GAMBARAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RUANG HEMODIALISA RS YARSI DAN TINJAUANNYA MENURUT AGAMA ISLAM

 

Raisa Athaya Fais Zavitri1, Nur Asiah2, Irwandi3

Universitas YARSI, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Gagal ginjal kronik merupakan masalah kesehatan yang memerlukan penanganan khusus, salah satunya melalui hemodialisis. Terapi ini membantu membuang zat sisa metabolik dan kelebihan cairan dalam tubuh, tetapi dapat menyebabkan komplikasi seperti hipertensi dan hipotensi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis serta meninjau prinsip ikhtiar dan tawakal dalam Islam terkait dengan pengobatan.Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Data dikumpulkan dari pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di ruang hemodialisa RS YARSI. Tekanan darah diukur sebelum dan sesudah prosedur hemodialisis untuk mengetahui perubahan yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien mengalami penurunan tekanan darah setelah menjalani hemodialisis. Namun, sebagian pasien tetap berada dalam kategori hipertensi tingkat I, yang menunjukkan perlunya pengelolaan tekanan darah lebih lanjut.�� Hemodialisis efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi berat. Namun, pemantauan rutin, diet rendah garam, dan kepatuhan terhadap terapi antihipertensi tetap diperlukan untuk menjaga tekanan darah dalam rentang normal. Selain itu, prinsip ikhtiar dan tawakal dalam Islam ditekankan sebagai bagian penting dalam menghadapi penyakit.

 

Kata kunci: Gagal ginjal kronik, hemodialisis, tekanan darah, ikhtiar, tawakkal

 

Abstract

Chronic kidney disease (CKD) is a significant health problem requiring specialized management, including hemodialysis. This therapy aids in removing metabolic waste and excess fluid but may lead to complications such as hypertension and hypotension. This study aims to evaluate blood pressure changes in CKD patients undergoing hemodialysis and explore Islamic perspectives on effort (ikhtiar) and reliance on God (tawakkal) in coping with illness.This research employed a descriptive quantitative design with a cross-sectional approach. Data were collected from CKD patients undergoing hemodialysis at the hemodialysis unit of YARSI Hospital. Blood pressure was measured before and after hemodialysis to identify changes.The results indicated that most patients experienced a decrease in blood pressure after hemodialysis. However, some patients remained in stage I hypertension, highlighting the need for further blood pressure management.Hemodialysis effectively reduces blood pressure in patients with severe hypertension. Nevertheless, routine monitoring, a low-sodium diet, and adherence to antihypertensive therapy are essential to maintaining normal blood pressure. Furthermore, the Islamic principles of ikhtiar and tawakkal are emphasized as vital aspects of coping with illness.

 

Keywords: Chronic kidney disease, hemodialysis, blood pressure, effort, reliance on God

*Correspondence Author: Raisa Athaya Fais Zavitri

Email: [email protected]

 


 

PENDAHULUAN

 

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah keadaan di mana ginjal mengalami kerusakan atau perkiraan laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit per 1,73 meter persegi selama minimal 3 bulan (Makiyah, 2018; Pranandari & Supadmi, 2015). Gagal ginjal kronik umumnya dipicu oleh beberapa kondisi, seperti nefropati diabetik, tekanan darah tinggi, glomerulonefritis, nefritis interstitial, pielonefritis, penyakit ginjal polikistik, dan nefropati obstruktif (Fajar et al., 2021; Harlim & Yogyartono, 2012). Selain itu, GGK juga bisa menjadi akibat akhir dari cedera ginjal akut yang tidak terobati yang diinduksi oleh sejumlah faktor seperti infeksi, obat-obatan, serta paparan logam berat seperti timbal, kadmium, merkuri, dan kromium (Vaidya et al., 2021).

Berdasarkan data Riskesdas 2018, jumlah individu yang menderita penyakit gagal ginjal kronik di Indonesia pada populasi yang berusia ≥ 15 tahun mencapai 0,38%, setara dengan sekitar 713.783 penduduk. Angka ini menunjukkan peningkatan kasus dibandingkan dengan data Riskesdas 2013, yang mencatat tingkat sebesar 0,2% atau sekitar 504.248 penduduk Indonesia. Prevalensi gagal ginjal kronik pada tahun 2018 juga menunjukkan peningkatan, yaitu dari 0,1% menjadi 0,45% di provinsi DKI Jakarta dan dari 0,3% menjadi 0,48% di provinsi Jawa Barat.

Dilansir dari Central for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2023, gagal ginjal kronik lebih umum pada kelompok umur 65 tahun atau lebih tua 34% dibanding pada kelompok umur 45-64 tahun 12% atau kelompok umur 18-44 tahun 6% (Mardhatillah et al., 2020; Rizki & Andina, 2017). Gagal ginjal kronik terjadi lebih umum diderita perempuan dengan angka kejadian sebesar 14,4% dibanding laki-laki 11,8%.

Hemodialisis merupakan salah satu pilihan terapi untuk pasien GGK. Pasien GGK mulai memerlukan hemodialisis pada penurunan fungsi ginjal dengan LFG <15 mL/menit (Rahayu et al., 2018; Rahman et al., 2016). Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut sebagai uremia. Pada keadaan uremia dibutuhkan terapi pengganti ginjal untuk mengambil alih fungsi ginjal dalam mengeliminasi toksin tubuh sehingga tidak terjadi gejala yang lebih berat.

Beberapa pilihan pengobatan alternatif untuk tahap akhir gagal ginjal kronik termasuk hemodialisis di pusat limbah metabolik. Proses hemodialisis melibatkan aliran darah melalui sebuah alat yang disebut dialiser, yang terbagi menjadi dua kompartemen darah yang dipisahkan oleh membran permeabel buatan. Darah pasien mengalir melalui satu kompartemen sedangkan cairan dialisis dialirkan melalui kompartemen lainnya. Meskipun hemodialisis efektif dalam menghilangkan limbah dari tubuh, prosedur ini dapat menyebabkan komplikasi seperti ketidakseimbangan cairan, termasuk hipervolemia, hipovolemia, serta masalah tekanan darah seperti hipertensi dan hipotensi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien GGK di Rumah Sakit TK.II Pelamonia Ambarawa, sebelum melakukan tindakan hemodialisis didapatkan hasil bahwa 43,3% pasien dengan tekanan darah normal, 23,3% pasien hipotensi, dan 16,7% pasien hipertensi. Pada penelitian didapatkan bahwa, sesudah melakukan tindakan hemodialisa didapatkan hasil 13,4% pasien dengan tekanan darah normal, 16,7% pasien dengan hipotensi, dan 40,0% pasien dengan hipertensi (Thalib, 2019).


 

Hipertensi merupakan faktor yang paling umum terkait dengan kematian dini secara global. Diperkirakan sekitar 1,28 miliar orang dewasa berusia antara 30 hingga 79 tahun di seluruh dunia mengalami hipertensi. Penyakit ini dapat dibagi menjadi dua kategori utama berdasarkan penyebabnya: hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah kondisi di mana penyebabnya tidak diketahui secara pasti, sementara hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi kesehatan yang mendasarinya (Adrian & Tommy, 2019).

Pada gagal ginjal kronik, terjadi perubahan histologi pada ginjal yang memiliki potensi untuk mempengaruhi fungsi tubuh secara menyeluruh. Hipertensi dapat timbul sebagai akibat dari kelainan ginjal yang meliputi gangguan pada jaringan parenkim atau vaskular ginjal. Gangguan pada jaringan parenkim dapat meliputi proliferasi dan pembentukan jaringan parut, sementara kelainan vaskular dapat mencakup penyempitan pembuluh darah, aterosklerosis, atau displasia yang mengakibatkan kurangnya oksigen ke jaringan dan mekanisme pelepasan renin (Nadeak, 2016).

Kesehatan adalah aspek krusial dalam kehidupan manusia, karena dengan tubuh yang sehat, seseorang dapat beraktivitas dengan nyaman dan berkontribusi positif kepada orang lain. Manusia adalah makhluk yang kompleks, terdiri dari elemen fisik, psikis, sosial, dan spiritual. Oleh karena itu, ketika seseorang sakit, pemeriksaan dan perawatan yang komprehensif sangat diperlukan untuk memulihkan kesehatannya secara menyeluruh.

Dalam perspektif Islam, ikhtiar dianggap sebagai usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk kebutuhan materiil, spiritual, dan kesehatan. Saat menghadapi penyakit, salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh seorang Muslim adalah mencari pengobatan. Meskipun demikian, seorang muslim diajarkan untuk tidak kehilangan harapan dan tetap sabar ketika diuji dengan penyakit oleh Allah. Ketika menjalani pengobatan, seorang muslim juga diharapkan memiliki tekad kuat untuk mencari kesembuhan yang berasal dari Allah SWT (Hakim et al., 2023).

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran tekanan darah pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di ruang hemodialisa RS YARSI. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis, dengan fokus pada pengukuran tekanan darah sebelum dan setelah hemodialisis, serta memahami pandangan Islam terkait penyakit dan cara menghadapinya. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi penulis dalam memperluas wawasan mengenai gagal ginjal kronik, hemodialisis, dan tekanan darah, sekaligus memenuhi syarat kelulusan sebagai dokter muslim di Fakultas Kedokteran Universitas YARSI. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi bagi civitas akademika Universitas YARSI, menambah karya tulis ilmiah, serta memberikan pemahaman lebih baik tentang kesehatan kepada masyarakat, meningkatkan kualitas hidup pasien, dan menjadi edukasi mengenai pentingnya monitoring tekanan darah pada pasien hemodialisis.

 


 

METODE PENELITIAN

 

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Rancangan penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan metode cross sectional, di mana penelitian dilakukan dengan mengobservasi gambaran tekanan darah pada pasien tersebut. Data yang akan dikumpulkan mencakup data demografi dan data klinis, yang terdiri dari hasil pemeriksaan tekanan darah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di ruang hemodialisa RS YARSI.

 

Populasi dan sampell

Populasi penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di ruang hemodialisa RS YARSI, sedangkan sampel penelitian terdiri dari pasien yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan, di mana kriteria inklusi mencakup pasien berusia 35-55 tahun yang bersedia berpartisipasi dengan menandatangani lembar informed consent, sementara kriteria eksklusi mencakup pasien gagal ginjal akut serta pasien gagal ginjal kronik yang menderita penyakit berat seperti kanker, mengalami penurunan kesadaran, atau dirawat karena penyakit lain. Penetapan sampel dilakukan menggunakan metode total sampling, yang berarti seluruh anggota populasi yang memenuhi kriteria diselidiki tanpa pemilihan acak, dan data yang terkumpul akan dianalisis melalui statistik deskriptif seperti mean, median, modus, dan variasi. Selain itu, penetapan besar sampel menggunakan metode judgement sampling, yang dilakukan karena jumlah sampel belum diketahui pasti sebelumnya, di mana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan subjektif atau penilaian peneliti tentang karakteristik yang dianggap relevan untuk tujuan penelitian.

 

Cara pengumpulan data

Cara pengumpulan dan pengukuran data dalam penelitian ini melibatkan dua aspek penting: pengumpulan data dan pengukuran data. Data demografi dan klinis pasien, yang merupakan data primer, dikumpulkan menggunakan lembar pengumpul data. Data demografi, seperti umur dan jenis kelamin, bersifat kategorikal, sedangkan data klinis terkait hemodialisis bersifat nominal, dan data tekanan darah dikategorikan sebagai ordinal dengan satuan tertentu. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data mencakup alat tensimeter digital dan lembar pengumpul data, di mana lembar tersebut diisi oleh peneliti berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, berat badan, tinggi badan, serta informasi sosiodemografik seperti usia dan jenis kelamin.

 

Analisa data

Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu analisis deskriptif dan analisis univariat. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data yang telah terkumpul tanpa membuat kesimpulan umum, dengan mendeskripsikan karakteristik demografi pasien dalam bentuk persentase, mean, median, dan lainnya, serta menggambarkan data klinis mengenai tekanan darah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di ruang hemodialisa RS YARSI. Sementara itu, analisis univariat fokus pada satu variabel yang dievaluasi secara terpisah tanpa mempertimbangkan interaksi dengan variabel lain, bertujuan untuk memahami pola distribusi dan karakteristik variabel tersebut. Metode yang digunakan dalam analisis univariat mencakup statistik deskriptif seperti mean, median, modus, dan variasi, serta pembuatan grafik seperti histogram dan diagram batang untuk memperjelas data yang disajikan.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

1.      Karakteristik Sampel

 

Subjek penelitian ini adalah pasien yang menjalani prosedur hemodialisis di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit YARSI. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah judgement sampling dengan jumlah sampel sebanyak 31 responden. Judgement Sampling adalah salah satu metode non-probability sampling di mana pemilihan sampel dilakukan berdasarkan penilaian atau pertimbangan tertentu dari peneliti. Dalam metode ini, peneliti secara sengaja memilih individu atau unit yang dianggap paling sesuai atau representatif untuk penelitian yang sedang dilakukan. Sampel penelitian telah memenuhi seluruh kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan dalam metodologi penelitian.

Adapun data karakteristik sampel yang diperlukan pada penelitian ini terdiri dari informasi demografi pasien berupa usia dan jenis kelamin, serta data klinis berupa frekuensi hemodialisis. Sampel penelitian ini berjumlah 31 responden yang diambil menggunakan teknik judgement sampling, di mana pemilihan sampel dilakukan berdasarkan penilaian atau pertimbangan tertentu dari peneliti. Sampel telah memenuhi seluruh kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan dalam metodologi penelitian. Berikut adalah data karakteristik sampel yang disajikan dalam Tabel 1.

 

Tabel 1. Karakteristik Sampel

Variabel

Jumlah (n)

Persentase (%)

Usia

 

 

35-45

46-55

16

15

51.61

48.39

Jenis Kelamin

 

 

Laki-laki

Perempuan

20

11

64.52

35.48

Frekuensi Hemodialisis

 

 

2x/minggu

3x/minggu

24

7

77.42

22.58

 

Berdasarkan tabel 1, mayoritas responden berada dalam rentang usia 35-45 tahun sebanyak 16 orang (51,61%), diikuti oleh kelompok usia 46-55 tahun yang berjumlah 15 orang (48,39%). Hal ini menunjukkan distribusi usia responden cukup merata, meskipun kelompok usia 35-45 tahun sedikit lebih dominan. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden adalah laki-laki sebanyak 20 orang (64,52%), sedangkan responden perempuan berjumlah 11 orang (35,48%). Ini menunjukkan bahwa jumlah responden laki-laki hampir dua kali lebih banyak dibandingkan perempuan. Sementara itu, dilihat dari frekuensi hemodialisis, sebagian besar responden menjalani prosedur 2 kali per minggu sebanyak 24 orang (77,42%), dan hanya 7 orang (22,58%) yang menjalani hemodialisis 3 kali per minggu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden adalah laki-laki berusia 35-45 tahun dan menjalani hemodialisis dengan frekuensi 2 kali per minggu.


 

2.      Analisis Tekanan Darah

Tekanan darah pasien pada penelitian ini dilakukan dalam 2 kali pengukuran, pengukuran pertama dilakukan sebelum tindakan dan pengukuran kedua dilakukan setelah tindakan hemodialisis. Hasil tekanan darah akan dibagi menjadi normotensi, pra-hipertensi, hipertensi tingkat I dan hipertensi tingkat II sesuai dengan klasifikasi JNV-VII tahun 2003.

 

Tabel 2. Analisis Tekanan Darah

Variabel

Jumlan (n)

Jenis Kelamin

Persentase (%)

Sebelum

Normotensi

 

2

1 Laki-Laki

 

6.45

1 Perempuan

Pra-hipertensi

 

10

7 Laki-laki

32.26

3 Perempuan

Hipertensi tingkat I

 

9

 

6 Laki laki

20.03

 

3 Perempuan

Hipertensi tingkat II

10

9 Laki-laki

32.26

 

 

1 Perempuan

Sesudah

Normotensi

 

1

1 Laki laki

 

3.23

0 Perempuan

Pra hipertensi

8

 

4 Laki laki

25.81

 

4 Perempuan

Hipertensi tingkat I

16

 

13 Laki laki

51.61

 

3 Perempuan

Hipertensi tingkat II

6

 

5 Laki laki

19.35

 

1 Perempuan

 

Berdasarkan Tabel 2, kondisi tekanan darah pasien hemodialisis menunjukkan perubahan sebelum dan sesudah prosedur. Sebelum hemodialisis, sebagian besar pasien berada dalam kategori pra-hipertensi (32.26%) dan hipertensi tingkat II (32.26%), sementara pasien dengan hipertensi tingkat I berjumlah 20.03%. Hanya sebagian kecil pasien yang termasuk dalam kategori normotensi (6.45%). Setelah hemodialisis, terjadi penurunan jumlah pasien dengan hipertensi tingkat II dari 32.26% menjadi 19.35% dan pasien dengan pra-hipertensi dari 32.26% menjadi 25.81%. Namun, terdapat peningkatan signifikan pada pasien hipertensi tingkat I, yang naik dari 20.03% menjadi 51.61%, menjadikannya kategori terbanyak setelah hemodialisis. Sementara itu, jumlah pasien normotensi menurun menjadi hanya 3.23%, menunjukkan bahwa tekanan darah normotensi masih jarang terjadi setelah prosedur.

Secara keseluruhan, hemodialisis berhasil menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi berat (tingkat II) dan pra-hipertensi, tetapi sebagian besar pasien mengalami pergeseran ke kategori hipertensi tingkat I. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan darah pasien masih memerlukan pemantauan dan pengelolaan lebih lanjut, karena mayoritas pasien belum mencapai kondisi normotensi setelah prosedur hemodialisis.

 


 

Pembahasan

Usia memiliki pengaruh signifikan terhadap tekanan darah. Seiring bertambahnya usia, elastisitas pembuluh darah menurun sehingga resistensi vaskuler meningkat, yang dapat menyebabkan hipertensi. Pada pasien hemodialisis, kondisi ini diperparah oleh gangguan ginjal yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Usia lanjut juga sering dikaitkan dengan stres oksidatif dan penumpukan produk sisa metabolisme, yang berkontribusi pada tekanan darah yang lebih tinggi. Menurut penelitian oleh Kooman et al. (2019), pasien usia lanjut lebih rentan mengalami hipertensi kronis akibat perubahan fisiologis pada pembuluh darah (Kooman et al., 2017).

Jenis kelamin juga mempengaruhi tekanan darah. Studi menunjukkan bahwa laki-laki memiliki risiko lebih tinggi mengalami hipertensi dibandingkan perempuan, terutama pada usia produktif, akibat pengaruh hormon androgen yang meningkatkan resistensi pembuluh darah. Pada perempuan, risiko hipertensi cenderung meningkat setelah menopause karena berkurangnya hormon estrogen yang memiliki efek protektif terhadap pembuluh darah. Pada pasien hemodialisis, perbedaan jenis kelamin dalam distribusi tekanan darah juga dapat dikaitkan dengan kebiasaan hidup, tingkat kepatuhan terhadap pengobatan, dan komorbiditas. Menurut penelitian oleh Chang et al. (2016), laki-laki lebih dominan mengalami hipertensi berat dibandingkan perempuan pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis (Eibeck et al., 2024).

Frekuensi hemodialisis memiliki peran penting dalam pengelolaan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronis. Hemodialisis berfungsi untuk mengeluarkan cairan berlebih dan racun metabolik dalam tubuh. Pasien yang menjalani hemodialisis rutin (2-3 kali per minggu) cenderung memiliki tekanan darah yang lebih stabil dibandingkan pasien yang kurang rutin menjalani terapi. Namun, jika hemodialisis tidak optimal, dapat terjadi overload cairan, yang meningkatkan risiko hipertensi. Menurut Agarwal (2017), pasien dengan frekuensi hemodialisis yang lebih sering menunjukkan penurunan signifikan pada tekanan darah dibandingkan pasien dengan jadwal hemodialisis yang lebih jarang. Perubahan kondisi tekanan darah mencerminkan bagaimana proses hemodialisis mempengaruhi sistem kardiovaskuler pasien, terutama terkait hipertensi yang merupakan komplikasi umum pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Sebelum menjalani hemodialisis, mayoritas pasien berada pada kategori pra-hipertensi (32.26%) dan hipertensi tingkat II (32.26%). Hal ini menunjukkan bahwa tekanan darah pasien cenderung tinggi sebelum prosedur, dengan sebagian besar pasien mengalami hipertensi berat. Sementara itu, pasien hipertensi tingkat I berjumlah 20.03%, dan hanya sedikit pasien yang termasuk dalam kategori normotensi (6.45%). Dari segi jenis kelamin, pasien laki-laki lebih dominan dibandingkan perempuan, terutama pada kategori hipertensi tingkat II, yang sepenuhnya terdiri dari laki-laki. Kondisi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti gangguan cairan, ketidakseimbangan elektrolit, dan aktivitas hormon renin-angiotensin-aldosteron yang meningkat pada pasien dengan penyakit ginjal.

Setelah menjalani hemodialisis, terdapat perubahan signifikan dalam distribusi tekanan darah pasien. Jumlah pasien hipertensi tingkat II menurun dari 32.26% menjadi 19.35%, yang mengindikasikan bahwa hemodialisis berhasil menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi berat. Selain itu, pasien dalam kategori pra-hipertensi juga mengalami penurunan dari 32.26% menjadi 25.81%. Namun, terjadi peningkatan signifikan pada pasien hipertensi tingkat I, dari 20.03% menjadi 51.61%. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian pasien dengan hipertensi berat (tingkat II) beralih ke tingkat hipertensi yang lebih ringan (tingkat I), tetapi belum sepenuhnya mencapai normotensi. Di sisi lain, jumlah pasien normotensi menurun menjadi hanya 3.23%, dengan hanya satu pasien yang berhasil mencapai kondisi ini.

Hemodialisis diketahui memiliki efek dalam mengurangi volume cairan berlebih pada pasien gagal ginjal kronis, yang pada akhirnya dapat membantu menurunkan tekanan darah. Penurunan jumlah pasien dengan hipertensi tingkat II dan pra-hipertensi menunjukkan bahwa hemodialisis efektif dalam menurunkan tekanan darah tinggi, terutama pada pasien dengan hipertensi berat. Namun, peningkatan jumlah pasien hipertensi tingkat I mengindikasikan bahwa sebagian besar pasien hanya mengalami penurunan tekanan darah yang moderat, tetapi belum kembali ke tekanan darah normal. Kondisi ini bisa disebabkan oleh ketidakseimbangan cairan yang masih tersisa, resistensi pembuluh darah sistemik, atau faktor-faktor lain seperti kepatuhan pasien terhadap terapi antihipertensi.

Tekanan darah yang masih tinggi setelah hemodialisis bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain overload cairan akibat ketidakmampuan ginjal untuk mengeluarkan cairan, ketidakseimbangan elektrolit seperti natrium dan kalium, serta aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron yang berlebihan. Selain itu, kepatuhan pasien terhadap diet rendah garam dan terapi antihipertensi juga mempengaruhi efektivitas penurunan tekanan darah. Oleh karena itu, meskipun hemodialisis memberikan dampak positif terhadap penurunan tekanan darah, terutama pada pasien dengan hipertensi tingkat II, sebagian besar pasien masih memerlukan intervensi lanjutan untuk mencapai kondisi normotensi.

Secara keseluruhan, hemodialisis berhasil menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi berat, namun masih banyak pasien yang berada pada kategori hipertensi tingkat I. Hal ini menunjukkan bahwa perawatan tambahan seperti pengaturan diet, kepatuhan terhadap terapi obat antihipertensi, serta pemantauan tekanan darah secara rutin sangat diperlukan. Dalam praktik klinis, penting bagi tenaga kesehatan untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko hipertensi yang berkelanjutan dan memberikan intervensi komprehensif. Edukasi tentang manajemen cairan, diet rendah garam, serta optimalisasi sesi hemodialisis dapat membantu meningkatkan kontrol tekanan darah pada pasien hemodialisis.

 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan hasil analisis tekanan darah pada pasien hemodialisis, dapat disimpulkan bahwa hemodialisis memberikan pengaruh positif terhadap penurunan tekanan darah, terutama pada pasien dengan hipertensi berat (tingkat II). Sebelum hemodialisis, mayoritas pasien berada dalam kategori pra-hipertensi (32.26%) dan hipertensi tingkat II (32.26%), dengan hanya sebagian kecil yang normotensi (6.45%). Setelah hemodialisis, terjadi penurunan jumlah pasien dengan hipertensi tingkat II menjadi 19.35% dan pra-hipertensi menjadi 25.81%. Namun, jumlah pasien dalam kategori hipertensi tingkat I meningkat signifikan menjadi 51.61%, menunjukkan pergeseran tekanan darah dari kategori hipertensi berat ke tingkat yang lebih ringan. Di sisi lain, kondisi normotensi hanya dicapai oleh 3.23% pasien, yang menunjukkan bahwa sebagian besar pasien belum mencapai tekanan darah normal setelah hemodialisis. Dengan demikian, meskipun hemodialisis efektif dalam mengurangi tekanan darah tinggi, sebagian besar pasien masih berada dalam kategori hipertensi tingkat I. Hal ini mengindikasikan perlunya pemantauan lebih lanjut serta intervensi tambahan seperti pengaturan cairan, diet rendah garam, dan kepatuhan terhadap terapi antihipertensi. Optimalisasi pengelolaan tekanan darah melalui pendekatan komprehensif diharapkan dapat membantu pasien hemodialisis mencapai kondisi tekanan darah yang lebih stabil dan mendekati normal.

 

BIBLIOGRAFI

 

Adrian, S. J., & Tommy, T. (2019). Hipertensi esensial: diagnosis dan tatalaksana terbaru pada dewasa. Cermin Dunia Kedokteran, 46(3), 400293. https://doi.org/10.55175/cdk.v46i3.503

Eibeck, A., Shaocong, Z., Mei Qi, L., & Kraft, M. (2024). Research data supporting" A Simple and Efficient Approach to Unsupervised Instance Matching and its Application to Linked Data of Power Plants". https://doi.org/10.17863/CAM.82548

Fajar, D. P., Illahi, A. K., & Saputra, M. I. (2021). Dinamika Faktor Intrapersonal Pada Komunikasi Konflik Dalam Keluarga Akibat Gagal Ginjal Kronis. Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial, 5(1), 55�75. https://doi.org/10.38043/jids.v5i1.2879

Hakim, A., Sholihah, F. M., & Anifa, N. A. (2023). Konsep Ikhtiar Dalam Berobat Sesuai Ajaran Islam. Religion: Jurnal Agama, Sosial, Dan Budaya, 2(4), 914�924. https://doi.org/10.55606/religion.v1i4.508

Harlim, A., & Yogyartono, P. (2012). Pruritus Uremik pada Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Majalah Kedokteran UKI, 28(2), 100�111. https://doi.org/10.33541/mkvol34iss2pp60

Kooman, J. P., Dekker, M. J., Usvyat, L. A., Kotanko, P., van der Sande, F. M., Schalkwijk, C. G., Shiels, P. G., & Stenvinkel, P. (2017). Inflammation and premature aging in advanced chronic kidney disease. American Journal of Physiology-Renal Physiology, 313(4), F938�F950. https://doi.org/10.1152/ajprenal.00256.2017

Makiyah, S. N. N. (2018). Pentingnya Aspek Spiritual Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisa: a Literature Review. Herb-Medicine Journal: Terbitan Berkala Ilmiah Herbal, Kedokteran Dan Kesehatan, 1(2). https://doi.org/10.30595/hmj.v1i2.3004

Mardhatillah, M., Arsin, A., Syafar, M., & Hardianti, A. (2020). Ketahanan Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Kesehatan Masyarakat Maritim, 3(1). https://doi.org/10.30597/jkmm.v3i1.10282

Nadeak, B. (2016). Hipertensi sekunder akibat perubahan histologi ginjal. Sari Pediatri, 13(5), 311�315.

Pranandari, R., & Supadmi, W. (2015). Faktor risiko gagal ginjal kronik di unit hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo. Majalah Farmaseutik, 11(2), 316�320.

Rahayu, F., Fernandoz, T., & Ramlis, R. (2018). Hubungan frekuensi hemodialisis dengan tingkat stres pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Jurnal Keperawatan Silampari, 1(2), 139�153.

Rahman, M. T. S. A., Kaunang, T. M. D., & Elim, C. (2016). Hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP. Prof. Dr. RD Kandou Manado. E-CliniC, 4(1). https://doi.org/10.35790/ecl.v4i1.10829

Rizki, F. A., & Andina, M. (2017). Karakteristik Penderita Hipertensi Dengan Gagal Ginjal Kronik Di Instalasi Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015. Jurnal Ibnu Sina Biomedika, 1(1), 87�96. https://doi.org/10.30596/isb.v1i1.1111

Thalib, A. H. S. (2019). Gambaran Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit TK. II Pelamonia Makassar. JKG (Jurnal Keperawatan Global), 4(2), 89�94. https://doi.org/10.37341/jkg.v4i2.71

Vaidya, S. R., Aeddula, N. R., & Doerr, C. (2021). Chronic kidney disease (Nursing).

 

� 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).