ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT UMUM TERHADAP INDIKATOR HALAL DAN REGULASI HALAL DI JABODETABEK

 

Amberly Anadya Prames, Anaksya Haq, Mandy Aileen Lius, Mutiara Khusnul Khatimah, Nisa Zahra

Institut Pertanian Bogor, Indonesia

Email: amberlyanadya@apps.ipb.ac.id, iamanaksya@apps.ipb.ac.id, mandyaileen@apps.ipb.ac.id, mutiarakhatimah@apps.ipb.ac.id, nisazahra@apps.ipb.ac.id

 

Abstrak

Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbanyak, memiliki potensi besar dalam industri halal, dengan lebih dari 207 juta Muslim, yang mewakili sekitar 87,2% dari populasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat mengenai indikator dan regulasi halal di Jabodetabek. Penelitian ini menyoroti pentingnya sertifikasi halal dalam membangun kepercayaan konsumen, terutama di kalangan umat Islam. Meskipun pemerintah berupaya meningkatkan aksesibilitas sertifikasi halal, banyak pemangku kepentingan, terutama usaha mikro dan kecil (UMKM), yang kurang menyadari manfaatnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif, mengumpulkan data melalui survei yang disebarkan kepada masyarakat. Hasil menunjukkan adanya variasi tingkat pengetahuan dan kepercayaan terkait sertifikasi halal, mengungkapkan kesenjangan dalam pemahaman tentang proses sertifikasi dan kerangka regulasi. Penelitian ini menekankan perlunya inisiatif pendidikan untuk meningkatkan kesadaran dan penerimaan terhadap regulasi halal, yang pada akhirnya mendukung pertumbuhan industri halal di Indonesia. Kontribusi penelitian ini terletak pada penyediaan wawasan yang mendalam mengenai sikap masyarakat terhadap regulasi halal, serta rekomendasi strategis untuk pemangku kepentingan dalam meningkatkan pemahaman dan penerapan sertifikasi halal di kalangan UMKM, yang diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin global dalam industri halal.

 

Kata kunci: Pengetahuan halal; Kepercayaan masyarakat; Regulasi halal; Sertifikasi halal; Jabodetabek

 

Abstract

Indonesia, as a country with the largest Muslim population, has significant potential in the halal industry, with over 207 million Muslims, representing about 87.2% of the population. This study aims to analyze the level of public knowledge and trust regarding halal indicators and regulations in Jabodetabek. The research highlights the importance of halal certification in building consumer trust, especially among Muslims. Despite government efforts to enhance halal certification accessibility, many stakeholders, particularly small and medium enterprises (SMEs), lack awareness of its benefits. The study employs a descriptive qualitative and quantitative approach, collecting data through surveys distributed to the public. Results indicate varying levels of knowledge and trust regarding halal certification, revealing gaps in understanding the certification process and regulatory frameworks. This research underscores the need for educational initiatives to boost awareness and acceptance of halal regulations, ultimately supporting the growth of the halal industry in Indonesia. The contribution of this research lies in providing in-depth insights into people's attitudes towards halal regulations, as well as strategic recommendations for stakeholders in improving understanding and implementation of halal certification among MSMEs, which is expected to strengthen Indonesia's position as a global leader in the halal industry.

 

Keywords: Halal knowledge; Public trust; Halal regulations; Halal certification; Jabodetabek

*Correspondence Author: Amberly Anadya Prames

Email: amberlyanadya@apps.ipb.ac.id

 


 

PENDAHULUAN

 

Mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam (Daulay et al., 2023; Rizaty, 2023). Saat ini ada lebih dari 207 juta muslim atau sekitar 87,2% dari populasi masyarakat Indonesia yang menjadikannya sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak pertama di dunia. Menilik dari data yang ada, Indonesia memiliki potensi industri halal yang sangat besar (Hariani & Sutrisno, 2023; Wulandari & Djakfar, 2022). Oleh karena itu, kesadaran tentang sertifikasi halal perlu ditingkatkan penting bagi berbagai usaha untuk menarik kepercayaan konsumen umat Islam (Anggriani et al., 2024). Pemahaman terkait pengertian, dampak, dan regulasi sertifikasi halal merupakan hal yang penting untuk mengurangi kurangnya kesadaran dan kesalahpahaman pelaku usaha dan masyarakat.

Sertifikat halal adalah bukti pengakuan tentang kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (Syafrida, 2017; Syaifudin & Fahma, 2022). Proses sertifikasi halal melibatkan beberapa tahapan yang bertujuan untuk mendapatkan sertifikat halal, dengan membuktikan bahwa bahan, proses produksi, dan Sistem Jaminan Halal (SJH) telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh LPPOM MUI (Warto & Samsuri, 2020). Pemerintah Indonesia melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan sertifikasi halal bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Salah satu inisiatifnya adalah peluncuran program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) oleh Kementerian Agama dan BPJPH (Badan Pengelola Jaminan Produk Halal) untuk memudahkan pelaku usaha dalam memperoleh sertifikasi halal (Sutono et al., 2021).

Kewajiban untuk memiliki sertifikat halal bagi pelaku usaha berdasarkan pernyataan pelaku (self-declare) diatur dalam PMA No. 20 Tahun 2021 tentang Sertifikasi Halal untuk UMK. Di samping itu, Undang-undang JPH juga menetapkan sertifikasi halal sebagai kewajiban bagi produk UMKM. Namun, banyak pelaku UMKM saat ini belum sepenuhnya menyadari manfaat yang bisa diperoleh dari memiliki sertifikat halal. Setiap UMKM yang bergerak di bidang makanan dan minuman diwajibkan untuk memperoleh sertifikasi halal agar dapat memasarkan produknya di seluruh Indonesia. Tanpa sertifikasi halal, produk olahan makanan dan minuman berisiko ditarik dari peredaran oleh pihak pemerintah.

Perubahan regulasi dan penerapan indikator halal di Indonesia terus mengalami perkembangan, terutama dalam beberapa tahun terakhir (Ayu & Dalimunthe, 2023; Wijaya, 2021). Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, label halal memiliki peran penting dalam memastikan produk yang beredar sesuai dengan prinsip Syariah (Bujang & Bakar, 2023; Johan & Plana-Casado, 2023; Matondang et al., 2023). Namun, tingkat pengetahuan masyarakat terkait perubahan ini masih bervariasi, dan banyak yang belum memahami sepenuhnya pentingnya sertifikasi halal serta dampaknya terhadap produk yang dikonsumsi.

Di kawasan Jabodetabek, produk halal sudah menjadi bagian dari konsumsi sehari-hari, baik di kalangan Muslim maupun non-Muslim. Meskipun begitu, persepsi terhadap kehalalan produk sangat beragam. Beberapa kelompok masyarakat sangat memperhatikan kehadiran sertifikasi halal, sedangkan yang lain menganggapnya sebagai sesuatu yang kurang relevan. Faktor-faktor seperti pendidikan, akses terhadap informasi, dan kepercayaan individu berperan dalam membentuk pandangan ini. Tingkat pemahaman dan kepercayaan masyarakat umum terhadap indikator halal dan regulasi kehalalan ini menjadi aspek penting untuk dikaji. Hal ini juga dapat memberikan gambaran mengenai kesadaran serta penerimaan masyarakat terhadap perubahan regulasi yang terus berkembang.

Mie Gacoan adalah merek dagang yang menjadi anak perusahaan PT Pesta Pora Abadi yang berdiri sejak awal 2016. Mie Gacoan telah menjadi favorit anak muda karena harganya yang terjangkau dengan cita rasa yang khas. Selain menawarkan mie pedas, Mie Gacoan juga menawarkan berbagai side dish seperti udang keju, udang rambutan, pangsit, dan lainnya. Terdapat pula berbagai minuman unik yang dapat memanjakan pengunjung dengan harga relatif murah. Namun, Mie Gacoan juga menjadi perbincangan hangat di media sosial. Hal ini disebabkan karena mereka tidak bisa mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia. Bahan yang digunakan dalam makanan serta alat makan yang berasal dari bambu bukan menjadi alasan hal tersebut terjadi, melainkan diduga berasal dari nama produk yang digunakan, seperti “Mie Setan”, “Mie Iblis”, “Es Pocong”, “Es Tuyul”, dan lain sebagainya. Hal ini diperkuat oleh Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa Halal, yang menyatakan bahwa tidak boleh mengonsumsi atau menggunakan nama dan simbol makanan atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan. Di samping itu, penggunaan nama atau simbol yang berhubungan dengan benda atau binatang yang diharamkan, terutama babi dan khamr, juga dilarang, kecuali jika nama tersebut telah menjadi tradisi dan dipastikan tidak mengandung unsur haram. Selain itu, bahan campuran yang dapat menimbulkan rasa atau aroma dari benda atau binatang yang diharamkan, serta makanan atau minuman yang menggunakan nama yang diharamkan, juga tidak diperbolehkan (Syaharani, n.d.).

Kontroversi halal Mie Gacoan telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan, baik dari segi sosial, ekonomi, hingga reputasi merek dagang. Beberapa konsumen mungkin memilih untuk menghindari produk Mie Gacoan karena keraguan terhadap kehalalannya. Namun, di sisi lain, isu ini juga dapat menarik perhatian konsumen baru yang penasaran. Hal ini juga memicu perdebatan di ruang publik, baik di media sosial maupun media massa. Respon pihak manajemen Mie Gacoan juga akan sangat menentukan dampaknya terhadap reputasi perusahaan di kalangan masyarakat. Kontroversi halal Mie Gacoan menjadi contoh nyata terkait bagaimana isu kehalalan dapat menjadi isu yang sangat sensitif dan kompleks. Hal ini tidak hanya berdampak pada bisnis, tetapi juga pada masyarakat secara luas. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk bijak dalam menyikapi pentingnya sertifikasi halal dan mencari solusi yang terbaik.

Dalam upaya meningkatkan kepastian dan keamanan konsumen Muslim, pemerintah telah memperkenalkan regulasi baru melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 (Pemerintah Republik Indonesia, 2021). Regulasi ini mewajibkan sertifikasi halal untuk produk makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan, dan barang konsumsi lainnya, baik produk dalam negeri maupun impor. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) kini menjadi otoritas resmi yang mengelola sertifikasi ini, menggantikan peran LPPOM MUI yang sebelumnya hanya bersifat sukarela.

Perbedaan utama dibandingkan dengan sistem sebelumnya adalah sertifikasi halal kini bersifat wajib. Setiap produk yang telah disertifikasi harus menampilkan logo halal yang diakui secara resmi oleh BPJPH (Alam & Yunie Samhuri, 2021; Widiawati et al., 2023). Sebelumnya, sertifikasi halal dilakukan oleh MUI secara sukarela, tanpa ada kewajiban hukum bagi seluruh produk untuk memenuhi standar halal. Dengan regulasi baru ini, negara berperan lebih aktif dalam pengawasan dan penegakan regulasi halal, menjadikan prosesnya lebih terstruktur dan transparan. Selain itu, regulasi ini juga memperkenalkan sanksi tegas bagi pelanggaran yang sebelumnya tidak diatur secara jelas, sehingga memberikan kepastian hukum dan meningkatkan akuntabilitas bagi produsen. Hal ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap produk halal di pasar.

Meskipun regulasi baru ini bertujuan meningkatkan transparansi dan kepastian bagi konsumen, keberhasilan penerapannya sangat bergantung pada tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem sertifikasi dan indikator halal. Di wilayah Jabodetabek, sebagai pusat populasi dan ekonomi terbesar di Indonesia, pemahaman dan kepercayaan masyarakat terhadap regulasi kehalalan menjadi kunci sukses implementasi aturan ini.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat umum di Jabodetabek terhadap indikator halal dan regulasi kehalalan yang baru. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai efektivitas penerapan regulasi dan memberikan masukan bagi pemerintah untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap sistem jaminan produk halal.

Pembuatan proposal penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan akademis dan pemahaman mengenai industri halal, serta memberikan manfaat bagi bisnis terkait dengan menemukan informasi penting tentang proses dan regulasi halal serta selera konsumen. Penelitian ini akan membantu penulis dan pembaca untuk lebih memahami berbagai aspek, termasuk tingkat pengetahuan masyarakat tentang indikator dan regulasi halal, serta tingkat kepercayaan mereka terhadap keduanya. Selain itu, penelitian ini juga akan mengidentifikasi strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan kepercayaan masyarakat. Manfaat penelitian ini meliputi peningkatan kepercayaan konsumen Muslim terhadap produk yang sesuai dengan prinsip syariah, dorongan bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas bahan dan proses produksi, serta peluang pemasaran yang lebih luas di daerah dengan populasi Muslim yang tinggi. Bagi peneliti dan mahasiswa, penelitian ini memberikan pemahaman tentang pentingnya sertifikasi halal, peluang penelitian yang relevan, dan wawasan mengenai korelasi antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang indikator halal dengan kepercayaan terhadap regulasi kehalalan.

 

METODE PENELITIAN

 

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer sebagai sumber utama informasi. Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti untuk tujuan spesifik studi (Sekaran & Bougie, 2016). Dalam konteks penelitian ini, data primer diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden di wilayah Jabodetabek. Kuesioner dirancang untuk mengumpulkan informasi mengenai tingkat pengetahuan, kepercayaan, dan kesadaran masyarakat terhadap indikator halal dan regulasi halal.

Kuesioner disebarkan kepada 150 responden yang dipilih melalui metode quota sampling. Responden merupakan masyarakat umum yang berdomisili di wilayah Jabodetabek, dengan berbagai latar belakang demografis untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang persepsi masyarakat terhadap produk halal. Selain data primer dari kuesioner, penelitian ini juga memanfaatkan data sekunder berupa literatur, publikasi ilmiah, dan dokumen regulasi yang relevan untuk mendukung analisis dan interpretasi hasil penelitian.

 

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan ditujukan bagi masyarakat umum yang berdomisili di daerah Jabodetabek yang meliputi DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner secara daring melalui google form. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 15 Oktober - 25 Oktober 2024.

 

Metode Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan metodologis, yaitu deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif yang berlandaskan filsafat postpositivisme atau interpretatif digunakan untuk meneliti kondisi obyek alamiah, dengan peneliti sebagai instrumen utama. Fokus penelitian kualitatif ini adalah menganalisis tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat umum terhadap indikator halal dan regulasi halal di jabodetabek.

Sementara itu, penelitian kuantitatif melibatkan populasi masyarakat jabodetabek dengan sampel sebanyak 150 orang yang diambil melalui quota sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket, dan analisisnya dibantu oleh software SPSS 20.0 untuk mengevaluasi pengaruh kepercayaan dan kesehatan terhadap kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi makanan dan produk halal.

 

Metode Penarikan Sample

Penelitian ini menggunakan teknik quota sampling yaitu sebuah metode penarikan sampel dengan mengutamakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam pengisian kuesioner. Responden terlibat secara sukarela dan wajib memenuhi kriteria seleksi yang telah ditetapkan oleh peneliti. Kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang responden untuk terlibat dalam penarikan sampel penelitian ini meliputi: 1). Warga Negara Indonesia (WNI); 2). Konsumen secara aktif mengkonsumsi produk berlabel halal.

Jumlah penarikan sampel ditentukan berdasarkan adopsi rekomendasi dari (Jr et al. 2018) penggunaan sampel berukuran sepuluh kali lipat dari jumlah indikator dalam penelitian. Berdasarkan rekomendasi tersebut, jumlah target sampel yang didapatkan yaitu sebagai 150 responden. Pendekatan tersebut dipilih untuk memastikan data primer yang diperoleh dapat memberikan gambaran representasi populasi yang bersifat objektif. Selain itu, representasi dengan jumlah tersebut mampu menghasilkan tingkat akurasi dan validitas statistik yang tinggi. Melalui representasi tersebut, penelitian ini diharapkan mampu memberikan analisis secara akurat dan menyeluruh mengenai tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat umum terhadap indikator halal dan regulasi halal di Jabodetabek.

 


 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

1.       Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Uji Validitas bertujuan untuk menilai sejauh mana suatu instrumen dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Ghozali, 2016). Validitas instrumen diuji menggunakan korelasi Pearson antara skor tiap item dengan skor total kuesioner. Suatu item dianggap valid jika nilai signifikansi (p-value) < 0.05 dan nilai korelasi (r hitung) lebih besar dari r tabel.

Uji Reliabilitas dilakukan untuk menilai konsistensi hasil pengukuran dari kuesioner. Instrumen dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbach's Alpha > 0.7, meskipun nilai antara 0.6–0.7 dapat diterima dalam penelitian eksploratif (Nunnally & Bernstein, 1994).

 

Interpretasi Data

Jumlah responden: 209

r tabel: 0.1348 (dari df = 206, α = 0.05, two-tailed)

 

Validitas:

Item dinyatakan valid jika:

a.      Nilai signifikansi < 0.05

b.      Nilai r hitung > 0.1348

 

Tabel 5 Output Hasil Uji Validitas

Variabel

Total Score (r hitung)

Sig. (2-tailed)

Status

Saya memahami kriteria yang membuat suatu produk dinyatakan halal sesuai ketentuan yang berlaku

.635**

0,000

Valid

Saya memahami bahwa produk halal juga harus memenuhi konsep thayyib (baik dan higienis)

.495**

0,000

Valid

Saya mengetahui peraturan pemerintah atau undang-undang yang mengatur tentang produk halal

.573**

0,000

Valid

Saya memahami bahwa produk dianggap haram jika mengandung bahan yang dilarang, seperti babi atau alkohol, dan juga jika cara penyembelihannya tidak sesuai dengan syariat Islam

.513**

0,000

Valid

Saya mengetahui konsep self declare halal UMKM

.588**

0,000

Valid

Saya mengetahui bahwa sertifikasi halal berlaku seumur hidup selama tidak ada perubahan komposisi bahan

.608**

0,000

Valid

Saya mengenali logo atau sertifikat halal yang diakui oleh lembaga berwenang

.570**

0,000

Valid

Saya mengetahui bahwa semua produk pangan di Indonesia harus melalui proses sertifikasi halal

.564**

0,000

Valid

Saya memahami bahwa BPJPH adalah lembaga yang mengawasi sertifikasi halal di Indonesia

.599**

0,000

Valid

Saya mengetahui bahwa alat-alat produksi harus bebas dari bahan najis untuk menjamin kehalalan produk

.550**

0,000

Valid

Saya mengetahui bahwa proses produksi halal perlu diawasi dan disertifikasi untuk menjaga kehalalan produk

.564**

0,000

Valid

Saya telah mendapat banyak informasi mengenai peraturan yang berlaku terkait produk halal

.555**

0,000

Valid

Saya memahami urgensi dan maksud dari peraturan yang diterapkan

.622**

0,000

Valid

Saya mengetahui lembaga yang bertanggung jawab dalam proses sertifikasi halal di Indonesia

.625**

0,000

Valid

Saya mengetahui bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan dalam menetapkan kehalalan suatu produk

.495**

0,000

Valid

Saya memahami bahwa Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) melakukan pemeriksaan terhadap produk sebelum dikeluarkan sertifikat halal

.608**

0,000

Valid

Saya mengetahui bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berwenang mengeluarkan sertifikat halal

.618**

0,000

Valid

Saya telah mengetahui alur dalam proses sertifikasi halal untuk sebuah produk

.547**

0,000

Valid

Saya mengetahui bahwa standar halal tidak hanya berlaku untuk makanan dan minuman, tetapi juga untuk jenis produk lainnya

.590**

0,000

Valid

Saya memahami bahwa standar halal untuk makanan berbeda dengan standar halal untuk kosmetik dan jenis produk lainnya

.466**

0,000

Valid

Saya mengetahui tiap syarat yang dinilai dalam standar sertifikasi halal

.563**

0,000

Valid

Saya percaya sertifikasi halal dapat menunjukkan bahwa produk tersebut diproduksi hanya dengan menggunakan bahan yang halal

.529**

0,000

Valid

Saya percaya sertifikasi halal dapat menunjukkan bahwa produk tersebut diproduksi dengan bahan yang berasal dari hewan yang disembelih secara syariat Islam untuk dianggap halal

.523**

0,000

Valid

Saya meyakini bahwa semua produk yang beredar di pasaran sudah dipastikan memiliki sertifikasi halal

.397**

0,000

Valid

Saya percaya sertifikasi halal menunjukkan bahwa proses produksi suatu produk bebas dari kontaminasi bahan haram

.585**

0,000

Valid

Saya percaya sertifikasi halal menunjukkan bahwa peralatan yang digunakan dalam proses produksi telah bebas dari unsur haram dan najis

.569**

0,000

Valid

Saya percaya bahwa sertifikasi halal adalah jaminan kehalalan suatu produk

.520**

0,000

Valid

Saya percaya bahwa produk halal aman untuk dikonsumsi

.582**

0,000

Valid

Saya bersedia membayar lebih untuk produk yang memiliki sertifikat halal karena merasa lebih terjamin kehalalannya

.581**

0,000

Valid

Saya memahami bahwa mencantumkan logo halal pada produk makanan dan minuman merupakan bagian dari regulasi pemerintah

.593**

0,000

Valid

Saya percaya bahwa lembaga sertifikasi halal di Indonesia dapat diandalkan dalam mengawasi produk

.482**

0,000

Valid

Produk yang saya beli biasanya mematuhi regulasi halal yang ditetapkan

.573**

0,000

Valid

Saya mengkonsumsi berbagai jenis produk (makanan, minuman, obat-obatan) yang sudah bersertifikasi halal

.640**

0,000

Valid

Saya aktif mencari informasi tentang status halal produk sebelum membelinya

.546**

0,000

Valid

Saya mengetahui bahwa nama produk yang berkonotasi negatif atau bertentangan dengan nilai-nilai Islam dapat mempengaruhi status kehalalannya

.434**

0,000

Valid

Saya memahami pentingnya pemilihan nama yang sesuai dengan standar halal untuk memberikan kejelasan bagi konsumen

.594**

0,000

Valid

Berdasarkan data yang telah diolah dengan menggunakan SPSS, dapat disimpulkan bahwa data dari kuesioner penelitian kami adalah data yang valid.

 

Tabel 6 Output Hasil Uji Reabilitas

 

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

0.936

36

 

 

 

Cronbach's Alpha sebesar 0.936 menunjukkan bahwa kuesioner memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi. Nilai ini jauh melebihi batas minimum yang diterima dalam penelitian, yaitu 0.7, bahkan mendekati reliabilitas sempurna.

 

2.      Pengetahuan Masyarakat mengenai Indikator dan Regulasi Halal

a.     Tingkat Capaian Responden tentang Pengetahuan Masyarakat mengenai Indikator Halal

Pengetahuan masyarakat terhadap indikator halal dalam penelitian ini diukur dengan dua parameter, yaitu kriteria dan konsep halal serta pengetahuan tentang sertifikasi dan label halal. Tingkat capaian responden (TCR) dapat diklasifikasikan dengan skala berikut.

Sangat Baik (90% - ≤100%)

Baik (80% - <90%)

Cukup Baik (65% - <80%)

Kurang Baik (55% - <65%)

Tidak Baik (0% - <55%) (Normasilla, N. S. 2021).

 

Gambar 1. Tingkat capaian responden (TCR) pengetahuan masyarakat terhadap indikator halal

 

Berdasarkan grafik pada gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat capaian responden terkait pengetahuan akan kriteria dan konsep halal serta sertifikasi dan label halal menunjukkan nilai yang masuk dalam kategori baik dengan nilai 85% dan 86%. Hasil pemusatan data yang telah diolah dari hasil jawaban responden adalah sebagai berikut.

 

Tabel 3. Hasil Pemusatan Data

 

Kategori

Nilai

Mean

4,31

Median

4

Modus

4

Standar Deviasi

0,70

 

 

 

 

 

 

1)     Pengetahuan tentang Kriteria dan Konsep Halal

Pengetahuan masyarakat tentang kriteria dan konsep halal diukur dengan lima pertanyaan terkait kriteria halal dan penghindaran bahan non halal. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.

 

Gambar 2. Pengetahuan tentang Kriteria dan Konsep Halal

 

Gambar 2. menunjukkan bahwa kurang lebih 50% responden sudah memahami pengetahuan dasar terkait kriteria dan konsep halal yang diukur melalui pemantauan pengetahuan dalam kriteria halal yang berlaku, konsep thayyib, reasoning produk dianggap haram, konsep self declare, hingga masa berlaku sertifikasi halal.

2)      Pengetahuan tentang Sertifikasi dan Label Halal

Pengetahuan masyarakat tentang sertifikasi dan label halal diukur dengan tujuh pertanyaan terkait pengenalan logo/label halal resmi, proses produksi halal, dan penamaan produk. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.

 

Gambar 3. Pengetahuan tentang Sertifikasi dan Label Halal

 

Gambar 3 menunjukkan bahwa mayoritas responden telah mengetahui bahwa sertifikasi halal merupakan sebuah kewajiban dan terdapat logo khusus untuk hal tersebut. BPJPH sebagai lembaga pengawas, mengawasi proses produksi sampai alat produksi yang digunakan. Selain itu, penggunaan nama produk pun mempengaruhi proses sertifikasi halal.

 

b.      Tingkat Pengetahuan Masyarakat mengenai Regulasi Halal

1)      Tingkat Capaian Responden tentang Pengetahuan Masyarakat mengenai Regulasi Halal

Pengetahuan masyarakat mengenai regulasi halal dalam penelitian ini diukur dengan tiga parameter, yaitu kerangka hukum, lembaga pengawas, dan prosedur sertifikasi. Berikut adalah TCR pengetahuan masyarakat mengenai regulasi halal yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

 

Gambar 4. TCR pengetahuan masyarakat mengenai regulasi halal

 

Gambar 4. menunjukkan bahwa tingkat capaian responden pada parameter ini masuk dalam kategori baik dengan nilai 84,37% terkait pengetahuan terhadap kerangka hukum, 85,69% terhadap pengetahuan terhadap lembaga pengawas, dan 84,09% terhadap prosedur sertifikasi halal yang diketahui. Namun, nilai ini lebih rendah daripada tingkat pengetahuan masyarakat mengenai indikator halal. Hal ini dapat dipengaruhi oleh tingkat informasi yang didapat responden. Berikut hasil pemusatan data yang telah diolah dari jawaban responden.

 

Tabel 4. Hasil Pemusatan Data

 

Kategori

Nilai

Mean

4,25

Median

4

Modus

4

Standar Deviasi

0,73

 

 

 

 

 

 

2)      Pengetahuan tentang Kerangka Hukum

Pengetahuan masyarakat tentang kerangka hukum diukur dengan tiga pertanyaan terkait peraturan pemerintah dan undang-undang yang mengatur halal, informasi mengenai peraturan yang berlaku, serta urgensi dan maksud dari peraturan yang diterapkan. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.

Gambar 5. Pengetahuan tentang Kerangka Hukum

 

            Gambar 5 menunjukkan bahwa masih banyak responden yang memiliki pemahaman terkait kerangka hukum kurang dari 50% responden, kecuali terhadap informasi mengenai peraturan yang berlaku. Masyarakat mungkin saja sudah mendapat banyak informasi dari beberapa sumber, tetapi nomor peraturan yang persis mengatur tentang hal tersebut tidak mudah diingat. Selain itu, urgensi dan maksud dari bunyi peraturan kurang dapat diserap oleh masyarakat, sehingga masyarakat hanya sekadar mengetahui hal tersebut.

3)      Pengetahuan tentang Lembaga Pengawas

            Pengetahuan masyarakat tentang lembaga diukur dengan empat pertanyaan terkait lembaga yang bertanggung jawab dalam proses sertifikasi halal, peran MUI, LPH, dan BPJPH. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.

 

Gambar 6. Pengetahuan tentang Lembaga Pengawas

 

            Gambar 6 menunjukkan bahwa masih banyak responden yang memiliki pemahaman terkait lembaga pengawas yang bertanggung jawab dalam sertifikasi halal dengan persentase yang ditunjukkan dalam grafik tersebut, yaitu dengan nilai kurang dari 50% responden. Mayoritas masyarakat lebih mengetahui MUI sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menetapkan kehalalan suatu produk.

4)      Pengetahuan tentang Prosedur Sertifikasi

            Pengetahuan masyarakat tentang prosedur sertifikasi diukur dengan empat pertanyaan terkait alur dalam proses sertifikasi, standar halal yang diterapkan untuk berbagai produk, hingga syarat yang dinilai dalam sertifikasi halal. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden

Gambar 7. Pengetahuan tentang Prosedur Sertifikasi

 

            Gambar 7 menunjukkan bahwa masih banyak responden yang memiliki pemahaman terkait prosedur sertifikasi halal hanya dalam rentang 40%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh prosedur sertifikasi halal yang kurang massive informasinya, sehingga masyarakat tidak terlalu banyak mendapat informasi terhadap prosedur sertifikasi halal.

 

3.      Kepercayaan Masyarakat mengenai Indikator dan Regulasi Halal

a.       Tingkat Capaian Responden tentang Kepercayaan Masyarakat mengenai Indikator Halal

Gambar 8. Tingkat Capaian Responden tentang Kepercayaan Masyarakat mengenai Indikator Halal

 

            Secara umum, hasil jawaban responden menunjukkan angka yang cukup tinggi atas kepercayaan terhadap produk halal dengan rata-rata persentase diatas 85%. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar dan peduli terhadap kehalalan suatu produk yang dikonsumsi. Berikut hasil pemusatan data yang telah diolah dari jawaban responden.

 

Tabel 5. Hasil Pemusatan Data

 

Kategori

Nilai

Mean

4,25

Median

4

Modus

4

Standar Deviasi

0,76

 

 

 

 

 

 

 

1)      Kepercayaan Masyarakat terhadap Komposisi Bahan

            Kepercayaan masyarakat terhadap komposisi bahan suatu produk diukur dengan dua pertanyaan terkait sertifikasi halal yang dapat menunjukkan bahwa suatu produk hanya diproduksi dengan menggunakan bahan halal serta jika bahan produksi berasal dari hewan, menunjukkan bahwa hewan tersebut disembelih secara syariat Islam. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.

Gambar 9. Kepercayaan Masyarakat terhadap Komposisi Bahan

 

            Persentase masyarakat setuju yang tinggi menunjukkan bahwa mereka sangat memperhatikan bahan-bahan yang digunakan dalam suatu produk. Masyarakat ingin memastikan bahwa produk yang mereka konsumsi tidak mengandung bahan yang haram atau meragukan.

2)      Kepercayaan Masyarakat terhadap Proses Produksi

            Kepercayaan masyarakat dalam proses produksi suatu produk diukur dengan tiga pertanyaan terkait seberapa massive produk di pasaran yang sudah memiliki sertifikasi halal, serta sertifikasi halal yang dapat menunjukkan bahwa suatu proses produksi suatu produk bebas dari kontaminasi bahan haram dan juga menunjukkan bahwa peralatan yang digunakan dalam proses produksi telah bebas dari unsur haram dan najis. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.

 

Gambar 10. Kepercayaan Masyarakat terhadap Proses Produksi

 

            Angka ini mengindikasikan bahwa masyarakat juga peduli terhadap proses produksi suatu produk. Masyarakat ingin memastikan bahwa suatu produk diproduksi dengan cara yang bersih, sehat, dan sesuai dengan syariat Islam.

3)      Kepercayaan Masyarakat terhadap Sertifikasi

            Kepercayaan masyarakat terhadap sertifikasi diukur dengan satu pertanyaan terkait kepercayaan masyarakat akan sertifikasi halal sebagai jaminan kehalalan suatu produk. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.

 

Gambar 11. Kepercayaan Masyarakat terhadap Sertifikasi

 

            Persentase masyarakat setuju yang tinggi ini menunjukkan bahwa sertifikasi halal menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi keputusan pembelian konsumen. Masyarakat cenderung lebih percaya pada produk yang telah memiliki sertifikasi halal.

4)      Kepercayaan Masyarakat terhadap Kebersihan dan Keamanan

            Kepercayaan masyarakat terhadap kebersihan dan keamanan diukur dengan dua pertanyaan bahwa produk halal aman untuk dikonsumsi dan bersedia membayar lebih untuk produk yang memiliki sertifikasi halal karena merasa lebih terjamin kehalalannya. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.

Gambar 12. Kepercayaan Masyarakat terhadap Kebersihan dan Keamanan

 

            Angka ini menunjukkan bahwa selain kehalalan, aspek kebersihan dan keamanan produk juga menjadi pertimbangan utama konsumen. Masyarakat ingin memastikan bahwa produk yang mereka konsumsi aman untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan kesehatan.

 

b.      Tingkat Capaian Responden tentang Kepercayaan Masyarakat mengenai Regulasi Halal

Gambar 13. Tingkat Capaian Responden tentang Kepercayaan Masyarakat mengenai Regulasi Halal

 

            Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap regulasi halal secara umum cukup tinggi. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kesadaran yang baik mengenai pentingnya produk halal dan telah cukup memahami regulasi yang berlaku. Berikut hasil pemusatan data hasil pengolahan jawaban responden.

 

Tabel 6. Hasil Pemusatan Data

 

Kategori

Nilai

Mean

4,313461538

Median

4

Modus

4

Standar Deviasi

0,6894024825

 

 

 

 

 

 

 

1)     Kepercayaan Masyarakat tentang Halal

            Kepercayaan masyarakat tentang halal diukur dengan satu pertanyaan bahwa pemerintah telah mengeluarkan regulasi untuk mencantumkan logo halal pada produk. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.

Gambar 14. Kepercayaan Masyarakat tentang Halal

 

            Angka ini mengindikasikan bahwa mayoritas masyarakat memiliki pemahaman yang cukup baik dan sudah mengetahui mengenai konsep kehalalan dan kewajiban mencantumkan logo halal pada setiap produk, khususnya produk makanan dan minuman.

2)      Kepercayaan Masyarakat terhadap Kredibilitas Lembaga Sertifikasi Halal

            Kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas lembaga sertifikasi halal diukur dengan satu pertanyaan yang menyatakan bahwa masyarakat mempercayai lembaga sertifikasi halal di Indonesia dapat diandalkan dalam mengawasi produk halal. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.

 

Gambar 15. Kepercayaan Masyarakat terhadap Kredibilitas Lembaga Sertifikasi Halal

 

            Persentase masyarakat setuju yang tinggi ini menunjukkan bahwa mereka memiliki kepercayaan yang cukup tinggi terhadap lembaga sertifikasi halal yang ada di Indonesia. Masyarakat menganggap lembaga terkait kredibel dalam mengeluarkan sertifikat halal.

3)      Kepercayaan Masyarakat terhadap Kepatuhan Produsen akan Regulasi Halal

            Kepercayaan masyarakat akan kepatuhan produsen terhadap regulasi halal diukur dengan satu pertanyaan yang menyatakan bahwa masyarakat membeli produk pada produsen yang mematuhi regulasi halal yang berlaku. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.

 

Gambar 16. Kepercayaan Masyarakat terhadap Kepatuhan Produsen akan Regulasi Halal

 

            Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki ekspektasi tinggi terhadap produsen untuk memenuhi regulasi halal yang berlaku. Namun, masih ada sedikit keraguan atau ketidakpastian mengenai tingkat kepatuhan produsen secara keseluruhan.

4)      Kepercayaan Masyarakat dalam Frekuensi Konsumsi

            Kepercayaan masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk halal diukur dengan satu pertanyaan yang menyatakan bahwa masyarakat membeli produk pada produsen yang mematuhi regulasi halal yang berlaku. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.

 

 

Gambar 17. Kepercayaan Masyarakat dalam Frekuensi Konsumsi

 

            Persentase ini menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi produk halal memiliki korelasi positif dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap regulasi halal. Semakin sering seseorang mengonsumsi produk halal, maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaannya.

5)      Kepercayaan Masyarakat terhadap Transparansi Informasi Publik

            Kepercayaan masyarakat terhadap transparansi informasi publik yang dikeluarkan oleh pemerintah diukur dengan satu pertanyaan yang menyatakan bahwa mereka selalu mencari informasi tentang status halal suatu produk sebelum membeli produk tersebutu. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.

 

Gambar 18. Kepercayaan Masyarakat terhadap Transparansi Informasi Publik

 

            Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat menghargai transparansi dan keterbukaan informasi terkait produk halal. Masyarakat ingin mendapatkan informasi yang jelas dan mudah diakses mengenai proses sertifikasi, bahan baku, dan proses produksi.

 


 

KESIMPULAN

 

Indonesia, dengan mayoritas penduduk Muslim yang mencapai lebih dari 207 juta atau sekitar 87,2% dari populasi, memiliki potensi besar dalam industri halal, di mana sertifikasi halal berperan krusial dalam membangun kepercayaan konsumen, khususnya umat Islam. Pemerintah Indonesia, melalui program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) dan peraturan terbaru, berupaya memperluas akses sertifikasi halal, termasuk bagi UMKM, meskipun masih banyak pelaku usaha yang belum sepenuhnya memahami manfaatnya. Kasus Mie Gacoan yang kontroversial menyoroti pentingnya kesadaran akan regulasi dan dampaknya terhadap reputasi bisnis, sementara pengetahuan masyarakat tentang halal masih terbatas, meskipun label halal berpengaruh pada keputusan pembelian. Terdapat kesenjangan pemahaman mengenai proses sertifikasi, lembaga berwenang, dan indikator halal, sehingga pendidikan, media sosial, dan kampanye informasi menjadi penting untuk meningkatkan kesadaran dan kepercayaan masyarakat. Regulasi halal, seperti Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021, bertujuan melindungi hak konsumen Muslim serta memperkuat industri halal dan ekspor global, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan kepercayaan masyarakat terhadap regulasi dan indikator halal. Meskipun pemahaman masyarakat tentang kriteria halal cukup baik, pemahaman terkait prosedur sertifikasi dan kerangka hukum masih perlu ditingkatkan, dan kepercayaan masyarakat terhadap sertifikasi halal cukup tinggi, terutama dalam hal keamanan dan kebersihan produk. Untuk meningkatkan pengetahuan dan kepercayaan masyarakat, disarankan diadakan seminar, lokakarya, dan kampanye digital melalui media sosial, serta transparansi informasi pada produk dan penguatan pengawasan oleh lembaga terkait. Dukungan terhadap UMKM juga penting melalui panduan sertifikasi halal dan insentif untuk mendorong partisipasi, sehingga diharapkan pemahaman dan kepercayaan masyarakat terhadap produk halal meningkat, memperluas jangkauan produk halal di pasar, dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan industri halal di Indonesia.

 

BIBLIOGRAFI

 

Alam, A., & Yunie Samhuri, R. (2021). Halal Certification Management Procedure for Cosmetic Products in Indonesia After Government Regulation Number 31 of 2019. El-Qist: Journal of Islamic Economics and Business (JIEB), 11(2). https://doi.org/10.15642/elqist.2021.11.2.114-135

Anggriani, R., Utama, D., Warkoyo, W., Wahyudi, V. A., Hafid, I., Maulana, A. A., Fitriana, N., & Nafis, D. (2024). Halal Certification Awareness Perceptions in Indonesian Food SMEs: An Investigation on Understanding, Knowledge, Impact, and Regulations. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, 162–172. https://doi.org/10.23917/jiti.v23i1.4461

Ayu, A. P., & Dalimunthe, N. (2023). Pengaruh Perubahan Teknologi Terhadap Regulasi Hukum Ketenagakerjaan. Innovative: Journal Of Social Science Research, 3(2).

Bujang, A., & Bakar, S. (2023). Halal packaging: halal control point in manufacturing of packaging materials and halal labeling. In Innovation of Food Products in Halal Supply Chain Worldwide. https://doi.org/10.1016/B978-0-323-91662-2.00001-6

Daulay, A. S., Imsar, I., & Harahap, R. D. (2023). Strategi Pengembangan Pasar Digital dalam Mendukung Industri Fashion Halal Di Indonesia. AL-MANHAJ: Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam, 5(1). https://doi.org/10.37680/almanhaj.v5i1.2918

Hariani, D., & Sutrisno, S. (2023). Potensi dan Strategi Pengembangan UMKM Halal di Indonesia. Ilmu Ekonomi Manajemen Dan Akuntansi, 4(1). https://doi.org/10.37012/ileka.v4i1.1492

Johan, E., & Plana-Casado, M. J. (2023). Harmonizing Halal in ASEAN: Analysis of Halal Food Guidelines under the ASEAN Way Approach. Journal of ASEAN Studies, 11(1). https://doi.org/10.21512/jas.v11i1.9682

Matondang, Z., Hamni Fadlilah, & Ahmad Saefullah. (2023). Pengaruh Pengetahuan Produk, Label Halal, dan Harga Produk Terhadap Keputusan Pembelian Kosmetik Dengan Religiusitas Sebagai Variabel Moderating. Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Bisnis Islam, 5(1). https://doi.org/10.24239/jiebi.v5i1.138.18-38

Rizaty, M. A. (2023). Mayoritas Penduduk Indonesia Beragama Islam pada 2022. Dataindonesia.Id.

Sekaran, U., & Bougie, R. (2016). Research methods for business: A skill building approach. john wiley & sons.

Sutono, A., Tahir, S., Sumaryadi, S., Hernowo, A., & Rahtomo, W. (2021). The Implementation of Halal Tourism Ecosystem Model in Borobudur Temple as Tourism Area. Indonesian Journal of Halal Research, 3(1). https://doi.org/10.15575/ijhar.v3i1.11119

Syafrida, S. (2017). Sertifikat Halal Pada Produk Makanan Dan Minuman Memberi Perlindungan Dan Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen Muslim. ADIL: Jurnal Hukum, 7(2). https://doi.org/10.33476/ajl.v7i2.353

Syaharani, P. N. (n.d.). Kehalalan produk makanan dengan penamaan menu yang mengandung istilah Batil menurut hukum Islam dan hukum positif. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Syaifudin, M. R., & Fahma, F. (2022). Analisis Kepemilikan Sertifikat Halal Terhadap Pendapatan Usaha UMKM Mendoan Ngapak. Performa: Media Ilmiah Teknik Industri, 21(1). https://doi.org/10.20961/performa.21.1.52537

Warto, W., & Samsuri, S. (2020). Sertifikasi halal dan implikasinya bagi bisnis produk halal di Indonesia. Al Maal: Journal of Islamic Economics and Banking, 2(1), 98–112. https://doi.org/10.31000/almaal.v2i1.2803

Widiawati, W., Andini, Z., Khabibah, K., & Shabah, M. A. A. (2023). Pemilihan Makanan dan Minuman Yang Tidak Memiliki Sertifikat Halal: Kajian Maqashid Asy-Syari’ah. Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum, 11(1). https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v11i1.3079

Wijaya, V. (2021). Perubahan Paradigma Penataan Regulasi Di Indonesia. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 10(2). https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v10i2.712

Wulandari, E. P., & Djakfar, M. (2022). Etika Bisnis Islam Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Sektor Industri Halal. Ekonomi Syariah Pelita Bangsa, 07(02).

 

© 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).