�HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT TERHADAP KUALITAS HIDUP PASIEN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS REJOSARI

 

Octariany1, Sausan Sabira2

Universitas Abdurrab, Indonesia12

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang diakibatkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini mengakibatkan berbagai perubahan pada penderitanya, baik dari segi fisik, fungsional, psikologis, maupun sosial. Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah kekambuhan, dan menghindari resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Kepatuhan dalam mengonsumsi obat anti tuberkulosis sangat berkaitan dengan kualitas hidup pasien yang menderita tuberkulosis. Pemahaman tentang pentingnya mengonsumsi OAT secara teratur dapat mengurangi gejala yang timbul dari penyakit serta meningkatkan kepatuhan pasien sehingga berguna untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Pada tahun 2022, kasus TB di Puskesmas Rejosari sekitar 93 orang, di mana angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkapnya cukup rendah yaitu 55,9% dan 40,2%. Penelitian ini menggunakan desain studi analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rejosari. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan Accidental sampling. Dari 40 responden didapatkan 34 orang dengan kategori kepatuhan minum obat tinggi yaitu 30 orang (75%) memiliki kualitas hidup baik dan 4 orang (10%) dengan kualitas hidup sedang, sementara kategori kepatuhan minum obat sedang sebanyak 6 orang yakni 1 orang (2,5%) kualitas hidup baik dan 5 orang (12,5%) kualitas hidup sedang. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, diperoleh p-value sebesar 0,004, yang menunjukkan adanya hubungan signifikan antara kepatuhan dalam mengonsumsi obat dengan kualitas hidup pasien tuberkulosis di Puskesmas Rejosari, dengan koefisien korelasi sebesar 0,447.

 

Kata kunci: kepatuhan minum obat, kualitas hidup, tuberkulosis

 

Abstract

Tuberculosis is an infectious disease caused by the bacterium Mycobacterium tuberculosis. This disease results in various changes in its sufferers, both in terms of physical, functional, psychological, and social. The goal of tuberculosis treatment is to cure the patient, prevent recurrence, and avoid resistance to anti-tuberculosis drugs (OAT). Adherence to taking anti-tuberculosis drugs is closely related to the quality of life of patients suffering from tuberculosis. Understanding the importance of consuming OAT regularly can reduce symptoms arising from the disease and improve patient compliance so that it is useful to achieve a better quality of life. In 2022, TB cases at the Rejosari Health Center are around 93 people, where the recovery rate and complete treatment rate are quite low, namely 55.9% and 40.2%. This study uses an observational analytical study design with a cross-sectional design. This research was conducted at the Rejosari Health Center. Sampling technique using Accidental sampling. Of the 40 respondents, 34 people with a high medication compliance category were obtained, namely 30 people (75%) had a good quality of life and 4 people (10%) had a moderate quality of life, while the category of moderate medication adherence was 6 people, namely 1 person (2.5%) had a good quality of life and 5 people (12.5%) had a moderate quality of life. Based on the results of the Spearman correlation test, a p-value of 0.004 was obtained, which showed a significant relationship between adherence to medication and the quality of life of tuberculosis patients at the Rejosari Health Center, with a correlation coefficient of 0.447.

 

Keywords: medication adherence, quality of life, tuberculosis

*Correspondence Author: Octariany

Email: [email protected]

 


 

PENDAHULUAN

 

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat mempengaruhi berbagai organ tubuh, terutama paru-paru (Bakar, n.d.). Jumlah kasus TB di Indonesia tahun 2022 meningkat hingga lebih dari 700 ribu kasus sehingga saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-2 jumlah kasus TB terbanyak di dunia setelah India. Kasus TB Kota Pekanbaru tahun 2022 mencapai 2.870 orang dengan angka keberhasilan pengobatan sebanyak 2.614 orang, keberhasilan pengobatan TB tidak lepas dari peran pemerintah dalam penanggulangan TB.

Penanggulangan tuberkulosis di Indonesia dilakukan dengan enam strategi, yaitu: strategi 1 memperkuat komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk mendukung percepatan eliminasi tuberkulosis pada tahun 2030; strategi 2 meningkatkan akses layanan tuberkulosis yang berkualitas dan berorientasi pada pasien; strategi 3 mengoptimalkan upaya promosi dan pencegahan, memberikan pengobatan pencegahan tuberkulosis, serta mengendalikan infeksi; strategi 4 memanfaatkan hasil penelitian dan teknologi untuk skrining, diagnosis, dan penanganan tuberkulosis; strategi 5 meningkatkan peran serta komunitas, mitra, dan berbagai sektor lainnya dalam eliminasi tuberkulosis; dan strategi 6 memperkuat manajemen program melalui penguatan sistem Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2022).

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah lokasi yang digunakan untuk melaksanakan berbagai upaya pelayanan kesehatan, termasuk pencegahan, promosi, penyembuhan, dan pemulihan, yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, atau masyarakat. Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang memiliki program wajib untuk pencegahan penyakit menular (P2M) adalah puskesmas (Sari et al., 2022). Puskesmas Rejosari adalah puskesmas yang terletak di Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru. Kasus TB di Puskesmas Rejosari sekitar 93 orang, di mana angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkapnya cukup rendah yaitu 55,9% dan 40,2%.

Kepatuhan dalam mengonsumsi obat TB sangat krusial untuk mencapai hasil pengobatan yang efektif, mengendalikan penyebaran penyakit, serta mencegah perkembangan resistensi terhadap obat TB (Bea et al., 2021). Penilaian kualitas hidup pasien TB sangat penting karena penyakit ini dapat memengaruhi kehidupan seseorang dalam berbagai aspek, termasuk fisik, fungsional, psikologis, dan sosial di masyarakat (Pariyana et al., 2018). Penderita TB biasanya mengalami kualitas hidup yang rendah dan memiliki risiko tinggi untuk mengalami depresi. Selain itu, kepatuhan pasien TB dalam pengobatan juga dapat mempengaruhi kualitas hidup (Juliasih et al., 2020).

Berdasarkan penelitian dilakukan oleh Amalia & Arini, (2022) di salah satu rumah sakit di Denpasar, melaporkan bahwa kepatuhan minum obat pasien TB berhubungan terhadap kualitas hidup dengan nilai sig 0.000 dan koefisien korelasi diperoleh 0.846 yang berarti semakin tinggi kepatuhan minum OAT maka semakin tinggi pula kualitas hidupnya (Amalia et al., 2022). Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosdayani et al., (2023) di Puskesmas Bojong Rawalumbu didapatkan nilai p-value = 0.018 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan tingkat kepatuhan minum obat terhadap kualitas hidup pasien TB Paru (Yadav et al., 2021). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat terhadap kualitas hidup pasien tuberkulosis di Puskesmas Rejosari Kota Pekanbaru. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi yang berguna bagi tenaga kesehatan dan pembuat kebijakan dalam merancang intervensi yang lebih efektif untuk meningkatkan kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien TB. Dengan memahami hubungan antara kedua variabel ini, diharapkan dapat meningkatkan upaya pencegahan dan penanganan tuberkulosis, serta memperbaiki kualitas hidup pasien secara keseluruhan. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kepatuhan pengobatan dan kualitas hidup pasien dengan penyakit menular lainnya (Rosdayani et al., 2023).

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengamati hubungan antara kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien TB paru pada satu titik waktu (HUWAINAN NISA NASUTION, 2019). Pendekatan ini dipilih karena memungkinkan peneliti untuk mengevaluasi kedua variabel secara bersamaan di dalam populasi yang sama. Populasi penelitian mencakup seluruh pasien TB paru yang sedang menjalani pengobatan di wilayah kerja Puskesmas Rejosari. Sampel akan diambil dari pasien yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu pasien dewasa (≥ 18 tahun) yang sedang dalam pengobatan TB paru aktif dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Kriteria eksklusi meliputi pasien dengan gangguan mental yang dapat mempengaruhi pemahaman mereka terhadap pertanyaan yang diajukan serta pasien yang tidak dapat dihubungi atau tidak menyelesaikan kuesioner. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling, di mana sampel diambil berdasarkan kebetulan saat peneliti melakukan pengamatan di lokasi, sehingga diharapkan dapat memperoleh sampel yang representatif.

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan panduan kuesioner, untuk memastikan pemahaman yang baik dari responden terhadap pertanyaan yang diajukan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kepatuhan minum obat adalah kuesioner MARS-5, yang dirancang untuk menilai sejauh mana pasien mematuhi pengobatan yang telah ditentukan. Sementara itu, untuk menilai kualitas hidup pasien, digunakan kuesioner WHOQOL-BREF, yang mencakup berbagai dimensi kehidupan, termasuk fisik, psikologis, dan sosial. Pengumpulan data ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang kondisi pasien TB paru di Puskesmas Rejosari.

Setelah data terkumpul, analisis akan dilakukan menggunakan statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik sampel, seperti usia, jenis kelamin, dan tingkat kepatuhan minum obat. Selain itu, analisis inferensial akan dilakukan untuk mengevaluasi hubungan antara kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien. Uji korelasi Pearson atau Spearman akan digunakan sesuai dengan distribusi data, untuk menentukan ada tidaknya hubungan signifikan antara kedua variabel tersebut. Selain itu, analisis regresi juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi kualitas hidup pasien, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang berguna dalam upaya meningkatkan kepatuhan pengobatan dan kualitas hidup pasien TB paru di wilayah tersebut.

 


 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Tabel 1. Deskripsi Karakteristik Pasien

Karakteristik

F

%

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

 

20

20

 

50

50

Total

40

100

Umur (tahun)

18-25 tahun

26-35 tahun

36-45 tahun

46-55 tahun

56-65 tahun

 

8

12

7

8

5

 

20

30

17,5

20

12,5

Total

40

100

Pendidikan

� Tidak Sekolah

Sekolah Dasar

Sekolah Menengah Pertama

Sekolah Menengah Atas

Perguruan Tinggi

 

0

4

6

26

4

 

0

10

15

65

10

Total

40

100

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

Karyawan Swasta

Mahasiswa

Pensiun Pegawai Negeri Sipil

Wiraswasta

 

13

3

5

1

18

 

32,5

7,5

12,5

2,5

45

Total

40

100   

Lama Pengobatan (bln)

Awal (1-2 bulan)

Lanjutan (3-6 bulan)

 

11

29

 

27,5

72,5

Total

40

100   

 

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki dan perempuan berjumlah sama yaitu 20 orang (50%) laki-laki dan 20 orang (50%) perempuan. Berdasarkan umur, sebagian besar pasien berada pada rentang usia 26-35 tahun sebanyak 12 orang (30%). Berdasarkan pendidikan, sebagian besar pendidikan terakhir pasien adalah SMA dengan jumlah 26 orang (65%). Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan jumlah sebanyak 18 orang (45%). Berdasarkan lama pengobatan, sebagian besar pasien menjalani pengobatan di fase lanjutan sebanyak 29 orang (72,5%).

 

Tabel 2. Karakteristik Pasien Tuberkulosis Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat

Kepatuhan Minum Obat

F

%

Rendah

Sedang

Tinggi

0

6

34

0

15

85

Total

40

100

 

Berdasarkan hasil penelitian, tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien, yaitu 34 orang (85%), memiliki tingkat kepatuhan tinggi terhadap obat, sedangkan 6 orang (15%) menunjukkan kepatuhan sedang. Tidak ada pasien yang memiliki kepatuhan rendah.

 

Tabel 3. Karakteristik Pasien Tuberkulosis Berdasarkan Kualitas Hidup

Kualitas Hidup

F

%

Buruk

Sedang

Baik

0

9

31

0

22,5

77,5

Total

40

100

 

Berdasarkan hasil penelitian tabel 3 didapatkan bahwa mayoritas pasien memiliki kualitas hidup baik sebanyak 31 orang (77,5%), 9 orang (22,55%) memiliki kualitas hidup sedang dan kualitas hidup buruk tidak ada.

 

Tabel 4. Analisis Tabulasi Silang Kepatuhan Minum Obat dan Kualitas Hidup Pasien Tuberkulosis

 

Kualitas Hidup Pasien Tuberkulosis

Total

Buruk

Sedang

Baik

 

Kepatuhan Minum

Obat

Pasien Tuberkulosis

Rendah

00%

00%

00%

00%

Sedang

00%

512,5%

12,5%

615%

Tinggi

00%

410%

3075%

3485%

Total

00%

922,5%

3177,5%

40100%

 

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa pasien yang memiliki kepatuhan minum obat yang tinggi sebanyak 34 orang (85%). Dari 34 pasien dengan kepatuhan minum obat yang tinggi didapatkan 30 orang (75%) yang kualitas hidupnya baik dan 4 orang (10%) yang kualitas hidupnya sedang. Selain itu, didapatkan pasien dengan kepatuhan minum obat sedang sebanyak 6 orang (15%). Dari 6 pasien tersebut terdapat 1 orang (2,5%) kualitas hidupnya baik dan 5 orang (12,5%) kualitas hidupnya sedang.

Hasil analisis menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan p-value sebesar 0,000, yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini mengindikasikan terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien tuberkulosis di Puskesmas Rejosari. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,612, yang berada dalam rentang 0,600-0,799, menunjukkan bahwa hubungan antara kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien tuberkulosis dalam penelitian ini adalah kuat. Arah koefisien korelasi positif yang menunjukkan semakin tinggi kepatuhan minum obat pasien tuberkulosis, maka akan semakin baik kualitas hidup pasien tersebut. Begitupun sebaliknya, jika kepatuhan minum obat rendah pada pasien tuberkulosis maka kualitas hidupnya juga akan semakin kurang baik, sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat dengan kualitas hidup pasien tuberkulosis di Puskesmas Rejosari.

Hasil penelitian diperoleh bahwa dari 40 orang pasien, terdapat 34 orang (85%) memiliki kepatuhan minum obat yang tinggi dan 6 orang (15%) memiliki kepatuhan minum obat yang sedang. Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas pasien menunjukkan tingkat kepatuhan tinggi dalam minum obat. Banyaknya pasien yang memiliki kepatuhan minum obat yang tinggi pada penelitian ini mungkin saja dipengaruhi oleh beberapa faktor demografi pasien. Faktor demografi yang didapatkan dari penelitian ini bahwa tingkat pendidikan pasien tuberkulosis di Puskesmas Rejosari rata-rata berpendidikan SMA sebanyak 26 orang (65%) di mana kepatuhan minum obat yang tinggi sebanyak 22 orang (55%) sehingga dapat disimpulkan mayoritas pasien TB memiliki pendidikan hingga tingkat menengah atas.

Pendidikan merupakan elemen penting yang membantu pasien dalam mematuhi pengobatan dan memahami informasi yang diperlukan untuk mengatasi masalah kesehatan, guna mencapai kehidupan yang lebih sehat. Tingkat pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi pemahaman seseorang mengenai suatu penyakit (Ziliwu & Girsang, 2022). Penelitian yang dilakukan oleh Absor et al. (2020) juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terakhir seseorang sangat memengaruhi kepatuhan pasien. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin besar pula kepatuhan mereka terhadap pengobatan. Mereka menyadari bahwa kesehatan sangat penting bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan.

Lamanya pengobatan pasien tuberkulosis juga bisa menjadi faktor yang membuat pasien patuh dalam minum obat. Pada penelitian ini didapatkan pasien TB yang menjalani pengobatan fase lanjutan memiliki kepatuhan yang tinggi. Hal ini berhubungan dengan gejala penyakit tuberkulosis yang dialami pasien mengganggu ketika aktivitas sehingga muncul keinginan untuk segera sembuh (Fistalia et al., 2023).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan mayoritas pasien tuberkulosis memiliki kualitas hidup yang baik sebanyak 31 orang (77,5%), sedangkan kualitas hidup sedang sebanyak 9 orang (22,5%). Tingginya angka kualitas hidup yang baik pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Rejosari bisa saja disebabkan karena kondisi demografi pasien juga. Jenis kelamin merupakan salah satu karakteristik individu yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit. Pada penelitian ini didapatkan kualitas hidup yang baik pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan yakni sebanyak 17 orang (42,5%) sedangkan pada perempuan 14 orang (35%), hal ini menandakan bahwa jenis kelamin dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

Usia juga dapat menjadi faktor yang memengaruhi kualitas hidup seseorang. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa banyak individu dalam rentang usia 26-35 tahun memiliki kualitas hidup yang baik. Menurut Fitriyadi & Era (2023), usia memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hidup individu, di mana seiring bertambahnya usia, kualitas hidup cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa seiring bertambahnya usia, individu cenderung lebih sering merasakan putus asa terhadap kemungkinan perbaikan di masa depan. Sebaliknya, mereka berharap kesejahteraan mereka akan meningkat seiring bertambahnya usia. Penelitian oleh Abrori & Ahmad (2018) menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia, kualitas hidup umumnya mengalami penurunan. Individu yang berada dalam usia produktif cenderung merasa termotivasi untuk sembuh, memiliki harapan hidup yang tinggi, dan berperan sebagai tulang punggung keluarga. Di sisi lain, penderita yang berusia lebih tua cenderung menyerahkan keputusan mengenai perawatan mereka kepada keluarga. Banyak dari mereka merasa sudah tua dan lelah menunggu, sehingga kurang memiliki motivasi untuk menjalani terapi.

Hipotesis pada penelitian ini terbukti kemungkinan dikarenakan pasien tuberkulosis sadar dan paham manfaat dari patuh minum obat, ketika pasien patuh dalam meminum obat akan membuat gejala yang dirasakan berkurang sehingga kualitas hidup menjadi lebih baik. Dukungan keluarga yang diterima pasien sangat berperan dalam keberhasilan pengobatan, dengan cara mengingatkan penderita untuk rutin minum obat dan memberikan semangat agar tetap menjalani perawatan. Peran keluarga yang positif adalah sumber motivasi dan dukungan yang efektif dalam mendorong pasien untuk menjalani pengobatan secara teratur sesuai dengan anjuran (Fitri, 2018).

Menurut Syaifiyatul et al. (2020), yang dikutip oleh Rosdayani et al. (2023), kepatuhan terhadap pengobatan mencerminkan perilaku pasien terkait dengan semua tindakan yang diperlukan untuk mencapai pengobatan yang optimal, termasuk kepatuhan terhadap obat antituberkulosis, yang merupakan faktor utama keberhasilan pengobatan. Kepatuhan dalam mengonsumsi obat terlihat dari perilaku pasien dalam meminum obat sesuai dengan jenis, dosis, cara, waktu, dan jumlah hari pengobatan yang direkomendasikan (Fistalia et al., 2023). Kepatuhan dalam pengobatan yang tinggi dapat memberikan dampak positif dengan meningkatnya angka kesembuhan (Ritassi et al., 2024).

Kualitas hidup pasien tuberkulosis dipengaruhi oleh kepatuhan mereka terhadap program pengobatan. Dengan kepatuhan dalam menjalani terapi, diharapkan kondisi penderita menjadi lebih baik dan mereka tidak merasakan tanda atau gejala penyakit, yang pada gilirannya dapat meningkatkan keadaan fisik, psikis, dan sosial mereka. Semakin tinggi tingkat kepatuhan pasien, semakin baik pula kualitas hidup mereka. Namun, dalam menjalani program pengobatan, penderita memerlukan dukungan dari keluarga, lingkungan, dan tenaga kesehatan. Diharapkan bahwa penderita menerima dukungan yang baik, sehingga mereka lebih mudah mendapatkan informasi tentang penyakit dan pengobatannya. Dengan adanya dukungan tersebut, diharapkan dapat mengurangi risiko penyebaran penyakit dan meningkatkan tingkat kesembuhan tuberkulosis (Rosdayani et al., 2023).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalia & Arini (2022) yang menyatakan bahwa kepatuhan minum obat pasien TB berhubungan terhadap kualitas hidup dengan nilai sig 0.000 dan koefisien korelasi diperoleh 0.846 yang berarti semakin tinggi kepatuhan minum OAT maka semakin tinggi pula kualitas hidupnya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Muflihatin et al. (2018), yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan dalam minum obat dan kualitas hidup pasien tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Segiri Samarinda, dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Kepatuhan minum obat yang tinggi dapat berpengaruh pada kualitas hidup penderita tuberkulosis. Penderita tuberkulosis yang mematuhi pengobatan diharapkan mengalami perbaikan kondisi dan tidak merasakan tanda atau gejala penyakit, sehingga dapat meningkatkan keadaan fisik, psikis, dan sosial mereka (Fistalia et al., 2023).

Nilai koefisien korelasi dalam penelitian ini adalah 0,612, yang menunjukkan bahwa terdapat kekuatan korelasi yang kuat. Hubungan korelasi yang sedang mungkin saja dapat dikarenakan faktor demografis yang berperan terhadap kualitas hidup pasien, misalnya faktor pendidikan. Tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup penderita TB paru. Seiring dengan meningkatnya pendidikan, kualitas hidup individu juga dapat meningkat. Untuk itu, diperlukan suatu domain yang dapat membentuk tindakan, yaitu pengetahuan. Individu dengan pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas, yang memungkinkan mereka untuk mengontrol diri dan menghadapi masalah dengan lebih baik (Masyarakat et al., 2018).

 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien tuberkulosis di Puskesmas Rejosari, dengan nilai p-value 0,000 yang menunjukkan bahwa hubungan ini sangat signifikan secara statistik. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,612 menunjukkan adanya hubungan yang kuat dan positif, yang berarti semakin tinggi tingkat kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat, semakin baik pula kualitas hidup mereka. Implikasi dari temuan ini sangat penting, terutama dalam konteks pengelolaan pasien tuberkulosis. Hasil penelitian ini menyoroti perlunya intervensi yang lebih fokus untuk meningkatkan kepatuhan minum obat, seperti program edukasi yang lebih intensif mengenai pentingnya kepatuhan dalam pengobatan TB, serta dukungan psikososial untuk pasien. Dengan meningkatkan kepatuhan, diharapkan kualitas hidup pasien juga akan meningkat, yang pada gilirannya dapat mempercepat proses penyembuhan dan pengurangan angka penularan penyakit. Oleh karena itu, pihak Puskesmas dan pemangku kepentingan kesehatan lainnya harus mempertimbangkan hasil penelitian ini dalam merancang strategi intervensi yang lebih efektif untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan dan kualitas hidup pasien TB di wilayah mereka. Hal ini tidak hanya akan bermanfaat bagi individu pasien, tetapi juga untuk masyarakat secara keseluruhan dalam upaya pengendalian epidemi tuberkulosis.

 

BIBLIOGRAFI

 

Amalia, A., Arini, H. D., & Dhrik, M. (2022). Analisis Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Antituberkulosis Terhadap Kualitas Hidup Pasien Tuberkulosis Paru. Jurnal Ilmiah Mahaganesha, 1(2), 67�74.

Bakar, T. L. L. (n.d.). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk. 01.07/Menkes/555/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran.

Bea, S., Lee, H., Kim, J. H., Jang, S. H., Son, H., Kwon, J.-W., & Shin, J.-Y. (2021). Adherence and associated factors of treatment regimen in drug-susceptible tuberculosis patients. Frontiers in Pharmacology, 12, 625078.

Fistalia, D. I. A. A., Octavia, D. R., & Sahara, S. B. (2023). Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kualitas Hidup Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Lamongan Dewi. Journal of Pharmacy and Science, 8(2).

Fitri, L. D. (2018). Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Tuberkulosis Paru. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 7(01). https://doi.org/10.33221/jikm.v7i01.50

HUWAINAN NISA NASUTION, N. (2019). Penelitian Analitik Observasional dengan Pendekatan Cross Sectional Di Praktik Swasta Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes di Surabaya Divisi Endokrin dan Metabolisme. Universitas Airlangga.

Juliasih, N. N., Mertaniasih, N. M., Hadi, C., Soedarsono, Sari, R. M., & Alfian, I. N. (2020). Factors affecting tuberculosis patients� quality of life in Surabaya, Indonesia. Journal of Multidisciplinary Healthcare, 1475�1480.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Laporan Program Penanggulangan Tuberkulosis. In Kementerian Kesehatan Republik indonesia.

Masyarakat, B. K., Abrori, I., Riris, &, & Ahmad​, A. (2018). Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis Resisten Obat di Kabupaten Banyumas. Berita Kedokteran Masyarakat, 34(2).

Pariyana, P., Liberty, I. A., & Ridwan, A. (2018). Perbedaan pekembangan kualitas hidup penderita Tb paru menggunakan instrumen indonesianwhoqol-breffquestionareterhadap fase pengobatan tuberculosis. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 5(3), 124�132.

Ritassi, A. J., Nuryanto, I. K., & Rismawan, M. (2024). Hubungan antara Kepatuhan Minum Obat dengan Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis. Jurnal Gema Keperawatan, 17(1), 63�78. https://doi.org/10.33992/jgk.v17i1.3255

Rosdayani, D., Yanti, S. I., & Amirulah, F. (2023). Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Dengan Kualitas Hidup Pasien Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Bojong Rawalumbu. Jurnal Ilmiah Pharmacy, 10(2).

Sari, D. I., Erwin, E., & Lestari, W. (2022). Gambaran Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) Di Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun 2022. Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(8), 753�760. https://doi.org/10.59141/cerdika.v2i8.533

Yadav, R. K., Kaphle, H. P., Yadav, D. K., Marahatta, S. B., Shah, N. P., Baral, S., Khatri, E., & Ojha, R. (2021). Health related quality of life and associated factors with medication adherence among tuberculosis patients in selected districts of Gandaki Province of Nepal. Journal of Clinical Tuberculosis and Other Mycobacterial Diseases, 23, 100235. https://doi.org/10.1016/j.jctube.2021.100235

Ziliwu, J. B. P., & Girsang, E. (2022). The Relationship Of Knowledge And Attitudes Towards Medication Adherence In Tuberculosis Patients In Medan Pulmonary Specialty Hospital. Jambura Journal of Health Sciences and Research, 4(3), 999�1006. https://doi.org/10.35971/jjhsr.v4i3.16540

 

� 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).