang tidak memiliki tanda-tanda
sensitisasi IgE, tetapi sensitisasi IgE tetap ada selama dermatitis atopik (Agusalim, 2016).
Menurut data kunjungan dr RSAU untuk pasien kulit dan PMS. Sebuah studi tahun
2021 oleh M. SALAMUN Bandung menunjukkan bahwa dermatitis atopik, dermatitis
numularis, dan dermatitis seboroik adalah penyakit alergi yang paling umum ditemukan
pada pasien baru dan lama jika dibandingkan dengan penyakit kulit lainnya. Dermatitis
biasanya diobati dengan kortikosteroid oral atau topikal. Kortikosteroid topikal adalah
salah satu obat yang sering diresepkan dan digunakan untuk penderita dermatitis sejak
pertama kali diperkenalkan pada awal 1950-an.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan kortikosteroid
pada pasien dermatitis dan memperoleh gambaran kesesuaian penggunaan obat
kortikosteroid pada penderita penyakit dermatitis di RSAU dr. M. Salamun Bandung.
METODE PENELITIAN
Penilaian Dr. RSAU terhadap penggunaan kortikosteroid pada pesakit dengan
dermatitis. M. Salamun Bandung merupakan kajian bukan eksperimen dengan kaedah
kajian deskriptif evaluatif retrospektif (Sugiyono & Kuantitatif, 2009). Penelitian ini
bersifat non-eksperimental karena tidak ada perlakuan yang diberikan pada subjek
penelitian. Desain penelitian deskriptif ini karena data yang diperoleh dengan cara
mendeskripsikan fenomena yang terjadi disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dengan menelusuri dokumen-dokumen sebelumnya yaitu formulir resep dan
formulir rekam medis pasien dermatitis dr RSAU. M.Salamon Bandung. Populasi dan
sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dermatitis resep RSAU Dr. M. Salamun
Kalpani Depa Alamsyah, Rida Emelia /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(1), 1-8
Evaluasi Pengunaan Obat Kortikosteroid pada Penderita Penyakit Dermatitis di RSAU
dr. M. Salamun bandung
4
Bandung diperoleh dengan total sampling antara Maret 2021 hingga Mei 2021. Populasi
penelitian adalah kurang lebih 150 pasien dermatitis.
Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut :
Dimana :
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
e : batas toleransi kesalahan ( 0,05 )
Dengan menggunakan rumus diatas, didapat jumlah sampel sebagai berikut :
n = 150
( 1 + 150 x 0,05² )
n = 109,09 / 109 sampel
Sumber data diperoleh dari rekapan rekam medis dan resep dengan
mengelompokkan pasien berdasarkan usia, jenis kelamin, dan mengelompokan mengenai
golongan obat kortikosteroid yang digunakan dalam pengobatan dermatitis kelas terapi,
golongan obat dan jumlah obat.
Tahap pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa proses
yaitu data tracking dan data logging. Proses pencarian data untuk mengetahui jumlah
penderita dermatitis di RSAU Dr. M. Salamun Bandung dilakukan pada bulan Maret 2021
sampai Mei 2021. Proses selanjutnya adalah merekam data. Data yang dikumpulkan adalah
nomor rekam medis, umur, jenis kelamin, diagnosis, hasil pemeriksaan pasien, kategori
dan jenis obat, jumlah obat dan aturan minum obat. Proses ini dilakukan dengan melihat
data. Dari data tersebut dapat dicatat nomor rekam medis, umur, jenis kelamin, diagnosis,
hasil pemeriksaan pasien, golongan dan jenis obat, dosis obat, bentuk sediaan dan aturan
pakai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder berupa formulir resep
dan rekam medis pasien dermatitis dr RSAU. Analisis yang dilakukan selama bulan Maret
2021-Mei 2021 oleh M. Salamun Bandung bersifat deskriptif, yaitu dengan
mendeskripsikan ketepatan indikasi, ketepatan pasien, ketepatan dosis dan ketepatan
pemberian obat kortikosteroid pada penderita dermatitis Frekuensi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dermatitis yang dirawat di
RSAU Dr. M. Salamun Bandung Populasi penelitian ini adalah 109 pasien dermatitis pada
periode Maret 2021 sampai Mei 2021. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
full sampling, yaitu semua pasien yang memenuhi kriteria diambil sebagai sampel
penelitian.
Tabel 1. Demografi Pasien
Pasien
Jumlah
Persentase
Pasien Dermatitis Atopik
48
44,04%
Pasien Dermatitis Seboroik
34
31,19%
Pasien Dermatitis Numularis
27
24,77%
Kalpani Depa Alamsyah, Rida Emelia /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(1), 1-8
Evaluasi Pengunaan Obat Kortikosteroid pada Penderita Penyakit Dermatitis di RSAU
dr. M. Salamun bandung
5
Jumlah
109
100%
Sumber Data: Diolah Penulis, 2021
Berdasarkan tabel 1 di atas bahwa jumlah pasien dermatitis dibagi menjadi 3
bagian menurut golongan dermatitis yaitu: dermatitis atopik, dermatitis seboroik dan
dermatitis numularis. Jumlah pasien dermatitis di RSAU dr. M. Salamun Bandung periode
Maret - Mei 2021.
Tabel 2. Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-Laki
Persentase
Perempuan
Persentase
13
27%
35
73%
20
59%
14
41%
15
56%
12
44%
Sumber Data: Diolah Penulis, 2021
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Penderita Dermatitis Berdasarkan Usia Pasien
Keterangan
Usia Pasien
Dermatitis
Atopik
Dermatitis Sebooik
Dermatitis Numularis
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Anak Anak
38
77,55%
8
24,24%
11
40,74%
Dewasa
11
22,45%
16
48,49%
14
51,85%
Lansia
-
-
9
27,27%
2
7,41%
Jumlah
49
100%
33
100%
27
100%
Sumber Data: Diolah Penulis, 2021
Tabel 4. Distribusi Penggunaan Kortikosteroid Topikal
Nama Obat
Konsentrasi dan Bentuk
Sediaann
Jumlah
Pemakaian
Persentase
Potensi Sangat Tinggi
-
-
-
-
Potensi Tinggi
Betamethasone
Dipropionate
0,05% Krim
10
15,62%
Desoximethasone
0,025% Krim
50
78,13%
Potensi Sedang
-
-
-
-
Potensi Rendah
Hydrocortisone
1% Lotion
4
6,25%
Sumber Data : Diolah Penulis, 2021
Tabel 5. Distribusi Penggunaan Kortikosteroid Oral (%)
Nama Obat
Jumlah Pemakaian
Persentase
Methyl Prednisolon 4mg
35
77,78%
Dexamethason Tab
10
22,22%
Sumber Data : Diolah Penulis, 2021
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Analisis Ketepatan Indikasi Kortikosteroid
Ketepatan
Dermatitis
Atopik
Dermatitis
Seboroik
Dermatitis
Numularis
Jumlah
Tepat
48 (44,04%)
34 (31,19%)
27 (24,77%)
109 (100%)
Tidak Tepat
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
Kalpani Depa Alamsyah, Rida Emelia /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(1), 1-8
Evaluasi Pengunaan Obat Kortikosteroid pada Penderita Penyakit Dermatitis di RSAU
dr. M. Salamun bandung
6
Total
48 (44,04%)
34 (31,19%)
27 (24,77%)
109 (100%)
Sumber Data : Diolah Penulis, 2021
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Analisis Ketepatan Obat Kortikosteroid
Sumber Data : Diolah Penulis, 2021
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Analisis Ketepatan Dosis Kortikosteroid
Ketepatan
Dermatitis
Atopik
Dermatitis
Seboroik
Dermatitis
Numularis
Jumlah
Tepat
48 (44,04%)
34 (31,19%)
27 (24,77)
109 (100%)
Tidak Tepat
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
Total
48 (44,04%)
34 (31,19%)
27 (24,77%)
109 (100%)
Sumber Data : Diolah Penulis, 2021
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Analisis Ketepatan Pasien Kortikosteroid
Ketepatan
Dermatitis
Atopik
Dermatitis
Seboroik
Dermatitis
Numularis
Jumlah
Tepat
48 (44,04%)
34 (31,19%)
27 (24,77%)
109 (100%)
Tidak Tepat
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
Total
48 (44,04%)
34 (31,19%)
27 (24,77%)
109 (100%)
Sumber Data : Diolah Penulis, 2021
B. Pembahasan
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa mayoritas pasien yang banyak
menderita penyakit dermatitis adalah pasien dermatitis atopik yakni 44,04% (48 pasien).
Hal ini disebabkan karena dermatitis atopik cenderung diturunkan.Sekitar 70% pasien
dermatitis atopik memiliki sebuah keluarga dengan penyakit dermatitis atopik.
Berdasarkan tabel 2. diketahui jumlah pasien yang terdiagnosa dermatitis atopik
pada periode Maret Mei 2021 ialah 35 orang (73%) perempuan Jumlah laki-laki setinggi
13 (27%). Menurut data tersebut, wanita berisiko lebih tinggi terdiagnosis dermatitis atopik
dibandingkan pria. Rasio jenis kelamin sangat bervariasi antar penelitian dan dilaporkan
lebih sering terjadi pada wanita sebagai perbandingan 1,3:1 (FKUI, Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin, 2013).
Berdasarkan jumlah pasien penderita dermatitis seboroik laki-laki memiliki tingkat
resiko lebih tinggi yaitu 20 orang (59%), sementara perempuan 14 orang (41%). Hal ini
disebabkan karena laki-laki memiliki kelenjar minyak yang lebih aktif dibandingkan
perempuan. Dermatitis seboroik merupakan penyakit peradangan kulit dimana terjadi pada
area yang banyak mengandung kelenjar minyak (sebasea) (Kary, 2014).
Sedangkan berdasarkan jumlah pasien penderita dermatitis numularis laki-laki
memiliki resiko lebih tinggi yaitu sebanyak 15 orang (55,56%), sementara pada perempuan
12 orang (44,44%). Hal ini disebabkan karena kulit laki-laki yang cenderung lebih kering
dari pada wanita.Salah satu penyebab dermatitis numularis adalah kulit yang kering (Estri,
2009). Berdasarkan data tabel 3 di atas, dermatitis atopik 77,55% terjadi pada anak-anak,
karena dermatitis atopik cenderung diturunkan. Dermatitis seboroik 48,49% sering terjadi
Ketepatan
Dermatitis
Atopik
Dermatitis
Seboroik
Dermatitis
Numularis
Jumlah
Tepat
48 (44,04%)
33 (30,27%)
27 (24,77%)
108 (99,08%)
Tidak Tepat
0 (0%)
1 (0,92%)
0 (0%)
1 (0,92)
Total
48 (44,04%)
34 (31,19%)
27 (24,77%)
109 (100%)
Kalpani Depa Alamsyah, Rida Emelia /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(1), 1-8
Evaluasi Pengunaan Obat Kortikosteroid pada Penderita Penyakit Dermatitis di RSAU
dr. M. Salamun bandung
7
pada dewasa. Kondisi dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pasien laki- laki
daripada pasien perempuan dan terjadi paling sering pada belia, remaja dewasa, dan pada
orang dewasa di atas 50 tahun. Sedangkan hasil data dermatitis numularis yaitu 51,85%
terjadi pada usia dewasa (Lestari, 2019).
Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan bahwa penggunaan obat kortikosteroid
topikal yang paling banyak digunakan yaitu potensi tinggi (Desoximethason) dengan
presentase sebesar 78,13% sedangkan potensi rendah menggunakan (Hydrocortisone)
hanya 6,25%.
Sedangkan pada tabel 5 di atas pemberian kortikosteroid oral hanya meggunakan
2 jenis obat yaitu methylprednisolon 4mg dan dexamethason tab yang paling banyak
digunakan yaitu methylprednisolon dengan persentase sebesar 77,78%. Pemberian
kortikosteroid oral hanya diberikan pada pasien dewasa sampai manula, tidak diberikan
pada anak-anak (Thohiroh & Zulkarnain, 2015).
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh tabel 6 di atas dapat
diketahui bahwa penggunaan kortikosteroid oral maupun topikal pada semua pasien
dermatitis atopik, dermatitis seboroik maupun pada pasien dermatitis numularis di RSAU
dr. M. Salamun Bandung dinyatakan tepat indikasi mencapai 100%
Berdasarkan tabel 7 di atas, menunjukkan bahwa penggunaan obat kortikosteroid
oral maupun topikal pada pasien dermatitis atopik dan numularis memiliki ketepatan obat
yang sesuai, sedangkan pada dermatitis seboroik sebanyak 0,92% dikatagorikan tidak tepat
obat (Putri, 2014). Hal ini dikarenakan adanya interaksi antara obat satu dengan yang
lainnya. Dengan demikian maka seluruh pasien dermatitis memenuhi ketepatan obat
kortikosteroid sebesar 99,08%.
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh tabel 8 di atas dapat
diketahui bahwa ketepatan dosis baik pasien dermatitis atopik, dermatitis seboroik maupun
dermatitis numularis mencapai 100% bahwa seluruh pasien mendapatkan dosis obat yang
tepat. Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh tabel 9 di atas dapat diketahui
bahwa ketepatan pasien baik pasien dermatitis atopik, dermatitis seboroik maupun
dermatitis numularis mencapai 100% bahwa pasien mendapatkan terapi pengobatan yang
tepat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang evaluasi penggunaan obat kortikosteroid pada
penderita penyakit dermatitis, dapat disimpulkan bahwa obat kortikosteroid yang paling
banyak digunakan adalah Desoximethason 0,025% Krim untuk kortikosteroid topikal dan
Metilprednisolon 4mg untuk kortikosteroid oral yang digunakan untuk pasien dermatitis di
RSAU dr. M. Salamun Bandung periode Maret - Mei 2021
Berdasarkan jumlah pasien dermatitis di RSAU dr. M. Salamun Bandung, maka
dapat dilihat dari aspek kerasionalan ketepatan penggunaan obat bahwa 100% pasien
dermatitis dikategorikan tepat indikasi dan tepat pasien, sedangkan sebanyak 99,08%
pasien dermatitis dikategorikan tepat obat dan sebanyak 100% pasien dermatitis
dikategorikan tepat dosis.
BIBLIOGRAFI
Agusalim, Hadi. (2016). Nilai ph Permukaan Kulit Berkorelasi Positif dengan Derajat
Keparahan Dermatitis Atopik.
Kalpani Depa Alamsyah, Rida Emelia /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(1), 1-8
Evaluasi Pengunaan Obat Kortikosteroid pada Penderita Penyakit Dermatitis di RSAU
dr. M. Salamun bandung
8
Depkes, R. I. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Estri, Siti Aminah Tri Susilo. (2009). Pola Penyebab dan Rekurensi Dermatitis Numularis.
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 9(2 (s)), 129135.
Kary, BINATU LAPORAN HASIL. (2014). Recommend Stories.
Kemenkes RI. (2011). Permenkes No. 028 tentang Klinik. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 65(879), 2004
2006.
Lestari, S. R. I. (2019). Evaluasi Penggunaan Obat Kortikosteroid pada Penderita
Penyakit Dermatitis di Salah Satu Klinik Dermatologi di Kota Bandung.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan.
Organization, World Health. (2017). Cardiovascular Disease, World Heart Day 2017.
Who.
Putri, P. (2014). Lapsus-Kulit.
Sugiyono, M. P. P., & Kuantitatif, P. (2009). Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta. Cet.
Vii.
Teresia Retna, P., & Setyaningsih, Yasin W. (2013). Perilaku Pencegahan Penyakit Pasien
Dermatitis Kontak Alergi Prevention Disease Behavior Of Allergic Contact
Dermatitis Patient’s. JURNAL KEPERAWATAN, 6(2), 7578.
Thohiroh, Asmahani, & Zulkarnain, Iskandar. (2015). Retrospective Study: Oral Therapy
in Children with Atopic Dermatitis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin,
27(3), 191196.
Wasitaatmadja, S. M. (2010). Anatomi kulit dan faal kulit. Edisi Ke Enam, Ilmu Penyakit
Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
© 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the
terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA)
license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).