Sandrina Lukita1, Ike
Irmawati Purbo Astuti2, Karimulloh3, Rika Ferlianti4
Program
Studi Kedokteran Universitas YARSI1
Departemen
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI 2
Fakultas Psikologi Universitas YARSI3
Departemen
Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI4
[email protected]1, [email protected]2, [email protected]3, [email protected]4
Abstrak |
Latar Belakang: Pityriasis
versicolor (PV) disebabkan oleh jamur Malassezia furfur yang
menginfeksi area kulit kaya sebum. Di pondok pesantren, personal hygiene
yang buruk menjadi penyebab PV. Pada hakikatnya, menjalankan perintah Allah
SWT merupakan kewajiban bagi umat Muslim, termasuk menjaga kebersihan diri
yang menjadi cerminan dari keimanan seorang Muslim. Tujuan: Mengetahui
hubungan antara penerapan personal hygiene dan kejadian Pityriasis
versicolor pada santri Pesantren di Serang. Metode: Penelitian
ini menggunakan desain analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel terdiri dari 67
santri yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dipilih menggunakan
teknik purposive sampling.
Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner terkait personal hygiene
dan pemeriksaan fisik oleh dokter umum. Analisis data yang digunakan adalah
univariat dan bivariat. Hasil: Responden terbanyak berusia 19 tahun (32,8%);
IMT terbanyak adalah kategori berat badan normal (65,7%); sebagian besar
responden (53,7%) tidak pernah mengalami PV sebelumnya; mayoritas responden
(97%) tidak mengonsumsi obat kortikosteroid satu bulan terakhir; sebanyak 44
orang (65,7%) negatif PV memiliki personal hygiene yang baik; PV
positif terbanyak pada santri usia 18 tahun (6,0%) dan PV negatif terbanyak
pada santri usia 19 tahun (31,3%); IMT terbanyak pada PV positif yakni pada
kategori berat badan normal dan obesitas dengan jumlah sama (4,5%), dan PV
negatif terbanyak pada kategori berat badan normal (61,2%); responden
terbanyak memiliki skor personal hygiene baik (67,2%) dan PV negatif
(88,1%); terdapat hubungan antara skor personal hygiene dan kejadian
PV (p-value 0,000). Kesimpulan:
Terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku penerapan personal hygiene
terhadap kejadian Pityriasis versicolor pada santri Pesantren di
Serang. Kata kunci: personal hygiene; Pityriasis versicolor;
santri |
|
Abstract |
Background: Pityriasis
versicolor (PV) is caused by the fungus Malassezia furfur, which infects
sebum-rich skin areas. In Islamic boarding schools, poor personal hygiene is
the cause of PV. In essence, fulfilling the commands of Allah SWT is an
obligation for Muslims, including maintaining personal hygiene as a
reflection of a Muslim's faith. Objective: To
determine the relationship between the implementation of personal hygiene and
the incidence of Pityriasis versicolor
among students in an Islamic Boarding School in Serang.
Method:
This study used an observational analytical design with a cross-sectional
approach. The sample consisted of 67 students who met the inclusion and
exclusion criteria selected using a purposive sampling technique. The
research instrument used a questionnaire related to personal hygiene and a
physical examination by a general practitioner. The data analysis used was
univariate and bivariate. Results: The
largest number of respondents was 19 years old (32.8%); the largest BMI was
in the normal weight category (65.7%); most respondents (53.7%) had never
experienced PV before; the majority of respondents (97%) had not taken
corticosteroid drugs in the past month; as many as 44 people (65.7%) negative
PV have good personal hygiene; the most positive PV in students aged 18 years
(6.0%) and the most negative PV in students aged 19 years (31.3%); the highest BMI category among positive PV was normal weight and
obesity, both with the same proportion (4,5%), while for negative PV, the
highest BMI category was normal weight (61,2%); the most respondents have
good personal hygiene scores (67.2%) and negative PV (88.1%); there is a
relationship between personal hygiene scores and PV incidence (p-value
0.000). Conclusion: There is a
significant relationship between personal hygiene behavior and the incidence
of Pityriasis versicolor among students in an
Islamic Boarding School in Serang. Keywords: personal hygiene; Pityriasis versicolor; students |
PENDAHULUAN
Pityriasis versicolor (PV),
atau tinea versicolor, adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh Malassezia
furfur, yang menginfeksi kulit kaya sebum. Penyakit ini umum terjadi pada
stratum corneum epidermis dan dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan,
serta kondisi seperti kulit berlemak dan pengobatan kortikosteroid. PV sering
terjadi pada remaja dan dewasa muda, ditandai dengan bercak bersisik
berpigmentasi bervariasi, dan lebih aktif di musim panas (Abdelwahab
et al., 2023; Dyląg et al., 2020; Honnavar et al., 2020;
Łabędź et al., 2023; Nguyen et al., 2020).
Penelitian
epidemiologi tentang Pityriasis
versicolor (PV) di kalangan
santri di Indonesia masih terbatas. Di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan,
penelitian menunjukkan 64,8% dari 88 santri menderita PV, dan 83,7% memiliki
kebersihan pribadi yang buruk. Di Lampung Tengah, 21,4% dari 68 santri pria
juga mengidap PV, dengan 58,6% memiliki kebersihan pribadi yang buruk (Anggina et al., 2023).
Penelitian lain oleh Rayinda et al.,
�(2019) menemukan 37,74% dari 1.250 pelajar di asrama
mengalami dermatofitosis, dengan prevalensi PV sebesar 0,74%.
Infeksi Pityriasis versicolor (PV) dapat
menyerang permukaan kulit tergantung pada kelembapan dan kebersihan yang
dipengaruhi oleh personal hygiene. Personal hygiene penting untuk
menjaga kesehatan dan mencegah penyakit kulit, terutama di lingkungan ramai
seperti pondok pesantren. Di pesantren, kebiasaan seperti berbagi pakaian,
handuk, dan tempat tidur dapat meningkatkan risiko infeksi jamur Malassezia
penyebab PV (Laely et al., 2023; Suropati et al., 2020).
Agama
Islam mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan, seperti yang tercantum dalam
surat Al-Baqarah Ayat 222, di mana Allah menyukai orang-orang yang mensucikan
diri. Umat Islam yang taat diharapkan menerapkan personal hygiene yang
baik untuk mencegah penyakit, termasuk infeksi Pityriasis versicolor (PV),
serta sebagai cerminan keimanan mereka (Abubakar, 2024; Ruslan, 2023; Wahyuni, 2024).
Manusia tidak boleh hanya berpasrah ketika menghadapi masalah kesehatan. Umat
Islam diwajibkan untuk mencari pengobatan dan dianjurkan untuk mencegah
penyakit dengan menerapkan gaya hidup sehat (Riliani et al., 2024).
Berdasarkan pemaparan hal-hal tersebut
di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh personal
hygiene terhadap kejadian PV di salah satu pondok pesantren, yaitu
�Hubungan antara Penerapan Personal Hygiene dengan Pityriasis Versicolor
pada Santri Pesantren di Serang�.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini menggunakan desain analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel terdiri dari 67
santri yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dipilih menggunakan
teknik purposive sampling. Instrumen
penelitian ini menggunakan kuesioner terkait personal hygiene dan pemeriksaan fisik oleh dokter umum. Analisis
data yang digunakan adalah univariat dan bivariat yang diolah menggunakan software SPSS versi 25.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada
penelitian ini, sebelum melakukan analisis univariat maupun bivariat, peneliti
melakukan analisis menggunakan kurva ROC untuk mendapatkan nilai cut off dari skor personal hygiene, kemudian didapatkan hasil 11,5. Dengan begitu,
skor personal hygiene kurang dari 11,5 masuk ke dalam kategori buruk,
sedangkan skor yang lebih dari sama dengan 11,5 masuk ke dalam kategori baik,
Tabel 1. Distribusi Responden
Karakteristik Sampel Penelitian |
Jumlah (n) |
Frekuensi (%) |
|
Usia (Tahun) |
|
|
|
14 |
5 |
7,5 |
|
15 |
3 |
4,5 |
|
16 |
13 |
19,4 |
|
17 |
10 |
14,9 |
|
18 |
14 |
20,9 |
|
19 |
22 |
32,8 |
|
Indeks Massa Tubuh (kg/m2) |
|
|
|
Berat badan kurang (< 18,5) |
11 |
16,4 |
|
Berat badan normal (18,5-22,9) |
44 |
65,7 |
|
Kelebihan berat badan (23-24,9) |
2 |
3,0 |
|
Obesitas� (≥ 25) |
10 |
14,9 |
|
Riwayat Pityriasis versicolor Sebelumnya |
|
|
|
Ya |
31 |
46,3 |
|
Tidak |
36 |
53,7 |
|
Riwayat Konsumsi Kortikosteroid |
|
|
|
Ya |
2 |
3,0 |
|
Tidak |
65 |
97,0 |
|
Berdasarkan
data yang telah tersaji pada Tabel 1 di atas, usia dari responden pada
penelitian ini sebagian besar berusia 19 tahun yakni mencapai 22 orang (32,8%).
