HUBUNGAN ANTARA PERSONAL HYGIENE DENGAN PITYRIASIS VERSICOLOR PADA SANTRI PESANTREN DI SERANG DAN TINJAUANNYA MENURUT PANDANGAN ISLAM

 

Sandrina Lukita1, Ike Irmawati Purbo Astuti2, Karimulloh3, Rika Ferlianti4

Program Studi Kedokteran Universitas YARSI1

Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI 2

Fakultas Psikologi Universitas YARSI3

Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI4

[email protected]1, [email protected]2, [email protected]3, [email protected]4

 

Abstrak

Latar Belakang: Pityriasis versicolor (PV) disebabkan oleh jamur Malassezia furfur yang menginfeksi area kulit kaya sebum. Di pondok pesantren, personal hygiene yang buruk menjadi penyebab PV. Pada hakikatnya, menjalankan perintah Allah SWT merupakan kewajiban bagi umat Muslim, termasuk menjaga kebersihan diri yang menjadi cerminan dari keimanan seorang Muslim. Tujuan: Mengetahui hubungan antara penerapan personal hygiene dan kejadian Pityriasis versicolor pada santri Pesantren di Serang. Metode: Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel terdiri dari 67 santri yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner terkait personal hygiene dan pemeriksaan fisik oleh dokter umum. Analisis data yang digunakan adalah univariat dan bivariat. Hasil: Responden terbanyak berusia 19 tahun (32,8%); IMT terbanyak adalah kategori berat badan normal (65,7%); sebagian besar responden (53,7%) tidak pernah mengalami PV sebelumnya; mayoritas responden (97%) tidak mengonsumsi obat kortikosteroid satu bulan terakhir; sebanyak 44 orang (65,7%) negatif PV memiliki personal hygiene yang baik; PV positif terbanyak pada santri usia 18 tahun (6,0%) dan PV negatif terbanyak pada santri usia 19 tahun (31,3%); IMT terbanyak pada PV positif yakni pada kategori berat badan normal dan obesitas dengan jumlah sama (4,5%), dan PV negatif terbanyak pada kategori berat badan normal (61,2%); responden terbanyak memiliki skor personal hygiene baik (67,2%) dan PV negatif (88,1%); terdapat hubungan antara skor personal hygiene dan kejadian PV (p-value 0,000). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku penerapan personal hygiene terhadap kejadian Pityriasis versicolor pada santri Pesantren di Serang.

 

Kata kunci: personal hygiene; Pityriasis versicolor; santri

 

Abstract

Background: Pityriasis versicolor (PV) is caused by the fungus Malassezia furfur, which infects sebum-rich skin areas. In Islamic boarding schools, poor personal hygiene is the cause of PV. In essence, fulfilling the commands of Allah SWT is an obligation for Muslims, including maintaining personal hygiene as a reflection of a Muslim's faith. Objective: To determine the relationship between the implementation of personal hygiene and the incidence of Pityriasis versicolor among students in an Islamic Boarding School in Serang. Method: This study used an observational analytical design with a cross-sectional approach. The sample consisted of 67 students who met the inclusion and exclusion criteria selected using a purposive sampling technique. The research instrument used a questionnaire related to personal hygiene and a physical examination by a general practitioner. The data analysis used was univariate and bivariate. Results: The largest number of respondents was 19 years old (32.8%); the largest BMI was in the normal weight category (65.7%); most respondents (53.7%) had never experienced PV before; the majority of respondents (97%) had not taken corticosteroid drugs in the past month; as many as 44 people (65.7%) negative PV have good personal hygiene; the most positive PV in students aged 18 years (6.0%) and the most negative PV in students aged 19 years (31.3%); the highest BMI category among positive PV was normal weight and obesity, both with the same proportion (4,5%), while for negative PV, the highest BMI category was normal weight (61,2%); the most respondents have good personal hygiene scores (67.2%) and negative PV (88.1%); there is a relationship between personal hygiene scores and PV incidence (p-value 0.000). Conclusion: There is a significant relationship between personal hygiene behavior and the incidence of Pityriasis versicolor among students in an Islamic Boarding School in Serang.

 

Keywords: personal hygiene; Pityriasis versicolor; students

 

 

PENDAHULUAN

 

Pityriasis versicolor (PV), atau tinea versicolor, adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh Malassezia furfur, yang menginfeksi kulit kaya sebum. Penyakit ini umum terjadi pada stratum corneum epidermis dan dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, serta kondisi seperti kulit berlemak dan pengobatan kortikosteroid. PV sering terjadi pada remaja dan dewasa muda, ditandai dengan bercak bersisik berpigmentasi bervariasi, dan lebih aktif di musim panas (Abdelwahab et al., 2023; Dyląg et al., 2020; Honnavar et al., 2020; Łabędź et al., 2023; Nguyen et al., 2020).

Penelitian epidemiologi tentang Pityriasis versicolor (PV) di kalangan santri di Indonesia masih terbatas. Di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, penelitian menunjukkan 64,8% dari 88 santri menderita PV, dan 83,7% memiliki kebersihan pribadi yang buruk. Di Lampung Tengah, 21,4% dari 68 santri pria juga mengidap PV, dengan 58,6% memiliki kebersihan pribadi yang buruk (Anggina et al., 2023). Penelitian lain oleh Rayinda et al., �(2019) menemukan 37,74% dari 1.250 pelajar di asrama mengalami dermatofitosis, dengan prevalensi PV sebesar 0,74%.

Infeksi Pityriasis versicolor (PV) dapat menyerang permukaan kulit tergantung pada kelembapan dan kebersihan yang dipengaruhi oleh personal hygiene. Personal hygiene penting untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit kulit, terutama di lingkungan ramai seperti pondok pesantren. Di pesantren, kebiasaan seperti berbagi pakaian, handuk, dan tempat tidur dapat meningkatkan risiko infeksi jamur Malassezia penyebab PV (Laely et al., 2023; Suropati et al., 2020).

Agama Islam mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan, seperti yang tercantum dalam surat Al-Baqarah Ayat 222, di mana Allah menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Umat Islam yang taat diharapkan menerapkan personal hygiene yang baik untuk mencegah penyakit, termasuk infeksi Pityriasis versicolor (PV), serta sebagai cerminan keimanan mereka (Abubakar, 2024; Ruslan, 2023; Wahyuni, 2024). Manusia tidak boleh hanya berpasrah ketika menghadapi masalah kesehatan. Umat Islam diwajibkan untuk mencari pengobatan dan dianjurkan untuk mencegah penyakit dengan menerapkan gaya hidup sehat (Riliani et al., 2024).

Berdasarkan pemaparan hal-hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh personal hygiene terhadap kejadian PV di salah satu pondok pesantren, yaitu �Hubungan antara Penerapan Personal Hygiene dengan Pityriasis Versicolor pada Santri Pesantren di Serang�.

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel terdiri dari 67 santri yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner terkait personal hygiene dan pemeriksaan fisik oleh dokter umum. Analisis data yang digunakan adalah univariat dan bivariat yang diolah menggunakan software SPSS versi 25.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Pada penelitian ini, sebelum melakukan analisis univariat maupun bivariat, peneliti melakukan analisis menggunakan kurva ROC untuk mendapatkan nilai cut off dari skor personal hygiene, kemudian didapatkan hasil 11,5. Dengan begitu, skor personal hygiene kurang dari 11,5 masuk ke dalam kategori buruk, sedangkan skor yang lebih dari sama dengan 11,5 masuk ke dalam kategori baik,

 

Tabel 1. Distribusi Responden

Karakteristik Sampel Penelitian

Jumlah (n)

Frekuensi (%)

Usia (Tahun)

 

 

14

5

7,5

15

3

4,5

16

13

19,4

17

10

14,9

18

14

20,9

19

22

32,8

Indeks Massa Tubuh (kg/m2)

 

 

Berat badan kurang (< 18,5)

11

16,4

Berat badan normal (18,5-22,9)

44

65,7

Kelebihan berat badan (23-24,9)

2

3,0

Obesitas� (≥ 25)

10

14,9

Riwayat Pityriasis versicolor Sebelumnya

 

 

Ya

31

46,3

Tidak

36

53,7

Riwayat Konsumsi Kortikosteroid

 

 

Ya

2

3,0

Tidak

65

97,0

 

Berdasarkan data yang telah tersaji pada Tabel 1 di atas, usia dari responden pada penelitian ini sebagian besar berusia 19 tahun yakni mencapai 22 orang (32,8%). Pada aspek Indeks Massa Tubuh atau IMT, mayoritas responden masuk dalam kategori berat badan normal yakni mencapai 44 orang (65,7%). Karakteristik terkait riwayat terkena PV sebelumnya, didominasi oleh responden yang tidak pernah mengalami sebelumnya yakni sebanyak 36 orang (53,7%). Responden pada penelitian ini sebagian besar tidak memiliki riwayat mengonsumsi obat kortikosteroid satu bulan terakhir, jumlah tersebut mencapai 65 orang (97%).

 

Tabel 2. Tabulasi Silang Pityriasis versicolor dengan Personal Hygiene

Pityriasis versicolor

Personal Hygiene

Buruk

Baik

n

%

n

%

Positif

7

10,4

1

1,5

Negatif

15

22,4

44

65,7

Total

22

32,8

45

67,2

 

Hasil tabulasi silang antara variabel PV dengan personal hygiene pada Tabel 2 didapatkan gambaran 7 orang positif PV memiliki personal hygiene yang buruk dan 1 orang positif PV memiliki personal hygiene yang baik. Sedangkan pada 15 orang yang negatif PV memiliki personal hygiene buruk dan 44 orang negatif PV memiliki personal hygiene yang baik.

 

Tabel 3. Tabulasi Silang Pityriasis versicolor dengan Usia

Pityriasis versicolor

Usia (Tahun)

14

15

16

17

18

19

n

%

n

%

n

%

n

%

n

%

n

%

Positif

1

1,5

0

0,0

2

3,0

0

0,0

4

6,0

1

1,5

Negatif

4

6,0

3

4,5

11

16,4

10

14,9

10

14,9

21

31,3

Total

5

7,5

3

4,5

13

19,4

10

14,9

14

20,9

22

32,8

 

Pada hasil tabulasi silang antara variabel PV dengan usia pada Tabel 3 di atas, didapatkan gambaran santri yang positif PV terbanyak pada kelompok usia 18 tahun dengan jumlah 4 orang (6,0%). Sedangkan santri yang negatif PV terbanyak ditemukan pada kelompok usia 19 tahun dengan jumlah 21 (31,3%).

 

Tabel 4. Tabulasi Silang Pityriasis versicolor dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pityriasis versicolor

Indeks Massa Tubuh (kg/m2)

Berat Badan Kurang

Berat Badan Normal

Kelebihan Berat Badan

Obesitas

n

%

n

%

n

%

n

%

Positif

1

1,5

3

4,5

1

1,5

3

4,5

Negatif

10

14,9

41

61,2

1

1,5

7

10,4

Total

11

16,4

44

65,7

2

3,0

10

14,9

 

Hasil tabulasi silang variabel PV dengan IMT yang datanya telah tersaji di Tabel 4 didapatkan hasil kasus positif PV ditemukan terbanyak pada 2 kelompok yakni berat badan normal dan obesitas dengan jumlah sama yaitu 3 orang (4,5%). Temuan pada santri yang negatif PV yang terbanyak ditemukan pada kelompok berat badan normal dengan jumlah 44 orang (61,2%).

 

Tabel 5. Distribusi Perilaku Personal Hygiene berdasarkan jawaban responden

No

Pertanyaan

Pilihan Jawaban

n

%

Kebersihan umum

1.

Berapa kali rutinitas Anda mandi setiap harinya?

Satu kali

5

7,5

 

 

Dua kali atau lebih

62

92,5

2.

Apakah Anda mandi selalu memakai sabun mandi?

Tidak selalu

11

16,4

 

 

Selalu

56

83,6

3.

Apakah sabun yang Anda gunakan untuk mandi adalah sabun antiseptik?

Tidak

29

43,3

 

 

Ya

38

56,7

4.

Saat sehabis mandi, apakah Anda benar-benar telah mengeringkan air yang ada di tubuh, sebelum memakai baju?

Tidak

13

19,4

 

 

Ya

54

80,6

5.

Bagaimana penggunaan handuk yang Anda pakai?

Digunakan banyak orang/bergantian

3

4,5

 

 

Digunakan sendiri

64

95,5

6.

Berapa seringkah Anda mengganti handuk Anda?

> 3 hari sekali

39

58,2

 

 

≤ 3 hari sekali

28

41,8

7.

Apakah Anda mencuci tangan setelah selesai beraktivitas?

Tidak

3

4,5

 

 

Ya

64

95,5

8.

Apakah Anda mencuci tangan menggunakan sabun cuci tangan?

Tidak

29

43,3

 

 

Ya

38

56,7

Kebersihan yang terkait dengan sekolah/pesantren

9.

Berapa banyak seragam sekolah/pesantren yang Anda miliki?

≤ 3

25

37,3

 

 

>3

42

62,7

10.

Berapa seringkah Anda mengganti seragam anda setiap minggu?

Setelah >1x pakai

19

28,4

 

 

Setelah 1x pakai

48

71,6

11.

Bagaimana kebiasaan Anda mencuci seragam sekolah/pesantren Anda setiap minggu?

Setelah >1x pakai

19

28,4

 

 

Setelah 1x pakai

48

71,6

12.

Jika seragam sekolah/pesantren Anda tidak langsung dicuci, bagaimanakah anda menyimapan seragam tersebut?

Digantung, hanya dianginkan saja

31

46,3

 

 

Dijemur di bawah sinar matahari langsung

36

53,7

13.

Apakah Anda menggunakkan kaos dalam saat memakai seragam sekolah/pesantren?

Tidak

18

26,9

 

 

Ya

49

73,1

14.

Berapakah kaos dalam yang Anda miliki?

≤ 3

25

37,3

 

 

>3

42

62,7

15.

Berapa kali Anda mengganti kaos dalam Anda setiap minggu?

Setelah >1x pakai

19

28,4

 

 

Setelah 1x pakai

48

71,6

16.

Bagaimana kebiasaan Anda mencuci kaos dalam anda?

Setelah >1x pakai

19

28,4

 

 

Setelah 1x pakai

48

71,6

17.

Jika kaos dalam Anda tidak langsung dicuci, bagaimanakah Anda menyimpan kaos tersebut?

Digantung, hanya dianginkan saja

39

58,2

 

 

Dijemur di bawah sinar matahari langsung

28

41,8

18.

Apakah Anda sering bertukar seragam sekolah/kaos dalam dengan teman lainnya?

Ya

12

17,9

 

 

Tidak

55

82,1

 

Hasil analisis terhadap distribusi jawaban responden penelitian pada Tabel 5, didapatkan mayoritas santri sebanyak 62 orang (92,5%) mandi dua kali atau lebih dalam sehari. Mayoritas santri pada saat mandi selalu memakai sabun mandi dengan jumlah santri yang melakukan hal tersebut sebanyak 56 orang (83,6%). Sebagian besar sabun mandi yang dipergunakan santri pada saat mandi adalah sabun antiseptik sebanyak 38 orang (56,7%). Sehabis mandi, sebagian besar santri yakni sebanyak 54 orang (80,6%) benar-benar telah mengeringkan air yang ada di tubuh sebelum memakai baju. Penggunaan handuk pada santri didominasi oleh perilaku menggunakan handuk sendiri tanpa bergantian dengan teman lain yakni sebanyak 64 orang (95,5%). Perilaku mengganti didominasi oleh mengganti handuk lebih dari 3 hari sekali yakni sebanyak 39 orang (58,2%). Setelah beraktivitas, mayoritas santri yakni sebanyak 64 orang (95,5%) telah menerapkan perilaku mencuci tangan. Pada saat mencuci tangan, sebagian besar santri yakni sebanyak 38 orang (56,7%) telah menggunakan sabun cuci tangan.

Distribusi jawaban responden pada kategori pertanyaan yang berkaitan dengan sekolah/pesantren adalah sebagai berikut: mayoritas santri memiliki seragam sekolah/pesantren lebih dari 3 yakni sebanyak 42 orang (62,7%); mayoritas santri mengganti seragam setelah 1x pakai setiap minggunya yakni sebanyak 48 orang (71,6%); sebanyak 48 orang (71,6%) mencuci seragam sekolah/pesantrennya setelah 1x pakai setiap minggunya; jika seragam sekolah/pesantren tidak langsung dicuci, sebagian besar santri yakni sebanyak 36 orang (53,7%) menjemurnya di bawah sinar matahari langsung; mayoritas santri menggunakan kaos dalam saat memakai seragam sekolah/pesantren yakni sebanyak 49 orang (73,1%); 42 orang santri (62,7%) memiliki kaos dalam lebih dari 3; santri di pondok pesantren yang diteliti, mayoritas mengganti kaos dalam setelah 1x pakai setiap minggunya yakni sebanyak 48 orang (71,6%); kebanyakan santri mencuci kaos dalamnya setelah 1x pakai yakni sebanyak 48 orang (71,6%); jika kaos dalam tidak langsung dicuci, sebagian besar santri yakni sebanyak 39 orang (58,2%) hanya menggantung dan menganginkan saja kaos dalamnya; mayoritas santri yang telah diteliti yakni sebanyak 55 orang (82,1%) tidak sering bertukar seragam sekolah/kaos dalam dengan teman lainnya.

 

Tabel 6. Distribusi Skor Personal Hygiene dan Kejadian Pityriasis versicolor

Karakteristik Sampel Penelitian

Jumlah (n)

Frekuensi (%)

Skor Personal Hygiene

 

 

Buruk (< 11,5)

22

32,8

Baik (≥ 11,5)

45

67,2

Pityriasis versicolor

 

 

Positif

8

11,9

Negatif

59

88,1

 

Atas dasar tabel 6, skor personal hygiene santri didominasi dengan skor yang baik yakni sebanyak 45 orang (67,2%). Sedangkan untuk kejadian PV pada responden yang telah diteliti pada penelitian ini yang mendominasi ialah responden yang negatif PV yakni mencapai 59 orang (88,1%).

 

Tabel 7. Uji Chi-Square skor personal hygiene dengan kejadian Pityriasis versicolor

Skor Personal Hygiene

Pityriasis versicolor

P-value

Positif

Negatif

n

%

n

%

Buruk

7

10,4

15

22,4

0,000

Baik

1

1,5

44

65,7

Total

8

11,9

59

88,1

 

Hasil analisis bivariat pada tabel 4.7 menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian Pityriasis versicolor dengan p-value yang didapatkan ialah 0,000 (p< 0,05). Temuan ini sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan oleh peneliti sehingga H0 ditolak, sedangkan H1 diterima.

 

Usia

Atas dasar penelitian yang telah dilaksanakan, santri di salah satu Pesantren di Serang didominasi oleh usia 19 tahun. Hal ini berbeda dengan penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Irwanto & Prakoeswa (2023) di salah satu pesantren yang berada di Kota Surakarta, dimana usia responden terbanyak ialah usia 15 tahun (35,1%). Penelitian lain oleh Timur et al. (2023), responden terbanyak yakni usia pada rentang 15 hingga 18 tahun (56,5%). Penelitian oleh Mulyati et al. (2020) didapatkan usia terbanyak dari responden ialah 12 hingga 14 tahun (75,8%).

Faktor usia sendiri telah diketahui dari beberapa tinjauan maupun penelitian terdahulu memiliki pengaruh terhadap kejadian Pityriasis versicolor. Usia remaja dan dewasa muda mengalami kelainan endokrin akibat kondisi lipid berlebihan yang diakibatkan dari adanya perubahan hormonal. Setelah masa pubertas, aktivitas kelenjar sebasea meningkat karena hormon seks melepaskan lebih banyak lipid di permukaan kulit, yang dapat menjadi media tumbuhnya jamur ini. Malassezia sendiri merupakan bagian dari mikrobiota kulit pada unit pilosebasea, ia memerlukan faktor-faktor tertentu yang mendukung proliferasinya, seperti faktor endogen atau eksogen dan lingkungan, genetik, dan sistem imun. Adanya kondisi lipid yang berlebih pada usia remaja akhir dan dewasa awal inilah yang menyebabkan tingginya angka kejadian PV pada kategori usia ini (Akhter et al., 2022; Camargo-S�nchez et al., 2019; Łabędź et al., 2023).

 

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pada penelitian ini ditemukan bahwa IMT pada kategori normal mendominasi di antara responden yang diteliti. Temuan karakteristik IMT pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Sabry et al. (2022). Penelitian tersebut menyatakan bahwasannya mayoritas responden memiliki IMT pada kategori obesitas. Penelitian ini juga berbeda temuannya dengan penelitian yang dilakukan oleh Muliawati et al. (2020). Pada penelitian tersebut mayoritas responden memiliki IMT pada kategori overweight dan obesitas yakni sebanyak 28 responden (70%). Penelitian tersebut juga menyoroti hubungan antara IMT dengan kejadian PV, hasilnya didapatkan hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut.

Obesitas dapat menyebabkan masalah kulit akibat perubahan hormon, peregangan kulit, dan peningkatan ketegangan pada pembuluh darah, yang mempengaruhi fungsi kulit dan jaringan lemak. Ini dapat mengakibatkan berbagai kelainan kulit, termasuk penyakit kulit seperti PV, karena individu obesitas cenderung berkeringat lebih banyak, mendukung pertumbuhan jamur penyebab PV (Camargo-S�nchez et al., 2019; Zahran & Gaber, 2022). Pada penelitian ini sebaran kelompok IMT pada santri tidak merata namun didominasi oleh kelompok berat badan normal sehingga tidak dapat dilihat dengan pasti keterkaitan PV dan IMT.

 

Riwayat Pityriasis versicolor Sebelumnya

Temuan pada aspek ini yang mendominasi ialah kategori yang tidak memiliki riwayat PV sebelumnya yakni 53,7% dari total keseluruhan responden. Temuan ini berbeda dengan temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pranoto et al. (2023) yang yang menyatakan bahwasannya 90% dari total keseluruhan responden memiliki riwayat terkena PV sebelumnya.

Perbedaan temuan terkait kekambuhan penyakit PV dipengaruhi oleh faktor seperti jenis pekerjaan, pendidikan, dan kebiasaan personal hygiene. Penelitian menunjukkan bahwa keringat berlebihan (31,8%), kulit berminyak (21,2%), dan penggunaan pakaian oklusif (19,4%) berkontribusi pada kekambuhan, dengan keringat berlebih menjadi faktor signifikan. Sebagian besar responden bekerja di bidang pertanian dan peternakan, yang meningkatkan risiko keringat berlebih. Sebaliknya, santri pondok pesantren memiliki aktivitas yang lebih ringan, sehingga angka kekambuhan PV lebih rendah (Singla et al., 2022).

 

Riwayat Konsumsi Kortikosteroid

Pada penelitian ini didominasi responden yang tidak memiliki riwayat konsumsi kortikosteroid khususnya dalam jangka waktu 1 bulan terakhir. Temuan ini serupa dengan temuan dari penelitian yang dilakukan oleh Anaz et al. (2022) di Departemen Dermatologi, perguruan tinggi kedokteran pemerintah Kottayam, India, menyatakan bahwa kategori yang mendominasi dari keseluruhan responden ialah kategori responden yang tidak memiliki riwayat konsumsi obat kortikosteroid yakni dengan angka 97,2%.

Pada penelitian ini, peneliti membatasi riwayat penggunaan kortikosteroid hanya dalam jangka waktu 1 bulan terakhir. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi bias yang dihasilkan dari responden-responden yang tidak terlalu mengingat obat-obatan yang telah dikonsumsi pada waktu lampau.

Mekanisme patogenesis jamur Malassezia dalam menyebabkan PV dipengaruhi oleh faktor tertentu, termasuk sistem imun. Sistem imun yang lemah dapat memicu perubahan dari bentuk yeast menjadi miselium, yang berkontribusi pada perkembangan PV. Penggunaan kortikosteroid yang bersifat imunosupresif menurunkan aktivasi sel T, sehingga meningkatkan risiko infeksi oleh agen patogen, termasuk jamur Malassezia penyebab PV (Akhter et al., 2022; Bansal & Dhiman, 2022; Camargo-S�nchez et al., 2019; Petrelli et al., 2020).

 

Pityriasis versicolor dengan Personal Hygiene

Hasil tabulasi silang variabel PV dengan personal hygiene pada santri didapatkan gambaran bahwa kejadian PV positif didapati lebih banyak terjadi pada santri dengan personal hygiene yang buruk (10,4%) dibanding yang baik (1,5%). Kejadian PV negatif didapati lebih banyak ditemukan pada individu dengan personal hygiene baik (65,7%) daripada yang buruk (22,4%). Hal ini selaras dengan penelitian Pranoto et al. (2023) dimana kejadian PV positif lebih banyak terjadi pada individu dengan personal hygiene yang buruk (32,5%) daripada yang baik (12,5%).

Jamur penyebab PV sangat suka hidup di kulit yang hangat serta lembab. Ketika seseorang tidak menerapkan personal hygiene yang baik, kondisi kulit akan semakin baik untuk pertumbuhan jamur Malassezia (Camargo-S�nchez et al., 2019). Praktik personal hygiene yang buruk ini terdiri dari beberapa hal antara lain jarangnya frekuensi santri mengganti handuk yang telah dipakai dan juga cara menjemur pakaian habis pakai yang salah tanpa terkena sinar matahari langsung. Hal ini masih banyak ditemukan pada santri yang menjadi responden pada penelitian ini.

 

Pityriasis versicolor dengan Usia

Tabulasi silang yang telah dilakukan antara variabel PV dengan usia didapatkan bahwa kasus PV positif terbanyak ditemukan pada kategori usia 18 tahun (6,0%) sedangkan kasus negatifnya ditemukan paling banyak pada kategori usia 19 tahun (31,3%). Temuan ini didukung oleh temuan penelitian yang dilakukan oleh Mulyati et al. (2020) bahwa kategori usia yang lebih muda (59,6%) lebih banyak ditemukan kasus positif PV dibandingkan dengan kategori usia yang lebih tua. Sedangkan kasus negatifnya lebih banyak ditemukan pada kategori usia yang lebih tua (73,3%).

Pada usia pubertas, aktivitas kelenjar sebasea meningkat karena hormon seks melepaskan lebih banyak lipid di permukaan kulit, yang dapat menjadi media tumbuhnya jamur penyebab PV. Hal ini menjadi salah satu penyebab tingginya angka PV positif pada usia dengan kategori yang berdekatan dengan masa pubertas. Sedangkan semakin dewasa seseorang, mekanisme kerja pada kelenjar sebasea akan mulai berubah (Akhter et al., 2022; Camargo-S�nchez et al., 2019). Selain dari faktor tersebut, semakin tinggi usia individu semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya begitu pula pengetahuan terhadap personal hygiene. Sehingga penerapan personal hygiene yang baik juga lebih banyak diterapkan pada kategori usia yang lebih dewasa (Lestari & Aprianti, 2019).

 

Pityriasis versicolor dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Hasil tabulasi silang antara PV dengan IMT didapatkan gambaran kasus PV positif (4,5%) ada pada 2 kategori yakni berat badan normal dan obesitas. Sedangkan pada PV negatif (61,2%) terbanyak ditemukan pada kategori berat badan normal. Temuan ini berbeda dengan hasil temuan pada penelitian Muliawati et al. (2020) yang menyatakan bahwa gambaran PV positif lebih banyak ditemukan pada IMT dengan kategori overweight dan obesitas (57,1%) saja. Begitu pula untuk PV negatif, temuan penelitian ini juga tidak selaras dengan hasil penelitian Muliawati et al. (2020) yang menyatakan bahwa kategori yang mendominasi adalah IMT underweight dan normal (100%).

Indeks Massa Tubuh (IMT) berpengaruh terhadap kejadian PV, di mana individu dengan IMT tinggi atau obesitas lebih rentan terhadap masalah kulit akibat berbagai faktor seperti perubahan hormon dan retensi kelembaban. Keringat berlebih pada individu obesitas mendukung pertumbuhan jamur penyebab PV. Namun, tidak semua individu dengan IMT tinggi mengalami PV, karena faktor lain seperti penerapan personal hygiene yang baik dapat menurunkan angka kejadian PV (Camargo-S�nchez et al., 2019; Zahran & Gaber, 2022).

 

Distribusi Perilaku Personal Hygiene

Mayoritas santri setiap harinya mandi dua kali atau lebih yakni dijawab oleh 62 orang (92,5%). Temuan penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mulyati et al. (2020) bahwa frekuensi mandi yang mendominasi pada respondennya adalah dua kali atau lebih yakni mencapai 85,5% dari total responden. Mandi merupakan salah satu upaya dalam menerapkan personal hygiene yang baik. Infeksi PV dapat menyerang permukaan kulit manapun tergantung pada kelembapan dan kebersihan kulit yang dipengaruhi oleh personal hygiene. Sehingga ketika seseorang jarang mandi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya PV. Pada suatu penelitian, individu yang memiliki kebiasaan mandi yang buruk dapat meningkatkan risiko terinfeksi PV hingga 65,057 kali (Suropati et al., 2020; Tumilaar et al., 2019).

Temuan pada penelitian ini terkait penggunaan sabun mandi didapatkan gambaran mayoritas santri selalu menggunakan sabun mandi yakni sebanyak 56 orang (83,6%). Hasil ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tumilaar et al. (2019) yang menyatakan mayoritas responden penelitiannya menggunakan sabun pada saat mandi yakni mencapai angka 92,9%. Mandi dapat dikatakan baik apabila dilakukan paling tidak 2 kali sehari dan menggunakan sabun mandi yang dipergunakan dengan benar. Dengan menerapkan cara mandi yang baik dan benar dapat menurunkan kemungkinan seorang individu terkena infeksi PV karena faktor kondisi kulit yang cocok untuk hidup jamur Malassezia telah diminimalisir dengan mandi yang benar menggunakan sabun mandi (Mulyati et al., 2020).

Hasil analisis data didapatkan yang mendominasi di antara para santri adalah mereka menggunakan sabun antiseptik pada saat mandi dengan jumlah responden adalah 38 orang (56,7%). �Upaya pencegahan PV yang efektif adalah menggunakan sabun antiseptik saat mandi, yang mengandung bahan kimia untuk menghambat mikroorganisme penyebab infeksi. Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya karena dilakukan pada santri pondok pesantren, sedangkan penelitian sebelumnya melibatkan masyarakat desa. Perbedaan perilaku personal hygiene, termasuk penggunaan sabun antiseptik, dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan ekonomi responden, di mana pendidikan yang lebih baik berkontribusi pada pengetahuan dan perilaku hygiene yang lebih baik (Fitriana et al., 2020; Kusmiyati et al., 2020; Sahambangung et al., 2019).

Hasil analisis data, peneliti menemukan bahwa mayoritas santri menjawab ya yakni sebanyak 54 orang (80,6%). Temuan ini berbeda dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Fitriani et al. (2024) dimana masih banyak responden pada penelitian tersebut masih belum menerapkan penggunaan handuk dengan benar setelah mandi bahkan beberapa dari mereka tidak menggunakan handuk untuk mengeringkan tubuh melainkan menggunakan sarung. Ketika kondisi kulit setelah mandi tidak dikeringkan secara benar, maka kondisi kulit yang masih basah dapat memicu peningkatan pertumbuhan jamur penyebab infeksi PV. Sehingga individu yang tidak mengeringkan badannya dengan benar setelah mandi menggunakan handuk, dapat meningkatkan risiko terkena infeksi PV (Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 2017; Karray & McKinney, 2022).

Pada penelitian ini ditemukan gambaran mayoritas santri sebanyak 64 orang (95,5%) menggunakan handuk sendiri tanpa bergantian dengan teman lain. Temuan ini didukung oleh hasil temuan penelitian yang dilakukan oleh Mulyati et al. (2020), bahwa mayoritas responden tidak menggunakan handuk secara bergantian yakni mencapai 51,6% dari total seluruh responden yang diteliti. Penggunaan handuk secara bergantian dapat meningkatkan risiko kejadian PV karena praktik personal hygiene yang buruk, yang menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme, termasuk jamur Malassezia, pada handuk (Irjayanti et al., 2023). Namun, dalam penelitian ini, mayoritas responden telah menerapkan praktik penggunaan handuk yang benar, sehingga angka kejadian PV tetap rendah.

Temuan distribusi jawaban terkait pertanyaan ini didominasi oleh jawaban lebih dari tiga hari sekali dengan jumlah responden yang menjawab sebanyak 39 orang (58,2%). Temuan ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Mulyati et al. (2020) yang menemukan mayoritas respondennya sering mencuci dan mengganti handuknya yakni sebanyak 76,67%. Penelitian ini melibatkan santri pondok pesantren yang memiliki kesadaran rendah terhadap kebiasaan mencuci atau mengganti handuk, disebabkan oleh tingginya aktivitas belajar dan non-akademik. Sebaliknya, penelitian Mulyati et al. (2020) melibatkan pekerja bangunan dewasa yang umumnya lebih sadar akan praktik personal hygiene, terutama karena banyak yang sudah berkeluarga. Jamur Malassezia penyebab PV berkembang biak di tempat hangat dan lembab, sehingga rendahnya frekuensi mengganti handuk dapat meningkatkan risiko kejadian PV pada individu (Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 2017; Karray & McKinney, 2022; Mulyati et al., 2020).

Hasil analisis data, didapatkan gambaran bahwa mayoritas jawaban dari responden adalah ya dengan jumlah penjawab 64 orang (95,5%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Pranoto et al. (2023) yang menyatakan bahwasannya mayoritas responden sudah menerapkan kebiasaan mencuci tangan dengan benar. Mencuci tangan merupakan upaya penting dalam penerapan personal hygiene yang dapat mencegah penyakit kulit, termasuk PV. Tangan sering menjadi agen pembawa kuman, yang dapat mentransfer patogen antar individu melalui kontak langsung maupun tidak langsung (Irjayanti et al., 2023; Irwanto & Prakoeswa, 2023).

Hasil penelitian sebagian besar responden menjawab pertanyaan ini dengan jawaban �ya� yakni sebanyak 38 orang (56,7%). Temuan ini sejalan dengan temuan pada penelitian Pranoto et al. (2023) yang menyatakan bahwa responden pada penelitiannya didominasi oleh responden yang telah menerapkan kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir. Mencuci tangan dengan sabun efektif menurunkan jumlah koloni mikroorganisme, termasuk bakteri, virus, dan jamur, dengan penurunan mencapai 12,35%. Penelitian juga menunjukkan bahwa cairan pembersih tangan yang mengandung etil alkohol 70%, serta sabun dengan kloroksilenol 0,175% dan asam salisilat 0,3%, dapat mengurangi pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif, M. tuberculosis, serta jamur dan virus (Nasution et al., 2019).

Temuan pada responden paling banyak menjawab dengan jawaban lebih dari 3 yakni sebanyak 42 orang (62,7%). Temuan ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggina et al. (2023) yang menyatakan mayoritas santri pada penelitiannya memiliki jumlah pakaian yang terbatas. Terbatasnya jumlah pakaian atau seragam sekolah/pesantren dapat meningkatkan risiko infeksi PV, karena santri jarang mengganti atau mencuci seragamnya. Penggunaan seragam yang tidak dicuci berulang kali mendorong pertumbuhan mikroorganisme, termasuk jamur, yang berkontribusi pada tingginya angka kejadian PV. Dengan memiliki seragam yang cukup, kejadian PV dapat dicegah (Anggina et al., 2023; Cintia et al., 2024).

Mayoritas responden pada penelitian ini yakni sebanyak 48 orang (71,6%) menyatakan bahwa mereka mengganti seragam setelah 1x pakai. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Fitriani et al. (2024) menyatakan responden didominasi oleh mereka yang memiliki kebiasaan mengganti baju dengan frekuensi 2x sehari yakni sebanyak 77,3% dari total responden. Semakin sering seseorang mengganti baju, maka dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi PV. Baju yang sudah kotor dan bercampur keringat jika terus menerus digunakan dapat membuat kondisi kulit semakin cocok untuk berkembang biak jamur Malassezia karena tingkat kelembapannya. Melakukan kebiasaan mengganti baju setelah 1 kali pemakaian, dapat menghindarkan kejadian infeksi PV (Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 2017; Karray & McKinney, 2022; Mulyati et al., 2020).

Hasil penelitian dan analisi data didapatkan mayoritas responden mengatakan mencuci seragam sekolah/pesantren setelah 1x pakai yakni sejumlah 48 orang (71,6%). Temuan ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggina et al. (2023) menyatakan bahwa sebagian santri pada penelitian tersebut jarang mencuci pakaiannya. Perbedaan penelitian ini terletak pada jumlah seragam yang dimiliki santri; mayoritas santri memiliki lebih dari tiga seragam, sehingga mereka lebih sering mencuci pakaian. Sementara itu, penelitian Anggina et al. (2023) menemukan banyak santri yang jarang mencuci pakaian karena memiliki sedikit pakaian tanpa pengganti. Kebiasaan mencuci pakaian secara rutin dapat mencegah infeksi PV, karena pakaian yang tidak dicuci dalam waktu lama dapat menjadi tempat berkembang biaknya jamur dan mikroorganisme penyebab infeksi (Anggini et al., 2020; Cintia et al., 2024).

Sebagian besar santri berjumlah 36 orang (53,7%) menjemur seragam sekolah/pesantrennya di bawah sinar matahari langsung apabila tidak langsung dicuci. Temuan ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Umar et al. (2024) menyatakan bahwa responden pada penelitian tersebut didominasi oleh mereka yang tidak menjemur pakaian yang tidak dicuci di bawah sinar matahari. Tentunya kesadaran diri para santri juga berpengaruh besar terhadap kebiasaan ini. Menjemur pakaian di bawah terik sinar matahari lebih baik dibandingkan hanya menggantungnya sembarangan ataupun dianginkan saja. Karena dengan menjemurnya di bawah sinar matahari akan menghindarkan pakaian dari kondisi lembab yang mana merupakan kondisi yang sangat disukai oleh jamur penyebab PV yakni Malassezia. Sehingga hal ini dapat menjadi salah satu langkah pencegahan terhadap infeksi PV (Camargo-S�nchez et al., 2019; Cintia et al., 2024; Karray & McKinney, 2022).

Mayoritas santri sejumlah 49 orang (73,1%) pada penelitian ini menggunakan kaos dalam pada saat memakai seragam sekolah/pesantren. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Haradanhalli et al. (2019) yang menyatakan bahwasanya responden penelitiannya didominasi oleh mereka yang menggunakan kaos dalam saat menggunakan pakaian yakni sebanyak 53,7%. Penggunaan kaos dalam memiliki manfaat dan kerugian tergantung pada bahan dan fit-nya. Kaos dalam yang terbuat dari bahan yang baik dalam menyerap keringat dan tidak terlalu ketat dapat mengurangi kelembaban kulit. Sebaliknya, kaos dalam yang tidak menyerap keringat dan terlalu ketat dapat meningkatkan risiko infeksi PV dengan menciptakan kondisi kulit yang lembab (Haradanhalli et al., 2019; Kumar et al., 2020).

Mayoritas santri memiliki kaos dalam lebih dari tiga yakni sebanyak 42 (62,7%). Hasil penelitian ini termasuk temuan baru, namun hal ini memiliki arti yang kurang lebih sama dengan temuan terkait jumlah pakaian lainnya walaupun jenis pakainnya berbeda. Jumlah kaos dalam yang dimiliki seseorang terkait dengan perilaku kebiasaan mencucinya. Ketika seseorang memiliki kaos dalam atau pakain lain dengan jumlah yang terbatas, akan menyebabkan mereka jarang mencuci bajunya karena tidak adanya pengganti baju untuk dipakai. Hal ini menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya kejadian PV akibat dari kaos dalam yang sudah kotor namun tetap dipakai dan tidak dicuci dengan frekuensi yang benar (Anggina et al., 2023; Haradanhalli et al., 2019).

Responden mengganti kaos dalam setelah satu kali pakai yakni sebanyak 48 orang (71,6%). Temuan ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Sikdar et al. (2023) yang menyatakan bahwasannya respondennya didominasi oleh mereka yang memiliki kebiasan mengganti kaos dalam setiap satu kali pakai yakni sebanyak 63,22% dari total keseluruhan responden yang diteliti. Meningkatkan frekuensi mengganti kaos dalam dan selalu menggunakan kaos dalam yang sudah dicuci bersih, dapat menghindarkan kulit kita terkena infeksi jamur termasuk Malassezia yang dapat menyebabkan infeksi PV, karena kondisi kulit kita tentunya akan tetap bersih dan tidak lembab (Haradanhalli et al., 2019; Sikdar et al., 2023).

Mayoritas responden sebanyak 48 orang (71,6%) pada penelitian ini, mereka mencuci kaos dalam setelah satu kali pakai. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakuakan oleh Haradanhalli et al. (2019) yang menyatakan mayoritas respondennya selalu menggunakan kaos dalam yang telah dicuci yakni sebanyak 53.7%, hal ini mengindikasikan secara tidak langsung responden tersebut selalu mencuci kaos dalamnya secara rutin. Sama halnya dengan jenis pakaian lain, ketika dicuci secara rutin dengan frekuensi yang sering akan dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme baik jamur, bakteri, maupun virus pada pakaian tersebut. Dengan langkah ini, infeksi PV dapat terhindarkan (Cintia et al., 2024; Haradanhalli et al., 2019).

Hasil penelitian didapatkan mayoritas responden sebanyak 39 orang (58,2%) hanya menganginkan saja kaos dalam yang telah dipakai. Temuan ini tidak selaras dengan hasil temuan Pokhrel et al. (2024) yang menyatakan mayoritas respondennya menjemur kaos dalam di bawah sinar matahari yakni sebanyak 46.7% dari total keseluruhan responden yang menggunakan kaos dalam. Perbedaan temuan terjadi karena santri memiliki lokasi terbatas untuk menjemur pakaian di bawah sinar matahari, sehingga banyak yang hanya menganginkan kaos dalam. Hal ini perlu perhatian dari pengelola pondok pesantren, karena menjemur pakaian di bawah sinar matahari dapat mencegah kejadian PV dengan mengurangi pertumbuhan mikroorganisme pada kaos dalam yang telah digunakan (Azzahra & Herkristanti, 2024; Pokhrel et al., 2024).

Mayoritas responden menjawab mereka tidak sering bertukar seragam sekolah/kaos dalam dengan teman lainnya yakni dijawab oleh 55 orang (82,1%). Temuan ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Anggina et al. (2023) yang menyatakan bahwasannya responden pada penelitiannya didominasi oleh mereka yang tidak bergantian pakaian dengan orang lain yakni sejumlah 53,4% dari total keseluruhan responden. Dengan tidak bergantian barang pribadi khususnya pakaian dengan orang lain, dapat menghindarkan kita dari infeksi penyakit kulit yang menular termasuk di dalamnya infeksi PV. Ketika menggunakan pakaian secara bergantian, kita tidak tahu bagaimana kondisi kulit mereka yang menggunakan pakaian kita secara bergantian (Anggina et al., 2023; Irjayanti et al., 2023).

 

Skor Personal Hygiene

Pada penelitian ini, skor personal hygiene terbanyak ialah kategori baik. Temuan pada penelitian ini selaras dengan temuan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Zulfa et al. (2023). Penelitian analitik observasional tersebut dilakukan pada 164 responden yang merupakan santriwati di SMP IT Abu Hurairaah Mataram. Temuannya menyatakan bahwa lebih banyak responden yang memiliki personal hygiene baik yakni mencapai 83 orang santriwati (50,6%). Temuan lain yang juga mendukung penelitian ini ialah pada penelitian Azzahra & Herkristanti (2024). Penelitian yang dilakukan pada warga yang tinggal di salah satu kelurahan di Surabaya tersebut didapatkan hasil kategori personal hygiene baik yakni mencapai 87 responden (65,4%).

Personal hygiene yang buruk berkontribusi pada kejadian PV, karena dapat mempermudah tubuh terjangkit berbagai penyakit, termasuk penyakit kulit. Jamur Malassezia, penyebab PV, berhabitat di kulit, dan praktik hygiene yang buruk mendukung pertumbuhannya, sehingga dapat menyebabkan manifestasi klinis dari PV (Camargo-S�nchez et al., 2019; Jawetz et al., 2019; Mangindaan & Yekti, 2023). Penelitian ini menilai personal hygiene santri di pesantren, yang belum mendapatkan sosialisasi mengenai kebersihan diri. Meskipun demikian, tingginya angka personal hygiene yang baik diduga berasal dari kesadaran individu dan informasi kesehatan yang mudah diakses melalui media sosial. Selain itu, 46,3% responden memiliki riwayat PV, yang dapat mempengaruhi upaya mereka untuk menjaga kebersihan demi menghindari kekambuhan dan mengatasi stigma psikologis terkait penampilan. Namun, masih terdapat santri yang tidak menerapkan personal hygiene yang baik, seperti tidak mandi dua kali sehari dan menggunakan handuk secara bergantian (Amalia et al., 2019; Kawilarang, 2022).

 

 

 

Pityriasis versicolor

Kejadian PV pada penelitian ini didominasi oleh responden yang negatif PV. Temuan ini didukung oleh penelitian Umar et al. (2024) yang menyatakan bahwa 70 (77,8%) dari 90 responden tidak mengalami PV. Penelitian lain yang mendukung yakni penelitian yang dilakukan oleh Wardana et al. (2020) bahwasannya mayoritas responden penelitian tersebut adalah santri pria yang tidak mengalami PV yang mencapai 55 orang (78,6%).

Seperti yang telah kita ketahui melalui penjabaran-penjabaran sebelumnya, bahwasannya kejadian PV dapat dipengaruhi banyak macam faktor. Terdapat dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya PV yakni faktor risiko dan faktor predisposisi. Faktor risiko dari PV sendiri antara lain remaja dan dewasa muda atau mereka yang memiliki kelainan endokrin akibat kondisi lipid berlebihan yang disebabkan oleh perubahan hormonal maupun tingkat aktivitas yang tinggi seperti sampel pada penelitian ini serta iklim panas dan lembab seperti di Indonesia. Faktor lainnya termasuk pengobatan dengan kortikosteroid topikal maupun sistemik juga dapat menyebabkan kerentanan lebih besar terhadap kejadian PV (Camargo-S�nchez et al., 2019). Rendahnya angka positif PV pada sampel penelitian ini dimungkinkan karena beberapa hal seperti paparan santri terhadap informasi-informasi kesehatan melalui berbagai macam media dan juga ketegasan pengelola pesantren dalam menerapkan aturan terkait kebersihan diri maupun lingkungan pesantren.

 

Analisis Bivariat

Pada penelitian ini terdapat 7 responden (10,4%) yang memiliki personal hygiene buruk dan positif PV, sedangkan untuk responden yang memiliki personal hygiene baik namun positif PV hanya 1 responden (1,5%). Sehingga dapat dilihat bahwasannya proporsi responden yang positif PV didominasi oleh responden yang memiliki penerapan personal hygiene yang buruk. Pada analisis bivariat yang dilakukan pada penelitian ini mendapatkan hasil p-value sebesar 0,000 (p< 0,05) di mana angka ini memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel personal hygiene dengan variabel kejadian Pityriasis versicolor. Hasil yang telah didapatkan ini didukung oleh hasil penelitian Umar et al. (2024). Berdasarkan uji chi-square yang dilakukan pada penelitian tersebut, didapatkan p-value yang sama dengan penelitian ini yakni sebesar 0,000 (p<0,05). Penelitian lain yang juga mendapatkan temuan yang sama adalah penelitian yang dilakukan oleh Wardana et al. (2020). Penelitian tersebut mendapatkan p-value sebesar 0,013 (p<0,05) dari hasil uji chi-square. Selain itu, penelitian lain yang dilakukan pada sampel pekerja penggilingan padi juga mendapatkan hasil serupa yakni dengan p-value sebesar 0,01 (p<0,05) (Pranoto et al., 2023).

Personal hygiene atau kebersihan diri sangat berpengaruh terhadap kesehatan, di mana praktik yang buruk dapat meningkatkan risiko penyakit, termasuk PV. Menerapkan personal hygiene yang baik dapat mencegah kejadian penyakit. Banyak penelitian menunjukkan bahwa personal hygiene efektif dalam mencegah penyebaran infeksi, dan WHO menyatakan bahwa kebersihan diri dapat mencegah sekitar 9,1% beban penyakit global (Haradanhalli et al., 2019; Mangindaan & Yekti, 2023). Personal hygiene yang baik, seperti penggunaan sabun dan sampo antiseptik saat mandi, dapat mencegah insidensi dan rekurensi PV. Responden yang menerapkan hygiene baik menunjukkan proporsi PV yang rendah, sementara individu dengan hygiene buruk lebih rentan terhadap penyakit kulit akibat jamur, termasuk PV, karena kulit yang tidak bersih mendukung pertumbuhan jamur. Penelitian ini menemukan bahwa beberapa santri masih tidak menerapkan personal hygiene yang baik, seperti jarang mandi dua kali sehari, menggunakan handuk atau pakaian bergantian, dan tidak menjemur pakaian di bawah sinar matahari, yang meningkatkan risiko kejadian PV (Pranoto et al., 2023; Talaro & Chess, 2018; Tumilaar et al., 2019).

 

Hubungan antara Penerapan Personal Hygiene dengan Pityriasis Versicolor pada Santri Pesantren di Serang menurut Tinjauan Islam

Agama dan doktrin Islam sangat menekankan kebersihan, yang mencakup aspek fisik dan spiritual. Kedua aspek tersebut tidak dapat dipisahkan, karena ketika seorang Muslim ingin beribadah kepada Allah SWT, penting untuk menyucikan diri baik secara fisik maupun spiritual terlebih dahulu. Kebersihan fisik mengacu pada tindakan disinfeksi tempat shalat, tubuh, dan pakaian seseorang (Agustina, 2021). Contoh dari kebersihan diri yang dimaksudkan dalam Al-Quran mencakup mandi besar (junub), mandi-mandi sunnah, istinjak, gosok gigi, berkumur, mencuci kedua tapak tangan dan sela jari-jari, dan mencuci pakaian. Berikut ini terdapat beberapa dalil yang membahas kebersihan diri (Ahmad, 2020). Allah SWT Berfirman:

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْۖ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْۖ

Artinya: "Dan bersihkanlah pakaianmu dan jauhilah perbuatan yang kotor (dosa).� (QS. Al-Muddatstsir [74] : 4-5).

 

Allah telah berfirman agar hamba-Nya menjaga kebersihan diri termasuk pakaian. Hal ini tentunya dapat menghindarkan manusia dari infeksi-infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen, salah satunya jamur yang dapat menyebabkan pityriasis versicolor. Mulut berfungsi sebagai saluran utama makanan yang masuk ke lambung. Mulut berfungsi sebagai saluran langsung antara lambung dan lingkungan luar, yang menjadi tempat berkembang biaknya berbagai kuman dan bakteri (Ahmad, 2020).

Sehubungan dengan Pityriasis versicolor, peneliti belum mendapatkan sumber yang secara spesifik membahas dalam ajaran agama Islam. Oleh karena itu, peneliti mengaitkannya dengan ajaran agama Islam yang membahas penyakit secara umum. Dalam Al-Quran telah dituliskan bahwa setiap manusia akan diberikan ujian melalui perantara berbagai kesulitan termasuk di dalamnya adalah penyakit. Namun di samping ujian yang diberikan, Allah SWT juga memberikan jalan keluar akan segala ujian yang ada pada setiap umatnya yang tetap bersabar. Firman Allah SWT yang menuliskan hal tersebut ada pada Surah Al-Baqarah (2) ayat 155 �(Rahman et al., 2021). Allah SWT berfirman:

وَلَـنَبۡلُوَنَّكُمۡ بِشَىۡءٍ مِّنَ الۡخَـوۡفِ وَالۡجُـوۡعِ وَنَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَالۡاَنۡفُسِ وَالثَّمَرٰتِؕ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيۡنَۙ

Artinya: ��Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar...�. (QS. Al-Baqarah [2]: 155).

Segala penyakit pada dasarnya dapat dicegah, dengan tetap menjaga kebersihan seperti apa yang telah dituliskan pada firman Allah SWT pada surah QS. Al-Maidah Ayat 6 dan Al-Baqarah ayat 222. Penyakit khususnya yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme seperti Pityriasis versicolor dapat dicegah dengan upaya yang merujuk pada kebersihan diri. Karena dengan menjaga kebersihan diri dapat menjauhkan manusia dari kotoran yang dapat menyebabkan penyakit (Abubakar, 2024; Ruslan, 2023).

Kondisi lingkungan di pesantren berbeda dari rumah, sehingga santri harus beradaptasi. Proses adaptasi ini bervariasi antar individu dan bisa memicu perasaan cemas atau tertekan, terutama bagi santri yang sebelumnya diurus orang tua. Kesulitan dalam mengurus diri dapat menyebabkan buruknya personal hygiene, yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan seperti Pityriasis versicolor (Hestyaningsih et al., 2024). Kepadatan penghuni yang tinggi di pesantren, ditambah dengan kondisi kamar yang sempit dan kebersihan yang buruk, meningkatkan risiko infeksi panu. Kurangnya kesadaran santri tentang pentingnya menjaga kebersihan diri juga memperparah situasi ini (Mulyati et al., 2020).

 

KESIMPULAN

 

Pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan personal hygiene pada santri Pesantren di Serang didominasi oleh kategori baik. Persentase kejadian Pityriasis versicolor pada santri Pesantren di Serang sebesar 11,9%. Terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku penerapan personal hygiene terhadap kejadian Pityriasis versicolor pada santri Pesantren di Serang. Agama Islam memandang penyakit sebagai ujian yang dapat dihadapi umat Islam, seperti Pityriasis versicolor yang dapat dicegah dengan menjaga personal hygiene.� Hal ini sejalan dengan pandangan ilmu kedokteran bahwa personal hygiene merupakan upaya penting untuk mencegah penyakit kulit.

 

BIBLIOGRAFI

Abdelwahab, A. A., Al Sayed, W. M., Hashim, M. S., & Abdo, R. S. (2023). Pityriasis Alba: An update on the epidemiologic features, etiopathogenesis and management. Sohag Medical Journal, 27(1), 6�12.

Abubakar, Z. (2024). Penerapan Pola Hidup Bersih Sehat dalam Persepektif Islam. Edukasi Islam: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(1), 8�14.

Agustina, A. (2021). Perspektif Hadis Nabi Saw Mengenai Kebersihan Lingkungan. Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin, 1(2), 96�104. https://doi.org/10.15575/jpiu.12206

Ahmad, M. S. (2020). Membiasakan Diri Hidup Bersih Dan Suci Perspektif Hadits-Hadits Wudhu. Jurnal STIU Darul Hikmah, 6(1), 60�72. https://ojs.stiudarulhikmah.ac.id/

Akhter, F., Quamri, M., & Bashir, S. (2022). Concept and Management of Bahaq (Pityriasis Versicolor) in Unani Medicine - A Review. International Journal of Research and Review, 9(7), 489�494. https://doi.org/10.52403/ijrr.20220752

Amalia, N., Mustikaningsih, R., & Fitriangga, A. (2019). Efektifitas Penyuluhan dengan Media Audiovisual terhadap Tingkat Pengetahuan Mengenai Tinea Versikolor. Jurnal Cerebellum, 5(2), 1322�1331.

Anaz, K., Vineetha, M., & Celine, M. (2022). Clinicomycological study of pityriasis versicolor. Asian Journal of Medical Sciences, 13(6), 96�100. https://doi.org/10.3126/ajms.v13i6.42383

Anggina, D. N., Prameswarie, T., Hastuti, R., & Fahlevi, M. R. (2023). Pengaruh Perilaku Higiene Perorangan terhadap Kejadian Pityriasis Versicolor pada Santri. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 12(02), 117�123. https://doi.org/10.33221/jikm.v12i02.1852

Anggini, P., Diana, N., & Agus, F. (2020). Hubungan Personal Hygiene terhadap Kejadian Pityriasis capitis pad Siswi di SMK Negeri 1 Mempawah Hilir. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan (JNIK), 2(3), 121�129.

Azzahra, G., & Herkristanti, V. (2024). Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Penyakit Kulit Pityriasis Versicolor. Jurnal Keperawatan, 16(2), 595�602.

Bansal, L., & Dhiman, A. (2022). A Brief Review of Fungal Infection- Pityriasis Versicolor. EAS Journal of Medicine and Surgery, 4(1), 19�23. https://doi.org/10.36349/easjms.2022.v04i01.004

Camargo-S�nchez, K., Toledo-Bahena, M., Mena-Cedillos, C., Ramirez-Cortes, E., Toussaint-Caire, S., Valencia-Herrera, A., Salazar-Garc�a, M., & Bonifaz, A. (2019). Pityriasis Versicolor in Children and Adolescents: an Update. Current Fungal Infection Reports, 13(4), 157�168. https://doi.org/10.1007/s12281-019-00360-8

Cintia, M., Wuri, A., & Sartika, D. D. (2024). Over Capacity Menyebabkan Kejadian Penyakit Kulit pada Warga Binaan Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Malang. Jurnal Keperawatan Cikini, 5(2), 273�282.

Dyląg, M., Leniak, E., Gnat, S., Szepietowski, J. C., & Kozubowski, L. (2020). A case of anti-pityriasis versicolor therapy that preserves healthy mycobiome. BMC Dermatology, 2(1), 1�9.

Fitriana, E., Asnaily, A., & Inayatun, I. (2020). GAMBARAN PEMERIKSAAN JAMUR Malassezia furfur PADA MASYARAKAT DI DESA TANJUNG ULU RT 09 KABUPATEN MUARA JAMBI. Midwifery Health Journal, 5(1). https://doi.org/10.52524/midwiferyhealthjournal.v5i1.123

Fitriani, M., Fathmawati, F., & Yulia, Y. (2024). HUBUNGAN SUMBER AIR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN. Jurnal Sehat Mandiri, 19(1), 359�368.

Haradanhalli, R., Prashanth, R., Kumari, N., Siddhareddy, I., Pradeepkumar, D., & Surendran, J. (2019). Personal hygiene practices and related skin diseases among primary school children of urban poor locality. International Journal Of Community Medicine And Public Health, 6(6), 2526. https://doi.org/10.18203/2394-6040.ijcmph20192316

Hestyaningsih, L., Basuki Roswanto, Alif Vianni Namina, & Arina Athiyallah. (2024). Adaptasi Kehidupan Santri Baru di Pondok Pesantren (Literarur Review). Madaniyah, 14(1), 131�148. https://doi.org/10.58410/madaniyah.v14i1.834

Honnavar, P., Dogra, S., Handa, S., Chakrabarti, A., & Rudramurthy, S. M. (2020). Molecular Identification and Quantification of Malassezia Species Isolated from Pityriasis Versicolor. Indian Dermatology Online Journal, 11(2), 167�170. https://doi.org/10.4103/idoj.IDOJ_142_19

Ikatan Dokter Indonesia (IDI). (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Irjayanti, A., Wambrauw, A., Wahyuni, I., & Maranden, A. (2023). Personal Hygiene with the Incidence of Skin Diseases. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 12(1), 169�175. https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i1.926

Irwanto, M., & Prakoeswa, F. R. S. (2023). The Relationship Between Personal Hygiene with Incidence of Pityriasis Versicolor Boarding School Students Al-Muayyad in Surakarta. Jurnal Bioedutech, 2(2). http://jurnal.anfa.co.id/index.php/biologi/article/view/1320

Jawetz, Melnick, & Adelberg. (2019). Medical Microbiology (28th Editi). McGraw-Hill Education.

Karray, M., & McKinney, W. (2022). Tinea Versicolor. StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482500/

Kawilarang, A. P. (2022). Perbandingan Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS) dan Gomori Methenamine Silver (GMS) Pada Pasien Tinea versicolor. Jurnal Mikologi Klinik Dan Penyakit Menular (JMKPM), 1(1), 1�5.

Kumar, A., Vijay, A., Saini, S., & Agarwal, S. (2020). To identify the role of occlusive clothing (undergarments) in the maintenance of fungal infection in treatment resistant, recurrent and persistent tinea cruris: A pilot study at tertiary care hospital. IP Indian Journal of Clinical and Experimental Dermatology, 6(4), 338�344. https://doi.org/10.18231/j.ijced.2020.068

Kusmiyati, K., Rasmi, D., & Lestari, T. (2020). Meningkatkan Pemahaman Tentang Jajanan Sehat Dalam Kemasan Melalui Informasi Pada Label Kemasannya Bagi Siswa SDN I Jatisela. Jurnal Pengabdian Masyarakat Sains Indonesia, 2(2). https://doi.org/10.29303/jpmsi.v2i2.69

Łabędź, N., Navarrete-Dechent, C., Kubisiak-Rzepczyk, H., Bowszyc-Dmochowska, M., Pogorzelska-Antkowiak, A., & Pietkiewicz, P. (2023). Pityriasis Versicolor�A Narrative Review on the Diagnosis and Management. Life, 13(10), 2097. https://doi.org/10.3390/life13102097

Laely, Z., Arjita, I. P. D., Rozikin, R., & Vanini, A. (2023). Hubungan Tingkat Pengetahuan Personal Hygiene dengan Kejadian Pytiriasis Versicolor pada Santri Putra Pondok Pesantren Nurul Haramain NW Putra Narmada. Jurnal Ilmiah Kesehatan Institut Medika Drg. Suherman, 5(1).

Lestari, W., & Aprianti, A. (2019). Hubungan Body Image, Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Praktik Personal Hygiene Tenaga Penjamah Makanan. Jurnal Riset Pangan Dan Gizi, 2(1), 37�47. https://doi.org/10.31964/jr-panzi.v2i1.56

Mangindaan, C., & Yekti, R. (2023). Description of the Level of Knowledge and Attitudes About Personal Hygiene Against Pityriasis Versicolor in Class 2016 Students At the Faculty of Medicine, Indonesian Christian University. International Journal of Research -GRANTHAALAYAH, 11(7), 150�156. https://doi.org/10.29121/granthaalayah.v11.i7.2023.5258

Muliawati, F., Krisnarto, E., & Kartikadewi, A. (2020). Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Kelembaban Kulit dengan Kejadian Pityriasis Versicolor pada Petugas Sampah di Purwodadi sampah meningkatkan kelembaban kulit . kerja petugas sampah lebih kotor dibanding observational analitic dengan rancangan Intepretasi I. MEDICA ARTERIANA (MED-ART), 2(1), 38�42.

Mulyati, M., Latifah, I., & Utama, A. P. (2020). Hubungan Kebersihan Diri Terhadap Kejadian Tinea Versikolor Pada Santri Di Pondok Pesantren Muthmainnatul Qulub Al-Islami Cibinong Bogor. Anakes : Jurnal Ilmiah Analis Kesehatan, 6(2), 151�160. https://doi.org/10.37012/anakes.v6i2.366

Nasution, T. A., Yunita, R., Pasaribu, A. P., & Ardinata, F. M. (2019). Effectiveness hand washing and hand rub method in reducing total bacteria colony from nurses in Medan. Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences, 7(20), 3380�3383. https://doi.org/10.3889/oamjms.2019.427

Nguyen, B. D., Vo, H. T. T., Thanh, M. D. T., Vu, T. V., Lai, T. T. T., Nguyen, M. T., Bui, A. T. H., Trinh, K. V., Cao, L. B., Trieu, S. T., Le, D. T. H., Hoang, S. C., Le, A. T., Nguyen, L. K., & Do, A. N. (2020). Epidemiological characterization of pityriasis versicolor and distribution of Malassezia species among students in Hai Phong city, Vietnam. Current Medical Mycology, 6(2), 11�17. https://doi.org/10.18502/CMM.6.2.2838

Petrelli, F., Signorelli, D., Ghidini, M., Ghidini, A., Pizzutilo, E. G., Ruggieri, L., Cabiddu, M., Borgonovo, K., Dognini, G., Brighenti, M., De Toma, A., Rijavec, E., Garassino, M. C., Grossi, F., & Tomasello, G. (2020). Association of steroids use with survival in patients treated with immune checkpoint inhibitors: A systematic review and meta-analysis. Cancers, 12(3), 1�11. https://doi.org/10.3390/cancers12030546

Pokhrel, P., Acharya, S., Pahune, S. P., Bandebuche, D. D., & Hussian, J. Bin. (2024). Analytical study of knowledge, attitude and practices about superficial dermatophytosis among medical students of Kyrgyzstan. International Journal of Science and Research Archive, 12(2), 636�647. https://doi.org/10.30574/ijsra.2024.12.2.1278

Pranoto, Widhiyanto, A., & Mariani. (2023). Hubungan Personal Hygine Dengan Kejadian Pityyriasis Versicolor Pada Pekerja Penggilingan Padi Di Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo. Jurnal Kesehatan, 2(01), 10.

Rahman, A., Pujianto, W. E., & Salmon, I. P. (2021). Pandemi Covid-19 Indonesia: Kajian Pemikiran, Kebijakan Ritual Ibadah, Dan Ekonomi Islam (Maqasid Asy-Syariah). Jurnal Studi Agama Dan Masyarakat, 17(2), 121�134. https://doi.org/10.23971/jsam.v17i2.2983

Rayinda, T., Susetiati, D. A., & Febriana, S. A. (2019). Profil penyakit kulit pada pelajar sekolah asrama di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Journal of Community Empowerment for Health, 1(2), 79. https://doi.org/10.22146/jcoemph.38312

Riliani, M., Astiwara, E. M., Purwaningsih, E., Mustofa, M. S., & Kusuma, I. (2024). Ikhtiar Sehat dan Usia Panjang ditinjau dari Aspek Biomedik dan Islam. Jurnal Ruhul Islam, 2(1), 53�79.

Ruslan, M. (2023). Konsep Pencegahan Penularan Virus Prespektif Al-Qur-An;Studi Sains Surah Al-Maidah Ayat 6. Jurisy: Jurnal IlmiahSyariah, 3(1), 38�53.

Sabry, H. H., Hamed, A. M., Elfallah, A. A., & Wafeek, S. M. (2022). Serum Levels of Total Antioxidant Capacity and Malondialdehyde in Patients with Pityriasis Versicolor. Benha Journal of Applied Sciences, 7(3), 61�66. https://doi.org/10.21608/bjas.2022.244848

Sahambangung, M., Datu, O., Tiwow, G., & Potolangi, N. (2019). Formulasi Sediaan Sabun Antiseptik Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya. The Tropical Journal of Biopharmaceutical, 2(1), 43�51.

Sikdar, S., Pal, S., Ray, R., Ballav, A., & Chatterjee, M. (2023). Clinico-mycological Profile of Dermatophytoses in a Tertiary Care Hospital in Kolkata: A Cross Sectional Study. Journal of the Indian Medical Association, 121(8), 49�53.

Singla, P., Sharma, N., Mane, P., Patil, A., Sangwan, J., & Sharma, S. (2022). Epidemiological, clinical and mycological characteristics of pityriasis versicolor: Results of a study from a teaching hospital in rural part of Northern India. Journal of Family Medicine and Primary Care, 11(9), 5236�5240. https://doi.org/10.4103/jfmpc.jfmpc_2317_21

Suropati, B. M., Koendhori, E. B., Sawitri, E. E., & Ervianti, E. (2020). Retrospective Study of Self Esteem in Patients with Pityriasis Versicolor. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin, 32(2), 93�97.

Talaro, K., & Chess, B. (2018). Foundations in MIicrobiology (Tenth Edit). McGraw-Hill Education.

Timur, W. W., Sholichah, F., & Santoso, A. (2023). Hubungan Personal Hygiene Terhadap Kejadian Skabies Dan Pityriasis Versicolor Pada Santriwati Di Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin Balekambang Jepara Periode 2021. Jurnal Kefarmasian Akfarindo, 8(1), 18�23. https://doi.org/10.37089/jofar.v8i1.176

Tumilaar, J., Suling, P., & Niode, N. (2019). Hubungan Higiene Personal terhadap Kejadian Pitiriasis Versikolor pada Mahasiswa Laki-laki Fakultas Kedokteran Unsrat. E-CliniC, 7(1), 40�45. https://doi.org/10.35790/ecl.v7i1.23537

Umar, Z., Abdi, D., Surdam, Z., Waspodo, N., & Nasruddin, H. (2024). Pengaruh Perilaku Hygiene dengan Kejadian Pityriasis Versicolor pada Siswa. Fakumi MedicalJournal, 04(04), 271�277. https://fmj.fk.umi.ac.id/index.php/fmj

Wahyuni, F. (2024). Kritik Hadis dalam Buku Teks Pelajaran Al- Qur � an Hadis Madrasah Ibtidaiyah Kelas I. AL-AFKAR:Journal for Islamic Studies, 7(3), 793�802. https://doi.org/10.31943/afkarjournal.v7i3.1247.Hadith

Wardana, S. S., Saftarina, F., & Soleha, T. U. (2020). Hubungan Higiene Personal Terhadap Kejadian Tinea Versicolor Pada Santri Pria Di Pondok Pesantren Darussa�adah Mojo Agung , Lampung Tengah. Medula, 10(April), 129�133.

Zahran, A., & Gaber, M. (2022). Cutaneous disorders related to obesity. Menoufia Medical Journal, 35(2), 434�438. https://doi.org/https://doi.org/10.4103/mmj.mmj_141_21

Zulfa, S. L., WT, A. V., Rusmiatik, & Duarsa, A. B. S. (2023). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pityriasis Versicolor Pada Santriwati Smp It Abu Hurairah Mataram. Cakrawala Medika: Journal of Health Sciences, 1(2), 97�107. https://doi.org/10.59981/w6my4k11