Silvia Alfiani, Leni Herfiyanti /Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(12), 1777-1788
Pengaruh Kelengkapan Terhadap Kualitas Ketepatan Kodifikasi di Rumah Sakit X Kota
Bandung
1779
pasien keluar yang nantinya akan digunakan sebagai indikator untuk menilai mutu suatu
rumah sakit (Karimah, Setiawan, & Nurmalia, 2016).
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan ditunjang dengan penyelenggaraan rekam
medis yang baik pada setiap pelayanan kesehatan di rumah sakit (Pratiwi, 2020). Rekam
medis memiliki beberapa formulir, salah satunya lembar resume (ringkasan pulang) yang
apabila kelengkapan pengisiannya kurang lengkap maka akan mempengaruhi mutu dari
rekam medis itu sendiri (Lubis, 2017). Salah satu yang harus dilengkapi pada lembar
resume adalah pengisian diagnosis akhir oleh dokter. Apabila dokter tidak mengisi
diagnosis akhir, maka akan menyulitkan petugas coding dalam proses kodifikasi (Noveria
& Soewondo, 2019).
Menurut (Puspitasari, 2017) kodefikasi diagnosa (coding) merupakan kegiatan
mengubah diagnosis penyakit menjadi kode yang terdiri dari huruf dan angka. Kegiatan
yang dilakukan dalam coding salah satu diantaranya yaitu kegiatan pengodean diagnosis
penyakit dan pengodean tindakan medis. Koding harus dibuat sesuai dengan klasifikasi
yang tepat. Dalam pelaksanaan sistem klasifikasi dan kodofikasi penyakit maka diperlukan
seorang perekam medis yang mampu menetapkan kode penyakit dan tindakan dengan tepat
sesuai klasifikasi yang diberlakukan di Indonesia, yaitu ICD-10 (International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problem) tentang penyakit dan tindakan
medis dalam pelayanan dan menejemen rumah sakit. Pembentukan ICD bertujuan untuk
menyeragamkan istilah medis yang berbeda antar setiap dokter, prosedur dan faktor yang
mempengaruhi kesehatan.
Kemampuan petugas koding untuk membaca diagnosis dengan benar, terminologi
medis dan pemeriksaan penunjang akan berpengaruh pada keakuratan kode diagnosis.
Berdasarkan penelitian (Ramadhiane & Sari, 2021) Seorang perekam medis harus
menentukan kode diagnosis pasien sesuai ICD 10, mengumpulkan kode diagnosis untuk
sistem pengolahan data, menghasilkan informasi morbiditas dan mortalitas dengan akurat
dan tepat waktu untuk kepentingan informasi statistik morbiditas dan mortalitas. Seorang
perekam medis juga dituntut untuk bisa mengelola sistem rekam medis dan informasi
kesehatan yang berkualitas agar pelayanan rekam medis menjadi cepat, tepat, dan akurat.
Rekam medis khususnya pada lembaran ringkasan masuk dan keluar juga sangat penting
kelengkapannya karena menunjang dalam proses pengkodean (Coding) (Yuliani, Fitri, &
Uqiyani, 2016).
Berdasarkan penelitian (Puspitasari, 2017) di Rumah Sakit X Jawa Timur
diperoleh hasil Ketepatan 61% berkas rekam medis tepat, 6% berkas rekam medis tepat
sebagian, dan 33% berkas rekam medis tidak tepat. Sesuai dalam penelitian (Windari &
Kristijono, 2016) bahwa hasil penelitian di RSUD Ungaran memperoleh hasil ketepatan
koding mencapai 74,67% dan ketidaktepatan koding mencapai 25,33%. Berdasarkan dua
penelitian dalam jurnal rekam medis dan informasi kesehatan mengenai ketepatan
pengkodean diagnosis tersebut, dapat disimpulkan bahwa rata-rata proporsi ketepatan
pengkodean yaitu berada pada angka 61% dan 74,67%.
Ketepatan dalam pengisian kode diagnosis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Salah satunya pengetahuan Coder dapat mempengaruhi ketepatan pengkodean menurut
penelitian (Puspitasari, 2017). Penelitian (Pepo & Yulia, 2015) bahwa di RSUD Kota
Semarang triwulan I dengan hasil bahwa kelengkapan rekam medis, tenaga medis, tenaga
rekam medis, dan sarana adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan pengkodean
klinis. Sebagaimana dalam Jurnal (Windari & Kristijono, 2016) latar belakang pendidikan
koder dapat mempengaruhi tingkat kelengkaan pengisian diagnosis akhir.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di salah satu Rumah Sakit kota
Bandung, ditemukan kendala dalam kegiatan rekam medis salah satunya adalah kegiatan
pengkodean (coding) antara lain penulisan diagnosa oleh dokter yang kurang jelas atau
tidak lengkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kelengkapan diagnosis