Pada aspek Indeks Massa Tubuh atau IMT, mayoritas responden masuk dalam
kategori berat badan normal yakni mencapai 44 orang (65,7%). Karakteristik
terkait riwayat terkena PV sebelumnya, didominasi oleh responden yang tidak
pernah mengalami sebelumnya yakni sebanyak 36 orang (53,7%). Responden pada
penelitian ini sebagian besar tidak memiliki riwayat mengonsumsi obat
kortikosteroid satu bulan terakhir, jumlah tersebut mencapai 65 orang (97%).
Tabel 2. Tabulasi Silang Pityriasis
versicolor dengan Personal Hygiene
Pityriasis versicolor |
Personal Hygiene |
|||
Buruk |
Baik |
|||
n |
% |
n |
% |
|
Positif |
7 |
10,4 |
1 |
1,5 |
Negatif |
15 |
22,4 |
44 |
65,7 |
Total |
22 |
32,8 |
45 |
67,2 |
Hasil tabulasi silang antara variabel PV dengan personal hygiene pada Tabel 2 didapatkan gambaran 7 orang positif PV memiliki personal hygiene yang buruk dan 1 orang positif PV memiliki personal hygiene yang baik. Sedangkan pada 15 orang yang negatif PV memiliki personal hygiene buruk dan 44 orang negatif PV memiliki personal hygiene yang baik.
Tabel 3. Tabulasi Silang Pityriasis versicolor dengan
Usia
Pityriasis versicolor |
Usia (Tahun) |
|||||||||||
14 |
15 |
16 |
17 |
18 |
19 |
|||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
n |
% |
n |
% |
n |
% |
|
Positif |
1 |
1,5 |
0 |
0,0 |
2 |
3,0 |
0 |
0,0 |
4 |
6,0 |
1 |
1,5 |
Negatif |
4 |
6,0 |
3 |
4,5 |
11 |
16,4 |
10 |
14,9 |
10 |
14,9 |
21 |
31,3 |
Total |
5 |
7,5 |
3 |
4,5 |
13 |
19,4 |
10 |
14,9 |
14 |
20,9 |
22 |
32,8 |
Pada hasil tabulasi silang antara variabel PV dengan usia pada Tabel 3 di atas, didapatkan gambaran santri yang positif PV terbanyak pada kelompok usia 18 tahun dengan jumlah 4 orang (6,0%). Sedangkan santri yang negatif PV terbanyak ditemukan pada kelompok usia 19 tahun dengan jumlah 21 (31,3%).
Tabel 4. Tabulasi Silang Pityriasis
versicolor dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Pityriasis versicolor |
Indeks Massa Tubuh (kg/m2) |
|||||||
Berat Badan Kurang |
Berat Badan Normal |
Kelebihan Berat Badan |
Obesitas |
|||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
n |
% |
|
Positif |
1 |
1,5 |
3 |
4,5 |
1 |
1,5 |
3 |
4,5 |
Negatif |
10 |
14,9 |
41 |
61,2 |
1 |
1,5 |
7 |
10,4 |
Total |
11 |
16,4 |
44 |
65,7 |
2 |
3,0 |
10 |
14,9 |
Hasil tabulasi silang variabel PV dengan IMT yang datanya telah tersaji di Tabel 4 didapatkan hasil kasus positif PV ditemukan terbanyak pada 2 kelompok yakni berat badan normal dan obesitas dengan jumlah sama yaitu 3 orang (4,5%). Temuan pada santri yang negatif PV yang terbanyak ditemukan pada kelompok berat badan normal dengan jumlah 44 orang (61,2%).
Tabel 5. Distribusi Perilaku Personal
Hygiene berdasarkan jawaban responden
No |
Pertanyaan |
Pilihan Jawaban |
n |
% |
Kebersihan umum |
||||
1. |
Berapa kali rutinitas Anda mandi setiap harinya? |
Satu kali |
5 |
7,5 |
|
|
Dua kali atau lebih |
62 |
92,5 |
2. |
Apakah Anda mandi selalu memakai
sabun mandi? |
Tidak selalu |
11 |
16,4 |
|
|
Selalu |
56 |
83,6 |
3. |
Apakah sabun yang Anda gunakan
untuk mandi adalah sabun antiseptik? |
Tidak |
29 |
43,3 |
|
|
Ya |
38 |
56,7 |
4. |
Saat sehabis mandi, apakah Anda benar-benar telah mengeringkan air yang ada di tubuh, sebelum memakai baju? |
Tidak |
13 |
19,4 |
|
|
Ya |
54 |
80,6 |
5. |
Bagaimana penggunaan handuk yang
Anda pakai? |
Digunakan banyak orang/bergantian |
3 |
4,5 |
|
|
Digunakan sendiri |
64 |
95,5 |
6. |
Berapa seringkah Anda mengganti
handuk Anda? |
> 3 hari sekali |
39 |
58,2 |
|
|
≤ 3 hari sekali |
28 |
41,8 |
7. |
Apakah Anda mencuci tangan
setelah selesai beraktivitas? |
Tidak |
3 |
4,5 |
|
|
Ya |
64 |
95,5 |
8. |
Apakah Anda mencuci tangan menggunakan sabun cuci tangan? |
Tidak |
29 |
43,3 |
|
|
Ya |
38 |
56,7 |
Kebersihan yang terkait dengan sekolah/pesantren |
||||
9. |
Berapa banyak seragam sekolah/pesantren yang Anda miliki? |
≤ 3 |
25 |
37,3 |
|
|
>3 |
42 |
62,7 |
10. |
Berapa seringkah Anda mengganti seragam anda setiap minggu? |
Setelah >1x pakai |
19 |
28,4 |
|
|
Setelah 1x pakai |
48 |
71,6 |
11. |
Bagaimana kebiasaan Anda mencuci
seragam sekolah/pesantren Anda setiap minggu? |
Setelah >1x pakai |
19 |
28,4 |
|
|
Setelah 1x pakai |
48 |
71,6 |
12. |
Jika seragam sekolah/pesantren Anda tidak langsung dicuci, bagaimanakah anda menyimapan seragam tersebut? |
Digantung, hanya dianginkan
saja |
31 |
46,3 |
|
|
Dijemur di bawah sinar matahari langsung |
36 |
53,7 |
13. |
Apakah Anda menggunakkan kaos
dalam saat memakai seragam sekolah/pesantren? |
Tidak |
18 |
26,9 |
|
|
Ya |
49 |
73,1 |
14. |
Berapakah kaos dalam yang
Anda miliki? |
≤ 3 |
25 |
37,3 |
|
|
>3 |
42 |
62,7 |
15. |
Berapa kali Anda mengganti kaos dalam Anda setiap minggu? |
Setelah >1x pakai |
19 |
28,4 |
|
|
Setelah 1x pakai |
48 |
71,6 |
16. |
Bagaimana kebiasaan Anda mencuci
kaos dalam anda? |
Setelah >1x pakai |
19 |
28,4 |
|
|
Setelah 1x pakai |
48 |
71,6 |
17. |
Jika kaos dalam
Anda tidak langsung dicuci, bagaimanakah Anda menyimpan kaos tersebut? |
Digantung, hanya dianginkan
saja |
39 |
58,2 |
|
|
Dijemur di bawah sinar matahari langsung |
28 |
41,8 |
18. |
Apakah Anda sering bertukar
seragam sekolah/kaos dalam dengan
teman lainnya? |
Ya |
12 |
17,9 |
|
|
Tidak |
55 |
82,1 |
Hasil analisis terhadap distribusi jawaban responden penelitian pada Tabel 5, didapatkan mayoritas santri sebanyak 62 orang (92,5%) mandi dua kali atau lebih dalam sehari. Mayoritas santri pada saat mandi selalu memakai sabun mandi dengan jumlah santri yang melakukan hal tersebut sebanyak 56 orang (83,6%). Sebagian besar sabun mandi yang dipergunakan santri pada saat mandi adalah sabun antiseptik sebanyak 38 orang (56,7%). Sehabis mandi, sebagian besar santri yakni sebanyak 54 orang (80,6%) benar-benar telah mengeringkan air yang ada di tubuh sebelum memakai baju. Penggunaan handuk pada santri didominasi oleh perilaku menggunakan handuk sendiri tanpa bergantian dengan teman lain yakni sebanyak 64 orang (95,5%). Perilaku mengganti didominasi oleh mengganti handuk lebih dari 3 hari sekali yakni sebanyak 39 orang (58,2%). Setelah beraktivitas, mayoritas santri yakni sebanyak 64 orang (95,5%) telah menerapkan perilaku mencuci tangan. Pada saat mencuci tangan, sebagian besar santri yakni sebanyak 38 orang (56,7%) telah menggunakan sabun cuci tangan.
Distribusi jawaban responden pada kategori pertanyaan yang berkaitan dengan sekolah/pesantren adalah sebagai berikut: mayoritas santri memiliki seragam sekolah/pesantren lebih dari 3 yakni sebanyak 42 orang (62,7%); mayoritas santri mengganti seragam setelah 1x pakai setiap minggunya yakni sebanyak 48 orang (71,6%); sebanyak 48 orang (71,6%) mencuci seragam sekolah/pesantrennya setelah 1x pakai setiap minggunya; jika seragam sekolah/pesantren tidak langsung dicuci, sebagian besar santri yakni sebanyak 36 orang (53,7%) menjemurnya di bawah sinar matahari langsung; mayoritas santri menggunakan kaos dalam saat memakai seragam sekolah/pesantren yakni sebanyak 49 orang (73,1%); 42 orang santri (62,7%) memiliki kaos dalam lebih dari 3; santri di pondok pesantren yang diteliti, mayoritas mengganti kaos dalam setelah 1x pakai setiap minggunya yakni sebanyak 48 orang (71,6%); kebanyakan santri mencuci kaos dalamnya setelah 1x pakai yakni sebanyak 48 orang (71,6%); jika kaos dalam tidak langsung dicuci, sebagian besar santri yakni sebanyak 39 orang (58,2%) hanya menggantung dan menganginkan saja kaos dalamnya; mayoritas santri yang telah diteliti yakni sebanyak 55 orang (82,1%) tidak sering bertukar seragam sekolah/kaos dalam dengan teman lainnya.
Tabel
6.
Distribusi
Skor Personal Hygiene dan Kejadian Pityriasis
versicolor
Karakteristik Sampel Penelitian |
Jumlah (n) |
Frekuensi (%) |
Skor Personal
Hygiene |
|
|
Buruk (< 11,5) |
22 |
32,8 |
Baik (≥ 11,5) |
45 |
67,2 |
Pityriasis versicolor |
|
|
Positif |
8 |
11,9 |
Negatif |
59 |
88,1 |
Atas dasar tabel 6, skor personal hygiene santri didominasi dengan skor yang baik yakni sebanyak 45 orang (67,2%). Sedangkan untuk kejadian PV pada responden yang telah diteliti pada penelitian ini yang mendominasi ialah responden yang negatif PV yakni mencapai 59 orang (88,1%).
Tabel
7.
Uji
Chi-Square skor personal hygiene dengan kejadian
Pityriasis versicolor
Skor Personal
Hygiene |
Pityriasis versicolor |
P-value |
|||
Positif |
Negatif |
||||
n |
% |
n |
% |
||
Buruk |
7 |
10,4 |
15 |
22,4 |
0,000 |
Baik |
1 |
1,5 |
44 |
65,7 |
|
Total |
8 |
11,9 |
59 |
88,1 |
Hasil analisis bivariat pada tabel 4.7 menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian Pityriasis versicolor dengan p-value yang didapatkan ialah 0,000 (p< 0,05). Temuan ini sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan oleh peneliti sehingga H0 ditolak, sedangkan H1 diterima.
Usia
Atas
dasar penelitian yang telah dilaksanakan, santri di salah satu Pesantren di Serang didominasi oleh usia 19
tahun. Hal ini berbeda dengan penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Irwanto
& Prakoeswa (2023) di salah satu pesantren yang
berada di Kota Surakarta, dimana usia responden terbanyak ialah usia 15 tahun
(35,1%). Penelitian lain oleh Timur et al. (2023), responden terbanyak yakni
usia pada rentang 15 hingga 18 tahun (56,5%). Penelitian oleh Mulyati
et al. (2020) didapatkan usia terbanyak
dari responden ialah 12 hingga 14 tahun (75,8%).
Faktor usia sendiri telah diketahui
dari beberapa tinjauan maupun penelitian terdahulu memiliki pengaruh terhadap
kejadian Pityriasis versicolor. Usia remaja dan dewasa
muda mengalami kelainan endokrin akibat kondisi lipid berlebihan yang
diakibatkan dari adanya perubahan hormonal. Setelah masa pubertas, aktivitas
kelenjar sebasea meningkat karena hormon seks melepaskan lebih banyak lipid di permukaan kulit, yang dapat
menjadi media tumbuhnya jamur ini. Malassezia
sendiri merupakan bagian dari mikrobiota kulit pada unit pilosebasea, ia
memerlukan faktor-faktor tertentu yang mendukung proliferasinya, seperti faktor
endogen atau eksogen dan lingkungan, genetik, dan sistem imun. Adanya kondisi
lipid yang berlebih pada usia remaja akhir dan dewasa awal inilah yang
menyebabkan tingginya angka kejadian PV pada kategori usia ini (Akhter et al., 2022; Camargo-S�nchez et al., 2019;
Łabędź et al., 2023).
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Pada
penelitian ini ditemukan bahwa IMT pada kategori normal mendominasi di antara
responden yang diteliti. Temuan karakteristik IMT pada penelitian ini berbeda
dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Sabry et al. (2022). Penelitian tersebut menyatakan
bahwasannya mayoritas responden memiliki IMT pada kategori obesitas. Penelitian
ini juga berbeda temuannya dengan penelitian yang dilakukan oleh Muliawati
et al. (2020). Pada penelitian tersebut
mayoritas responden memiliki IMT pada kategori overweight dan obesitas yakni sebanyak 28 responden (70%).
Penelitian tersebut juga menyoroti hubungan antara IMT dengan kejadian PV,
hasilnya didapatkan hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut.
Obesitas
dapat menyebabkan masalah kulit akibat perubahan hormon, peregangan kulit, dan
peningkatan ketegangan pada pembuluh darah, yang mempengaruhi fungsi kulit dan
jaringan lemak. Ini dapat mengakibatkan berbagai kelainan kulit, termasuk
penyakit kulit seperti PV, karena individu obesitas cenderung berkeringat lebih
banyak, mendukung pertumbuhan jamur penyebab PV (Camargo-S�nchez et al., 2019; Zahran & Gaber, 2022). Pada
penelitian ini sebaran kelompok IMT pada santri tidak merata namun didominasi
oleh kelompok berat badan normal sehingga tidak dapat dilihat dengan pasti
keterkaitan PV dan IMT.
Riwayat Pityriasis versicolor Sebelumnya
Temuan pada aspek ini yang mendominasi ialah kategori yang tidak memiliki riwayat PV sebelumnya yakni 53,7% dari total keseluruhan responden. Temuan ini berbeda dengan temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pranoto et al. (2023) yang yang menyatakan bahwasannya 90% dari total keseluruhan responden memiliki riwayat terkena PV sebelumnya.
Perbedaan temuan terkait kekambuhan penyakit PV dipengaruhi oleh faktor seperti jenis pekerjaan, pendidikan, dan kebiasaan personal hygiene. Penelitian menunjukkan bahwa keringat berlebihan (31,8%), kulit berminyak (21,2%), dan penggunaan pakaian oklusif (19,4%) berkontribusi pada kekambuhan, dengan keringat berlebih menjadi faktor signifikan. Sebagian besar responden bekerja di bidang pertanian dan peternakan, yang meningkatkan risiko keringat berlebih. Sebaliknya, santri pondok pesantren memiliki aktivitas yang lebih ringan, sehingga angka kekambuhan PV lebih rendah (Singla et al., 2022).
Riwayat Konsumsi Kortikosteroid
Pada penelitian ini didominasi responden yang tidak memiliki riwayat konsumsi kortikosteroid khususnya dalam jangka waktu 1 bulan terakhir. Temuan ini serupa dengan temuan dari penelitian yang dilakukan oleh Anaz et al. (2022) di Departemen Dermatologi, perguruan tinggi kedokteran pemerintah Kottayam, India, menyatakan bahwa kategori yang mendominasi dari keseluruhan responden ialah kategori responden yang tidak memiliki riwayat konsumsi obat kortikosteroid yakni dengan angka 97,2%.
Pada penelitian ini, peneliti membatasi riwayat penggunaan kortikosteroid hanya dalam jangka waktu 1 bulan terakhir. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi bias yang dihasilkan dari responden-responden yang tidak terlalu mengingat obat-obatan yang telah dikonsumsi pada waktu lampau.
Mekanisme patogenesis jamur Malassezia dalam menyebabkan PV dipengaruhi oleh faktor tertentu, termasuk sistem imun. Sistem imun yang lemah dapat memicu perubahan dari bentuk yeast menjadi miselium, yang berkontribusi pada perkembangan PV. Penggunaan kortikosteroid yang bersifat imunosupresif menurunkan aktivasi sel T, sehingga meningkatkan risiko infeksi oleh agen patogen, termasuk jamur Malassezia penyebab PV (Akhter et al., 2022; Bansal & Dhiman, 2022; Camargo-S�nchez et al., 2019; Petrelli et al., 2020).
Pityriasis
versicolor dengan Personal Hygiene
Hasil tabulasi silang variabel PV dengan personal hygiene pada santri didapatkan gambaran bahwa kejadian PV positif didapati lebih banyak terjadi pada santri dengan personal hygiene yang buruk (10,4%) dibanding yang baik (1,5%). Kejadian PV negatif didapati lebih banyak ditemukan pada individu dengan personal hygiene baik (65,7%) daripada yang buruk (22,4%). Hal ini selaras dengan penelitian Pranoto et al. (2023) dimana kejadian PV positif lebih banyak terjadi pada individu dengan personal hygiene yang buruk (32,5%) daripada yang baik (12,5%).
Jamur penyebab PV sangat suka hidup di kulit yang hangat serta lembab. Ketika seseorang tidak menerapkan personal hygiene yang baik, kondisi kulit akan semakin baik untuk pertumbuhan jamur Malassezia (Camargo-S�nchez et al., 2019). Praktik personal hygiene yang buruk ini terdiri dari beberapa hal antara lain jarangnya frekuensi santri mengganti handuk yang telah dipakai dan juga cara menjemur pakaian habis pakai yang salah tanpa terkena sinar matahari langsung. Hal ini masih banyak ditemukan pada santri yang menjadi responden pada penelitian ini.
Pityriasis
versicolor dengan Usia
Tabulasi silang yang telah dilakukan antara variabel PV dengan usia didapatkan bahwa kasus PV positif terbanyak ditemukan pada kategori usia 18 tahun (6,0%) sedangkan kasus negatifnya ditemukan paling banyak pada kategori usia 19 tahun (31,3%). Temuan ini didukung oleh temuan penelitian yang dilakukan oleh Mulyati et al. (2020) bahwa kategori usia yang lebih muda (59,6%) lebih banyak ditemukan kasus positif PV dibandingkan dengan kategori usia yang lebih tua. Sedangkan kasus negatifnya lebih banyak ditemukan pada kategori usia yang lebih tua (73,3%).
Pada usia pubertas, aktivitas kelenjar sebasea meningkat karena hormon seks melepaskan lebih banyak lipid di permukaan kulit, yang dapat menjadi media tumbuhnya jamur penyebab PV. Hal ini menjadi salah satu penyebab tingginya angka PV positif pada usia dengan kategori yang berdekatan dengan masa pubertas. Sedangkan semakin dewasa seseorang, mekanisme kerja pada kelenjar sebasea akan mulai berubah (Akhter et al., 2022; Camargo-S�nchez et al., 2019). Selain dari faktor tersebut, semakin tinggi usia individu semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya begitu pula pengetahuan terhadap personal hygiene. Sehingga penerapan personal hygiene yang baik juga lebih banyak diterapkan pada kategori usia yang lebih dewasa (Lestari & Aprianti, 2019).
Pityriasis
versicolor dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Hasil tabulasi silang antara PV dengan IMT didapatkan gambaran kasus PV positif (4,5%) ada pada 2 kategori yakni berat badan normal dan obesitas. Sedangkan pada PV negatif (61,2%) terbanyak ditemukan pada kategori berat badan normal. Temuan ini berbeda dengan hasil temuan pada penelitian Muliawati et al. (2020) yang menyatakan bahwa gambaran PV positif lebih banyak ditemukan pada IMT dengan kategori overweight dan obesitas (57,1%) saja. Begitu pula untuk PV negatif, temuan penelitian ini juga tidak selaras dengan hasil penelitian Muliawati et al. (2020) yang menyatakan bahwa kategori yang mendominasi adalah IMT underweight dan normal (100%).
Indeks
Massa Tubuh (IMT) berpengaruh terhadap kejadian PV, di mana individu dengan IMT
tinggi atau obesitas lebih rentan terhadap masalah kulit akibat berbagai faktor
seperti perubahan hormon dan retensi kelembaban. Keringat berlebih pada
individu obesitas mendukung pertumbuhan jamur penyebab PV. Namun, tidak semua
individu dengan IMT tinggi mengalami PV, karena faktor lain seperti penerapan personal
hygiene yang baik dapat menurunkan angka kejadian PV (Camargo-S�nchez et al., 2019; Zahran & Gaber, 2022).
Distribusi Perilaku Personal
Hygiene
Mayoritas santri setiap harinya mandi dua kali atau lebih yakni dijawab oleh 62 orang (92,5%). Temuan penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mulyati et al. (2020) bahwa frekuensi mandi yang mendominasi pada respondennya adalah dua kali atau lebih yakni mencapai 85,5% dari total responden. Mandi merupakan salah satu upaya dalam menerapkan personal hygiene yang baik. Infeksi PV dapat menyerang permukaan kulit manapun tergantung pada kelembapan dan kebersihan kulit yang dipengaruhi oleh personal hygiene. Sehingga ketika seseorang jarang mandi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya PV. Pada suatu penelitian, individu yang memiliki kebiasaan mandi yang buruk dapat meningkatkan risiko terinfeksi PV hingga 65,057 kali (Suropati et al., 2020; Tumilaar et al., 2019).
Temuan pada penelitian ini terkait
penggunaan sabun mandi didapatkan gambaran mayoritas santri selalu menggunakan
sabun mandi yakni sebanyak 56 orang (83,6%). Hasil ini selaras dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Tumilaar
et al. (2019) yang menyatakan mayoritas
responden penelitiannya menggunakan sabun pada saat mandi yakni mencapai angka
92,9%. Mandi dapat dikatakan baik apabila dilakukan paling tidak 2 kali sehari
dan menggunakan sabun mandi yang dipergunakan dengan benar. Dengan menerapkan
cara mandi yang baik dan benar dapat menurunkan kemungkinan seorang individu
terkena infeksi PV karena faktor kondisi kulit yang cocok untuk hidup jamur Malassezia
telah diminimalisir dengan mandi yang benar menggunakan sabun mandi (Mulyati
et al., 2020).
Hasil
analisis data didapatkan yang mendominasi di antara para santri adalah mereka
menggunakan sabun antiseptik pada saat mandi dengan jumlah responden adalah 38
orang (56,7%). �Upaya pencegahan PV yang
efektif adalah menggunakan sabun antiseptik saat mandi, yang mengandung bahan
kimia untuk menghambat mikroorganisme penyebab infeksi. Penelitian ini berbeda
dari penelitian sebelumnya karena dilakukan pada santri pondok pesantren,
sedangkan penelitian sebelumnya melibatkan masyarakat desa. Perbedaan perilaku personal
hygiene, termasuk penggunaan sabun antiseptik, dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan dan ekonomi responden, di mana pendidikan yang lebih baik
berkontribusi pada pengetahuan dan perilaku hygiene yang lebih baik (Fitriana et
al., 2020; Kusmiyati et al., 2020; Sahambangung et al., 2019).
Hasil analisis data, peneliti menemukan bahwa mayoritas santri menjawab ya yakni sebanyak 54 orang (80,6%). Temuan ini berbeda dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Fitriani et al. (2024) dimana masih banyak responden pada penelitian tersebut masih belum menerapkan penggunaan handuk dengan benar setelah mandi bahkan beberapa dari mereka tidak menggunakan handuk untuk mengeringkan tubuh melainkan menggunakan sarung. Ketika kondisi kulit setelah mandi tidak dikeringkan secara benar, maka kondisi kulit yang masih basah dapat memicu peningkatan pertumbuhan jamur penyebab infeksi PV. Sehingga individu yang tidak mengeringkan badannya dengan benar setelah mandi menggunakan handuk, dapat meningkatkan risiko terkena infeksi PV (Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 2017; Karray & McKinney, 2022).
Pada penelitian ini ditemukan gambaran mayoritas santri sebanyak 64 orang (95,5%) menggunakan handuk sendiri tanpa bergantian dengan teman lain. Temuan ini didukung oleh hasil temuan penelitian yang dilakukan oleh Mulyati et al. (2020), bahwa mayoritas responden tidak menggunakan handuk secara bergantian yakni mencapai 51,6% dari total seluruh responden yang diteliti. Penggunaan handuk secara bergantian dapat meningkatkan risiko kejadian PV karena praktik personal hygiene yang buruk, yang menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme, termasuk jamur Malassezia, pada handuk (Irjayanti et al., 2023). Namun, dalam penelitian ini, mayoritas responden telah menerapkan praktik penggunaan handuk yang benar, sehingga angka kejadian PV tetap rendah.
Temuan
distribusi jawaban terkait pertanyaan ini didominasi oleh jawaban lebih dari
tiga hari sekali dengan jumlah responden yang menjawab sebanyak 39 orang
(58,2%). Temuan ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Mulyati et al.
(2020) yang
menemukan mayoritas respondennya sering mencuci dan mengganti handuknya yakni
sebanyak 76,67%. Penelitian ini melibatkan santri
pondok pesantren yang memiliki kesadaran rendah terhadap kebiasaan mencuci atau
mengganti handuk, disebabkan oleh tingginya aktivitas belajar dan non-akademik.
Sebaliknya, penelitian Mulyati et al. (2020) melibatkan pekerja bangunan dewasa
yang umumnya lebih sadar akan praktik personal hygiene, terutama karena
banyak yang sudah berkeluarga. Jamur Malassezia penyebab PV berkembang
biak di tempat hangat dan lembab, sehingga rendahnya frekuensi mengganti handuk
dapat meningkatkan risiko kejadian PV pada individu (Ikatan Dokter
Indonesia (IDI), 2017; Karray & McKinney, 2022; Mulyati et al., 2020).
Hasil analisis data, didapatkan gambaran bahwa mayoritas jawaban dari responden adalah ya dengan jumlah penjawab 64 orang (95,5%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Pranoto et al. (2023) yang menyatakan bahwasannya mayoritas responden sudah menerapkan kebiasaan mencuci tangan dengan benar. Mencuci tangan merupakan upaya penting dalam penerapan personal hygiene yang dapat mencegah penyakit kulit, termasuk PV. Tangan sering menjadi agen pembawa kuman, yang dapat mentransfer patogen antar individu melalui kontak langsung maupun tidak langsung (Irjayanti et al., 2023; Irwanto & Prakoeswa, 2023).
Hasil penelitian sebagian besar responden menjawab pertanyaan ini dengan jawaban �ya� yakni sebanyak 38 orang (56,7%). Temuan ini sejalan dengan temuan pada penelitian Pranoto et al. (2023) yang menyatakan bahwa responden pada penelitiannya didominasi oleh responden yang telah menerapkan kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir. Mencuci tangan dengan sabun efektif menurunkan jumlah koloni mikroorganisme, termasuk bakteri, virus, dan jamur, dengan penurunan mencapai 12,35%. Penelitian juga menunjukkan bahwa cairan pembersih tangan yang mengandung etil alkohol 70%, serta sabun dengan kloroksilenol 0,175% dan asam salisilat 0,3%, dapat mengurangi pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif, M. tuberculosis, serta jamur dan virus (Nasution et al., 2019).
Temuan pada responden paling banyak menjawab dengan jawaban lebih dari 3 yakni sebanyak 42 orang (62,7%). Temuan ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggina et al. (2023) yang menyatakan mayoritas santri pada penelitiannya memiliki jumlah pakaian yang terbatas. Terbatasnya jumlah pakaian atau seragam sekolah/pesantren dapat meningkatkan risiko infeksi PV, karena santri jarang mengganti atau mencuci seragamnya. Penggunaan seragam yang tidak dicuci berulang kali mendorong pertumbuhan mikroorganisme, termasuk jamur, yang berkontribusi pada tingginya angka kejadian PV. Dengan memiliki seragam yang cukup, kejadian PV dapat dicegah (Anggina et al., 2023; Cintia et al., 2024).
Mayoritas responden pada penelitian ini yakni sebanyak 48 orang (71,6%) menyatakan bahwa mereka mengganti seragam setelah 1x pakai. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Fitriani et al. (2024) menyatakan responden didominasi oleh mereka yang memiliki kebiasaan mengganti baju dengan frekuensi 2x sehari yakni sebanyak 77,3% dari total responden. Semakin sering seseorang mengganti baju, maka dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi PV. Baju yang sudah kotor dan bercampur keringat jika terus menerus digunakan dapat membuat kondisi kulit semakin cocok untuk berkembang biak jamur Malassezia karena tingkat kelembapannya. Melakukan kebiasaan mengganti baju setelah 1 kali pemakaian, dapat menghindarkan kejadian infeksi PV (Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 2017; Karray & McKinney, 2022; Mulyati et al., 2020).
Hasil
penelitian dan analisi data didapatkan mayoritas responden mengatakan mencuci
seragam sekolah/pesantren setelah 1x pakai yakni sejumlah 48 orang (71,6%).
Temuan ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggina et al.
(2023)
menyatakan bahwa sebagian santri pada penelitian tersebut jarang mencuci
pakaiannya. Perbedaan penelitian ini terletak pada jumlah seragam yang dimiliki
santri; mayoritas santri memiliki lebih dari tiga seragam, sehingga mereka
lebih sering mencuci pakaian. Sementara itu, penelitian Anggina et al. (2023)
menemukan banyak santri yang jarang mencuci pakaian karena memiliki sedikit
pakaian tanpa pengganti. Kebiasaan mencuci pakaian secara rutin dapat mencegah
infeksi PV, karena pakaian yang tidak dicuci dalam waktu lama dapat menjadi
tempat berkembang biaknya jamur dan mikroorganisme penyebab infeksi (Anggini et al.,
2020; Cintia et al., 2024).
Sebagian besar santri berjumlah 36 orang (53,7%) menjemur seragam sekolah/pesantrennya di bawah sinar matahari langsung apabila tidak langsung dicuci. Temuan ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Umar et al. (2024) menyatakan bahwa responden pada penelitian tersebut didominasi oleh mereka yang tidak menjemur pakaian yang tidak dicuci di bawah sinar matahari. Tentunya kesadaran diri para santri juga berpengaruh besar terhadap kebiasaan ini. Menjemur pakaian di bawah terik sinar matahari lebih baik dibandingkan hanya menggantungnya sembarangan ataupun dianginkan saja. Karena dengan menjemurnya di bawah sinar matahari akan menghindarkan pakaian dari kondisi lembab yang mana merupakan kondisi yang sangat disukai oleh jamur penyebab PV yakni Malassezia. Sehingga hal ini dapat menjadi salah satu langkah pencegahan terhadap infeksi PV (Camargo-S�nchez et al., 2019; Cintia et al., 2024; Karray & McKinney, 2022).
Mayoritas santri sejumlah 49 orang (73,1%) pada penelitian ini menggunakan kaos dalam pada saat memakai seragam sekolah/pesantren. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Haradanhalli et al. (2019) yang menyatakan bahwasanya responden penelitiannya didominasi oleh mereka yang menggunakan kaos dalam saat menggunakan pakaian yakni sebanyak 53,7%. Penggunaan kaos dalam memiliki manfaat dan kerugian tergantung pada bahan dan fit-nya. Kaos dalam yang terbuat dari bahan yang baik dalam menyerap keringat dan tidak terlalu ketat dapat mengurangi kelembaban kulit. Sebaliknya, kaos dalam yang tidak menyerap keringat dan terlalu ketat dapat meningkatkan risiko infeksi PV dengan menciptakan kondisi kulit yang lembab (Haradanhalli et al., 2019; Kumar et al., 2020).
Mayoritas santri memiliki kaos dalam lebih dari tiga yakni sebanyak 42 (62,7%). Hasil penelitian ini termasuk temuan baru, namun hal ini memiliki arti yang kurang lebih sama dengan temuan terkait jumlah pakaian lainnya walaupun jenis pakainnya berbeda. Jumlah kaos dalam yang dimiliki seseorang terkait dengan perilaku kebiasaan mencucinya. Ketika seseorang memiliki kaos dalam atau pakain lain dengan jumlah yang terbatas, akan menyebabkan mereka jarang mencuci bajunya karena tidak adanya pengganti baju untuk dipakai. Hal ini menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya kejadian PV akibat dari kaos dalam yang sudah kotor namun tetap dipakai dan tidak dicuci dengan frekuensi yang benar (Anggina et al., 2023; Haradanhalli et al., 2019).
Responden mengganti kaos dalam setelah satu kali pakai yakni sebanyak 48 orang (71,6%). Temuan ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Sikdar et al. (2023) yang menyatakan bahwasannya respondennya didominasi oleh mereka yang memiliki kebiasan mengganti kaos dalam setiap satu kali pakai yakni sebanyak 63,22% dari total keseluruhan responden yang diteliti. Meningkatkan frekuensi mengganti kaos dalam dan selalu menggunakan kaos dalam yang sudah dicuci bersih, dapat menghindarkan kulit kita terkena infeksi jamur termasuk Malassezia yang dapat menyebabkan infeksi PV, karena kondisi kulit kita tentunya akan tetap bersih dan tidak lembab (Haradanhalli et al., 2019; Sikdar et al., 2023).
Mayoritas responden sebanyak 48 orang (71,6%) pada penelitian ini, mereka mencuci kaos dalam setelah satu kali pakai. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakuakan oleh Haradanhalli et al. (2019) yang menyatakan mayoritas respondennya selalu menggunakan kaos dalam yang telah dicuci yakni sebanyak 53.7%, hal ini mengindikasikan secara tidak langsung responden tersebut selalu mencuci kaos dalamnya secara rutin. Sama halnya dengan jenis pakaian lain, ketika dicuci secara rutin dengan frekuensi yang sering akan dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme baik jamur, bakteri, maupun virus pada pakaian tersebut. Dengan langkah ini, infeksi PV dapat terhindarkan (Cintia et al., 2024; Haradanhalli et al., 2019).
Hasil penelitian didapatkan mayoritas responden sebanyak 39 orang (58,2%) hanya menganginkan saja kaos dalam yang telah dipakai. Temuan ini tidak selaras dengan hasil temuan Pokhrel et al. (2024) yang menyatakan mayoritas respondennya menjemur kaos dalam di bawah sinar matahari yakni sebanyak 46.7% dari total keseluruhan responden yang menggunakan kaos dalam. Perbedaan temuan terjadi karena santri memiliki lokasi terbatas untuk menjemur pakaian di bawah sinar matahari, sehingga banyak yang hanya menganginkan kaos dalam. Hal ini perlu perhatian dari pengelola pondok pesantren, karena menjemur pakaian di bawah sinar matahari dapat mencegah kejadian PV dengan mengurangi pertumbuhan mikroorganisme pada kaos dalam yang telah digunakan (Azzahra & Herkristanti, 2024; Pokhrel et al., 2024).
Mayoritas responden menjawab mereka tidak sering bertukar seragam sekolah/kaos dalam dengan teman lainnya yakni dijawab oleh 55 orang (82,1%). Temuan ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Anggina et al. (2023) yang menyatakan bahwasannya responden pada penelitiannya didominasi oleh mereka yang tidak bergantian pakaian dengan orang lain yakni sejumlah 53,4% dari total keseluruhan responden. Dengan tidak bergantian barang pribadi khususnya pakaian dengan orang lain, dapat menghindarkan kita dari infeksi penyakit kulit yang menular termasuk di dalamnya infeksi PV. Ketika menggunakan pakaian secara bergantian, kita tidak tahu bagaimana kondisi kulit mereka yang menggunakan pakaian kita secara bergantian (Anggina et al., 2023; Irjayanti et al., 2023).
Pada penelitian ini, skor personal hygiene terbanyak ialah kategori baik. Temuan pada penelitian ini selaras dengan temuan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Zulfa et al. (2023). Penelitian analitik observasional tersebut dilakukan pada 164 responden yang merupakan santriwati di SMP IT Abu Hurairaah Mataram. Temuannya menyatakan bahwa lebih banyak responden yang memiliki personal hygiene baik yakni mencapai 83 orang santriwati (50,6%). Temuan lain yang juga mendukung penelitian ini ialah pada penelitian Azzahra & Herkristanti (2024). Penelitian yang dilakukan pada warga yang tinggal di salah satu kelurahan di Surabaya tersebut didapatkan hasil kategori personal hygiene baik yakni mencapai 87 responden (65,4%).
Personal hygiene yang buruk berkontribusi pada kejadian PV, karena dapat mempermudah tubuh terjangkit berbagai penyakit, termasuk penyakit kulit. Jamur Malassezia, penyebab PV, berhabitat di kulit, dan praktik hygiene yang buruk mendukung pertumbuhannya, sehingga dapat menyebabkan manifestasi klinis dari PV (Camargo-S�nchez et al., 2019; Jawetz et al., 2019; Mangindaan & Yekti, 2023). Penelitian ini menilai personal hygiene santri di pesantren, yang belum mendapatkan sosialisasi mengenai kebersihan diri. Meskipun demikian, tingginya angka personal hygiene yang baik diduga berasal dari kesadaran individu dan informasi kesehatan yang mudah diakses melalui media sosial. Selain itu, 46,3% responden memiliki riwayat PV, yang dapat mempengaruhi upaya mereka untuk menjaga kebersihan demi menghindari kekambuhan dan mengatasi stigma psikologis terkait penampilan. Namun, masih terdapat santri yang tidak menerapkan personal hygiene yang baik, seperti tidak mandi dua kali sehari dan menggunakan handuk secara bergantian (Amalia et al., 2019; Kawilarang, 2022).
Pityriasis versicolor
Kejadian
PV pada penelitian ini didominasi oleh responden yang negatif PV. Temuan ini
didukung oleh penelitian Umar et al.
(2024) yang
menyatakan bahwa 70 (77,8%) dari 90 responden tidak mengalami PV. Penelitian
lain yang mendukung yakni penelitian yang dilakukan oleh Wardana et al.
(2020)
bahwasannya mayoritas responden penelitian tersebut adalah santri pria yang
tidak mengalami PV yang mencapai 55 orang (78,6%).
Seperti
yang telah kita ketahui melalui penjabaran-penjabaran sebelumnya, bahwasannya
kejadian PV dapat dipengaruhi banyak macam faktor. Terdapat dua faktor yang
dapat menyebabkan timbulnya PV yakni faktor risiko dan faktor predisposisi.
Faktor risiko dari PV sendiri antara lain remaja dan dewasa muda atau mereka
yang memiliki kelainan endokrin akibat kondisi lipid berlebihan yang disebabkan
oleh perubahan hormonal maupun tingkat aktivitas yang tinggi seperti sampel
pada penelitian ini serta iklim panas dan lembab seperti di Indonesia. Faktor
lainnya termasuk pengobatan dengan kortikosteroid topikal maupun sistemik juga
dapat menyebabkan kerentanan lebih besar terhadap kejadian PV (Camargo-S�nchez et al., 2019). Rendahnya angka positif PV pada sampel penelitian ini dimungkinkan
karena beberapa hal seperti paparan santri terhadap informasi-informasi
kesehatan melalui berbagai macam media dan juga ketegasan pengelola pesantren
dalam menerapkan aturan terkait kebersihan diri maupun lingkungan pesantren.
Analisis Bivariat
Pada penelitian ini terdapat 7 responden (10,4%) yang memiliki personal hygiene buruk dan positif PV, sedangkan untuk responden yang memiliki personal hygiene baik namun positif PV hanya 1 responden (1,5%). Sehingga dapat dilihat bahwasannya proporsi responden yang positif PV didominasi oleh responden yang memiliki penerapan personal hygiene yang buruk. Pada analisis bivariat yang dilakukan pada penelitian ini mendapatkan hasil p-value sebesar 0,000 (p< 0,05) di mana angka ini memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel personal hygiene dengan variabel kejadian Pityriasis versicolor. Hasil yang telah didapatkan ini didukung oleh hasil penelitian Umar et al. (2024). Berdasarkan uji chi-square yang dilakukan pada penelitian tersebut, didapatkan p-value yang sama dengan penelitian ini yakni sebesar 0,000 (p<0,05). Penelitian lain yang juga mendapatkan temuan yang sama adalah penelitian yang dilakukan oleh Wardana et al. (2020). Penelitian tersebut mendapatkan p-value sebesar 0,013 (p<0,05) dari hasil uji chi-square. Selain itu, penelitian lain yang dilakukan pada sampel pekerja penggilingan padi juga mendapatkan hasil serupa yakni dengan p-value sebesar 0,01 (p<0,05) (Pranoto et al., 2023).
Personal hygiene atau kebersihan diri sangat berpengaruh terhadap kesehatan, di mana praktik yang buruk dapat meningkatkan risiko penyakit, termasuk PV. Menerapkan personal hygiene yang baik dapat mencegah kejadian penyakit. Banyak penelitian menunjukkan bahwa personal hygiene efektif dalam mencegah penyebaran infeksi, dan WHO menyatakan bahwa kebersihan diri dapat mencegah sekitar 9,1% beban penyakit global (Haradanhalli et al., 2019; Mangindaan & Yekti, 2023). Personal hygiene yang baik, seperti penggunaan sabun dan sampo antiseptik saat mandi, dapat mencegah insidensi dan rekurensi PV. Responden yang menerapkan hygiene baik menunjukkan proporsi PV yang rendah, sementara individu dengan hygiene buruk lebih rentan terhadap penyakit kulit akibat jamur, termasuk PV, karena kulit yang tidak bersih mendukung pertumbuhan jamur. Penelitian ini menemukan bahwa beberapa santri masih tidak menerapkan personal hygiene yang baik, seperti jarang mandi dua kali sehari, menggunakan handuk atau pakaian bergantian, dan tidak menjemur pakaian di bawah sinar matahari, yang meningkatkan risiko kejadian PV (Pranoto et al., 2023; Talaro & Chess, 2018; Tumilaar et al., 2019).
Hubungan antara
Penerapan Personal Hygiene dengan Pityriasis Versicolor pada Santri
Pesantren di Serang menurut Tinjauan Islam
Agama dan doktrin Islam sangat menekankan kebersihan, yang mencakup aspek fisik dan spiritual. Kedua aspek tersebut tidak dapat dipisahkan, karena ketika seorang Muslim ingin beribadah kepada Allah SWT, penting untuk menyucikan diri baik secara fisik maupun spiritual terlebih dahulu. Kebersihan fisik mengacu pada tindakan disinfeksi tempat shalat, tubuh, dan pakaian seseorang (Agustina, 2021). Contoh dari kebersihan diri yang dimaksudkan dalam Al-Quran mencakup mandi besar (junub), mandi-mandi sunnah, istinjak, gosok gigi, berkumur, mencuci kedua tapak tangan dan sela jari-jari, dan mencuci pakaian. Berikut ini terdapat beberapa dalil yang membahas kebersihan diri (Ahmad, 2020). Allah SWT Berfirman:
وَثِيَابَكَ
فَطَهِّرْۖ
وَالرُّجْزَ
فَاهْجُرْۖ
Artinya: "Dan bersihkanlah pakaianmu dan jauhilah perbuatan yang kotor (dosa).� (QS. Al-Muddatstsir [74] : 4-5).
Allah telah berfirman agar hamba-Nya menjaga kebersihan diri termasuk pakaian. Hal ini tentunya dapat menghindarkan manusia dari infeksi-infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen, salah satunya jamur yang dapat menyebabkan pityriasis versicolor. Mulut berfungsi sebagai saluran utama makanan yang masuk ke lambung. Mulut berfungsi sebagai saluran langsung antara lambung dan lingkungan luar, yang menjadi tempat berkembang biaknya berbagai kuman dan bakteri (Ahmad, 2020).
Sehubungan dengan Pityriasis versicolor, peneliti belum mendapatkan sumber yang secara spesifik membahas dalam ajaran agama Islam. Oleh karena itu, peneliti mengaitkannya dengan ajaran agama Islam yang membahas penyakit secara umum. Dalam Al-Quran telah dituliskan bahwa setiap manusia akan diberikan ujian melalui perantara berbagai kesulitan termasuk di dalamnya adalah penyakit. Namun di samping ujian yang diberikan, Allah SWT juga memberikan jalan keluar akan segala ujian yang ada pada setiap umatnya yang tetap bersabar. Firman Allah SWT yang menuliskan hal tersebut ada pada Surah Al-Baqarah (2) ayat 155 �(Rahman et al., 2021). Allah SWT berfirman:
وَلَـنَبۡلُوَنَّكُمۡ
بِشَىۡءٍ مِّنَ
الۡخَـوۡفِ وَالۡجُـوۡعِ
وَنَقۡصٍ مِّنَ
الۡاَمۡوَالِ
وَالۡاَنۡفُسِ
وَالثَّمَرٰتِؕ
وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيۡنَۙ
Artinya: ��Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar...�. (QS. Al-Baqarah [2]: 155).
Segala penyakit pada dasarnya dapat dicegah, dengan tetap menjaga kebersihan seperti apa yang telah dituliskan pada firman Allah SWT pada surah QS. Al-Maidah Ayat 6 dan Al-Baqarah ayat 222. Penyakit khususnya yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme seperti Pityriasis versicolor dapat dicegah dengan upaya yang merujuk pada kebersihan diri. Karena dengan menjaga kebersihan diri dapat menjauhkan manusia dari kotoran yang dapat menyebabkan penyakit (Abubakar, 2024; Ruslan, 2023).
Kondisi lingkungan di pesantren berbeda dari
rumah, sehingga santri harus beradaptasi. Proses adaptasi ini bervariasi antar
individu dan bisa memicu perasaan cemas atau tertekan, terutama bagi santri
yang sebelumnya diurus orang tua. Kesulitan dalam mengurus diri dapat
menyebabkan buruknya personal hygiene, yang berpotensi menimbulkan
masalah kesehatan seperti Pityriasis versicolor (Hestyaningsih et al., 2024). Kepadatan penghuni yang tinggi di
pesantren, ditambah dengan kondisi kamar yang sempit dan kebersihan yang buruk,
meningkatkan risiko infeksi panu. Kurangnya kesadaran santri tentang pentingnya
menjaga kebersihan diri juga memperparah situasi ini (Mulyati et al., 2020).
KESIMPULAN
Pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan personal hygiene pada santri Pesantren di Serang didominasi oleh kategori baik. Persentase kejadian Pityriasis versicolor pada santri Pesantren di Serang sebesar 11,9%. Terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku penerapan personal hygiene terhadap kejadian Pityriasis versicolor pada santri Pesantren di Serang. Agama Islam memandang penyakit sebagai ujian yang dapat dihadapi umat Islam, seperti Pityriasis versicolor yang dapat dicegah dengan menjaga personal hygiene.� Hal ini sejalan dengan pandangan ilmu kedokteran bahwa personal hygiene merupakan upaya penting untuk mencegah penyakit kulit.
Abdelwahab, A. A., Al Sayed, W. M., Hashim, M. S., &
Abdo, R. S. (2023). Pityriasis Alba: An update on the epidemiologic features,
etiopathogenesis and management. Sohag Medical Journal, 27(1),
6�12.
Abubakar, Z. (2024). Penerapan Pola Hidup Bersih Sehat dalam
Persepektif Islam. Edukasi Islam: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(1),
8�14.
Agustina, A. (2021). Perspektif Hadis Nabi Saw Mengenai
Kebersihan Lingkungan. Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin, 1(2),
96�104. https://doi.org/10.15575/jpiu.12206
Ahmad, M. S. (2020). Membiasakan Diri Hidup Bersih Dan Suci
Perspektif Hadits-Hadits Wudhu. Jurnal STIU Darul Hikmah, 6(1),
60�72. https://ojs.stiudarulhikmah.ac.id/
Akhter, F., Quamri, M., & Bashir, S. (2022). Concept and
Management of Bahaq (Pityriasis Versicolor) in Unani Medicine - A Review. International
Journal of Research and Review, 9(7), 489�494.
https://doi.org/10.52403/ijrr.20220752
Amalia, N., Mustikaningsih, R., & Fitriangga, A. (2019).
Efektifitas Penyuluhan dengan Media Audiovisual terhadap Tingkat Pengetahuan
Mengenai Tinea Versikolor. Jurnal Cerebellum, 5(2), 1322�1331.
Anaz, K., Vineetha, M., & Celine, M. (2022).
Clinicomycological study of pityriasis versicolor. Asian Journal of Medical
Sciences, 13(6), 96�100. https://doi.org/10.3126/ajms.v13i6.42383
Anggina, D. N., Prameswarie, T., Hastuti, R., & Fahlevi,
M. R. (2023). Pengaruh Perilaku Higiene Perorangan terhadap Kejadian Pityriasis
Versicolor pada Santri. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 12(02),
117�123. https://doi.org/10.33221/jikm.v12i02.1852
Anggini, P., Diana, N., & Agus, F. (2020). Hubungan
Personal Hygiene terhadap Kejadian Pityriasis capitis pad Siswi di SMK Negeri 1
Mempawah Hilir. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan (JNIK), 2(3),
121�129.
Azzahra, G., & Herkristanti, V. (2024). Hubungan Personal
Hygiene Dengan Kejadian Penyakit Kulit Pityriasis Versicolor. Jurnal
Keperawatan, 16(2), 595�602.
Bansal, L., & Dhiman, A. (2022). A Brief Review of Fungal
Infection- Pityriasis Versicolor. EAS Journal of Medicine and Surgery, 4(1),
19�23. https://doi.org/10.36349/easjms.2022.v04i01.004
Camargo-S�nchez, K., Toledo-Bahena, M., Mena-Cedillos, C.,
Ramirez-Cortes, E., Toussaint-Caire, S., Valencia-Herrera, A., Salazar-Garc�a,
M., & Bonifaz, A. (2019). Pityriasis Versicolor in Children and
Adolescents: an Update. Current Fungal Infection Reports, 13(4),
157�168. https://doi.org/10.1007/s12281-019-00360-8
Cintia, M., Wuri, A., & Sartika, D. D. (2024). Over
Capacity Menyebabkan Kejadian Penyakit Kulit pada Warga Binaan Pemasyarakatan
Perempuan Kelas II A Malang. Jurnal Keperawatan Cikini, 5(2),
273�282.
Dyląg, M., Leniak, E., Gnat, S., Szepietowski, J. C.,
& Kozubowski, L. (2020). A case of anti-pityriasis versicolor therapy that
preserves healthy mycobiome. BMC Dermatology, 2(1), 1�9.
Fitriana, E., Asnaily, A., & Inayatun, I. (2020).
GAMBARAN PEMERIKSAAN JAMUR Malassezia furfur PADA MASYARAKAT DI DESA TANJUNG
ULU RT 09 KABUPATEN MUARA JAMBI. Midwifery Health Journal, 5(1).
https://doi.org/10.52524/midwiferyhealthjournal.v5i1.123
Fitriani, M., Fathmawati, F., & Yulia, Y. (2024).
HUBUNGAN SUMBER AIR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN. Jurnal Sehat
Mandiri, 19(1), 359�368.
Haradanhalli, R., Prashanth, R., Kumari, N., Siddhareddy, I.,
Pradeepkumar, D., & Surendran, J. (2019). Personal hygiene practices and
related skin diseases among primary school children of urban poor locality. International
Journal Of Community Medicine And Public Health, 6(6), 2526.
https://doi.org/10.18203/2394-6040.ijcmph20192316
Hestyaningsih, L., Basuki Roswanto, Alif Vianni Namina, &
Arina Athiyallah. (2024). Adaptasi Kehidupan Santri Baru di Pondok Pesantren
(Literarur Review). Madaniyah, 14(1), 131�148.
https://doi.org/10.58410/madaniyah.v14i1.834
Honnavar, P., Dogra, S., Handa, S., Chakrabarti, A., &
Rudramurthy, S. M. (2020). Molecular Identification and Quantification of
Malassezia Species Isolated from Pityriasis Versicolor. Indian Dermatology Online
Journal, 11(2), 167�170. https://doi.org/10.4103/idoj.IDOJ_142_19
Ikatan Dokter Indonesia (IDI). (2017). Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Irjayanti, A., Wambrauw, A., Wahyuni, I., & Maranden, A.
(2023). Personal Hygiene with the Incidence of Skin Diseases. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 12(1), 169�175.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i1.926
Irwanto, M., & Prakoeswa, F. R. S. (2023). The
Relationship Between Personal Hygiene with Incidence of Pityriasis Versicolor
Boarding School Students Al-Muayyad in Surakarta. Jurnal Bioedutech, 2(2).
http://jurnal.anfa.co.id/index.php/biologi/article/view/1320
Jawetz, Melnick, & Adelberg. (2019). Medical
Microbiology (28th Editi). McGraw-Hill Education.
Karray, M., & McKinney, W. (2022). Tinea Versicolor.
StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482500/
Kawilarang, A. P. (2022). Perbandingan Pewarnaan Periodic
Acid Schiff (PAS) dan Gomori Methenamine Silver (GMS) Pada Pasien Tinea
versicolor. Jurnal Mikologi Klinik Dan Penyakit Menular (JMKPM), 1(1),
1�5.
Kumar, A., Vijay, A., Saini, S., & Agarwal, S. (2020). To
identify the role of occlusive clothing (undergarments) in the maintenance of
fungal infection in treatment resistant, recurrent and persistent tinea cruris:
A pilot study at tertiary care hospital. IP Indian Journal of Clinical and
Experimental Dermatology, 6(4), 338�344.
https://doi.org/10.18231/j.ijced.2020.068
Kusmiyati, K., Rasmi, D., & Lestari, T. (2020).
Meningkatkan Pemahaman Tentang Jajanan Sehat Dalam Kemasan Melalui Informasi
Pada Label Kemasannya Bagi Siswa SDN I Jatisela. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Sains Indonesia, 2(2).
https://doi.org/10.29303/jpmsi.v2i2.69
Łabędź, N., Navarrete-Dechent, C.,
Kubisiak-Rzepczyk, H., Bowszyc-Dmochowska, M., Pogorzelska-Antkowiak, A., &
Pietkiewicz, P. (2023). Pityriasis Versicolor�A Narrative Review on the
Diagnosis and Management. Life, 13(10), 2097.
https://doi.org/10.3390/life13102097
Laely, Z., Arjita, I. P. D., Rozikin, R., & Vanini, A.
(2023). Hubungan Tingkat Pengetahuan Personal Hygiene dengan Kejadian
Pytiriasis Versicolor pada Santri Putra Pondok Pesantren Nurul Haramain NW
Putra Narmada. Jurnal Ilmiah Kesehatan Institut Medika Drg. Suherman, 5(1).
Lestari, W., & Aprianti, A. (2019). Hubungan Body Image,
Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Praktik Personal Hygiene Tenaga Penjamah
Makanan. Jurnal Riset Pangan Dan Gizi, 2(1), 37�47.
https://doi.org/10.31964/jr-panzi.v2i1.56
Mangindaan, C., & Yekti, R. (2023). Description of the
Level of Knowledge and Attitudes About Personal Hygiene Against Pityriasis
Versicolor in Class 2016 Students At the Faculty of Medicine, Indonesian
Christian University. International Journal of Research -GRANTHAALAYAH, 11(7),
150�156. https://doi.org/10.29121/granthaalayah.v11.i7.2023.5258
Muliawati, F., Krisnarto, E., & Kartikadewi, A. (2020).
Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Kelembaban Kulit dengan Kejadian Pityriasis
Versicolor pada Petugas Sampah di Purwodadi sampah meningkatkan kelembaban
kulit . kerja petugas sampah lebih kotor dibanding observational analitic
dengan rancangan Intepretasi I. MEDICA ARTERIANA (MED-ART), 2(1),
38�42.
Mulyati, M., Latifah, I., & Utama, A. P. (2020). Hubungan
Kebersihan Diri Terhadap Kejadian Tinea Versikolor Pada Santri Di Pondok
Pesantren Muthmainnatul Qulub Al-Islami Cibinong Bogor. Anakes :
Jurnal Ilmiah Analis Kesehatan, 6(2), 151�160. https://doi.org/10.37012/anakes.v6i2.366
Nasution, T. A., Yunita, R., Pasaribu, A. P., & Ardinata,
F. M. (2019). Effectiveness hand washing and hand rub method in reducing total
bacteria colony from nurses in Medan. Open Access Macedonian Journal of
Medical Sciences, 7(20), 3380�3383.
https://doi.org/10.3889/oamjms.2019.427
Nguyen, B. D., Vo, H. T. T., Thanh, M. D. T., Vu, T. V., Lai,
T. T. T., Nguyen, M. T., Bui, A. T. H., Trinh, K. V., Cao, L. B., Trieu, S. T.,
Le, D. T. H., Hoang, S. C., Le, A. T., Nguyen, L. K., & Do, A. N. (2020).
Epidemiological characterization of pityriasis versicolor and distribution of
Malassezia species among students in Hai Phong city, Vietnam. Current
Medical Mycology, 6(2), 11�17. https://doi.org/10.18502/CMM.6.2.2838
Petrelli, F., Signorelli, D., Ghidini, M., Ghidini, A.,
Pizzutilo, E. G., Ruggieri, L., Cabiddu, M., Borgonovo, K., Dognini, G.,
Brighenti, M., De Toma, A., Rijavec, E., Garassino, M. C., Grossi, F., &
Tomasello, G. (2020). Association of steroids use with survival in patients treated
with immune checkpoint inhibitors: A systematic review and meta-analysis. Cancers,
12(3), 1�11. https://doi.org/10.3390/cancers12030546
Pokhrel, P., Acharya, S., Pahune, S. P., Bandebuche, D. D.,
& Hussian, J. Bin. (2024). Analytical study of knowledge, attitude and
practices about superficial dermatophytosis among medical students of
Kyrgyzstan. International Journal of Science and Research Archive, 12(2),
636�647. https://doi.org/10.30574/ijsra.2024.12.2.1278
Pranoto, Widhiyanto, A., & Mariani. (2023). Hubungan
Personal Hygine Dengan Kejadian Pityyriasis Versicolor Pada Pekerja
Penggilingan Padi Di Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo. Jurnal
Kesehatan, 2(01), 10.
Rahman, A., Pujianto, W. E., & Salmon, I. P. (2021).
Pandemi Covid-19 Indonesia: Kajian Pemikiran, Kebijakan Ritual Ibadah, Dan
Ekonomi Islam (Maqasid Asy-Syariah). Jurnal Studi Agama Dan Masyarakat, 17(2),
121�134. https://doi.org/10.23971/jsam.v17i2.2983
Rayinda, T., Susetiati, D. A., & Febriana, S. A. (2019).
Profil penyakit kulit pada pelajar sekolah asrama di Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah. Journal of Community Empowerment for Health, 1(2), 79.
https://doi.org/10.22146/jcoemph.38312
Riliani, M., Astiwara, E. M., Purwaningsih, E., Mustofa, M.
S., & Kusuma, I. (2024). Ikhtiar Sehat dan Usia Panjang ditinjau dari Aspek
Biomedik dan Islam. Jurnal Ruhul Islam, 2(1), 53�79.
Ruslan, M. (2023). Konsep Pencegahan Penularan Virus
Prespektif Al-Qur-An;Studi Sains Surah Al-Maidah Ayat 6. Jurisy: Jurnal
IlmiahSyariah, 3(1), 38�53.
Sabry, H. H., Hamed, A. M., Elfallah, A. A., & Wafeek, S.
M. (2022). Serum Levels of Total Antioxidant Capacity and Malondialdehyde in
Patients with Pityriasis Versicolor. Benha Journal of Applied Sciences, 7(3),
61�66. https://doi.org/10.21608/bjas.2022.244848
Sahambangung, M., Datu, O., Tiwow, G., & Potolangi, N.
(2019). Formulasi Sediaan Sabun Antiseptik Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya. The
Tropical Journal of Biopharmaceutical, 2(1), 43�51.
Sikdar, S., Pal, S., Ray, R., Ballav, A., & Chatterjee,
M. (2023). Clinico-mycological Profile of Dermatophytoses in a Tertiary Care
Hospital in Kolkata: A Cross Sectional Study. Journal of the Indian Medical
Association, 121(8), 49�53.
Singla, P., Sharma, N., Mane, P., Patil, A., Sangwan, J.,
& Sharma, S. (2022). Epidemiological, clinical and mycological
characteristics of pityriasis versicolor: Results of a study from a teaching
hospital in rural part of Northern India. Journal of Family Medicine and
Primary Care, 11(9), 5236�5240.
https://doi.org/10.4103/jfmpc.jfmpc_2317_21
Suropati, B. M., Koendhori, E. B., Sawitri, E. E., &
Ervianti, E. (2020). Retrospective Study of Self Esteem in Patients with
Pityriasis Versicolor. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin, 32(2),
93�97.
Talaro, K., & Chess, B. (2018). Foundations in
MIicrobiology (Tenth Edit). McGraw-Hill Education.
Timur, W. W., Sholichah, F., & Santoso, A. (2023).
Hubungan Personal Hygiene Terhadap Kejadian Skabies Dan Pityriasis Versicolor
Pada Santriwati Di Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin Balekambang Jepara
Periode 2021. Jurnal Kefarmasian Akfarindo, 8(1), 18�23.
https://doi.org/10.37089/jofar.v8i1.176
Tumilaar, J., Suling, P., & Niode, N. (2019). Hubungan
Higiene Personal terhadap Kejadian Pitiriasis Versikolor pada Mahasiswa
Laki-laki Fakultas Kedokteran Unsrat. E-CliniC, 7(1), 40�45.
https://doi.org/10.35790/ecl.v7i1.23537
Umar, Z., Abdi, D., Surdam, Z., Waspodo, N., & Nasruddin,
H. (2024). Pengaruh Perilaku Hygiene dengan Kejadian Pityriasis Versicolor pada
Siswa. Fakumi MedicalJournal, 04(04), 271�277.
https://fmj.fk.umi.ac.id/index.php/fmj
Wahyuni, F. (2024). Kritik Hadis dalam Buku Teks Pelajaran
Al- Qur � an Hadis Madrasah Ibtidaiyah Kelas I. AL-AFKAR:Journal for Islamic
Studies, 7(3), 793�802.
https://doi.org/10.31943/afkarjournal.v7i3.1247.Hadith
Wardana, S. S., Saftarina, F., & Soleha, T. U. (2020).
Hubungan Higiene Personal Terhadap Kejadian Tinea Versicolor Pada Santri Pria
Di Pondok Pesantren Darussa�adah Mojo Agung , Lampung Tengah. Medula, 10(April),
129�133.
Zahran, A., & Gaber, M. (2022). Cutaneous disorders
related to obesity. Menoufia Medical Journal, 35(2), 434�438.
https://doi.org/https://doi.org/10.4103/mmj.mmj_141_21
Zulfa, S. L., WT, A. V., Rusmiatik, & Duarsa, A. B. S.
(2023). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pityriasis Versicolor
Pada Santriwati Smp It Abu Hurairah Mataram. Cakrawala Medika: Journal of
Health Sciences, 1(2), 97�107. https://doi.org/10.59981/w6my4k11