Octariany1, Sausan Sabira2
Universitas Abdurrab, Indonesia12
Email: [email protected]1,
[email protected]2
Abstrak |
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang
diakibatkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini
mengakibatkan berbagai perubahan pada penderitanya, baik dari segi fisik,
fungsional, psikologis, maupun sosial. Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah
untuk menyembuhkan pasien, mencegah kekambuhan, dan menghindari resistensi
terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Kepatuhan dalam mengonsumsi obat anti
tuberkulosis sangat berkaitan dengan kualitas hidup pasien yang menderita
tuberkulosis. Pemahaman tentang pentingnya mengonsumsi OAT secara teratur
dapat mengurangi gejala yang timbul dari penyakit serta meningkatkan
kepatuhan pasien sehingga berguna untuk mencapai kualitas hidup yang lebih
baik. Pada tahun 2022, kasus TB di Puskesmas Rejosari sekitar 93 orang, di
mana angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkapnya cukup rendah yaitu
55,9% dan 40,2%. Penelitian ini menggunakan
desain studi analitik observasional dengan rancangan cross sectional.
Penelitian ini dilakukan
di Puskesmas Rejosari.
Teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan
Accidental sampling. Dari 40 responden didapatkan 34 orang dengan kategori kepatuhan minum obat tinggi
yaitu 30 orang (75%) memiliki
kualitas hidup baik dan 4 orang (10%) dengan kualitas hidup sedang, sementara kategori kepatuhan minum obat sedang
sebanyak 6 orang yakni 1
orang (2,5%) kualitas hidup
baik dan 5 orang (12,5%) kualitas
hidup sedang. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, diperoleh
p-value sebesar 0,004, yang menunjukkan
adanya hubungan signifikan antara kepatuhan dalam mengonsumsi obat dengan kualitas hidup pasien tuberkulosis di Puskesmas Rejosari, dengan koefisien korelasi sebesar 0,447. Kata kunci: kepatuhan minum obat, kualitas hidup, tuberkulosis |
|
Abstract |
Tuberculosis is an infectious disease caused by the
bacterium Mycobacterium tuberculosis. This disease results in various changes
in its sufferers, both in terms of physical, functional, psychological, and
social. The goal of tuberculosis treatment is to cure the patient, prevent
recurrence, and avoid resistance to anti-tuberculosis drugs (OAT). Adherence
to taking anti-tuberculosis drugs is closely related to the quality of life
of patients suffering from tuberculosis. Understanding the importance of
consuming OAT regularly can reduce symptoms arising from the disease and
improve patient compliance so that it is useful to achieve a better quality
of life. In 2022, TB cases at the Rejosari Health Center are around 93
people, where the recovery rate and complete treatment rate are quite low,
namely 55.9% and 40.2%. This study uses an observational analytical study
design with a cross-sectional design. This research was conducted at the
Rejosari Health Center. Sampling technique using Accidental sampling. Of the
40 respondents, 34 people with a high medication compliance category were
obtained, namely 30 people (75%) had a good quality of life and 4 people
(10%) had a moderate quality of life, while the category of moderate
medication adherence was 6 people, namely 1 person (2.5%) had a good quality
of life and 5 people (12.5%) had a moderate quality of life. Based on the
results of the Spearman correlation test, a p-value of 0.004 was obtained,
which showed a significant relationship between adherence to medication and
the quality of life of tuberculosis patients at the Rejosari Health Center,
with a correlation coefficient of 0.447. Keywords: medication adherence, quality of life,
tuberculosis |
*Correspondence
Author: Octariany
Email:
[email protected]
PENDAHULUAN
Tuberkulosis
(TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis, yang dapat mempengaruhi berbagai organ tubuh, terutama paru-paru (Bakar, n.d.). Jumlah
kasus TB di Indonesia tahun 2022 meningkat hingga lebih dari 700 ribu kasus
sehingga saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-2 jumlah kasus TB terbanyak
di dunia setelah India. Kasus TB Kota Pekanbaru tahun 2022 mencapai 2.870 orang
dengan angka keberhasilan pengobatan sebanyak 2.614 orang, keberhasilan
pengobatan TB tidak lepas dari peran pemerintah dalam penanggulangan TB.
Penanggulangan
tuberkulosis di Indonesia dilakukan dengan enam strategi, yaitu: strategi 1
memperkuat komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota untuk mendukung percepatan eliminasi tuberkulosis pada tahun
2030; strategi 2 meningkatkan akses layanan tuberkulosis yang berkualitas dan
berorientasi pada pasien; strategi 3 mengoptimalkan upaya promosi dan
pencegahan, memberikan pengobatan pencegahan tuberkulosis, serta mengendalikan
infeksi; strategi 4 memanfaatkan hasil penelitian dan teknologi untuk skrining,
diagnosis, dan penanganan tuberkulosis; strategi 5 meningkatkan peran serta
komunitas, mitra, dan berbagai sektor lainnya dalam eliminasi tuberkulosis; dan
strategi 6 memperkuat manajemen program melalui penguatan sistem Kesehatan (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2022).
Fasilitas
pelayanan kesehatan adalah lokasi yang digunakan untuk melaksanakan berbagai
upaya pelayanan kesehatan, termasuk pencegahan, promosi, penyembuhan, dan
pemulihan, yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, atau
masyarakat. Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
memiliki program wajib untuk pencegahan penyakit menular (P2M) adalah puskesmas (Sari et al., 2022).
Puskesmas Rejosari adalah puskesmas yang terletak di Kecamatan Tenayan Raya,
Kota Pekanbaru. Kasus TB di Puskesmas Rejosari sekitar 93 orang, di mana angka
kesembuhan dan angka pengobatan lengkapnya cukup rendah yaitu 55,9% dan 40,2%.
Kepatuhan
dalam mengonsumsi obat TB sangat krusial untuk mencapai hasil pengobatan yang
efektif, mengendalikan penyebaran penyakit, serta mencegah perkembangan
resistensi terhadap obat TB (Bea et al., 2021). Penilaian kualitas hidup pasien TB sangat
penting karena penyakit ini dapat memengaruhi kehidupan seseorang dalam
berbagai aspek, termasuk fisik, fungsional, psikologis, dan sosial di
masyarakat (Pariyana et al., 2018). Penderita
TB biasanya mengalami kualitas hidup yang rendah dan memiliki risiko tinggi
untuk mengalami depresi. Selain itu, kepatuhan pasien TB dalam pengobatan juga
dapat mempengaruhi kualitas hidup (Juliasih et al., 2020).
Berdasarkan
penelitian dilakukan oleh Amalia & Arini, (2022) di salah satu rumah sakit
di Denpasar, melaporkan bahwa kepatuhan minum obat pasien TB berhubungan
terhadap kualitas hidup dengan nilai sig 0.000 dan koefisien korelasi diperoleh
0.846 yang berarti semakin tinggi kepatuhan minum OAT maka semakin tinggi pula
kualitas hidupnya (Amalia et al., 2022). Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Rosdayani et al., (2023) di Puskesmas Bojong Rawalumbu
didapatkan nilai p-value = 0.018 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan tingkat kepatuhan minum obat terhadap kualitas hidup pasien TB Paru (Yadav et al., 2021). Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat terhadap kualitas
hidup pasien tuberkulosis di Puskesmas Rejosari Kota Pekanbaru. Manfaat dari
penelitian ini adalah untuk memberikan informasi yang berguna bagi tenaga
kesehatan dan pembuat kebijakan dalam merancang intervensi yang lebih efektif
untuk meningkatkan kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien TB. Dengan
memahami hubungan antara kedua variabel ini, diharapkan dapat meningkatkan
upaya pencegahan dan penanganan tuberkulosis, serta memperbaiki kualitas hidup
pasien secara keseluruhan. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi
referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kepatuhan
pengobatan dan kualitas hidup pasien dengan penyakit menular lainnya (Rosdayani et al.,
2023).
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional yang
bertujuan untuk mengamati hubungan antara kepatuhan minum obat dan kualitas
hidup pasien TB paru pada satu titik waktu (HUWAINAN NISA
NASUTION, 2019). Pendekatan ini dipilih
karena memungkinkan peneliti untuk mengevaluasi kedua variabel secara bersamaan
di dalam populasi yang sama. Populasi penelitian mencakup seluruh pasien TB
paru yang sedang menjalani pengobatan di wilayah kerja Puskesmas Rejosari.
Sampel akan diambil dari pasien yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu pasien
dewasa (≥ 18 tahun) yang sedang dalam pengobatan TB paru aktif dan
bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Kriteria eksklusi meliputi pasien
dengan gangguan mental yang dapat mempengaruhi pemahaman mereka terhadap
pertanyaan yang diajukan serta pasien yang tidak dapat dihubungi atau tidak
menyelesaikan kuesioner. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
accidental sampling, di mana sampel diambil berdasarkan kebetulan saat peneliti
melakukan pengamatan di lokasi, sehingga diharapkan dapat memperoleh sampel
yang representatif.
Teknik pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan panduan
kuesioner, untuk memastikan pemahaman yang baik dari responden terhadap
pertanyaan yang diajukan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kepatuhan
minum obat adalah kuesioner MARS-5, yang dirancang untuk menilai sejauh mana
pasien mematuhi pengobatan yang telah ditentukan. Sementara itu, untuk menilai
kualitas hidup pasien, digunakan kuesioner WHOQOL-BREF, yang mencakup berbagai
dimensi kehidupan, termasuk fisik, psikologis, dan sosial. Pengumpulan data ini
diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang kondisi pasien
TB paru di Puskesmas Rejosari.
Setelah data terkumpul,
analisis akan dilakukan menggunakan statistik deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik sampel, seperti usia, jenis kelamin, dan tingkat kepatuhan minum
obat. Selain itu, analisis inferensial akan dilakukan untuk mengevaluasi
hubungan antara kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien. Uji korelasi
Pearson atau Spearman akan digunakan sesuai dengan distribusi data, untuk
menentukan ada tidaknya hubungan signifikan antara kedua variabel tersebut.
Selain itu, analisis regresi juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi kualitas hidup pasien, sehingga
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang berguna dalam
upaya meningkatkan kepatuhan pengobatan dan kualitas hidup pasien TB paru di
wilayah tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Deskripsi
Karakteristik Pasien
|
|
|
56-65 tahun |
|
|
� Tidak Sekolah Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas |
|
|
Ibu Rumah Tangga Pensiun Pegawai Negeri Sipil |
|
|
100 |
||
Lama
Pengobatan (bln) Awal (1-2 bulan) |
|
|
100 |
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui
bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki dan perempuan berjumlah sama yaitu 20
orang (50%) laki-laki dan 20 orang (50%) perempuan. Berdasarkan umur, sebagian
besar pasien berada pada rentang usia 26-35 tahun sebanyak 12 orang (30%).
Berdasarkan pendidikan, sebagian besar pendidikan terakhir pasien adalah SMA
dengan jumlah 26 orang (65%). Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar pasien
bekerja sebagai wiraswasta dengan jumlah sebanyak 18 orang (45%). Berdasarkan
lama pengobatan, sebagian besar pasien menjalani pengobatan di fase lanjutan
sebanyak 29 orang (72,5%).
Tabel 2. Karakteristik Pasien
Tuberkulosis Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat
Berdasarkan
hasil penelitian, tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien, yaitu 34
orang (85%), memiliki tingkat kepatuhan tinggi terhadap obat, sedangkan 6 orang
(15%) menunjukkan kepatuhan sedang. Tidak ada pasien yang memiliki kepatuhan
rendah.
Tabel 3. Karakteristik Pasien
Tuberkulosis Berdasarkan Kualitas Hidup
Berdasarkan hasil penelitian
tabel 3 didapatkan bahwa mayoritas pasien memiliki kualitas hidup baik sebanyak
31 orang (77,5%), 9 orang (22,55%) memiliki kualitas hidup sedang dan kualitas
hidup buruk tidak ada.
Tabel 4. Analisis Tabulasi
Silang Kepatuhan Minum Obat dan Kualitas Hidup Pasien Tuberkulosis
|
Kualitas Hidup Pasien Tuberkulosis |
Total |
|||
Buruk |
Sedang |
Baik |
|
||
Kepatuhan Minum Obat Pasien Tuberkulosis |
Rendah |
00% |
00% |
00% |
00% |
Sedang |
00% |
512,5% |
12,5% |
615% |
|
Tinggi |
00% |
410% |
3075% |
3485% |
|
Total |
00% |
922,5% |
3177,5% |
40100% |
Berdasarkan tabel 4 dapat
diketahui bahwa pasien yang memiliki kepatuhan minum obat yang tinggi sebanyak
34 orang (85%). Dari 34 pasien dengan kepatuhan minum obat yang tinggi
didapatkan 30 orang (75%) yang kualitas hidupnya baik dan 4 orang (10%) yang kualitas
hidupnya sedang. Selain itu, didapatkan pasien dengan kepatuhan minum obat
sedang sebanyak 6 orang (15%). Dari 6 pasien tersebut terdapat 1 orang (2,5%)
kualitas hidupnya baik dan 5 orang (12,5%) kualitas hidupnya sedang.
Hasil
analisis menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan p-value sebesar 0,000,
yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini mengindikasikan terdapat hubungan antara
kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien tuberkulosis di Puskesmas
Rejosari. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,612, yang berada dalam rentang
0,600-0,799, menunjukkan bahwa hubungan antara kepatuhan minum obat dan
kualitas hidup pasien tuberkulosis dalam penelitian ini adalah kuat. Arah
koefisien korelasi positif yang menunjukkan semakin tinggi kepatuhan minum obat
pasien tuberkulosis, maka akan semakin baik kualitas hidup pasien tersebut.
Begitupun sebaliknya, jika kepatuhan minum obat rendah pada pasien tuberkulosis
maka kualitas hidupnya juga akan semakin kurang baik, sehingga hasil penelitian
ini sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara kepatuhan minum obat dengan kualitas hidup pasien tuberkulosis di
Puskesmas Rejosari.
Hasil
penelitian diperoleh bahwa dari 40 orang pasien, terdapat 34 orang (85%)
memiliki kepatuhan minum obat yang tinggi dan 6 orang (15%) memiliki kepatuhan
minum obat yang sedang. Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas pasien
menunjukkan tingkat kepatuhan tinggi dalam minum obat. Banyaknya pasien yang
memiliki kepatuhan minum obat yang tinggi pada penelitian ini mungkin saja
dipengaruhi oleh beberapa faktor demografi pasien. Faktor demografi yang
didapatkan dari penelitian ini bahwa tingkat pendidikan pasien tuberkulosis di
Puskesmas Rejosari rata-rata berpendidikan SMA sebanyak 26 orang (65%) di mana
kepatuhan minum obat yang tinggi sebanyak 22 orang (55%) sehingga dapat
disimpulkan mayoritas pasien TB memiliki pendidikan hingga tingkat menengah
atas.
Pendidikan
merupakan elemen penting yang membantu pasien dalam mematuhi pengobatan dan
memahami informasi yang diperlukan untuk mengatasi masalah kesehatan, guna
mencapai kehidupan yang lebih sehat. Tingkat pendidikan yang rendah dapat
mempengaruhi pemahaman seseorang mengenai suatu penyakit (Ziliwu & Girsang, 2022). Penelitian yang dilakukan oleh Absor et al.
(2020) juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terakhir seseorang sangat
memengaruhi kepatuhan pasien. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
semakin besar pula kepatuhan mereka terhadap pengobatan. Mereka menyadari bahwa
kesehatan sangat penting bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk mengunjungi
fasilitas pelayanan kesehatan.
Lamanya pengobatan pasien
tuberkulosis juga bisa menjadi faktor yang membuat pasien patuh dalam minum
obat. Pada penelitian ini didapatkan pasien TB yang menjalani pengobatan fase
lanjutan memiliki kepatuhan yang tinggi. Hal ini berhubungan dengan gejala
penyakit tuberkulosis yang dialami pasien mengganggu ketika aktivitas sehingga
muncul keinginan untuk segera sembuh (Fistalia et al., 2023).
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan mayoritas pasien tuberkulosis memiliki kualitas hidup yang baik
sebanyak 31 orang (77,5%), sedangkan kualitas hidup sedang sebanyak 9 orang
(22,5%). Tingginya angka kualitas hidup yang baik pada pasien tuberkulosis di
Puskesmas Rejosari bisa saja disebabkan karena kondisi demografi pasien juga.
Jenis kelamin merupakan salah satu karakteristik individu yang dapat
mempengaruhi terjadinya penyakit. Pada penelitian ini didapatkan kualitas hidup
yang baik pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan yakni sebanyak 17
orang (42,5%) sedangkan pada perempuan 14 orang (35%), hal ini menandakan bahwa
jenis kelamin dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
seseorang.
Usia
juga dapat menjadi faktor yang memengaruhi kualitas hidup seseorang. Dalam
penelitian ini, ditemukan bahwa banyak individu dalam rentang usia 26-35 tahun
memiliki kualitas hidup yang baik. Menurut Fitriyadi & Era (2023), usia
memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hidup individu, di mana seiring
bertambahnya usia, kualitas hidup cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa seiring bertambahnya usia, individu cenderung lebih sering
merasakan putus asa terhadap kemungkinan perbaikan di masa depan. Sebaliknya,
mereka berharap kesejahteraan mereka akan meningkat seiring bertambahnya usia. Penelitian
oleh Abrori & Ahmad (2018) menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia,
kualitas hidup umumnya mengalami penurunan. Individu yang berada dalam usia
produktif cenderung merasa termotivasi untuk sembuh, memiliki harapan hidup
yang tinggi, dan berperan sebagai tulang punggung keluarga. Di sisi lain,
penderita yang berusia lebih tua cenderung menyerahkan keputusan mengenai
perawatan mereka kepada keluarga. Banyak
dari mereka merasa sudah tua dan lelah menunggu, sehingga kurang memiliki
motivasi untuk menjalani terapi.
Hipotesis
pada penelitian ini terbukti kemungkinan dikarenakan pasien tuberkulosis sadar
dan paham manfaat dari patuh minum obat, ketika pasien patuh dalam meminum obat
akan membuat gejala yang dirasakan berkurang sehingga kualitas hidup menjadi
lebih baik. Dukungan keluarga yang diterima pasien sangat berperan dalam
keberhasilan pengobatan, dengan cara mengingatkan penderita untuk rutin minum
obat dan memberikan semangat agar tetap menjalani perawatan. Peran keluarga
yang positif adalah sumber motivasi dan dukungan yang efektif dalam mendorong
pasien untuk menjalani pengobatan secara teratur sesuai dengan anjuran (Fitri, 2018).
Menurut
Syaifiyatul et al. (2020), yang dikutip oleh Rosdayani et al. (2023), kepatuhan
terhadap pengobatan mencerminkan perilaku pasien terkait dengan semua tindakan
yang diperlukan untuk mencapai pengobatan yang optimal, termasuk kepatuhan
terhadap obat antituberkulosis, yang merupakan faktor utama keberhasilan
pengobatan. Kepatuhan dalam mengonsumsi obat terlihat dari perilaku pasien
dalam meminum obat sesuai dengan jenis, dosis, cara, waktu, dan jumlah hari
pengobatan yang direkomendasikan (Fistalia et al., 2023). Kepatuhan dalam pengobatan yang tinggi dapat
memberikan dampak positif dengan meningkatnya angka kesembuhan (Ritassi et al., 2024).
Kualitas
hidup pasien tuberkulosis dipengaruhi oleh kepatuhan mereka terhadap program
pengobatan. Dengan kepatuhan dalam menjalani terapi, diharapkan kondisi
penderita menjadi lebih baik dan mereka tidak merasakan tanda atau gejala
penyakit, yang pada gilirannya dapat meningkatkan keadaan fisik, psikis, dan
sosial mereka. Semakin tinggi tingkat kepatuhan pasien, semakin baik pula
kualitas hidup mereka. Namun,
dalam menjalani program pengobatan, penderita memerlukan dukungan dari
keluarga, lingkungan, dan tenaga kesehatan. Diharapkan bahwa penderita menerima
dukungan yang baik, sehingga mereka lebih mudah mendapatkan informasi tentang
penyakit dan pengobatannya. Dengan adanya dukungan tersebut, diharapkan dapat
mengurangi risiko penyebaran penyakit dan meningkatkan tingkat kesembuhan
tuberkulosis (Rosdayani et al.,
2023).
Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalia & Arini (2022)
yang menyatakan bahwa kepatuhan minum obat pasien TB berhubungan terhadap
kualitas hidup dengan nilai sig 0.000 dan koefisien korelasi diperoleh 0.846
yang berarti semakin tinggi kepatuhan minum OAT maka semakin tinggi pula
kualitas hidupnya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Muflihatin et al. (2018), yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
kepatuhan dalam minum obat dan kualitas hidup pasien tuberkulosis di Wilayah
Kerja Puskesmas Segiri Samarinda, dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Kepatuhan minum obat yang tinggi dapat
berpengaruh pada kualitas hidup penderita tuberkulosis. Penderita tuberkulosis
yang mematuhi pengobatan diharapkan mengalami perbaikan kondisi dan tidak
merasakan tanda atau gejala penyakit, sehingga dapat meningkatkan keadaan
fisik, psikis, dan sosial mereka (Fistalia et al., 2023).
Nilai
koefisien korelasi dalam penelitian ini adalah 0,612, yang menunjukkan bahwa
terdapat kekuatan korelasi yang kuat. Hubungan korelasi yang sedang mungkin
saja dapat dikarenakan faktor demografis yang berperan terhadap kualitas hidup
pasien, misalnya faktor pendidikan. Tingkat pendidikan memiliki hubungan yang
signifikan dengan kualitas hidup penderita TB paru. Seiring dengan meningkatnya
pendidikan, kualitas hidup individu juga dapat meningkat. Untuk itu, diperlukan
suatu domain yang dapat membentuk tindakan, yaitu pengetahuan. Individu dengan
pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas,
yang memungkinkan mereka untuk mengontrol diri dan menghadapi masalah dengan
lebih baik (Masyarakat et al.,
2018).
KESIMPULAN
Amalia, A., Arini, H. D., & Dhrik, M.
(2022). Analisis Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Antituberkulosis
Terhadap Kualitas Hidup Pasien Tuberkulosis Paru. Jurnal Ilmiah Mahaganesha,
1(2), 67�74.
Bakar, T. L. L. (n.d.). Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk. 01.07/Menkes/555/2019 Tentang
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran.
Bea, S., Lee, H., Kim, J. H., Jang, S. H.,
Son, H., Kwon, J.-W., & Shin, J.-Y. (2021). Adherence and associated
factors of treatment regimen in drug-susceptible tuberculosis patients. Frontiers
in Pharmacology, 12, 625078.
Fistalia, D. I. A. A., Octavia, D. R.,
& Sahara, S. B. (2023). Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kualitas Hidup
Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Lamongan Dewi. Journal of
Pharmacy and Science, 8(2).
Fitri, L. D. (2018). Kepatuhan Minum Obat
pada Pasien Tuberkulosis Paru. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 7(01).
https://doi.org/10.33221/jikm.v7i01.50
HUWAINAN NISA NASUTION, N. (2019). Penelitian
Analitik Observasional dengan Pendekatan Cross Sectional Di Praktik Swasta
Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes di
Surabaya Divisi Endokrin dan Metabolisme. Universitas Airlangga.
Juliasih, N. N., Mertaniasih, N. M., Hadi,
C., Soedarsono, Sari, R. M., & Alfian, I. N. (2020). Factors affecting
tuberculosis patients� quality of life in Surabaya, Indonesia. Journal of
Multidisciplinary Healthcare, 1475�1480.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2022). Laporan Program Penanggulangan Tuberkulosis. In Kementerian
Kesehatan Republik indonesia.
Masyarakat, B. K., Abrori, I., Riris,
&, & Ahmad, A. (2018). Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis
Resisten Obat di Kabupaten Banyumas. Berita Kedokteran Masyarakat, 34(2).
Pariyana, P., Liberty, I. A., & Ridwan,
A. (2018). Perbedaan pekembangan kualitas hidup penderita Tb paru menggunakan
instrumen indonesianwhoqol-breffquestionareterhadap fase pengobatan
tuberculosis. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, 5(3), 124�132.
Ritassi, A. J., Nuryanto, I. K., &
Rismawan, M. (2024). Hubungan antara Kepatuhan Minum Obat dengan Kualitas Hidup
Penderita Tuberkulosis. Jurnal Gema Keperawatan, 17(1), 63�78.
https://doi.org/10.33992/jgk.v17i1.3255
Rosdayani, D., Yanti, S. I., &
Amirulah, F. (2023). Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Dengan Kualitas
Hidup Pasien Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Bojong Rawalumbu. Jurnal Ilmiah
Pharmacy, 10(2).
Sari, D. I., Erwin, E., & Lestari, W.
(2022). Gambaran Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan Strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse) Di Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun
2022. Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(8), 753�760. https://doi.org/10.59141/cerdika.v2i8.533
Yadav, R. K., Kaphle, H. P., Yadav, D. K.,
Marahatta, S. B., Shah, N. P., Baral, S., Khatri, E., & Ojha, R. (2021).
Health related quality of life and associated factors with medication adherence
among tuberculosis patients in selected districts of Gandaki Province of Nepal.
Journal of Clinical Tuberculosis and Other Mycobacterial Diseases, 23,
100235. https://doi.org/10.1016/j.jctube.2021.100235
Ziliwu, J. B. P., & Girsang, E. (2022).
The Relationship Of Knowledge And Attitudes Towards Medication Adherence In
Tuberculosis Patients In Medan Pulmonary Specialty Hospital. Jambura Journal
of Health Sciences and Research, 4(3), 999�1006.
https://doi.org/10.35971/jjhsr.v4i3.16540
|
� 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication
under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |