Putri Indah Ramadiani1, Khususiyah2, Atrup3
Universitas Nusantara PGRI, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak |
Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui apa itu genre Boy�s Love (BL), serta
dampak positif dan negatif dari kecanduan dalam mengakses genre Boy�s Love. Selain itu,
penelitian ini juga membahas perubahan yang terjadi pada fujoshi, serta aplikasi dan situs web
yang beredar dan sering digunakan oleh para fujoshi.
Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang di dapat dari para fujoshi dan bantuan data sekunder seperti artikel, jurnal, buku, dll. Data kemudian dikompulasi lalu dianalisis sehingga hasil yang dapat disimpulkan bahwa genre boy�s
love adalah genre yang bercerita
mengenai kisah asmara sesama pria. Yang kemudian memiliki dampak kecanduan dalam mengkonsumsi konten boy�s love
dan merambat dalam perubahan para fujoshi seperti sering menyendiri meski mampu bersosialisasi dengan menyembunyikan bagian lain dari diri mereka bahkan
mengalami perubahan orientasi seksual. Saat ini, terdapat banyak aplikasi dan web yang beredar dan menyediakan konten BL,salah
dua yang paling sering dugunakan oleh para fujoshi adalah Mangaowl dan X. Kata kunci: Genre
Boy�s Love; Fujoshi; Sosial Media. |
|
Abstract |
The focus of this
research is to understand what the Boy�s Love (BL) genre is, as well as the
positive and negative impacts of addiction to accessing Boy�s Love content.
In addition, this study also examines the changes that occur in fujoshi, as well as the applications and websites that
are widely available and frequently used by them. This research employs a
qualitative research method with a case study approach, where data is
obtained from fujoshi and supported by secondary
sources such as articles, journals, books, and others. The collected data is
then compiled and analyzed, leading to the conclusion that the boy�s love
genre tells stories about romantic relationships between men.Furthermore, addiction to consuming boy�s love
content can impact fujoshi, leading to behavioral
changes such as preferring solitude despite being capable of socializing,
concealing certain aspects of themselves, and even experiencing shifts in
sexual orientation. Currently, there are many applications and websites that
provide bl content. Two of the most frequently used platforms by fujoshi are Mangaowl and X. Keywords: Boy�s Love Genre; Fujoshi;
Social Media |
*Correspondence
Author: Putri Indah Ramadiani
Email:
[email protected]
PENDAHULUAN
Penyebaran
virus COVID-19 pada tahun 2019 telah memicu pandemi global yang mempengaruhi
hampir setiap aspek kehidupan, termasuk di Indonesia (Candra et al.,
2020; Susanto & Kramadibrata, 2020; Werdiningsih et al., 2022). Dengan pemerintah meminta
masyarakat untuk melakukan isolasi diri di rumah, aktivitas sehari-hari
masyarakat, terutama siswa dan mahasiswa, terhenti. Masa pembelajaran daring
menjadi alternatif utama, namun hal ini juga menciptakan ruang kosong dalam
rutinitas mereka (Aisyah &
Muhammad Alif Kurniawan, 2021; Anggita, 2021). Dalam situasi ini, banyak
remaja yang beralih ke media sosial sebagai bentuk hiburan. TikTok, sebagai
salah satu platform yang paling menonjol, menjadi sarana bagi para fujoshi
untuk menyebarkan konten hiburan berupa tontonan atau bacaan bergenre Boys Love
(BL). Fenomena ini menunjukkan bagaimana kondisi pandemi dapat mengubah pola
konsumsi media di kalangan remaja.
Permasalahan
yang muncul dari fenomena ini sangat kompleks dan menarik untuk diteliti.
Pertama, ada pertanyaan mengenai bagaimana isolasi sosial dan pembelajaran
daring memengaruhi ketertarikan remaja terhadap genre Boys Love (Amini et al., 2023;
Fitriana et al., 2021). Selain itu, bagaimana konten
ini berkontribusi terhadap pembentukan identitas sosial remaja? Urgensi
penelitian ini semakin meningkat dengan meningkatnya keterlibatan remaja dalam
konsumsi konten digital yang beragam, termasuk konten yang berhubungan dengan
LGBT (Bristowe et al.,
2023; Reggiani et al., 2024). Memahami bagaimana remaja
beradaptasi dengan situasi ini dan bagaimana mereka merespons konten tersebut
penting untuk menjawab tantangan sosial yang lebih luas.
Dalam
kajian sebelumnya, beberapa peneliti telah menyoroti dampak media sosial
terhadap generasi Z (Adityaputra &
Salma, 2022; Ainah et al., 2023). Zahid (2019) mencatat bahwa
kemajuan teknologi dan globalisasi telah memberikan akses yang lebih luas
kepada remaja terhadap konten-konten yang berkaitan dengan LGBT, termasuk genre
Boys Love (Nihlah et al.,
2023). Namun, meskipun ada beberapa
penelitian yang membahas fenomena ini, masih terdapat gap penelitian yang
signifikan terkait dampak spesifik dari genre Boys Love pada psikologi dan
perilaku remaja di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengisi kekosongan
tersebut dengan memberikan analisis yang lebih mendalam tentang bagaimana genre
ini memengaruhi dinamika sosial remaja.
Novelty
dari penelitian ini terletak pada pendekatan yang digunakan untuk
mengeksplorasi fenomena fujoshi di kalangan remaja Indonesia. Berbeda dengan
penelitian sebelumnya yang mungkin hanya melihat dari sudut pandang konsumsi
media, penelitian ini akan menginvestigasi interaksi antara pembelajaran
daring, isolasi sosial, dan konsumsi konten BL (Chan, 2023;
Hanckel, n.d., 2023). Dengan pendekatan ini,
diharapkan penelitian ini dapat memberikan perspektif baru yang lebih
komprehensif mengenai perilaku dan identitas remaja di era digital. Selain itu,
metode kualitatif yang akan digunakan, seperti wawancara mendalam, akan
memungkinkan peneliti untuk memahami lebih baik pengalaman subjektif para
remaja yang mengidentifikasi diri sebagai fujoshi.
Tujuan
utama dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pengaruh pembelajaran
daring dan isolasi sosial terhadap ketertarikan remaja terhadap genre Boys
Love. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis bagaimana
konten BL dapat memengaruhi identitas dan perilaku sosial remaja. Dengan
memahami motivasi di balik konsumsi konten ini, penelitian ini berharap dapat
memberikan insight yang lebih jelas tentang perilaku remaja di tengah
perkembangan teknologi dan media sosial yang pesat. Hasil penelitian diharapkan
dapat memberikan kontribusi dalam memahami fenomena sosial yang berkembang di
kalangan generasi Z.
Manfaat
dari penelitian ini sangat luas dan beragam. Bagi para pendidik dan orang tua,
hasil penelitian ini dapat menjadi acuan penting untuk memahami perilaku dan
minat remaja yang mungkin berbeda dari generasi sebelumnya. Pengetahuan ini
akan membantu mereka untuk lebih memahami konteks sosial yang dihadapi remaja
saat ini. Selain itu, bagi peneliti lain, penelitian ini dapat menjadi
referensi untuk studi lanjutan mengenai pengaruh media sosial dan konten
digital terhadap perkembangan identitas remaja, serta dampak psikologis yang
mungkin ditimbulkan dari konsumsi konten tersebut.
Dengan
latar belakang yang telah diuraikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wawasan yang lebih dalam mengenai fenomena fujoshi di kalangan remaja
Indonesia, serta memperkaya pemahaman tentang pengaruh media sosial dan genre
tertentu dalam pembentukan identitas generasi Z di era globalisasi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengungkap dinamika sosial yang lebih luas dan memberikan
rekomendasi yang relevan untuk kebijakan pendidikan dan sosial yang lebih
efektif. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya relevan secara akademis,
tetapi juga memiliki implikasi praktis yang dapat membantu dalam pengembangan
strategi yang lebih memahami kebutuhan serta kecenderungan remaja di era
digital ini.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode ini dipilih karena kemampuannya untuk memberikan pemahaman yang komprehensif, intens, dan mendalam terhadap fenomena fujoshi di kalangan remaja generasi Z. Fokus penelitian ini adalah untuk memahami
konteks sosial dan budaya yang melatarbelakangi ketertarikan remaja dalam mengonsumsi konten genre Boys Love (BL), serta
mengeksplorasi dampaknya terhadap identitas dan perilaku sosial mereka. Dengan pendekatan ini, peneliti berharap dapat menggali makna yang lebih dalam dari pengalaman
para remaja yang terlibat dalam komunitas ini.
Populasi dalam penelitian ini terdiri dari remaja
yang mengidentifikasi diri sebagai fujoshi di Indonesia. Peneliti akan menggunakan
teknik purposive sampling untuk
memilih responden yang memenuhi kriteria tertentu, yaitu remaja berusia 15 hingga 25 tahun yang aktif mengonsumsi konten BL di media sosial. Jumlah sampel yang diambil akan disesuaikan
dengan kebutuhan analisis, dengan penekanan pada kedalaman wawancara dan variasi pengalaman di antara responden. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan data yang representatif
dan relevan dalam memahami fenomena yang diteliti.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi observasi
partisipatif dan wawancara mendalam. Peneliti akan bertindak sebagai instrumen utama dalam pengumpulan
data, mengamati interaksi
dan perilaku fujoshi di
platform media sosial serta
melakukan wawancara semi-terstruktur untuk memperoleh informasi yang lebih komprehensif tentang motivasi dan pengalaman mereka. Selain itu, data sekunder juga akan dikumpulkan dari jurnal, artikel,
dan buku yang relevan, yang
akan mendukung analisis dan memberikan konteks tambahan. Data yang dikumpulkan kemudian akan dianalisis menggunakan teknik analisis tematik, untuk mengidentifikasi pola dan makna yang muncul terkait dampak kecanduan genre Boys Love terhadap perubahan dalam diri para fujoshi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Genre Boy�s Love dan Istilah
Dunia Boy�s love
Kecanduan Boy�s Love merupakan
salah satu dari sekian banyak kecanduan yang saat ini banyak digemari dan
digandrungi oleh remaja generasi z terutama para wanita. Disebabkan oleh
teknologi canggih zaman sekarang atau lebih dikenal juga dengan sebutan Internet
Addictive Discorder. Internet yang pada zaman sekarang dapat menyebabkan
kecanduan berlebihan, salah satunya adalah aplikasi yang ditampilkan dalam
sebuah web dan banyak mengandung muatan konten Boy�s Love. Manga Owl, merupakan
salah satu bagian dari sekian banyak web yang selalu dikunjungi oleh para
Fujoshi dan Fudanshi. Web tersebut begitu digilai serta digemari sehingga dapat
menyebabkan kecanduan kuat yang memiliki intensitas begitu tinggi bagi para
Fujoshi.
Pagliassotti (2008),
mengatakan bahwa boy�s love BxB mengarah pada cerita homoerotis antar lelaki
dan biasanya terdapat pada manga, flim, komik, dan animasi. Cerita tersebut
diciptakan oleh wanita dan untuk wanita mau pun sebaliknya dari pria untuk
pria. Genre Boys Love (BL) atau shōnen-ai pertama kali berkembang di
Jepang pada tahun 1970-an. Manga dengan tema hubungan romantis antara laki-laki
muncul dalam karya-karya mangaka perempuan, terutama dalam majalah shōjo
(manga untuk remaja perempuan). Salah satu karya awal yang berpengaruh adalah
"Kaze to Ki no Uta" (1976) oleh Keiko Takemiya, yang dianggap sebagai
salah satu pelopor genre BL. Dari sini, genre ini berkembang menjadi yaoi dan
menyebar ke berbagai media, termasuk anime, novel, dan live-action. Setelah
Jepang, negara lain seperti Thailand, Tiongkok, Korea Selatan, dan Taiwan mulai
memproduksi drama, novel, dan webtoon bertema BL, dengan negara Thailand
menjadi salah satu pusat produksi drama BL modern yang populer secara global.
Serial yang memang mengikuti
alur genre Yaoi di jepang menunjukan bahwa peran seks telah lama terbentuk
sejak awal (Baudinette, 2023). Dikotomi peran yang ada dalam
Serial TV Boys Love Thailand dibentuk menggunakan penggambaran karakter ataupun
peran seks secara nyata tanpa menggunkaan CGI. Tema homoseksual di dalam komik
Jepang sendiri pertama kali muncul pada tahun 1970 hal ini berasal dari
penelitian ketika para penulis manga di Jepang mulai menulis dan menggambarkan
tentang anak laki laki yang yang memiliki kecantikan atau disebut dengan �beautiful
boys� (bishounen) sebagai pemeran utama dalam cerita karangan mereka.
Pada masa ini cerita bishounen
lebih berfokus pada kisah pencarian cinta, penerimaan diri dan tidak jarang
mecari persoalan tentang identitas diri. Kemudian seiring berjalannya waktu
bishounen berlanjut pada cerita romantis antar lelaki yang disebut dengan
shonen-ai. Kemudian pada akhir tahun 1990 shonen-ai dan yaoi menjadi genre
manga yang cukup terkemuka hingga saat ini. Bahkan pada zaman sekarang genre
Boy�s Love bukan hanya dianimasikan namun juga dilakukan secara realita atau
yang sering disebut sebagai Live Action (LA).
Genre boy�s love sendiri
terdapat dalam 2 katagori sub genre yaitu ; Shounen ai (少年愛) dan Yaoi (やおい). Kedua genre ini banyak
diminati oleh kalangan para remaja fujoshi (腐女子) dan fudanshi (ふだんし). Secuil kisah romantis
hingga adegan (erotis) bagi kedua karakter pria yang menjadi tokoh utama,
ditaburi oleh beberapa drama, cinta segitiga, mendapatkan kembali kepercayaan
pasangan serta beberapa plot fantasi seperti kultivasi dan supranatural ikut
mewarnai genre BL tersebut. Hal itu yang membuat para fujoshi maupun fudanshi
merasa bahwa plot bergenre boy�s love menarik dan berbeda.� Dalam penokohannya terdapat 2 pria maupun
remaja yang di sebut, Seme (攻め) dan Uke (ウケ).
Seme (攻め), adalah sebutan dalam genre
bl yang sering ditemui. Digambarkan dalam sosok pria dominan dan berperan
sebagai memberi atau berada di atas. Memberikan tekanan pada pasangannya.
Ciri-ciri Seme (攻め) biasanya memiliki tinggi
badan lebih tinggi dari pasangan, dengan visual tampan dan menawan. Bertindak
lebih dulu yang kemudian mendominasi hubungan, memiliki kekuasaan bila mencakup
sub genre aksi dan fantasi. Memiliki bahu lebar dan bidang, dan banyak memiliki
prestasi sehingga selalu digambarkan sebagai penyelamat dan memberikan
perlindungan terhadap sang pasangan Uke (ウケ).
Uke (ウケ), sementara uke adalah
pasangan dari sang Seme (攻め). Digambarkan memiliki
karakter yang lebuh unik. Karakter dengan tinggi bada yang pendek, visual yang
memiliki paduan antara cantik dan tampan atau imut. Pintar namun selalu
memiliki back story menyedihkan. Memainkan mental illness dan kerap kali
percobaan bunuh diri sehingga membuat Seme (攻め) memliki keinginan untuk
melindungi dan membantu sang Uke (ウケ) untuk kembali mendaptkan
kehidupan normal. Cerita ini akan dikemas dengan epik beserta bumbu romansa dan
aksi. Karena cerita yang menarik inilah, para fujoshi lebih menyukai cerita ber
genre boy�s love dibandingkan romance biasa.
Fujoshi (腐女子), sebutan untuk para penggemar
perempuan yang berarti wanita busuk. Bukan karena mereka belok dalam orientasi,
tapi nama ini umum digunakan bagi kalangan wanita pencinta genre bl. Sementara
fudanshi (ふだんし), berkebalikan dari fujoshi.
Fudanshi (ふだんし), adalah sebutan bagi kaum
pria yang menyukai genre bl. Diantara fujoshi dan fudanshi, kaum fujoshi jauh
lebih banyak. Namun keduanya sulit ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebab
mereka yang begitu mahir dalam menyembunyikan identitas diri dalam kerumunan.
Dampak Positif dan Negatif
Serta Perubahan Fujoshi
Pada dasarnya dari pada dampak
positif, dampak negatif jauh lebih banyak. Salah satunya menebak-nebak mana
yang seme dan uke dalam dunia nyata padahal di hadapan mereka hanyalah seorang
teman antar lelaki yang terkadang terlalu berdekatan. Melalui pikiran saja
sudah begitu negatif. Lantas banyak dari informan fujoshi yang menyetujui hal
ini. Salah satu dampak negatif dari mengakses genre boy�s love adalah
kecanduan. Mereka memiliki dampak kecanduan dalam pengaksesan genre boy�s love
apalagi bagi mereka yang telah lebih dalam memasuki dunia tersebut sehingga
sulit untuk keluar dari sana.
Billieux, sebagaimana dikutip
dalam Fernandes et al., (2019), yang menyatakan bahwa
kecanduan internet tidak tertuju pada internet itu sendiri, tetapi lebih dalam
dan terkait dengan penggunaan khusus beberapa fitur internet (Fernandez &
Kuss, 2019). Dengan kata lain, pengguna
tidak hanya kecanduan internet, namun juga ketergantungan pada satu atau
beberapa aktivitas daring tertentu, salah satunya adalah kecanduan dalam
mengakses genre boy�s love di mana mereka akan sangat kesulitan keluar dari
dunia tersebut.
(Pagliassoti tahun, 2008) di
dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi motif
mengapa para fujoshi merasakan perasaan senang ketika mereka memuat dan
mendapatkan asupan berupa konten boy�s love, sebab genre ini sama dengan genre
lainnya meski memiliki perbedaan dalam mereferensikan adegan seksual, genre
boy�s love justru seolah memberikan mereka (perempuan) kesempatan bahwa
perempuan merupakan subjek bukan objek seksual. Karena nyatanya, di dunia nyata
sendiri masih banyak pelecehan yang dilakukan pria terhadap wanita karena
apapun yang melekat di tubuh wanita dan minimnya orang yang memiliki pikiran
bahwa wanita adalah objek pemuas nafsu bagi pria. Selain di kehidupan nyata, di
dalam genre heteroseksual masih sering dipenuhi dengan narasi narasi yang
menyatakan bahwa perempuan sebagai objektifikasi dan menseksualisasi diri para
perempuan. Namun dalam mengakses konten boy�s love tidak terjadi hal demikian,
mau seberapa usaha karakter perempuan tanpa sengaja terlihat seperti menggoda
sekali pun. Hal ini tidak terjadi, karena sedari awal genre boy�s love
ditunjukan kepada para perempuan, maka pembuat genre ini akan secara otomatis
mengerti terhadap target pasar yang akan ditembak dan akan disukai oleh para
remaja fujoshi (ふだんし).
Namun, diantara mereka setelah
mengenal genre boy�s love dan terjun sebagai fujoshi, mereka mendapatkan sudut
pandang baru, hal demikian nyata adanya di dalam kehidupan sehari hari atau di
dalam dunia nyata. Mereka mendapatkan pandangan baru dan pengetahuan baru
mengenai LGBT. Memiiki perspektif yang jauh lebih luas. Itu adalah segi positif
bagi sebagian para fujoshi yang menyelam ke dalam dunia pelangi. Sebutan dalam
dunia boy�s love ataupun LGBT.
Pada scenario terburuk,
kemungkinan para fujoshi sampai pada tahap melakukan mastrubasi ketika
mengakses konten konten boy�s love. Berfantasi bahwa mereka adalah seorang
bottom atau bahkan berkeinginan untuk menjadi top ketika menemui bottom lelaki
yang cantik. Pada tahap akhir, mereka akan mulai mempengaruhi orientasi seksual
para penggemar. Beberapa faktor yang mendorong para fujoshi menyelami dunia ini
adalah dikhiantai pasangan, mendapatkan pasangan yang belok (LGBT) atau bahkan
tekanan dari orangtua sendiri, menikmati visual karakter, dan rasa penasaran
yang tinggi.
Sebagian dari fujoshi (ふだんし) merasa bahwa kebanyakan dari
mengakses konten boy�s love membuat mereka justru memandang di kehidupan nyata
bahwa interaksi sesama lelaki sebagai bentuk keseharian kisah boy�s love
seperti yang mereka baca. Meski menambah perteman bagi sesama namun tidak
sedikit dari mereka yang mengalami perasaan sama ketika bertemu interkasi
sesama jenis di dunia nyata. Karena para fujoshi (ふだんし) yang memiliki kebiasaan atau
kesukaan yang aneh, maka para fujoshi (ふだんし) akan sangat tertutup dalam
melakukan sosialisai. Bukan berarti mereka tidak melakukan interaksi sosial
kepada orang orang, hanya mereka harus berhati hati dalam bertingkah laku dan
berbicara. Sebab mereka memiliki rasa takut di dalam diri apabila hobby mereka
menjadi boomerang yang akan menghancurkan mental para fujoshi dikalangan
masyarakat.
Mereka secara tidak sadar akan
menutup diri dari banyak orang dan hanya bisa mengekpresikan diri sendiri
ketika mereka bertemu dengan sasamanya saja. Ketika para remaja fujoshi (ふだんし) bertemu (para fujoshi
lainnya) mereka akan bisa melakukan interaksi seperti kebanyakan orang orang
sekitar meski dalam seputar pembahasan yang tidak jauh dari genre Boy�s
Love.� Karena itu, mereka para fujoshi (ふだんし) tidak akan sembarangan
menyebarkan identitas mereka serta tidak mudah ditemui jika bukan sesama saja.
Jika mereka mengizinkan orang
luar untuk mengambil sudut pandang para Fujoshi tentang hidup mereka, mereka
akan dengan senang hati memberitahunya namun hanya dalam forum tertutup, dan
memiliki sebuah persyaratan untuk tidak menyebarkan identitas termasuk foto
foto para individu fujoshi.
�Kalau sisi buruknya... Nafsu
terhadap sexual hasrat sexual melonjak. Tapi gua sampe gak berani buat..
Mastrubasi.. Amit amit ini mah.. Tapi terkadang.. Cewek.. Kayak temen gua.. Dia
nonton bl sambil mastrubasi, buset dah, (Pembicara menggunakan� bahasa kotor) jadi menurut dia Colmek
(mastrubasi wanita) saat menonton yaoi (film dewasa antar laki-laki). Membuat
dia berfantasi bahwa... dia adalah Dom nya. Kan ada yang di posisi atas sama di
bawah.. Bukan? Untuk. Sex. Dan tentunya kalau film dewasa pasti.. Yang bl
pedang sama pedang? Nah kata dia.. Dia berfantasi kalau... Dia pihak bawah..
Dan Pedang itu.. Masuk.. Ke... anu dia.. Yah intinya kembali ke karakter dan
hasrat mereka.�
Aplikasi dan Web yang Beredar
untuk Mengkonsumsi BL
Para fujoshi kebanyakan
mengakses konten-konten bl melalui sosial media seperti twitter yang diyakini
sebagai gudang konten bl, google, websaite yang bisa diakses dengan bantuan vpn
seperti mangabudy, mangaowl, dan ao3. Tak jarang para fujoshi meminta
recomendasi dari komunitas mereka di whatsapp serta telegram. Bahkan ada
beberapa konten creator tiktok yang kerap merekomendasikan bacaan dan flim
bergenre boy�s love di akun mereka. Kerap kali series Thailand akan selalu bisa
di akses pada aplikasi tersebut. Youtube GMM juga telah menyediakan beberapa
series boy�s love Thailand dalam berbagai subtitle termasuk Indonesia sehingga
tak jarang para fujoshi Indonesia menonton boy�s love malalui youtube atau telegram.
Petir merah, petir biru, dan petir kuning adalah tingkatan hard adegan dewasa
dalam penayngan series ataupun drama para tontonan genre bl di Thailand. Bahkan
ada beberapa game yang menyediakan khusus BL, yakni, Obey Me, Camp Buddy NU:
Carnival Blood Domination, dan Otome Game.
Dalam pengaksesan genre boy�s
love, bisanya para fujoshi selalu mencari waktu seorang diri agar tidak
ketahuan ketika membaca dan menonton genre boy�s love. Mereka kerap bergadang
malam, menunggu waktu orang rumah tidur dan menyendiri di kamar mengunci pintu.
Mungkin sebagian menonton bareng namun secara virtual dengan sesama mereka.
KESIMPULAN
Adityaputra, A. H., & Salma, S. (2022). Regulasi Diri Dan
Kecanduan Dalam Penggunaan Media Sosial Pada Mahasiswa Generasi Z Fakultas
Psikologi Universitas Diponegoro. Jurnal EMPATI, 11(6).
https://doi.org/10.14710/empati.0.36827
Ainah, Z., Sari, F. M., Huda, N. U., Anisa, N., Halisah, N.,
& Setyaningrum, S. D. (2023). Dampak Media Sosial Dalam Berbahasa Terhadap
Perilaku Keberagamaan Generasi Z. Religion : Jurnal Agama, Sosial, Dan
Budaya, 1(1).
Aisyah, S., & Muhammad Alif Kurniawan. (2021). Penggunaan
Media Pembelajaran Daring pada Masa Pandemi COVID-19. Jurnal Riset Madrasah
Ibtidaiyah (JURMIA), 1(1). https://doi.org/10.32665/jurmia.v1i1.195
Amini, S., Syafrini, D., & Nurlizawati, N. (2023). Motif
Mahasiswi Fujoshi Menonton Drama Boys Love (Studi Fenomenologi: Mahasiswi
Universitas Negeri Padang). Jurnal Perspektif, 6(2).
https://doi.org/10.24036/perspektif.v6i2.745
Anggita, Z. (2021). PENGgunaan Powtoon Sebagai Solusi Media
Pembelajaran Di Masa Pandemi Covid-19. Konfiks Jurnal Bahasa Dan Sastra
Indonesia, 7(2). https://doi.org/10.26618/konfiks.v7i2.4538
Baudinette, T. (2023). Boys love media in Thailand:
Celebrity, fans, and transnational Asian queer popular culture. Bloomsbury
Publishing.
Bristowe, K., Timmins, L., Braybrook, D., Marshall, S.,
Pitman, A., Johnson, K., Day, E., Clift, P., Rose, R., Yi, D., Yu, P., Gao, W.,
Roach, A., Almack, K., King, M., & Harding, R. (2023). LGBT+ partner
bereavement and appraisal of the Acceptance-Disclosure Model of LGBT+
bereavement: A qualitative interview study. Palliative Medicine, 37(2).
https://doi.org/10.1177/02692163221138620
Candra, A. I., Santoso, S., Hendy, H., Ajiono, R., &
Nursandah, F. (2020). Upaya Pencegahan Penyebaran Virus Covid-19 Di Kelurahan
Lirboyo Kota Kediri. Jurnal Ilmiah Pangabdhi, 6(2).
https://doi.org/10.21107/pangabdhi.v6i2.7395
Chan, R. C. H. (2023). Benefits and risks of LGBT social
media use for sexual and gender minority individuals: An investigation of
psychosocial mechanisms of LGBT social media use and well-being. Computers
in Human Behavior, 139, 107531.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2022.107531
Fernandez, O. L., & Kuss, D. (2019). Harmful internet
use-Part I: Internet addiction and problematic use. European Parliamentary
Research Service.
Fitriana, R., Darmawan, D. R., Efriani, E., & Apriadi, D.
W. (2021). Gejolak Fujoshi Dalam Media Sosial (Peran Media Twitter Dalam
Pembentukan Identitas Kelompok Fujoshi). KIRYOKU, 5(2).
https://doi.org/10.14710/kiryoku.v5i2.228-235
Hanckel, B. (n.d.). LGBT+ Youth and Emerging Technologies
in Southeast Asia.
Hanckel, B. (2023). LGBT+ youth and emerging technologies
in Southeast Asia: Designing for wellbeing.
Nihlah, W. Z., Kania, S., & Zahid, A. (2023). Kekerasan
Simbolik Era Digitalisasi Terhadap Perilaku Masyarakat Beragama Di Desa Tanen
Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung. IQTIDA: Journal of Da�wah and
Communication, 3(1), 81�106. https://doi.org/10.28918/iqtida.v3i1.339
Reggiani, M., Gagnon, J. D., & Lunn, R. J. (2024). LGBT +
academics� and PhD students� experiences of visibility in STEM: more than
raising the rainbow flag. Higher Education, 87(1).
https://doi.org/10.1007/s10734-023-00993-2
Susanto, A. H., & Kramadibrata, B. S. (2020). Pengaruh
Partisipasi Masyarakat Dan Kebijakan Pemerintah Terhadap Pengurangan Penyebaran
Virus Covid 19. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan), 4(4).
https://doi.org/10.58258/jisip.v4i4.1497
Werdiningsih, C. E., Simamora, L., & Achiruddin, A.
(2022). Sosialisasi Penyuluhan Pencegahan Penyebaran Virus Covid 19. Jurnal
Pengabdian Dharma Laksana, 4(2).
https://doi.org/10.32493/j.pdl.v4i2.18227
|
� 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication
under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |