Raisa Athaya Fais Zavitri1, Nur Asiah2, Irwandi3
Universitas YARSI, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak |
Gagal ginjal
kronik merupakan masalah kesehatan yang memerlukan penanganan khusus, salah satunya melalui hemodialisis. Terapi ini membantu
membuang zat sisa metabolik dan kelebihan cairan dalam tubuh, tetapi dapat menyebabkan komplikasi seperti hipertensi dan hipotensi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis serta meninjau prinsip ikhtiar dan tawakal dalam Islam terkait dengan pengobatan.� Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional.
Data dikumpulkan dari pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di ruang hemodialisa RS YARSI. Tekanan darah diukur sebelum dan sesudah prosedur hemodialisis untuk mengetahui perubahan yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien mengalami penurunan tekanan darah setelah menjalani hemodialisis. Namun, sebagian pasien tetap berada dalam kategori hipertensi tingkat I, yang menunjukkan perlunya pengelolaan tekanan darah lebih lanjut.�� Hemodialisis efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi berat. Namun, pemantauan rutin, diet rendah garam, dan kepatuhan terhadap terapi antihipertensi tetap diperlukan untuk menjaga tekanan darah dalam rentang
normal. Selain itu, prinsip
ikhtiar dan tawakal dalam Islam ditekankan sebagai bagian penting dalam menghadapi penyakit.� Kata kunci: Gagal
ginjal kronik, hemodialisis, tekanan darah, ikhtiar, tawakkal |
|
Abstract |
Chronic kidney
disease (CKD) is a significant health problem requiring specialized
management, including hemodialysis. This therapy aids in removing metabolic
waste and excess fluid but may lead to complications such as hypertension and
hypotension. This study aims to evaluate blood pressure changes in CKD
patients undergoing hemodialysis and explore Islamic perspectives on effort (ikhtiar) and reliance on God (tawakkal)
in coping with illness.� This research
employed a descriptive quantitative design with a cross-sectional approach.
Data were collected from CKD patients undergoing hemodialysis at the
hemodialysis unit of YARSI Hospital. Blood pressure was measured before and
after hemodialysis to identify changes.�
The results indicated that most patients experienced a decrease in
blood pressure after hemodialysis. However, some patients remained in stage I
hypertension, highlighting the need for further blood pressure management.� Hemodialysis effectively reduces blood
pressure in patients with severe hypertension. Nevertheless, routine
monitoring, a low-sodium diet, and adherence to antihypertensive therapy are
essential to maintaining normal blood pressure. Furthermore, the Islamic
principles of ikhtiar and tawakkal
are emphasized as vital aspects of coping with illness.� Keywords: Chronic kidney disease, hemodialysis,
blood pressure, effort, reliance on God |
*Correspondence
Author: Raisa Athaya Fais Zavitri
Email:
[email protected]
PENDAHULUAN
Gagal
ginjal kronik (GGK) adalah keadaan di mana ginjal mengalami kerusakan atau
perkiraan laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit per 1,73 meter
persegi selama minimal 3 bulan (Makiyah, 2018;
Pranandari & Supadmi, 2015). Gagal ginjal kronik umumnya
dipicu oleh beberapa kondisi, seperti nefropati diabetik, tekanan darah tinggi,
glomerulonefritis, nefritis interstitial, pielonefritis, penyakit ginjal
polikistik, dan nefropati obstruktif (Fajar et al., 2021;
Harlim & Yogyartono, 2012). Selain itu, GGK juga bisa
menjadi akibat akhir dari cedera ginjal akut yang tidak terobati yang diinduksi
oleh sejumlah faktor seperti infeksi, obat-obatan, serta paparan logam berat
seperti timbal, kadmium, merkuri, dan kromium (Vaidya et al., 2021).
Berdasarkan
data Riskesdas 2018, jumlah individu yang menderita penyakit gagal ginjal
kronik di Indonesia pada populasi yang berusia ≥ 15 tahun mencapai 0,38%,
setara dengan sekitar 713.783 penduduk. Angka ini menunjukkan peningkatan kasus
dibandingkan dengan data Riskesdas 2013, yang mencatat tingkat sebesar 0,2%
atau sekitar 504.248 penduduk Indonesia. Prevalensi gagal ginjal kronik pada
tahun 2018 juga menunjukkan peningkatan, yaitu dari 0,1% menjadi 0,45% di
provinsi DKI Jakarta dan dari 0,3% menjadi 0,48% di provinsi Jawa Barat.
Dilansir
dari Central for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2023, gagal
ginjal kronik lebih umum pada kelompok umur 65 tahun atau lebih tua 34%
dibanding pada kelompok umur 45-64 tahun 12% atau kelompok umur 18-44 tahun 6% (Mardhatillah et
al., 2020; Rizki & Andina, 2017). Gagal ginjal kronik terjadi
lebih umum diderita perempuan dengan angka kejadian sebesar 14,4% dibanding
laki-laki 11,8%.
Hemodialisis
merupakan salah satu pilihan terapi untuk pasien GGK. Pasien GGK mulai
memerlukan hemodialisis pada penurunan fungsi ginjal dengan LFG <15 mL/menit (Rahayu et al.,
2018; Rahman et al., 2016). Pada keadaan ini fungsi
ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang
disebut sebagai uremia. Pada keadaan uremia dibutuhkan terapi pengganti ginjal
untuk mengambil alih fungsi ginjal dalam mengeliminasi toksin tubuh sehingga
tidak terjadi gejala yang lebih berat.
Beberapa
pilihan pengobatan alternatif untuk tahap akhir gagal ginjal kronik termasuk
hemodialisis di pusat limbah metabolik. Proses hemodialisis melibatkan aliran
darah melalui sebuah alat yang disebut dialiser, yang terbagi menjadi dua
kompartemen darah yang dipisahkan oleh membran permeabel buatan. Darah pasien
mengalir melalui satu kompartemen sedangkan cairan dialisis dialirkan melalui
kompartemen lainnya. Meskipun hemodialisis efektif dalam menghilangkan limbah
dari tubuh, prosedur ini dapat menyebabkan komplikasi seperti ketidakseimbangan
cairan, termasuk hipervolemia, hipovolemia, serta masalah tekanan darah seperti
hipertensi dan hipotensi.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan pada pasien GGK di Rumah Sakit TK.II Pelamonia
Ambarawa, sebelum melakukan tindakan hemodialisis didapatkan hasil bahwa 43,3%
pasien dengan tekanan darah normal, 23,3% pasien hipotensi, dan 16,7% pasien hipertensi.
Pada penelitian didapatkan bahwa, sesudah melakukan tindakan hemodialisa
didapatkan hasil 13,4% pasien dengan tekanan darah normal, 16,7% pasien dengan
hipotensi, dan 40,0% pasien dengan hipertensi (Thalib, 2019).
Hipertensi
merupakan faktor yang paling umum terkait dengan kematian dini secara global.
Diperkirakan sekitar 1,28 miliar orang dewasa berusia antara 30 hingga 79 tahun
di seluruh dunia mengalami hipertensi. Penyakit ini dapat dibagi menjadi dua
kategori utama berdasarkan penyebabnya: hipertensi primer dan hipertensi
sekunder. Hipertensi primer adalah kondisi di mana penyebabnya tidak diketahui
secara pasti, sementara hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi kesehatan
yang mendasarinya (Adrian & Tommy,
2019).
Pada
gagal ginjal kronik, terjadi perubahan histologi pada ginjal yang memiliki
potensi untuk mempengaruhi fungsi tubuh secara menyeluruh. Hipertensi dapat
timbul sebagai akibat dari kelainan ginjal yang meliputi gangguan pada jaringan
parenkim atau vaskular ginjal. Gangguan pada jaringan parenkim dapat meliputi
proliferasi dan pembentukan jaringan parut, sementara kelainan vaskular dapat
mencakup penyempitan pembuluh darah, aterosklerosis, atau displasia yang
mengakibatkan kurangnya oksigen ke jaringan dan mekanisme pelepasan renin (Nadeak, 2016).
Kesehatan
adalah aspek krusial dalam kehidupan manusia, karena dengan tubuh yang sehat,
seseorang dapat beraktivitas dengan nyaman dan berkontribusi positif kepada
orang lain. Manusia adalah makhluk yang kompleks, terdiri dari elemen fisik,
psikis, sosial, dan spiritual. Oleh karena itu, ketika seseorang sakit,
pemeriksaan dan perawatan yang komprehensif sangat diperlukan untuk memulihkan
kesehatannya secara menyeluruh.
Dalam
perspektif Islam, ikhtiar dianggap sebagai usaha yang dilakukan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk kebutuhan materiil, spiritual, dan
kesehatan. Saat menghadapi penyakit, salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh
seorang Muslim adalah mencari pengobatan. Meskipun demikian, seorang muslim
diajarkan untuk tidak kehilangan harapan dan tetap sabar ketika diuji dengan
penyakit oleh Allah. Ketika menjalani pengobatan, seorang muslim juga
diharapkan memiliki tekad kuat untuk mencari kesembuhan yang berasal dari Allah
SWT (Hakim et al., 2023).
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran
tekanan darah pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di
ruang hemodialisa RS YARSI. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis,
dengan fokus pada pengukuran tekanan darah sebelum dan setelah hemodialisis,
serta memahami pandangan Islam terkait penyakit dan cara menghadapinya.
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi penulis dalam memperluas
wawasan mengenai gagal ginjal kronik, hemodialisis, dan tekanan darah,
sekaligus memenuhi syarat kelulusan sebagai dokter muslim di Fakultas
Kedokteran Universitas YARSI. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi sumber informasi dan referensi bagi civitas akademika Universitas
YARSI, menambah karya tulis ilmiah, serta memberikan pemahaman lebih baik
tentang kesehatan kepada masyarakat, meningkatkan kualitas hidup pasien, dan
menjadi edukasi mengenai pentingnya monitoring tekanan darah pada pasien
hemodialisis.
METODE
PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
deskriptif kuantitatif. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah observasional analitik dengan metode cross sectional, di mana
penelitian dilakukan dengan mengobservasi gambaran tekanan darah pada pasien
tersebut. Data yang akan dikumpulkan mencakup data demografi dan data klinis,
yang terdiri dari hasil pemeriksaan tekanan darah pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis di ruang hemodialisa RS YARSI.
Populasi dan sampell
Populasi penelitian ini adalah
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di ruang hemodialisa RS
YARSI, sedangkan sampel penelitian terdiri dari pasien yang dipilih berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan, di mana kriteria inklusi
mencakup pasien berusia 35-55 tahun yang bersedia berpartisipasi dengan
menandatangani lembar informed consent, sementara kriteria eksklusi mencakup
pasien gagal ginjal akut serta pasien gagal ginjal kronik yang menderita
penyakit berat seperti kanker, mengalami penurunan kesadaran, atau dirawat
karena penyakit lain. Penetapan sampel dilakukan menggunakan metode total
sampling, yang berarti seluruh anggota populasi yang memenuhi kriteria
diselidiki tanpa pemilihan acak, dan data yang terkumpul akan dianalisis
melalui statistik deskriptif seperti mean, median, modus, dan variasi. Selain
itu, penetapan besar sampel menggunakan metode judgement sampling, yang
dilakukan karena jumlah sampel belum diketahui pasti sebelumnya, di mana sampel
dipilih berdasarkan pertimbangan subjektif atau penilaian peneliti tentang
karakteristik yang dianggap relevan untuk tujuan penelitian.
Cara pengumpulan data
Cara pengumpulan dan
pengukuran data dalam penelitian ini melibatkan dua aspek penting: pengumpulan
data dan pengukuran data. Data demografi dan klinis pasien, yang merupakan data
primer, dikumpulkan menggunakan lembar pengumpul data. Data demografi, seperti
umur dan jenis kelamin, bersifat kategorikal, sedangkan data klinis terkait
hemodialisis bersifat nominal, dan data tekanan darah dikategorikan sebagai ordinal
dengan satuan tertentu. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data
mencakup alat tensimeter digital dan lembar pengumpul data, di mana lembar
tersebut diisi oleh peneliti berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, berat
badan, tinggi badan, serta informasi sosiodemografik seperti usia dan jenis
kelamin.
Analisa data
Analisis data dalam penelitian
ini terdiri dari dua bagian, yaitu analisis deskriptif dan analisis univariat.
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data yang telah terkumpul
tanpa membuat kesimpulan umum, dengan mendeskripsikan karakteristik demografi
pasien dalam bentuk persentase, mean, median, dan lainnya, serta menggambarkan
data klinis mengenai tekanan darah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di ruang hemodialisa RS YARSI. Sementara itu, analisis univariat
fokus pada satu variabel yang dievaluasi secara terpisah tanpa mempertimbangkan
interaksi dengan variabel lain, bertujuan untuk memahami pola distribusi dan
karakteristik variabel tersebut. Metode yang digunakan dalam analisis univariat
mencakup statistik deskriptif seperti mean, median, modus, dan variasi, serta
pembuatan grafik seperti histogram dan diagram batang untuk memperjelas data
yang disajikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Karakteristik Sampel
Subjek penelitian ini adalah
pasien yang menjalani prosedur hemodialisis di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit
YARSI. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah judgement sampling
dengan jumlah sampel sebanyak 31 responden. Judgement Sampling adalah salah
satu metode non-probability sampling di mana pemilihan sampel dilakukan
berdasarkan penilaian atau pertimbangan tertentu dari peneliti. Dalam metode
ini, peneliti secara sengaja memilih individu atau unit yang dianggap paling
sesuai atau representatif untuk penelitian yang sedang dilakukan. Sampel
penelitian telah memenuhi seluruh kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditetapkan dalam metodologi penelitian.
Adapun data karakteristik
sampel yang diperlukan pada
penelitian ini terdiri dari informasi demografi pasien berupa usia dan jenis
kelamin, serta data klinis berupa frekuensi hemodialisis. Sampel penelitian ini
berjumlah 31 responden yang diambil menggunakan teknik judgement sampling, di
mana pemilihan sampel dilakukan berdasarkan penilaian atau pertimbangan
tertentu dari peneliti. Sampel telah memenuhi seluruh kriteria inklusi dan
eksklusi yang ditetapkan dalam metodologi penelitian. Berikut adalah data
karakteristik sampel yang disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Sampel
Variabel |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Usia |
|
|
35-45 46-55 |
16 15 |
51.61 48.39 |
Jenis Kelamin |
|
|
Laki-laki Perempuan |
20 11 |
64.52 35.48 |
Frekuensi Hemodialisis |
|
|
2x/minggu 3x/minggu |
24 7 |
77.42 22.58 |
Berdasarkan tabel 1, mayoritas
responden berada dalam rentang usia 35-45 tahun sebanyak 16 orang (51,61%),
diikuti oleh kelompok usia 46-55 tahun yang berjumlah 15 orang (48,39%). Hal
ini menunjukkan distribusi usia responden cukup merata, meskipun kelompok usia
35-45 tahun sedikit lebih dominan. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas
responden adalah laki-laki sebanyak 20 orang (64,52%), sedangkan responden
perempuan berjumlah 11 orang (35,48%). Ini menunjukkan bahwa jumlah responden
laki-laki hampir dua kali lebih banyak dibandingkan perempuan. Sementara itu,
dilihat dari frekuensi hemodialisis, sebagian besar responden menjalani
prosedur 2 kali per minggu sebanyak 24 orang (77,42%), dan hanya 7 orang
(22,58%) yang menjalani hemodialisis 3 kali per minggu. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa mayoritas responden adalah laki-laki berusia 35-45 tahun dan
menjalani hemodialisis dengan frekuensi 2 kali per minggu.
2.
Analisis Tekanan Darah
Tekanan darah pasien pada
penelitian ini dilakukan dalam 2 kali pengukuran, pengukuran pertama dilakukan
sebelum tindakan dan pengukuran kedua dilakukan setelah tindakan hemodialisis.
Hasil tekanan darah akan dibagi menjadi normotensi, pra-hipertensi, hipertensi
tingkat I dan hipertensi tingkat II sesuai dengan klasifikasi JNV-VII tahun
2003.
Tabel 2. Analisis Tekanan Darah
Variabel |
Jumlan (n) |
Jenis Kelamin |
Persentase (%) |
Sebelum Normotensi |
2 |
1 Laki-Laki |
6.45 |
1 Perempuan |
|||
Pra-hipertensi |
10 |
7 Laki-laki |
32.26 |
3 Perempuan |
|||
Hipertensi tingkat I |
9 |
6 Laki laki |
20.03 |
3 Perempuan |
|||
Hipertensi tingkat II |
10 |
9 Laki-laki |
32.26 |
|
1 Perempuan |
||
Sesudah Normotensi |
1 |
1 Laki laki |
3.23 |
0 Perempuan |
|||
Pra hipertensi |
8 |
4 Laki laki |
25.81 |
4 Perempuan |
|||
Hipertensi tingkat I |
16 |
13 Laki laki |
51.61 |
3 Perempuan |
|||
Hipertensi tingkat II |
6 |
5 Laki laki |
19.35 |
1 Perempuan |
Berdasarkan Tabel 2, kondisi tekanan darah pasien
hemodialisis menunjukkan perubahan sebelum dan sesudah prosedur. Sebelum
hemodialisis, sebagian besar pasien berada dalam kategori pra-hipertensi
(32.26%) dan hipertensi tingkat II (32.26%), sementara pasien dengan hipertensi
tingkat I berjumlah 20.03%. Hanya sebagian kecil pasien yang termasuk dalam
kategori normotensi (6.45%). Setelah hemodialisis, terjadi penurunan jumlah
pasien dengan hipertensi tingkat II dari 32.26% menjadi 19.35% dan pasien
dengan pra-hipertensi dari 32.26% menjadi 25.81%. Namun, terdapat peningkatan
signifikan pada pasien hipertensi tingkat I, yang naik dari 20.03% menjadi
51.61%, menjadikannya kategori terbanyak setelah hemodialisis. Sementara itu,
jumlah pasien normotensi menurun menjadi hanya 3.23%, menunjukkan bahwa tekanan
darah normotensi masih jarang terjadi setelah prosedur.
Secara keseluruhan,
hemodialisis berhasil menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
berat (tingkat II) dan pra-hipertensi, tetapi sebagian besar pasien mengalami
pergeseran ke kategori hipertensi tingkat I. Hal ini mengindikasikan bahwa
tekanan darah pasien masih memerlukan pemantauan dan pengelolaan lebih lanjut,
karena mayoritas pasien belum mencapai kondisi normotensi setelah prosedur
hemodialisis.
Pembahasan
Usia memiliki pengaruh
signifikan terhadap tekanan darah. Seiring bertambahnya usia, elastisitas
pembuluh darah menurun sehingga resistensi vaskuler meningkat, yang dapat
menyebabkan hipertensi. Pada pasien hemodialisis, kondisi ini diperparah oleh
gangguan ginjal yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Usia
lanjut juga sering dikaitkan dengan stres oksidatif dan penumpukan produk sisa
metabolisme, yang berkontribusi pada tekanan darah yang lebih tinggi. Menurut
penelitian oleh Kooman et al. (2019), pasien usia lanjut lebih rentan mengalami
hipertensi kronis akibat perubahan fisiologis pada pembuluh darah (Kooman et al.,
2017).
Jenis kelamin juga
mempengaruhi tekanan darah. Studi menunjukkan bahwa laki-laki memiliki risiko
lebih tinggi mengalami hipertensi dibandingkan perempuan, terutama pada usia
produktif, akibat pengaruh hormon androgen yang meningkatkan resistensi
pembuluh darah. Pada perempuan, risiko hipertensi cenderung meningkat setelah
menopause karena berkurangnya hormon estrogen yang memiliki efek protektif
terhadap pembuluh darah. Pada pasien hemodialisis, perbedaan jenis kelamin
dalam distribusi tekanan darah juga dapat dikaitkan dengan kebiasaan hidup,
tingkat kepatuhan terhadap pengobatan, dan komorbiditas. Menurut penelitian
oleh Chang et al. (2016), laki-laki lebih dominan mengalami hipertensi berat
dibandingkan perempuan pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis (Eibeck et al.,
2024).
Frekuensi hemodialisis
memiliki peran penting dalam pengelolaan tekanan darah pada pasien gagal ginjal
kronis. Hemodialisis berfungsi untuk mengeluarkan cairan berlebih dan racun
metabolik dalam tubuh. Pasien yang menjalani hemodialisis rutin (2-3 kali per
minggu) cenderung memiliki tekanan darah yang lebih stabil dibandingkan pasien
yang kurang rutin menjalani terapi. Namun, jika hemodialisis tidak optimal,
dapat terjadi overload cairan, yang meningkatkan risiko hipertensi. Menurut
Agarwal (2017), pasien dengan frekuensi hemodialisis yang lebih sering
menunjukkan penurunan signifikan pada tekanan darah dibandingkan pasien dengan
jadwal hemodialisis yang lebih jarang. Perubahan kondisi tekanan
darah mencerminkan bagaimana proses hemodialisis mempengaruhi sistem
kardiovaskuler pasien, terutama terkait hipertensi yang merupakan komplikasi
umum pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Sebelum menjalani hemodialisis,
mayoritas pasien berada pada kategori pra-hipertensi (32.26%) dan hipertensi
tingkat II (32.26%). Hal ini menunjukkan bahwa tekanan darah pasien cenderung
tinggi sebelum prosedur, dengan sebagian besar pasien mengalami hipertensi berat.
Sementara itu, pasien hipertensi tingkat I berjumlah 20.03%, dan hanya sedikit
pasien yang termasuk dalam kategori normotensi (6.45%). Dari segi jenis
kelamin, pasien laki-laki lebih dominan dibandingkan perempuan, terutama pada
kategori hipertensi tingkat II, yang sepenuhnya terdiri dari laki-laki. Kondisi
ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti gangguan cairan,
ketidakseimbangan elektrolit, dan aktivitas hormon renin-angiotensin-aldosteron
yang meningkat pada pasien dengan penyakit ginjal.
Setelah menjalani
hemodialisis, terdapat perubahan signifikan dalam distribusi tekanan darah
pasien. Jumlah pasien hipertensi tingkat II menurun dari 32.26% menjadi 19.35%,
yang mengindikasikan bahwa hemodialisis berhasil menurunkan tekanan darah pada
pasien dengan hipertensi berat. Selain itu, pasien dalam kategori
pra-hipertensi juga mengalami penurunan dari 32.26% menjadi 25.81%. Namun,
terjadi peningkatan signifikan pada pasien hipertensi tingkat I, dari 20.03%
menjadi 51.61%. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian pasien dengan hipertensi
berat (tingkat II) beralih ke tingkat hipertensi yang lebih ringan (tingkat I),
tetapi belum sepenuhnya mencapai normotensi. Di sisi lain, jumlah pasien
normotensi menurun menjadi hanya 3.23%, dengan hanya satu pasien yang berhasil
mencapai kondisi ini.
Hemodialisis diketahui
memiliki efek dalam mengurangi volume cairan berlebih pada pasien gagal ginjal
kronis, yang pada akhirnya dapat membantu menurunkan tekanan darah. Penurunan
jumlah pasien dengan hipertensi tingkat II dan pra-hipertensi menunjukkan bahwa
hemodialisis efektif dalam menurunkan tekanan darah tinggi, terutama pada
pasien dengan hipertensi berat. Namun, peningkatan jumlah pasien hipertensi
tingkat I mengindikasikan bahwa sebagian besar pasien hanya mengalami penurunan
tekanan darah yang moderat, tetapi belum kembali ke tekanan darah normal.
Kondisi ini bisa disebabkan oleh ketidakseimbangan cairan yang masih tersisa,
resistensi pembuluh darah sistemik, atau faktor-faktor lain seperti kepatuhan
pasien terhadap terapi antihipertensi.
Tekanan darah yang masih
tinggi setelah hemodialisis bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
overload cairan akibat ketidakmampuan ginjal untuk mengeluarkan cairan,
ketidakseimbangan elektrolit seperti natrium dan kalium, serta aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron yang berlebihan. Selain itu, kepatuhan pasien
terhadap diet rendah garam dan terapi antihipertensi juga mempengaruhi
efektivitas penurunan tekanan darah. Oleh karena itu, meskipun hemodialisis
memberikan dampak positif terhadap penurunan tekanan darah, terutama pada
pasien dengan hipertensi tingkat II, sebagian besar pasien masih memerlukan
intervensi lanjutan untuk mencapai kondisi normotensi.
Secara keseluruhan,
hemodialisis berhasil menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
berat, namun masih banyak pasien yang berada pada kategori hipertensi tingkat
I. Hal ini menunjukkan bahwa perawatan tambahan seperti pengaturan diet,
kepatuhan terhadap terapi obat antihipertensi, serta pemantauan tekanan darah
secara rutin sangat diperlukan. Dalam praktik klinis, penting bagi tenaga
kesehatan untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko hipertensi yang
berkelanjutan dan memberikan intervensi komprehensif. Edukasi tentang manajemen
cairan, diet rendah garam, serta optimalisasi sesi hemodialisis dapat membantu
meningkatkan kontrol tekanan darah pada pasien hemodialisis.
KESIMPULAN
Adrian, S. J., & Tommy, T. (2019). Hipertensi esensial:
diagnosis dan tatalaksana terbaru pada dewasa. Cermin Dunia Kedokteran, 46(3),
400293. https://doi.org/10.55175/cdk.v46i3.503
Eibeck, A., Shaocong, Z., Mei Qi, L., & Kraft, M. (2024).
Research data supporting" A Simple and Efficient Approach to
Unsupervised Instance Matching and its Application to Linked Data of Power
Plants". https://doi.org/10.17863/CAM.82548
Fajar, D. P., Illahi, A. K., & Saputra, M. I. (2021).
Dinamika Faktor Intrapersonal Pada Komunikasi Konflik Dalam Keluarga Akibat
Gagal Ginjal Kronis. Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial, 5(1), 55�75.
https://doi.org/10.38043/jids.v5i1.2879
Hakim, A., Sholihah, F. M., & Anifa, N. A. (2023). Konsep
Ikhtiar Dalam Berobat Sesuai Ajaran Islam. Religion: Jurnal Agama, Sosial,
Dan Budaya, 2(4), 914�924.
https://doi.org/10.55606/religion.v1i4.508
Harlim, A., & Yogyartono, P. (2012). Pruritus Uremik pada
Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Majalah Kedokteran UKI, 28(2),
100�111. https://doi.org/10.33541/mkvol34iss2pp60
Kooman, J. P., Dekker, M. J., Usvyat, L. A., Kotanko, P., van
der Sande, F. M., Schalkwijk, C. G., Shiels, P. G., & Stenvinkel, P.
(2017). Inflammation and premature aging in advanced chronic kidney disease. American
Journal of Physiology-Renal Physiology, 313(4), F938�F950.
https://doi.org/10.1152/ajprenal.00256.2017
Makiyah, S. N. N. (2018). Pentingnya Aspek Spiritual Pada
Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisa: a Literature Review. Herb-Medicine
Journal: Terbitan Berkala Ilmiah Herbal, Kedokteran Dan Kesehatan, 1(2).
https://doi.org/10.30595/hmj.v1i2.3004
Mardhatillah, M., Arsin, A., Syafar, M., & Hardianti, A.
(2020). Ketahanan Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Maritim, 3(1). https://doi.org/10.30597/jkmm.v3i1.10282
Nadeak, B. (2016). Hipertensi sekunder akibat perubahan
histologi ginjal. Sari Pediatri, 13(5), 311�315.
Pranandari, R., & Supadmi, W. (2015). Faktor risiko gagal
ginjal kronik di unit hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo. Majalah
Farmaseutik, 11(2), 316�320.
Rahayu, F., Fernandoz, T., & Ramlis, R. (2018). Hubungan
frekuensi hemodialisis dengan tingkat stres pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis. Jurnal Keperawatan Silampari, 1(2),
139�153.
Rahman, M. T. S. A., Kaunang, T. M. D., & Elim, C.
(2016). Hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan kualitas hidup
pasien yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP. Prof. Dr. RD
Kandou Manado. E-CliniC, 4(1).
https://doi.org/10.35790/ecl.v4i1.10829
Rizki, F. A., & Andina, M. (2017). Karakteristik
Penderita Hipertensi Dengan Gagal Ginjal Kronik Di Instalasi Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015. Jurnal Ibnu Sina Biomedika, 1(1),
87�96. https://doi.org/10.30596/isb.v1i1.1111
Thalib, A. H. S. (2019). Gambaran Perubahan Tekanan Darah
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di Ruang
Hemodialisa Rumah Sakit TK. II Pelamonia Makassar. JKG (Jurnal Keperawatan
Global), 4(2), 89�94. https://doi.org/10.37341/jkg.v4i2.71
Vaidya, S. R., Aeddula, N. R., & Doerr, C. (2021). Chronic
kidney disease (Nursing).
|
� 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication
under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |