Amberly Anadya Prames, Anaksya
Haq, Mandy Aileen Lius, Mutiara Khusnul Khatimah, Nisa Zahra
Institut Pertanian Bogor, Indonesia
Email: amberlyanadya@apps.ipb.ac.id, iamanaksya@apps.ipb.ac.id, mandyaileen@apps.ipb.ac.id, mutiarakhatimah@apps.ipb.ac.id, nisazahra@apps.ipb.ac.id
|
Abstrak |
|
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbanyak, memiliki potensi besar dalam industri
halal, dengan lebih dari 207 juta Muslim, yang mewakili sekitar 87,2% dari populasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat mengenai indikator dan regulasi halal di Jabodetabek.
Penelitian ini menyoroti pentingnya sertifikasi halal dalam membangun kepercayaan konsumen, terutama di kalangan umat Islam. Meskipun pemerintah berupaya meningkatkan aksesibilitas sertifikasi halal, banyak pemangku kepentingan, terutama usaha mikro dan kecil (UMKM), yang kurang menyadari manfaatnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif, mengumpulkan data melalui survei yang disebarkan kepada masyarakat. Hasil menunjukkan adanya variasi tingkat pengetahuan dan kepercayaan terkait sertifikasi halal, mengungkapkan
kesenjangan dalam pemahaman tentang proses sertifikasi dan kerangka regulasi. Penelitian ini menekankan perlunya inisiatif pendidikan untuk meningkatkan kesadaran dan penerimaan terhadap regulasi halal, yang
pada akhirnya mendukung pertumbuhan industri halal di
Indonesia. Kontribusi penelitian
ini terletak pada penyediaan wawasan yang mendalam mengenai sikap masyarakat terhadap regulasi halal, serta rekomendasi strategis untuk pemangku kepentingan dalam meningkatkan pemahaman dan penerapan sertifikasi halal di kalangan
UMKM, yang diharapkan dapat
memperkuat posisi
Indonesia sebagai pemimpin
global dalam industri
halal. Kata kunci: Pengetahuan
halal; Kepercayaan masyarakat; Regulasi halal; Sertifikasi halal; Jabodetabek |
|
|
|
Abstract |
|
Indonesia, as a
country with the largest Muslim population, has significant potential in the
halal industry, with over 207 million Muslims, representing about 87.2% of
the population. This study aims to analyze the level of public knowledge and
trust regarding halal indicators and regulations in Jabodetabek.
The research highlights the importance of halal certification in building
consumer trust, especially among Muslims. Despite government efforts to
enhance halal certification accessibility, many stakeholders, particularly
small and medium enterprises (SMEs), lack awareness of its benefits. The
study employs a descriptive qualitative and quantitative approach, collecting
data through surveys distributed to the public. Results indicate varying
levels of knowledge and trust regarding halal certification, revealing gaps
in understanding the certification process and regulatory frameworks. This
research underscores the need for educational initiatives to boost awareness
and acceptance of halal regulations, ultimately supporting the growth of the
halal industry in Indonesia. The contribution of this research lies in providing in-depth insights
into people's attitudes towards halal regulations, as well as strategic
recommendations for stakeholders in improving understanding and
implementation of halal certification among MSMEs, which is expected to
strengthen Indonesia's position as a global leader in the halal industry. Keywords: Halal knowledge; Public trust; Halal
regulations; Halal certification; Jabodetabek |
*Correspondence
Author: Amberly Anadya Prames
Email:
amberlyanadya@apps.ipb.ac.id
PENDAHULUAN
Mayoritas
penduduk Indonesia memeluk agama Islam (Daulay et al.,
2023; Rizaty, 2023). Saat ini ada lebih dari 207
juta muslim atau sekitar 87,2% dari populasi masyarakat Indonesia yang
menjadikannya sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak pertama di
dunia. Menilik dari data yang ada, Indonesia memiliki potensi industri halal
yang sangat besar (Hariani &
Sutrisno, 2023; Wulandari & Djakfar, 2022). Oleh karena itu, kesadaran
tentang sertifikasi halal perlu ditingkatkan penting bagi berbagai usaha untuk
menarik kepercayaan konsumen umat Islam (Anggriani et al.,
2024). Pemahaman terkait pengertian,
dampak, dan regulasi sertifikasi halal merupakan hal yang penting untuk
mengurangi kurangnya kesadaran dan kesalahpahaman pelaku usaha dan masyarakat.
Sertifikat
halal adalah bukti pengakuan tentang kehalalan suatu produk yang dikeluarkan
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), berdasarkan fatwa halal
tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (Syafrida, 2017;
Syaifudin & Fahma, 2022). Proses sertifikasi halal
melibatkan beberapa tahapan yang bertujuan untuk mendapatkan sertifikat halal,
dengan membuktikan bahwa bahan, proses produksi, dan Sistem Jaminan Halal (SJH)
telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh LPPOM MUI (Warto & Samsuri, 2020). Pemerintah Indonesia melakukan
berbagai langkah untuk meningkatkan sertifikasi halal bagi Usaha Mikro dan
Kecil (UMK). Salah satu inisiatifnya adalah peluncuran program Sertifikasi
Halal Gratis (Sehati) oleh Kementerian Agama dan BPJPH (Badan Pengelola Jaminan
Produk Halal) untuk memudahkan pelaku usaha dalam memperoleh sertifikasi halal (Sutono et al.,
2021).
Kewajiban
untuk memiliki sertifikat halal bagi pelaku usaha berdasarkan pernyataan pelaku
(self-declare) diatur dalam PMA No. 20 Tahun 2021 tentang Sertifikasi Halal
untuk UMK. Di samping itu, Undang-undang JPH juga menetapkan sertifikasi halal
sebagai kewajiban bagi produk UMKM. Namun, banyak pelaku UMKM saat ini belum
sepenuhnya menyadari manfaat yang bisa diperoleh dari memiliki sertifikat
halal. Setiap UMKM yang bergerak di bidang makanan dan minuman diwajibkan untuk
memperoleh sertifikasi halal agar dapat memasarkan produknya di seluruh
Indonesia. Tanpa sertifikasi halal, produk olahan makanan dan minuman berisiko
ditarik dari peredaran oleh pihak pemerintah.
Perubahan
regulasi dan penerapan indikator halal di Indonesia terus mengalami
perkembangan, terutama dalam beberapa tahun terakhir (Ayu &
Dalimunthe, 2023; Wijaya, 2021). Sebagai negara dengan
mayoritas penduduk Muslim, label halal memiliki peran penting dalam memastikan
produk yang beredar sesuai dengan prinsip Syariah (Bujang & Bakar,
2023; Johan & Plana-Casado, 2023; Matondang et al., 2023). Namun, tingkat pengetahuan
masyarakat terkait perubahan ini masih bervariasi, dan banyak yang belum
memahami sepenuhnya pentingnya sertifikasi halal serta dampaknya terhadap
produk yang dikonsumsi.
Di
kawasan Jabodetabek, produk halal sudah menjadi bagian dari konsumsi
sehari-hari, baik di kalangan Muslim maupun non-Muslim. Meskipun begitu,
persepsi terhadap kehalalan produk sangat beragam. Beberapa kelompok masyarakat
sangat memperhatikan kehadiran sertifikasi halal, sedangkan yang lain
menganggapnya sebagai sesuatu yang kurang relevan. Faktor-faktor seperti
pendidikan, akses terhadap informasi, dan kepercayaan individu berperan dalam
membentuk pandangan ini. Tingkat pemahaman dan kepercayaan masyarakat umum
terhadap indikator halal dan regulasi kehalalan ini menjadi aspek penting untuk
dikaji. Hal ini juga dapat memberikan gambaran mengenai kesadaran serta
penerimaan masyarakat terhadap perubahan regulasi yang terus berkembang.
Mie
Gacoan adalah merek dagang yang menjadi anak perusahaan PT Pesta Pora Abadi
yang berdiri sejak awal 2016. Mie Gacoan telah menjadi
favorit anak muda karena harganya yang terjangkau dengan cita rasa yang khas.
Selain menawarkan mie pedas, Mie Gacoan juga menawarkan berbagai side dish
seperti udang keju, udang rambutan, pangsit, dan lainnya. Terdapat pula
berbagai minuman unik yang dapat memanjakan pengunjung dengan harga relatif
murah. Namun, Mie Gacoan juga menjadi perbincangan hangat di media sosial. Hal
ini disebabkan karena mereka tidak bisa mendapatkan sertifikasi halal dari
Majelis Ulama Indonesia. Bahan yang digunakan dalam
makanan serta alat makan yang berasal dari bambu bukan menjadi alasan hal
tersebut terjadi, melainkan diduga berasal dari nama produk yang digunakan,
seperti “Mie Setan”, “Mie Iblis”, “Es Pocong”, “Es Tuyul”, dan lain sebagainya.
Hal ini diperkuat oleh Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Standarisasi Fatwa Halal, yang menyatakan bahwa tidak
boleh mengonsumsi atau menggunakan nama dan simbol makanan atau minuman yang
mengarah kepada kekufuran dan kebatilan. Di samping itu, penggunaan nama atau
simbol yang berhubungan dengan benda atau binatang yang diharamkan, terutama
babi dan khamr, juga dilarang, kecuali jika nama tersebut telah menjadi tradisi
dan dipastikan tidak mengandung unsur haram. Selain itu, bahan campuran yang
dapat menimbulkan rasa atau aroma dari benda atau binatang yang diharamkan,
serta makanan atau minuman yang menggunakan nama yang diharamkan, juga tidak
diperbolehkan (Syaharani, n.d.).
Kontroversi
halal Mie Gacoan telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan, baik dari segi
sosial, ekonomi, hingga reputasi merek dagang. Beberapa konsumen mungkin
memilih untuk menghindari produk Mie Gacoan karena keraguan terhadap
kehalalannya. Namun, di sisi lain, isu ini juga dapat menarik perhatian
konsumen baru yang penasaran. Hal ini juga memicu perdebatan di ruang publik,
baik di media sosial maupun media massa. Respon pihak manajemen Mie Gacoan juga
akan sangat menentukan dampaknya terhadap reputasi perusahaan di kalangan
masyarakat. Kontroversi halal Mie Gacoan menjadi contoh nyata terkait bagaimana
isu kehalalan dapat menjadi isu yang sangat sensitif dan kompleks. Hal ini
tidak hanya berdampak pada bisnis, tetapi juga pada masyarakat secara luas.
Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk bijak dalam menyikapi
pentingnya sertifikasi halal dan mencari solusi yang terbaik.
Dalam
upaya meningkatkan kepastian dan keamanan konsumen Muslim, pemerintah telah
memperkenalkan regulasi baru melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal (JPH) dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021
(Pemerintah Republik Indonesia, 2021). Regulasi ini mewajibkan sertifikasi
halal untuk produk makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan, dan barang konsumsi
lainnya, baik produk dalam negeri maupun impor. Badan Penyelenggara Jaminan
Produk Halal (BPJPH) kini menjadi otoritas resmi yang mengelola sertifikasi
ini, menggantikan peran LPPOM MUI yang sebelumnya hanya bersifat sukarela.
Perbedaan
utama dibandingkan dengan sistem sebelumnya adalah sertifikasi halal kini
bersifat wajib. Setiap produk yang telah disertifikasi harus menampilkan logo
halal yang diakui secara resmi oleh BPJPH (Alam & Yunie
Samhuri, 2021; Widiawati et al., 2023). Sebelumnya, sertifikasi
halal dilakukan oleh MUI secara sukarela, tanpa ada kewajiban hukum bagi
seluruh produk untuk memenuhi standar halal. Dengan regulasi baru ini, negara
berperan lebih aktif dalam pengawasan dan penegakan regulasi halal, menjadikan
prosesnya lebih terstruktur dan transparan. Selain itu, regulasi ini juga
memperkenalkan sanksi tegas bagi pelanggaran yang sebelumnya tidak diatur
secara jelas, sehingga memberikan kepastian hukum dan meningkatkan
akuntabilitas bagi produsen. Hal ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan
masyarakat terhadap produk halal di pasar.
Meskipun
regulasi baru ini bertujuan meningkatkan transparansi dan kepastian bagi
konsumen, keberhasilan penerapannya sangat bergantung pada tingkat pengetahuan
dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem sertifikasi dan indikator halal. Di
wilayah Jabodetabek, sebagai pusat populasi dan ekonomi terbesar di Indonesia,
pemahaman dan kepercayaan masyarakat terhadap regulasi kehalalan menjadi kunci
sukses implementasi aturan ini.
Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat
umum di Jabodetabek terhadap indikator halal dan regulasi kehalalan yang baru.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai efektivitas
penerapan regulasi dan memberikan masukan bagi pemerintah untuk meningkatkan
pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap sistem jaminan produk halal.
Pembuatan
proposal penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan akademis dan
pemahaman mengenai industri halal, serta memberikan manfaat bagi bisnis terkait
dengan menemukan informasi penting tentang proses dan regulasi halal serta
selera konsumen. Penelitian ini akan membantu penulis dan pembaca untuk lebih
memahami berbagai aspek, termasuk tingkat pengetahuan masyarakat tentang
indikator dan regulasi halal, serta tingkat kepercayaan mereka terhadap
keduanya. Selain itu, penelitian ini juga akan mengidentifikasi strategi untuk
meningkatkan pengetahuan dan kepercayaan masyarakat. Manfaat penelitian ini
meliputi peningkatan kepercayaan konsumen Muslim terhadap produk yang sesuai
dengan prinsip syariah, dorongan bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas
bahan dan proses produksi, serta peluang pemasaran yang lebih luas di daerah
dengan populasi Muslim yang tinggi. Bagi peneliti dan mahasiswa, penelitian ini
memberikan pemahaman tentang pentingnya sertifikasi halal, peluang penelitian
yang relevan, dan wawasan mengenai korelasi antara tingkat pengetahuan
masyarakat tentang indikator halal dengan kepercayaan terhadap regulasi
kehalalan.
METODE
PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan
data primer sebagai sumber utama informasi. Data primer adalah data yang
dikumpulkan secara langsung oleh peneliti untuk tujuan spesifik studi (Sekaran & Bougie, 2016). Dalam konteks penelitian ini,
data primer diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden di
wilayah Jabodetabek. Kuesioner dirancang untuk mengumpulkan informasi mengenai
tingkat pengetahuan, kepercayaan, dan kesadaran masyarakat terhadap indikator
halal dan regulasi halal.
Kuesioner disebarkan kepada
150 responden yang dipilih melalui metode quota sampling. Responden merupakan
masyarakat umum yang berdomisili di wilayah Jabodetabek, dengan berbagai latar
belakang demografis untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang
persepsi masyarakat terhadap produk halal. Selain data primer dari kuesioner,
penelitian ini juga memanfaatkan data sekunder berupa literatur, publikasi
ilmiah, dan dokumen regulasi yang relevan untuk mendukung analisis dan
interpretasi hasil penelitian.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan ditujukan
bagi masyarakat umum yang berdomisili di daerah Jabodetabek yang meliputi DKI
Jakarta, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten
Bogor, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Pengambilan data dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner secara daring melalui google form. Penelitian ini
dilaksanakan dari tanggal 15 Oktober - 25 Oktober 2024.
Metode Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan dua
pendekatan metodologis, yaitu deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Metode
kualitatif yang berlandaskan filsafat postpositivisme atau interpretatif
digunakan untuk meneliti kondisi obyek alamiah, dengan peneliti sebagai
instrumen utama. Fokus penelitian kualitatif ini adalah menganalisis tingkat
pengetahuan dan kepercayaan masyarakat umum terhadap indikator halal dan
regulasi halal di jabodetabek.
Sementara itu, penelitian
kuantitatif melibatkan populasi masyarakat jabodetabek dengan sampel sebanyak
150 orang yang diambil melalui quota sampling. Pengumpulan data dilakukan
dengan menyebarkan angket, dan analisisnya dibantu oleh software SPSS 20.0
untuk mengevaluasi pengaruh kepercayaan dan kesehatan terhadap kesadaran
masyarakat dalam mengkonsumsi makanan dan produk halal.
Metode Penarikan Sample
Penelitian ini menggunakan
teknik quota sampling yaitu sebuah metode penarikan sampel dengan mengutamakan
kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam pengisian kuesioner. Responden
terlibat secara sukarela dan wajib memenuhi kriteria seleksi yang telah
ditetapkan oleh peneliti. Kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang responden
untuk terlibat dalam penarikan sampel penelitian ini meliputi: 1). Warga Negara
Indonesia (WNI); 2). Konsumen secara aktif mengkonsumsi produk berlabel halal.
Jumlah penarikan sampel
ditentukan berdasarkan adopsi rekomendasi dari (Jr et al. 2018) penggunaan
sampel berukuran sepuluh kali lipat dari jumlah indikator dalam penelitian.
Berdasarkan rekomendasi tersebut, jumlah target sampel yang didapatkan yaitu
sebagai 150 responden. Pendekatan tersebut dipilih untuk memastikan data primer
yang diperoleh dapat memberikan gambaran representasi populasi yang bersifat
objektif. Selain itu, representasi dengan jumlah tersebut mampu menghasilkan
tingkat akurasi dan validitas statistik yang tinggi. Melalui representasi
tersebut, penelitian ini diharapkan mampu memberikan analisis secara akurat dan
menyeluruh mengenai tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat umum
terhadap indikator halal dan regulasi halal di Jabodetabek.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Uji Validitas bertujuan untuk
menilai sejauh mana suatu instrumen dapat mengukur apa yang seharusnya diukur
(Ghozali, 2016). Validitas instrumen diuji menggunakan korelasi Pearson antara
skor tiap item dengan skor total kuesioner. Suatu item dianggap valid jika
nilai signifikansi (p-value) < 0.05 dan nilai korelasi (r hitung) lebih
besar dari r tabel.
Uji Reliabilitas dilakukan
untuk menilai konsistensi hasil pengukuran dari kuesioner. Instrumen dikatakan
reliabel jika memiliki nilai Cronbach's Alpha > 0.7, meskipun nilai antara
0.6–0.7 dapat diterima dalam penelitian eksploratif (Nunnally & Bernstein,
1994).
Interpretasi Data
Jumlah responden: 209
r tabel: 0.1348 (dari df =
206, α = 0.05, two-tailed)
Validitas:
Item dinyatakan valid jika:
a. Nilai signifikansi < 0.05
b. Nilai r hitung > 0.1348
Tabel 5 Output Hasil Uji
Validitas
|
Variabel |
Total Score
(r hitung) |
Sig.
(2-tailed) |
Status |
|
Saya memahami kriteria yang membuat suatu produk
dinyatakan halal sesuai ketentuan yang berlaku |
.635** |
0,000 |
Valid |
|
Saya memahami bahwa produk halal juga harus memenuhi
konsep thayyib (baik dan higienis) |
.495** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengetahui peraturan pemerintah atau undang-undang
yang mengatur tentang produk halal |
.573** |
0,000 |
Valid |
|
Saya memahami bahwa produk dianggap haram jika mengandung
bahan yang dilarang, seperti babi atau alkohol, dan juga jika cara
penyembelihannya tidak sesuai dengan syariat Islam |
.513** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengetahui konsep self declare halal UMKM |
.588** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengetahui bahwa sertifikasi halal berlaku seumur
hidup selama tidak ada perubahan komposisi bahan |
.608** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengenali logo atau sertifikat halal yang diakui oleh
lembaga berwenang |
.570** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengetahui bahwa semua produk pangan di Indonesia
harus melalui proses sertifikasi halal |
.564** |
0,000 |
Valid |
|
Saya memahami bahwa BPJPH adalah lembaga yang mengawasi
sertifikasi halal di Indonesia |
.599** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengetahui bahwa alat-alat produksi harus bebas dari
bahan najis untuk menjamin kehalalan produk |
.550** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengetahui bahwa proses produksi halal perlu diawasi
dan disertifikasi untuk menjaga kehalalan produk |
.564** |
0,000 |
Valid |
|
Saya telah mendapat banyak informasi mengenai peraturan
yang berlaku terkait produk halal |
.555** |
0,000 |
Valid |
|
Saya memahami urgensi dan maksud dari peraturan yang
diterapkan |
.622** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengetahui lembaga yang bertanggung jawab dalam
proses sertifikasi halal di Indonesia |
.625** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengetahui bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
berperan dalam menetapkan kehalalan suatu produk |
.495** |
0,000 |
Valid |
|
Saya memahami bahwa Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)
melakukan pemeriksaan terhadap produk sebelum dikeluarkan sertifikat halal |
.608** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengetahui bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Produk
Halal (BPJPH) berwenang mengeluarkan sertifikat halal |
.618** |
0,000 |
Valid |
|
Saya telah mengetahui alur dalam proses sertifikasi halal
untuk sebuah produk |
.547** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengetahui bahwa standar halal tidak hanya berlaku
untuk makanan dan minuman, tetapi juga untuk jenis produk lainnya |
.590** |
0,000 |
Valid |
|
Saya memahami bahwa standar halal untuk makanan berbeda
dengan standar halal untuk kosmetik dan jenis produk lainnya |
.466** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengetahui tiap syarat yang dinilai dalam standar
sertifikasi halal |
.563** |
0,000 |
Valid |
|
Saya percaya sertifikasi halal dapat menunjukkan bahwa
produk tersebut diproduksi hanya dengan menggunakan bahan yang halal |
.529** |
0,000 |
Valid |
|
Saya percaya sertifikasi halal dapat menunjukkan bahwa
produk tersebut diproduksi dengan bahan yang berasal dari hewan yang
disembelih secara syariat Islam untuk dianggap halal |
.523** |
0,000 |
Valid |
|
Saya meyakini bahwa semua produk yang beredar di pasaran
sudah dipastikan memiliki sertifikasi halal |
.397** |
0,000 |
Valid |
|
Saya percaya sertifikasi halal menunjukkan bahwa proses
produksi suatu produk bebas dari kontaminasi bahan haram |
.585** |
0,000 |
Valid |
|
Saya percaya sertifikasi halal menunjukkan bahwa peralatan
yang digunakan dalam proses produksi telah bebas dari unsur haram dan najis |
.569** |
0,000 |
Valid |
|
Saya percaya bahwa sertifikasi halal adalah jaminan
kehalalan suatu produk |
.520** |
0,000 |
Valid |
|
Saya percaya bahwa produk halal aman untuk dikonsumsi |
.582** |
0,000 |
Valid |
|
Saya bersedia membayar lebih untuk produk yang memiliki
sertifikat halal karena merasa lebih terjamin kehalalannya |
.581** |
0,000 |
Valid |
|
Saya memahami bahwa mencantumkan logo halal pada produk
makanan dan minuman merupakan bagian dari regulasi pemerintah |
.593** |
0,000 |
Valid |
|
Saya percaya bahwa lembaga sertifikasi halal di Indonesia
dapat diandalkan dalam mengawasi produk |
.482** |
0,000 |
Valid |
|
Produk yang saya beli biasanya mematuhi regulasi halal
yang ditetapkan |
.573** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengkonsumsi berbagai jenis produk (makanan, minuman,
obat-obatan) yang sudah bersertifikasi halal |
.640** |
0,000 |
Valid |
|
Saya aktif mencari informasi tentang status halal produk
sebelum membelinya |
.546** |
0,000 |
Valid |
|
Saya mengetahui bahwa nama produk yang berkonotasi negatif
atau bertentangan dengan nilai-nilai Islam dapat mempengaruhi status
kehalalannya |
.434** |
0,000 |
Valid |
|
Saya memahami pentingnya pemilihan nama yang sesuai dengan
standar halal untuk memberikan kejelasan bagi konsumen |
.594** |
0,000 |
Valid |
Berdasarkan data yang telah diolah dengan menggunakan
SPSS, dapat disimpulkan bahwa data dari kuesioner penelitian kami adalah data
yang valid.
Tabel 6 Output Hasil Uji
Reabilitas
|
Reliability
Statistics |
|
|
Cronbach's Alpha |
N of Items |
|
0.936 |
36 |
Cronbach's
Alpha sebesar 0.936 menunjukkan bahwa kuesioner memiliki tingkat reliabilitas
yang sangat tinggi. Nilai ini jauh melebihi batas minimum yang diterima dalam
penelitian, yaitu 0.7, bahkan mendekati reliabilitas sempurna.
2.
Pengetahuan Masyarakat
mengenai Indikator dan Regulasi Halal
a. Tingkat Capaian Responden tentang Pengetahuan
Masyarakat mengenai Indikator Halal
Pengetahuan
masyarakat terhadap indikator halal dalam penelitian ini diukur dengan dua
parameter, yaitu kriteria dan konsep halal serta pengetahuan tentang sertifikasi
dan label halal. Tingkat capaian responden (TCR) dapat diklasifikasikan dengan
skala berikut.
Sangat
Baik (90% - ≤100%)
Baik
(80% - <90%)
Cukup
Baik (65% - <80%)
Kurang
Baik (55% - <65%)
Tidak
Baik (0% - <55%) (Normasilla, N. S. 2021).
Gambar 1.
Tingkat capaian responden (TCR) pengetahuan masyarakat terhadap indikator halal
Berdasarkan
grafik pada gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat capaian responden
terkait pengetahuan akan kriteria dan konsep halal serta sertifikasi dan label
halal menunjukkan nilai yang masuk dalam kategori baik dengan nilai 85% dan
86%. Hasil pemusatan data yang telah diolah dari hasil jawaban responden adalah
sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil Pemusatan
Data
|
Kategori |
Nilai |
|
Mean |
4,31 |
|
Median |
4 |
|
Modus |
4 |
|
Standar
Deviasi |
0,70 |
1)
Pengetahuan tentang Kriteria
dan Konsep Halal
Pengetahuan
masyarakat tentang kriteria dan konsep halal diukur dengan lima pertanyaan
terkait kriteria halal dan penghindaran bahan non halal. Berikut diagram hasil distribusi
jawaban responden.
Gambar 2. Pengetahuan
tentang Kriteria dan Konsep Halal
Gambar 2.
menunjukkan bahwa kurang lebih 50% responden sudah memahami pengetahuan dasar
terkait kriteria dan konsep halal yang diukur melalui pemantauan pengetahuan
dalam kriteria halal yang berlaku, konsep thayyib, reasoning produk dianggap
haram, konsep self declare, hingga masa berlaku sertifikasi halal.
2) Pengetahuan tentang Sertifikasi dan Label
Halal
Pengetahuan
masyarakat tentang sertifikasi dan label halal diukur dengan tujuh pertanyaan
terkait pengenalan logo/label halal resmi, proses produksi halal, dan penamaan
produk. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.
Gambar 3. Pengetahuan
tentang Sertifikasi dan Label Halal
Gambar
3 menunjukkan bahwa mayoritas responden telah mengetahui bahwa sertifikasi
halal merupakan sebuah kewajiban dan terdapat logo khusus untuk hal tersebut.
BPJPH sebagai lembaga pengawas, mengawasi proses produksi sampai alat produksi
yang digunakan. Selain itu, penggunaan nama produk pun mempengaruhi proses
sertifikasi halal.
b. Tingkat
Pengetahuan Masyarakat mengenai Regulasi Halal
1) Tingkat Capaian Responden tentang Pengetahuan
Masyarakat mengenai Regulasi Halal
Pengetahuan
masyarakat mengenai regulasi halal dalam penelitian ini diukur dengan tiga
parameter, yaitu kerangka hukum, lembaga pengawas, dan prosedur sertifikasi.
Berikut adalah TCR pengetahuan masyarakat mengenai regulasi halal yang dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4. TCR
pengetahuan masyarakat mengenai regulasi halal
Gambar
4. menunjukkan bahwa tingkat capaian responden pada parameter ini masuk dalam
kategori baik dengan nilai 84,37% terkait pengetahuan terhadap kerangka hukum,
85,69% terhadap pengetahuan terhadap lembaga pengawas, dan 84,09% terhadap
prosedur sertifikasi halal yang diketahui. Namun, nilai ini lebih rendah daripada
tingkat pengetahuan masyarakat mengenai indikator halal. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh tingkat informasi yang didapat responden. Berikut hasil
pemusatan data yang telah diolah dari jawaban responden.
Tabel 4. Hasil Pemusatan
Data
|
Kategori |
Nilai |
|
Mean |
4,25 |
|
Median |
4 |
|
Modus |
4 |
|
Standar
Deviasi |
0,73 |
Pengetahuan masyarakat tentang kerangka hukum diukur dengan tiga
pertanyaan terkait peraturan pemerintah dan undang-undang yang mengatur halal,
informasi mengenai peraturan yang berlaku, serta urgensi dan maksud dari
peraturan yang diterapkan. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.
Gambar 5. Pengetahuan
tentang Kerangka Hukum
Gambar 5
menunjukkan bahwa masih banyak responden yang memiliki pemahaman terkait
kerangka hukum kurang dari 50% responden, kecuali terhadap informasi mengenai
peraturan yang berlaku. Masyarakat mungkin saja sudah mendapat banyak informasi
dari beberapa sumber, tetapi nomor peraturan yang persis mengatur tentang hal
tersebut tidak mudah diingat. Selain itu, urgensi dan maksud dari bunyi
peraturan kurang dapat diserap oleh masyarakat, sehingga masyarakat hanya
sekadar mengetahui hal tersebut.
3) Pengetahuan tentang Lembaga
Pengawas
Pengetahuan masyarakat tentang
lembaga diukur dengan empat pertanyaan terkait lembaga yang bertanggung jawab
dalam proses sertifikasi halal, peran MUI, LPH, dan BPJPH. Berikut diagram
hasil distribusi jawaban responden.
Gambar 6. Pengetahuan
tentang Lembaga Pengawas
Gambar 6 menunjukkan bahwa masih
banyak responden yang memiliki pemahaman terkait lembaga pengawas yang
bertanggung jawab dalam sertifikasi halal dengan persentase yang ditunjukkan
dalam grafik tersebut, yaitu dengan nilai kurang dari 50% responden. Mayoritas
masyarakat lebih mengetahui MUI sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam
menetapkan kehalalan suatu produk.
4) Pengetahuan tentang
Prosedur Sertifikasi
Pengetahuan masyarakat tentang
prosedur sertifikasi diukur dengan empat pertanyaan terkait alur dalam proses
sertifikasi, standar halal yang diterapkan untuk berbagai produk, hingga syarat
yang dinilai dalam sertifikasi halal. Berikut diagram hasil distribusi jawaban
responden
Gambar 7. Pengetahuan tentang
Prosedur Sertifikasi
Gambar 7 menunjukkan bahwa masih
banyak responden yang memiliki pemahaman terkait prosedur sertifikasi halal
hanya dalam rentang 40%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh prosedur sertifikasi
halal yang kurang massive informasinya, sehingga masyarakat tidak terlalu
banyak mendapat informasi terhadap prosedur sertifikasi halal.
3.
Kepercayaan Masyarakat
mengenai Indikator dan Regulasi Halal
a. Tingkat Capaian
Responden tentang Kepercayaan Masyarakat mengenai Indikator Halal
Gambar 8. Tingkat Capaian Responden tentang Kepercayaan Masyarakat mengenai Indikator Halal
Secara umum, hasil jawaban responden
menunjukkan angka yang cukup tinggi atas kepercayaan terhadap produk halal
dengan rata-rata persentase diatas 85%. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
semakin sadar dan peduli terhadap kehalalan suatu produk yang dikonsumsi.
Berikut hasil pemusatan data yang telah diolah dari jawaban responden.
Tabel 5. Hasil Pemusatan
Data
|
Kategori |
Nilai |
|
Mean |
4,25 |
|
Median |
4 |
|
Modus |
4 |
|
Standar
Deviasi |
0,76 |
1) Kepercayaan Masyarakat
terhadap Komposisi Bahan
Kepercayaan masyarakat terhadap
komposisi bahan suatu produk diukur dengan dua pertanyaan terkait sertifikasi
halal yang dapat menunjukkan bahwa suatu produk hanya diproduksi dengan
menggunakan bahan halal serta jika bahan produksi berasal dari hewan,
menunjukkan bahwa hewan tersebut disembelih secara syariat Islam. Berikut
diagram hasil distribusi jawaban responden.
Gambar 9. Kepercayaan
Masyarakat terhadap Komposisi
Bahan
Persentase masyarakat setuju yang
tinggi menunjukkan bahwa mereka sangat memperhatikan bahan-bahan yang digunakan
dalam suatu produk. Masyarakat ingin memastikan bahwa produk yang mereka
konsumsi tidak mengandung bahan yang haram atau meragukan.
2) Kepercayaan Masyarakat
terhadap Proses Produksi
Kepercayaan masyarakat dalam proses
produksi suatu produk diukur dengan tiga pertanyaan terkait seberapa massive
produk di pasaran yang sudah memiliki sertifikasi halal, serta sertifikasi halal
yang dapat menunjukkan bahwa suatu proses produksi suatu produk bebas dari
kontaminasi bahan haram dan juga menunjukkan bahwa peralatan yang digunakan
dalam proses produksi telah bebas dari unsur haram dan najis. Berikut diagram
hasil distribusi jawaban responden.
Gambar 10. Kepercayaan Masyarakat terhadap Proses Produksi
Angka ini mengindikasikan bahwa
masyarakat juga peduli terhadap proses produksi suatu produk. Masyarakat ingin
memastikan bahwa suatu produk diproduksi dengan cara yang bersih, sehat, dan
sesuai dengan syariat Islam.
3) Kepercayaan Masyarakat
terhadap Sertifikasi
Kepercayaan masyarakat terhadap
sertifikasi diukur dengan satu pertanyaan terkait kepercayaan masyarakat akan
sertifikasi halal sebagai jaminan kehalalan suatu produk. Berikut diagram hasil
distribusi jawaban responden.
Gambar 11. Kepercayaan Masyarakat terhadap Sertifikasi
Persentase masyarakat setuju yang
tinggi ini menunjukkan bahwa sertifikasi halal menjadi salah satu faktor
penting yang memengaruhi keputusan pembelian konsumen. Masyarakat cenderung
lebih percaya pada produk yang telah memiliki sertifikasi halal.
4) Kepercayaan Masyarakat
terhadap Kebersihan dan Keamanan
Kepercayaan masyarakat terhadap
kebersihan dan keamanan diukur dengan dua pertanyaan bahwa produk halal aman
untuk dikonsumsi dan bersedia membayar lebih untuk produk yang memiliki
sertifikasi halal karena merasa lebih terjamin kehalalannya. Berikut diagram
hasil distribusi jawaban responden.
Gambar 12. Kepercayaan
Masyarakat terhadap Kebersihan
dan Keamanan
Angka ini menunjukkan bahwa selain
kehalalan, aspek kebersihan dan keamanan produk juga menjadi pertimbangan utama
konsumen. Masyarakat ingin memastikan bahwa produk yang mereka konsumsi aman
untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan kesehatan.
b.
Tingkat Capaian Responden
tentang Kepercayaan Masyarakat mengenai Regulasi Halal
Gambar 13. Tingkat Capaian Responden tentang Kepercayaan Masyarakat mengenai Regulasi Halal
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan,
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap regulasi halal secara umum cukup
tinggi. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kesadaran yang baik
mengenai pentingnya produk halal dan telah cukup memahami regulasi yang
berlaku. Berikut hasil pemusatan data hasil pengolahan jawaban responden.
Tabel 6. Hasil Pemusatan
Data
|
Kategori |
Nilai |
|
Mean |
4,313461538 |
|
Median |
4 |
|
Modus |
4 |
|
Standar
Deviasi |
0,6894024825 |
1)
Kepercayaan Masyarakat tentang
Halal
Kepercayaan masyarakat tentang halal
diukur dengan satu pertanyaan bahwa pemerintah telah mengeluarkan regulasi
untuk mencantumkan logo halal pada produk. Berikut diagram hasil distribusi
jawaban responden.
Gambar 14. Kepercayaan
Masyarakat tentang Halal
Angka ini mengindikasikan bahwa
mayoritas masyarakat memiliki pemahaman yang cukup baik dan sudah mengetahui
mengenai konsep kehalalan dan kewajiban mencantumkan logo halal pada setiap
produk, khususnya produk makanan dan minuman.
2) Kepercayaan Masyarakat
terhadap Kredibilitas Lembaga Sertifikasi Halal
Kepercayaan masyarakat terhadap
kredibilitas lembaga sertifikasi halal diukur dengan satu pertanyaan yang
menyatakan bahwa masyarakat mempercayai lembaga sertifikasi halal di Indonesia
dapat diandalkan dalam mengawasi produk halal. Berikut diagram hasil distribusi
jawaban responden.
Gambar 15. Kepercayaan
Masyarakat terhadap Kredibilitas
Lembaga Sertifikasi Halal
Persentase masyarakat setuju yang
tinggi ini menunjukkan bahwa mereka memiliki kepercayaan yang cukup tinggi
terhadap lembaga sertifikasi halal yang ada di Indonesia. Masyarakat menganggap
lembaga terkait kredibel dalam mengeluarkan sertifikat halal.
3) Kepercayaan Masyarakat
terhadap Kepatuhan Produsen akan Regulasi Halal
Kepercayaan masyarakat akan kepatuhan
produsen terhadap regulasi halal diukur dengan satu pertanyaan yang menyatakan
bahwa masyarakat membeli produk pada produsen yang mematuhi regulasi halal yang
berlaku. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.
Gambar 16. Kepercayaan
Masyarakat terhadap Kepatuhan
Produsen akan Regulasi Halal
Angka ini menunjukkan bahwa
masyarakat memiliki ekspektasi tinggi terhadap produsen untuk memenuhi regulasi
halal yang berlaku. Namun, masih ada sedikit keraguan atau ketidakpastian mengenai
tingkat kepatuhan produsen secara keseluruhan.
4) Kepercayaan Masyarakat
dalam Frekuensi Konsumsi
Kepercayaan masyarakat dalam
mengonsumsi dan menggunakan produk halal diukur dengan satu pertanyaan yang
menyatakan bahwa masyarakat membeli produk pada produsen yang mematuhi regulasi
halal yang berlaku. Berikut diagram hasil distribusi jawaban responden.
Gambar 17. Kepercayaan
Masyarakat dalam Frekuensi Konsumsi
Persentase ini menunjukkan bahwa
frekuensi konsumsi produk halal memiliki korelasi positif dengan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap regulasi halal. Semakin sering seseorang
mengonsumsi produk halal, maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaannya.
5) Kepercayaan Masyarakat
terhadap Transparansi Informasi Publik
Kepercayaan masyarakat terhadap
transparansi informasi publik yang dikeluarkan oleh pemerintah diukur dengan
satu pertanyaan yang menyatakan bahwa mereka selalu mencari informasi tentang
status halal suatu produk sebelum membeli produk tersebutu. Berikut diagram hasil
distribusi jawaban responden.
Gambar 18. Kepercayaan
Masyarakat terhadap Transparansi
Informasi Publik
Angka ini menunjukkan bahwa
masyarakat menghargai transparansi dan keterbukaan informasi terkait produk
halal. Masyarakat ingin mendapatkan informasi yang jelas dan mudah diakses
mengenai proses sertifikasi, bahan baku, dan proses produksi.
KESIMPULAN
Indonesia,
dengan mayoritas penduduk Muslim yang mencapai lebih dari 207 juta atau sekitar
87,2% dari populasi, memiliki potensi besar dalam industri halal, di mana
sertifikasi halal berperan krusial dalam membangun kepercayaan konsumen,
khususnya umat Islam. Pemerintah Indonesia, melalui program Sertifikasi Halal
Gratis (Sehati) dan peraturan terbaru, berupaya memperluas akses sertifikasi
halal, termasuk bagi UMKM, meskipun masih banyak pelaku usaha yang belum
sepenuhnya memahami manfaatnya. Kasus Mie Gacoan yang kontroversial menyoroti
pentingnya kesadaran akan regulasi dan dampaknya terhadap reputasi bisnis,
sementara pengetahuan masyarakat tentang halal masih terbatas, meskipun label
halal berpengaruh pada keputusan pembelian. Terdapat kesenjangan pemahaman
mengenai proses sertifikasi, lembaga berwenang, dan indikator halal, sehingga
pendidikan, media sosial, dan kampanye informasi menjadi penting untuk
meningkatkan kesadaran dan kepercayaan masyarakat. Regulasi halal, seperti
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021,
bertujuan melindungi hak konsumen Muslim serta memperkuat industri halal dan
ekspor global, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menganalisis
pengaruh pengetahuan dan kepercayaan masyarakat terhadap regulasi dan indikator
halal. Meskipun pemahaman masyarakat tentang kriteria halal cukup baik,
pemahaman terkait prosedur sertifikasi dan kerangka hukum masih perlu
ditingkatkan, dan kepercayaan masyarakat terhadap sertifikasi halal cukup
tinggi, terutama dalam hal keamanan dan kebersihan produk. Untuk meningkatkan
pengetahuan dan kepercayaan masyarakat, disarankan diadakan seminar, lokakarya,
dan kampanye digital melalui media sosial, serta transparansi informasi pada
produk dan penguatan pengawasan oleh lembaga terkait. Dukungan terhadap UMKM
juga penting melalui panduan sertifikasi halal dan insentif untuk mendorong partisipasi,
sehingga diharapkan pemahaman dan kepercayaan masyarakat terhadap produk halal
meningkat, memperluas jangkauan produk halal di pasar, dan pada akhirnya
mendorong pertumbuhan industri halal di Indonesia.
Alam, A., & Yunie Samhuri, R. (2021). Halal Certification
Management Procedure for Cosmetic Products in Indonesia After Government
Regulation Number 31 of 2019. El-Qist: Journal of Islamic Economics and
Business (JIEB), 11(2). https://doi.org/10.15642/elqist.2021.11.2.114-135
Anggriani, R., Utama, D., Warkoyo, W., Wahyudi, V. A., Hafid,
I., Maulana, A. A., Fitriana, N., & Nafis, D. (2024). Halal Certification
Awareness Perceptions in Indonesian Food SMEs: An Investigation on
Understanding, Knowledge, Impact, and Regulations. Jurnal Ilmiah Teknik
Industri, 162–172. https://doi.org/10.23917/jiti.v23i1.4461
Ayu, A. P., & Dalimunthe, N. (2023). Pengaruh Perubahan
Teknologi Terhadap Regulasi Hukum Ketenagakerjaan. Innovative: Journal Of
Social Science Research, 3(2).
Bujang, A., & Bakar, S. (2023). Halal packaging: halal
control point in manufacturing of packaging materials and halal labeling. In Innovation
of Food Products in Halal Supply Chain Worldwide.
https://doi.org/10.1016/B978-0-323-91662-2.00001-6
Daulay, A. S., Imsar, I., & Harahap, R. D. (2023).
Strategi Pengembangan Pasar Digital dalam Mendukung Industri Fashion Halal Di
Indonesia. AL-MANHAJ: Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam, 5(1).
https://doi.org/10.37680/almanhaj.v5i1.2918
Hariani, D., & Sutrisno, S. (2023). Potensi dan Strategi
Pengembangan UMKM Halal di Indonesia. Ilmu Ekonomi Manajemen Dan Akuntansi,
4(1). https://doi.org/10.37012/ileka.v4i1.1492
Johan, E., & Plana-Casado, M. J. (2023). Harmonizing
Halal in ASEAN: Analysis of Halal Food Guidelines under the ASEAN Way Approach.
Journal of ASEAN Studies, 11(1).
https://doi.org/10.21512/jas.v11i1.9682
Matondang, Z., Hamni Fadlilah, & Ahmad Saefullah. (2023).
Pengaruh Pengetahuan Produk, Label Halal, dan Harga Produk Terhadap Keputusan
Pembelian Kosmetik Dengan Religiusitas Sebagai Variabel Moderating. Jurnal
Ilmu Ekonomi Dan Bisnis Islam, 5(1). https://doi.org/10.24239/jiebi.v5i1.138.18-38
Rizaty, M. A. (2023). Mayoritas Penduduk Indonesia Beragama
Islam pada 2022. Dataindonesia.Id.
Sekaran, U., & Bougie, R. (2016). Research methods for
business: A skill building approach. john wiley & sons.
Sutono, A., Tahir, S., Sumaryadi, S., Hernowo, A., &
Rahtomo, W. (2021). The Implementation of Halal Tourism Ecosystem Model in
Borobudur Temple as Tourism Area. Indonesian Journal of Halal Research, 3(1).
https://doi.org/10.15575/ijhar.v3i1.11119
Syafrida, S. (2017). Sertifikat Halal Pada Produk Makanan Dan
Minuman Memberi Perlindungan Dan Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen Muslim. ADIL:
Jurnal Hukum, 7(2). https://doi.org/10.33476/ajl.v7i2.353
Syaharani, P. N. (n.d.). Kehalalan produk makanan dengan
penamaan menu yang mengandung istilah Batil menurut hukum Islam dan hukum
positif. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Syaifudin, M. R., & Fahma, F. (2022). Analisis
Kepemilikan Sertifikat Halal Terhadap Pendapatan Usaha UMKM Mendoan Ngapak. Performa:
Media Ilmiah Teknik Industri, 21(1).
https://doi.org/10.20961/performa.21.1.52537
Warto, W., & Samsuri, S. (2020). Sertifikasi halal dan
implikasinya bagi bisnis produk halal di Indonesia. Al Maal: Journal of
Islamic Economics and Banking, 2(1), 98–112.
https://doi.org/10.31000/almaal.v2i1.2803
Widiawati, W., Andini, Z., Khabibah, K., & Shabah, M. A.
A. (2023). Pemilihan Makanan dan Minuman Yang Tidak Memiliki Sertifikat Halal:
Kajian Maqashid Asy-Syari’ah. Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum, 11(1).
https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v11i1.3079
Wijaya, V. (2021). Perubahan Paradigma Penataan Regulasi Di
Indonesia. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 10(2).
https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v10i2.712
Wulandari, E. P., & Djakfar, M. (2022). Etika Bisnis
Islam Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Sektor Industri Halal. Ekonomi
Syariah Pelita Bangsa, 07(02).
|
|
© 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication
under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |