�� PSHYCOLOGICAL EMPOWERMENT� DALAM PENINGKATAN KINERJA PERSONIL DIMEDIASI MOTIVASI INTRINSIK PADA SUBDIT I INDUSTRI PERDAGANGAN DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS (DITRESKRIMSUS) POLDA BANTEN

 

Agam Dharmawan1, Budhi Cahyono2, Ibnu Khajar3

Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Indonesia123

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perbedaan hasil penelitian mengenai pengaruh psychological empowerment terhadap kinerja sumber daya manusia (SDM). Berdasarkan fenomena tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimana meningkatkan kinerja personel melalui peran psychological empowerment, dalam Peningkatan Kinerja Personil Dimediasi Motivasi Intrinsik pada Subdit I Industri Perdagangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten?". Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh psychological empowerment terhadap kinerja personel serta peran motivasi intrinsik sebagai mediator dalam hubungan tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplanatori yang bersifat asosiatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SDM Subdit I Industri Perdagangan Ditreskrimsus Polda Banten, yang berjumlah 131 personel. Teknik sampling yang digunakan adalah sensus, di mana seluruh populasi dijadikan sampel. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang berisi pertanyaan terkait variabel psychological empowerment, motivasi intrinsik, dan kinerja personel kepolisian. Pengukuran variabel dilakukan menggunakan kuesioner personal (Personality Questionnaires), dengan data yang dikumpulkan melalui angket tertutup dengan skala interval 1-5, yang menunjukkan tingkat persetujuan dari sangat tidak setuju (STS) hingga sangat setuju (SS). Analisis data dilakukan menggunakan metode Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin baik psychological empowerment akan semakin baik motivasi intrinsik, semakin tinggi psychological empowerment akan semakin tinggi kinerja personel, dan semakin tinggi motivasi intrinsik akan semakin tinggi kinerja personel. Temuan ini memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan kinerja personel kepolisian melalui peningkatan pemberdayaan psikologis dan motivasi internal yang lebih baik.

 

Kata kunci: Psychological Empowerment; motivasi intrinsic; kinerja personel

 

Abstract

This research is motivated by the difference in research results regarding the influence of psychological empowerment on human resource (HR) performance. Based on this phenomenon, the formulation of the problem in this study is "How to improve personnel performance through the role of psychological empowerment, in Improving Personnel Performance Mediated by Intrinsic Motivation in Sub-Directorate I of the Trade Industry Directorate of Special Criminal Investigation (Ditreskrimsus) of the Banten Police?". The purpose of this study is to analyze the influence of psychological empowerment on personnel performance and the role of intrinsic motivation as a mediator in the relationship. This type of research is an associative explanatory research. The population in this study is all human resources of Sub-Directorate I of the Trade Industry Directorate of the Banten Police, which totals 131 personnel. The sampling technique used is a census, where the entire population is sampled. Primary data was obtained through a questionnaire containing questions related to psychological empowerment variables, intrinsic motivation, and police personnel performance. Variable measurements were carried out using personal questionnaires (Personality Questionnaires), with data collected through closed questionnaires with an interval scale of 1-5, which showed the level of approval from strongly disagree (STS) to strongly agree (SS). Data analysis was carried out using the Partial Least Square (PLS) method. The results of the study show that the better the psychological empowerment, the better the intrinsic motivation, the higher the psychological empowerment, the higher the personnel performance, and the higher the intrinsic motivation, the higher the personnel performance. These findings contribute to efforts to improve the performance of police personnel through increased psychological empowerment and better internal motivation.

 

Keywords: psychological empowerment; intrinsic motivation; personnel performance

*Correspondence Author: Agam Dharmawan

Email: [email protected]

 

PENDAHULUAN

 

Sumber Daya Manusia Polri menjadi aset kunci dalam mewujudkan reformasi birokrasi dan mencapai tujuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kualitas dan keunggulan SDM menjadi fondasi dalam membangun daya saing bangsa. Dalam konteks ini, Polri perlu mempersiapkan diri menjadi institusi yang memiliki kompetensi andal, dengan anggota yang profesional, bermoral, dan modern. Upaya tersebut sejalan dengan program Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk memberdayakan kualitas SDM Polri, menjadikannya profesional, modern, dan terpercaya, serta menjunjung tinggi etika dan HAM. Keberhasilan mencapai misi ini bergantung pada keterlibatan kerja anggota yang memiliki peran krusial dalam organisasi.

Sistem Sumber Daya Manusia (SSDM) Polri telah memberikan kontribusi besar bagi institusi tersebut dan harus terus dibangun untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pembangunan SDM Polri harus dimulai sejak tahap perekrutan hingga pensiun dengan menerapkan strategi yang sesuai untuk mencapai harmoni, sinergi, solidaritas, dan konsistensi. Sejak diperkenalkannya reformasi birokrasi di departemen/lembaga, pemerintah terus melakukan reformasi untuk mendukung program manajemen aparatur negara berbasis kinerja (Fitriawan & Fitriati, 2020). Adanya kebutuhan akan penataan manajemen keanggotaan berbasis kinerja diakui Nopersaingan. Oleh karena itu, karakteristik yang diharapkan dari aparatur pemerintah melibatkan keterampilan dan keahlian tinggi, wawasan dan pengetahuan luas, bakat dan potensi, kepribadian dan motif kerja, serta moral dan etos kerja yang tinggi.

�Berikut adalah data penyelesaian perkara dari tahun 2022 hingga tahun 2024 yang menunjukkan jumlah perkara yang berhasil diselesaikan setiap tahunnya. Tabel ini memberikan gambaran tentang fluktuasi dalam kinerja penyelesaian perkara selama periode tersebut, yang dapat menjadi dasar untuk analisis lebih lanjut terkait efisiensi dan efektivitas proses penanganan perkara.

 

Tabel 1. Penyelesaian Perkara dari tahun 2022 s/d tahun 2024

NO

Tahun

Selesai Perkara

1

2022

12 perkara

2

2023

20 perkara

3

2024

11 perkara

 

Dari data penyelesaian perkara tahun 2022 hingga 2024, terlihat fluktuasi dalam jumlah perkara yang diselesaikan. Pada tahun 2022, tercatat 12 perkara yang selesai, namun angka ini meningkat signifikan pada tahun 2023 dengan penyelesaian 20 perkara, menunjukkan adanya peningkatan efisiensi atau upaya intensif dalam penanganan perkara. Namun, pada tahun 2024, terjadi penurunan menjadi 11 perkara, lebih rendah dibandingkan dua tahun sebelumnya. Tren ini mengindikasikan adanya ketidakstabilan dalam penyelesaian perkara, yang kemungkinan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat kompleksitas kasus, keterbatasan sumber daya, atau perubahan dalam prosedur. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi lebih lanjut untuk menjaga konsistensi dan meningkatkan efisiensi penyelesaian perkara di masa mendatang.

Pengelolaan SDM Polri sangat krusial karena keberhasilan reformasi birokrasi Polri sangat bergantung pada personel yang memiliki kompetensi dan kapabilitas yang memadai. Polri, sebagai lembaga penyelenggara fungsi keamanan, perlu menetapkan strategi yang tepat untuk mencapai hasil yang diinginkan, yang tercantum dalam Rencana Strategis Polri di setiap periode. Pembangunan SDM Polri harus dimulai sejak tahap perekrutan hingga pensiun dengan menerapkan strategi yang sesuai untuk mencapai harmoni, sinergi, solidaritas, dan konsistensi. Dengan demikian pemberdayaan psikologis menjadi strategi penting dalam institusi kepolisian untuk mendukung keberhasilan reformasi birokrasi Polri.

Pemberdayaan psikologis melibatkan penerapan pengetahuan psikologis dan keterampilan terkait untuk memperkuat aspek-aspek psikologis individu dan kelompok dalam organisasi (Khumaira & Muhid, 2022; Rais & Zakiy, 2019). Dengan memperkuat aspek psikologis ini, anggota kepolisian dapat menjadi lebih tangguh dan adaptif dalam menghadapi tantangan-tantangan yang terkait dengan reformasi birokrasi. Selain itu, pemberdayaan psikologis juga dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif, mendukung, dan berdaya guna bagi seluruh anggota kepolisian, yang pada gilirannya akan meningkatkan kolaborasi, motivasi, dan kinerja keseluruhan organisasi. Dengan demikian, pemberdayaan psikologis bukan hanya menjadi alat penting dalam mendukung keberhasilan reformasi birokrasi Polri, tetapi juga merupakan investasi strategis dalam memperkuat kapasitas individu dan organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjangnya.

�Empowerment atau pemberdayaan merujuk pada pendelegasian wewenang pengambilan keputusan dalam suatu domain operasional tertentu tanpa perlu persetujuan dari pihak lain. Empowerment merupakan bentuk keterlibatan karyawan yang memiliki arti penting (Deni & Riswanto, 2019). Proses memberdayakan individu melibatkan peralihan mereka dari posisi yang biasanya hanya mengikuti instruksi menjadi posisi yang memberikan peluang untuk lebih bertanggung jawab (Islam et al., 2018).

�Penelitian terkait pemberdayaan terhadap kinerja masih membuka celah penelitian dengan meninggalkan beberapa kontroversi hasil. Diantaranya adalah penemuan penelitian oleh Baird menyoroti pentingnya meningkatkan pemberdayaan karyawan dan meningkatkan kualitas kinerja (Baird et al., 2020). Namun, hasil tersebut berbeda dengan temuan bahwa pemberdayaan karyawan memiliki dampak positif namun tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan uraian di atas, motivasi ekstrinsik dan intrinsic diajukan sebagai variable mediasi dalam menjembatani gap tersebut.��

Kinerja sumber daya manusia dipengaruhi oleh motivasi baik yang dari dalam maupun dari� luar dirinya (Malek et al., 2020). Motivasi dapat berasal dari dalam diri (intrinsik)� maupun luar diri seseorang (ekstrinsik) (Ariani et al., 2019; Saputra et al., 2018). Sebagai contoh motivasi intrinsik jika seseorang berhasil mencapai motivasinya, maka yang bersangkutan cenderung untuk terus termotivasi, sebaliknya jika seseorang sering gagal mewujudkan motivasinya maka yang bersangkutan mungkin tetap terus bekerja sampai motivasinya tercapai atau menjadi putus asa yang berakibat langsung terhyadap kinerja dari karyawan tersebut (Fishbach & Woolley, 2022).

Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan factor eksternal diluar karyawan yang dapat mempengaruhi karyawan tersebut. Pemahaman motivasi, baik yang ada dalam diri karyawan maupun yang berasal dari lingkungan akan dapat membantu dalam peningkatan kinerja. Dalam hal ini seorang pemimpin perlu mengarahkan motivasi dengan menciptakan kondisi (iklim) organisasi melalui pembentukan budaya kerja atau budaya organisasi sehingga para karyawan merasa terpacu untuk bekerja lebih keras agar kinerja yang dicapai juga tinggi (Bundtzen, 2020).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Psychological Empowerment terhadap motivasi intrinsik dan kinerja personil. Manfaatnya dibagi menjadi dua aspek: secara teoritis, penelitian ini memperkaya wawasan tentang pemberdayaan psikologis dan motivasi, serta pengelolaan faktor-faktor tersebut untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia; secara praktis, penelitian ini memberikan panduan bagi organisasi dalam merancang program pengembangan karyawan yang fokus pada pemberdayaan psikologis dan motivasi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas, kreativitas, dan kepuasan kerja. Selain itu, penelitian ini juga menjadi referensi bagi akademisi di bidang psikologi organisasi dan manajemen sumber daya manusia.

 

METODE PENELITIAN

 

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penelitian ini adalah merupakan tipe penelitian eksplanatory research yang bersifat asosiatif, yaitu bertujuan untuk mengetahui hubungan antar dua variabel atau lebih. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengujian hipotesis dengan maksud membenarkan atau memperkuat hipotesis dengan harapan, yang pada akhirnya dapat memperkuat teori yang dijadikan sebagai pijakan. Dalam hal ini adalah menguji pengaruh Pshychological Empowerment, intrinsic motivation, dan kinerja personil kepolisian.

 

Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SDM Subdit I Industri Perdagangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten sebanyak 131 personil.�

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili keseluruhan obyek yang diteliti. Penarikan sampel ini didasarkan bahwa dalam suatu penelitian ilmiah tidak ada keharusan atau tidak mutlak semua populasi harus diteliti secara keseluruhan tetapi dapat dilakukan sebagian saja dari populasi tersebut. Tehnik sampling yang digunakan adalah sensus, dimana seluruh populasi merupakan sample.

 

Jenis dan Sumber Data

Sumber data pada studi ini mencakup data primer dan skunder. Data primer data yang diperoleh langsung dari obyeknya. Data primer studi adalah mencakup : Pshychological Empowerment, intrinsic motivation, dan kinerja personil kepolisian. Data skunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain. Data tersebut meliputi� data kinerja, jumlah personil, dan lainnay terkait dengan penelitian ini.

 


 

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara: data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang berisi daftar pertanyaan terkait variabel penelitian, yaitu Psychological Empowerment, motivasi intrinsik, dan kinerja personil kepolisian. Pengukuran dilakukan secara personal menggunakan angket tertutup dengan interval pernyataan dari 1 hingga 5, di mana 1 menunjukkan "Sangat Tidak Setuju" dan 5 menunjukkan "Sangat Setuju." Data sekunder diperoleh secara tidak langsung dari jurnal penelitian terdahulu dan literatur dari berbagai buku yang mendukung penelitian ini.

 

Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan metode statistik yang sesuai, seperti analisis regresi untuk menguji hubungan antara variabel-variabel yang diteliti. Dengan menggunakan software statistik, data yang diperoleh akan diolah untuk mengidentifikasi pengaruh Psychological Empowerment dan motivasi intrinsik terhadap kinerja personil kepolisian. Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dalam konteks kepolisian.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Analisis Deskriptif Data Penelitian�����

�Analisis deskriptif ditujukan untuk memperoleh gambaran penilaian responden terhadap variabel yang diteliti. Melalui analisis deskriptif akan diperoleh informasi mengenai kecenderungan responden dalam menanggapi item-item indikator yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian ini.

�Data dijelaskan dengan memberikan bobot penilaian untuk setiap pernyataan dalam kuesioner. Kriteria tanggapan responden mengikuti skala penilaian berikut: Sangat Setuju (SS) skor 5, Setuju (S) skor 4, Cukup Setuju (CS) skor 3, Tidak Setuju (TS) skor 2, Sangat Tidak Setuju (STS) skor 1. Selanjutnya, deskripsi variabel dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: kategori rendah, skor = 1,00 � 2,33 , kategori sedang, skor = 2,34 � 3,66� dan kategori tinggi/baik, dengan skor 3,67 �� 5,00. Hasil analisis deskripsi jawaban responden pada masing-masing variabel disajikan pada tabel berikut:

 

Tabel 2. Deskripsi Variabel Penelitian

No

Variabel dan indikator

Mean

Standar Deviasi

1

Psychological Empowerment

3.79

 

 

Competence

3.79

0.75

 

Meaningfull

3.80

0.83

 

Self-determination

3.83

0.77

 

Impact

3.75

0.78

2

Motivasi Intrinsik

3.85

 

 

Achievements

3.82

0.90

 

Recognition

3.87

0.81

 

Work it self

3.88

0.75

 

Responsibility

 

3.76

0.90

 

Advancement

3.91

0.75

3

Kinerja Personil

3.77

 

 

Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

3.80

0.81

 

Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

3.76

0.77

 

Profesionalisme SDM

3.73

0.83

 

Pengawasan yang akuntabel bersih, dan melayani

3.78

0.84

 

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai mean data variabel Psychological empowerment secara keseluruhan sebesar 3,79 terletak pada rentang kategori tinggi/baik (3,67� � 5,00). Artinya, bahwa secara umum responden memiliki tingkat Psychological empowerment yang baik. Hasil deskripsi data pada variabel Psychological empowerment didapatkan dengan nilai mean tertinggi adalah indikator Self-determination (3,83) dan terendah pada indikator Impact (3,75).

Pada variabel Motivasi Intrinsik secara keseluruhan diperoleh nilai mean sebesar 3,85 terletak pada kategori tinggi/baik (3,67� � 5,00). Artinya, bahwa responden memiliki Motivasi Intrinsik yang tinggi.� Hasil deskripsi data pada variabel Motivasi Intrinsik didapatkan dengan nilai mean tertinggi adalah indikator Advancement (3,91) dan terendah� pada indikator Responsibility (3,76).

Pada variabel Kinerja Personil secara keseluruhan diperoleh nilai mean sebesar 3,77 terletak pada rentang kategori baik (3,66 � 5,00 ). Artinya, bahwa secara umum responden memiliki Kinerja yang baik. Hasil deskripsi data pada variabel Kinerja Personil didapatkan dengan nilai mean tertinggi adalah indikator Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (3,80) dan terendah pada indikator Profesionalisme SDM (3,73).

 

Evaluasi Model Pengukuran (Outer model)����

�Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan PLS (Partial Least Square) dan data diolah dengan menggunakan program Smart PLS 4.1.0. Menurut Ghozali dan Latan (2015:7) model pengukuran PLS terdiri dari model pengukuran (outer model), kriteria Goodness of fit (GoF) dan model struktural (inner model). PLS bertujuan untuk menguji hubungan prediktif antar konstruk dengan melihat apakah ada pengaruh atau hubungan antar konstruk tersebut.

Pengujian model pengukuran (outer model) menunjukkan bagaimana variabel manifest atau observed variabel mempresentasi variabel laten untuk diukur. Evaluasi model pengukuran dilakukan untuk uji validitas dan reliabilitas model. Kriteria validitas diukur dengan convergent dan discriminant validity, sedangkan kriteria reliabilitas konstruk diukur dengan composite reliability, Average Variance Extracted (AVE), dan cronbach alpha.

 

a.      Convergent Validity

�Convergent validity dari model pengukuran dengan refleksif dindikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score componen score yang dihitung menggunakan PLS. Ukruan refleksif individual dinyatakan tinggi jika nilai loading factor lebih dari 0,7 dengan konstruksi yang diukur untuk penelitian yang bersifat confirmatory dan nilai loading factor antara 0,6 - 0,7 untuk penelitian yang bersifat exploratory masih dapat diterima serta nilai Average Variance Extracted (AVE) harus lebih besar dari 0,5..

Evaluasi validitas konvergen (convergent validity) pada masing-masing variabel laten, dapat disajikan pada bagian nilai outer loading yagn menggambarkan kekuatan indikator dalam menjelaskan variabel laten. Hasil uji validitas konvergen tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:

1)     Evaluasi Validitas Konvergen Psychological Empowerment (X1)

Pengukuran variabel Psychological Empowerment pada penelitian ini merupakan refleksi dari empat indikator. Nilai loading faktor masing-masing indikator variabel Psychological Empowerment menunjukkan evaluasi model pengukuran outer model. Berikut ditampilkan besaran outer loading bagi konstruk Psychological Empowerment.

 

Tabel 3. Hasil Estimasi Nilai Loading Faktor Indikator Variabel Psychological Empowerment (X1)

Kode

Indikator

Outer loadings

X11

Competence

0.716

X12

Meaningfull

0.875

X13

Self-determination

0.805

X14

Impact

0.907

 

Sajian data atas menunjukkan seluruh indikator variabel Psychological Empowerment (X1) memiliki nilai loading faktor� angka 0,700. Atas dasar hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa variabel Psychological Empowerment (X1) mampu dijelaskan secara baik atau secara convergent dapat disebut valid oleh indikator Competence, Meaningfull, Self-determination, dan Impact.

Indikator Psychological Empowerment dengan nilai loading tertinggi adalah impact, yang mencerminkan sejauh mana personil kepolisian merasa bahwa pekerjaan yang mereka lakukan memiliki dampak signifikan terhadap organisasi dan masyarakat. Di sisi lain, indikator Kinerja Personil Kepolisian dengan nilai loading terendah adalah competence, yang menunjukkan kemampuan atau keahlian individu dalam melaksanakan tugasnya. Hasil ini mengindikasikan bahwa meskipun personil kepolisian merasa pekerjaannya memberikan kontribusi yang besar, peningkatan kompetensi individu tetap menjadi area yang memerlukan perhatian khusus. Untuk meningkatkan kinerja secara keseluruhan, diperlukan strategi yang mengintegrasikan pelatihan berkelanjutan, pengembangan keterampilan, dan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan mereka. Dengan cara ini, keseimbangan antara rasa berdampak dan kompetensi dapat tercapai, sehingga mendukung profesionalisme dan efektivitas kerja personil kepolisian.

2)     Evaluasi Validitas Konvergen Variabel Motivasi Intrinsik (Y1)

����������� Pengukuran variabel Motivasi Intrinsik pada penelitian ini merupakan refleksi dari lima indikator. Nilai loading faktor masing-masing indikator variabel Motivasi Intrinsik menunjukkan evaluasi model pengukuran outer model. Berikut ditampilkan besaran outer loading bagi konstruk Motivasi Intrinsik.

 

Tabel 4. Hasil Estimasi Nilai Loading Faktor Indikator Variabel Motivasi Intrinsik (Y1)

Kode

Indikator

Outer loadings

Y11

Achievements

0.872

Y12

Recognition

0.830

Y13

Work it self

0.910

Y14

Responsibility

0.863

Y15

Advancement

0.893

 

Data yang disajikan� menunjukkan seluruh indikator variabel Motivasi Intrinsik (Y1) memiliki nilai loading faktor berada di atas angka 0,700. Atas dasar hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa variabel Motivasi Intrinsik (Y1) mampu dijelaskan secara baik atau secara convergent dapat disebut valid oleh indikator Achievements, Recognition, Work it self, Responsibility, dan Advancement.

Indikator variabel Motivasi Intrinsik yang memiliki nilai loading tertinggi adalah Work Itself, yang mencerminkan bahwa aspek pekerjaan itu sendiri, seperti kebermaknaan, tantangan, dan kepuasan yang diperoleh dari tugas, menjadi pendorong utama bagi individu untuk bekerja secara optimal. Sebaliknya, indikator dengan nilai loading terendah adalah Recognition, yang menunjukkan bahwa pengakuan atau penghargaan dari orang lain, meskipun penting, memiliki pengaruh yang lebih rendah dalam memotivasi individu dibandingkan dengan kepuasan intrinsik yang diperoleh dari pekerjaan itu sendiri. Hasil ini menunjukkan bahwa organisasi perlu lebih menekankan pada desain pekerjaan yang bermakna dan memberikan tantangan yang sesuai agar dapat memaksimalkan motivasi intrinsik karyawan. Sementara itu, pengakuan tetap perlu diperhatikan sebagai elemen pendukung, namun tidak menjadi fokus utama dalam strategi motivasi organisasi.

3)     Evaluasi Validitas Konvergen Variabel Kinerja Personil (Y2)

Variabel Motivasi Intrinsik pada penelitian ini diukur dari refleksi empat. Evaluasi model pengukuran (outer model) diidentifikasi dari nilai loading faktor dari setiap indikator variabel Kinerja Personil Berikut ditampilkan besaran nilai loading bagi variabel Kinerja Personil.

 

Tabel 5. Hasil Estimasi Nilai Loading Faktor Indikator Variabel Kinerja Personil (Y2)

Kode

Indikator

Outer loadings

Y21

Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

0.886

Y22

Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

0.864

Y23

Profesionalisme SDM

0.814

Y24

Pengawasan yang akuntabel bersih, dan melayani

0.832

 

Tabel memperlihatkan besarnya loading faktor setiap indikator untuk variabel Motivasi Intrinsik (Y2) berada di atas angka 0,700 Atas dasar hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa variabel Motivasi Intrinsik (Y2) mampu dijelaskan secara baik atau secara convergent dapat disebut valid oleh indikator Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, Profesionalisme SDM, dan Pengawasan yang akuntabel bersih, dan melayani.�

Indikator kinerja personil Kepolisian yang memiliki nilai loading tertinggi adalah Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, mengindikasikan bahwa kontribusi personil terhadap terciptanya lingkungan yang aman dan tertib menjadi elemen utama dalam mengukur keberhasilan kinerja mereka. Di sisi lain, indikator dengan nilai loading terendah adalah Profesionalisme SDM, yang menunjukkan bahwa aspek pengembangan kemampuan individu dan profesionalitas personil belum sepenuhnya memberikan dampak optimal terhadap kinerja keseluruhan. Hasil ini menggarisbawahi pentingnya mempertahankan pencapaian yang telah baik pada aspek keamanan dan ketertiban masyarakat, sekaligus memberikan perhatian lebih terhadap peningkatan profesionalisme SDM melalui pelatihan, pengembangan keterampilan, dan pembentukan budaya kerja yang lebih baik. Dengan mengintegrasikan kedua aspek ini secara seimbang, institusi dapat meningkatkan kualitas kinerja secara menyeluruh dan lebih efektif memenuhi kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan hasil pengujian validitas konvergen pada masing-masing variabel, dapat dikatakan seluruh indikator yang digunakan dalam model penelitian ini dinyatakan valid, sehingga dapat dipakai sebagai ukuran bagi variabel yang digunakan pada penelitian ini.

 

b.      Discriminant Validity

�Untuk pengujian discriminant validity dilakukan dengan tiga cara yaitu: 1) melihat kriteria Fornell Lacker Criterion yang diketahui dari ukuran square root of average variance extracted (AVE) atau akar� AVE, 2) melihat nilai Heterotrait-Monotrait Ratio (HTMT), dan 3) memeriksa cross loading. Hasil pengujian pada masing-masing variabel dapat dijelaskan sebagai berikut:

1)     Fornell Lacker Criterion

Pengujian Fornell Lacker Criterion yaitu menguji validitas indikator dengan membandingkan nilai akar Average Variance Extract (AVE) dengan korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya.

 

Tabel 6. Nilai Fornell Lacker Criterion

Kinerja Personil

Motivasi Intrinsik

Psychological Empowerment

Kinerja Personil

0.849

Motivasi Intrinsik

0.699

0.874

Psychological Empowerment

0.699

0.603

0.829

Keterangan: Nilai yang dicetak tebal adalah nilai akar AVE.

 

Uji ini terpenuhi jika akar AVE lebih besar daripada korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya.� Dari Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai akar AVE lebih tinggi dari nilai korelasi antar konstruk lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa konstruk dalam model yang diestimasikan memenuhi kriteria discriminant validity yang tinggi, artinya hasil analisis data dapat diterima karena nilai yang menggambarkan hubungan antar konstruk berkembang dan nilai akar AVE memiliki nilai yang lebih besar daripada nilai korelasi antar konstruk. Hal ini dapat berarti bahwa seluruh konstruk memiliki discriminant validity yang baik. Dengan demikian instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur seluruh konstruk atau variabel laten dalam penelitian ini telah memenuhi criteria validitas diskriminan.

2)     Hasil Uji Heterotrait-Monotrait Ratio (HTMT)

Pengujian validitas menggunakan kriteria Heterotrait-monotrait ratio (HTMT) dilakukan dengan melihat matrik HTMT. Kriteria HTMT yang diterima adalah dibawah 0,9 yang mengindikasikan evaluasi validitas� diskriminan diterima.��

 


 

Tabel 7. Nilai Uji Discriminant Validity dengan krieria Heterotrait-monotrait ratio (HTMT)

Kinerja Personil

Motivasi Intrinsik

Psychological Empowerment

Kinerja Personil

Motivasi Intrinsik

0.772

Psychological Empowerment

0.808

0.665

Sumber: Data primer yang diolah (2024)

 

Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai-nilai dalam matrik HTMT tidak ada yang melebihi angka 0,9. Artinya, model menunjukkan bahwa evaluasi validitas� diskriminan dapat diterima. Dari hasil pengujian validitas diskriminan, dapat diketahui bahwa syarat uji Heterotrait-Monotrait Ratio (HTMT) telah terpenuhi sehingga semua konstruk dalam model yang diestimasikan memenuhi kriteria discriminant validity yang baik artinya hasil analisis data dapat diterima.

 

c.      Cross Loading

Analisis terhadap cross loading dilakukan untuk melihat besarnya korelasi indikator dengan konstruk laten. Tabel cross-loading berikut ini menampilkan hasil dari analisis korelasi konstruk dengan indikatornya sendiri atau dengan indikator lainnya.

 

Tabel 8. Nilai Korelasi Konstruk dengan Indikator (Cross Loading)

Kinerja Personil

Motivasi Intrinsik

Psychological Empowerment

X1_1

0.464

0.344

0.716

X1_2

0.592

0.611

0.875

X1_3

0.609

0.446

0.805

X1_4

0.636

0.560

0.907

Y1_1

0.664

0.872

0.561

Y1_2

0.645

0.830

0.566

Y1_3

0.575

0.910

0.488

Y1_4

0.621

0.863

0.523

Y1_5

0.524

0.893

0.480

Y2_1

0.886

0.583

0.655

Y2_2

0.864

0.544

0.556

Y2_3

0.814

0.570

0.618

Y2_4

0.832

0.670

0.539

 

Pengujian diskriminasi validitas dianggap valid apabila nilai korelasi konstruk dengan indikatornya sendiri lebih besar daripada dengan konstruk lainnya, dan jika semua nilai korelasi konstruk dengan indikatornya sendiri dan konstruk lainnya menunjukkan nilai yang positif. Semua konstruk dalam model yang diestimasikan memenuhi kriteria validitas discriminant yang tinggi, seperti yang ditunjukkan oleh hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel cross-loading.atas dasar tersebut, maka hasil analisis data dapat diterima bahwa data memiliki validitas discriminant yang baik.

 


 

Uji Reliabilitas

�Uji realibilitas dilakukan untuk membuktikan akurasi, kosnsiten dan ketepatan instrumen dalam mengukur konstruk. Reliabel menunjukkan bahwa indikator penelitian yang digunakan sesuai dengan kondisi obyek penelitian sebenarnya Pengukuran uji relibilitas suatu konstruk dengan indikator refleksif dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu :

a.      Composite Reliability. Indikator-indikator sebuah konstruk memberikan hasil yang baik yaitu apabila mampu mmberikan nilai composite reliability bernilai lebih dari 0,70.

b.      Average Variance Extracted (AVE). Kriteria AVE yang berada di atas 0,5 menunjukkan indikator yang membentuk variabel penelitian dikatakan reliabel, sehingga dapat dipergunakan dalam analisis lebih lanjut dalam penelitian.

c.      Cronbach alpha. Kriteria skor cronbach alpha yang lebih dari 0,70 memiliki arti bahwa reliabilitas konstruk yang diteliti tergolong baik.

Nilai-nilai composite reliability, cronbach's alpha, dan AVE untuk masing-masing konstruk penelitian ini tersaji seluruhnya dalam tabel di bawah ini:

 

Tabel 9. Hasil Uji Reliabilitas

Cronbach's alpha

Composite reliability (rho_c)

Average variance extracted (AVE)

Kinerja Personil

0.871

0.912

0.721

Motivasi Intrinsik

0.923

0.942

0.764

Psychological Empowerment

0.847

0.897

0.687

Sumber: Olah data Smart PLS 4.1.0 (2024)

 

Hasil uji reliabilitas masing-masing struktur ditunjukkan pada tabel 9. Temuan menunjukkan bahwa nilai cronbach alpha masing-masing konstruk lebih dari 0,7, selanjutnya nilai reliabilitas komposit (Composite reliability) masing-masing konstruk lebih dari 0,7, dan nilai AVE masing-masing konstruk lebih dari 0,5. Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian memiliki reliabilitas yang tinggi.

Sesuai hasil pengujian convergent validity, discriminant validity, dan reliabilitas variabel penelitian ini, maka kesimpulan yang dapat ditarik yaitu indikator-indikator yang digunakan dalam pengukuran variabel laten, seluruhnya dapat dinyatakan sebagai indikator pengukur yang valid dan reliabel.

 

Uji Multikolinieritas

Pengujian multikolinieritas perlu dilakukan sebelum pegnujian hipotesis. Multikolinearitas merupakan kondisi di mana terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna antara variabel bebas dalam model regresi. Multikolinearitas dapat menyebabkan ketidaktepatan estimasi parameter mengenai pengaruh masing-masing variabel terhadap variabel hasil. Uji multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat nilai Collinierity. Statistics (VIF) pada inner VIF. Values. Apabila inner VIF < 5 menunjukkan tidak ada multikolinieritas.

 


 

Tabel 10. Hasil Uji Multikolinieritas

VIF

Motivasi Intrinsik -> Kinerja Personil

1.573

Psychological Empowerment -> Kinerja Personil

1.573

Psychological Empowerment -> Motivasi Intrinsik

1.000

Sumber: Olah data Smart PLS 4.1.0 (2024)

 

Berdasarkan hasil tabel 10 dapat diketahui bahwa nilai VIF seluruh variabel berada di bawah nilai 5. Artinya, dalam model yang terbentuk tidak terdapat adanya masalah multikolinieritas. Dengan demikian analisis dapat dilanjutkan� dengan pengujian hipotesis.

 

Pengujian Goodness of Fit

�Uji Kriteria Goodness of Fit (GoF) digunakan untuk mengevaluasi model struktural dan model pengukuran. Pengujian GoF dilakukan untuk menguji kebaikan pada model struktural atau inner model. Penilaian inner model berarti mengevaluasi hubungan antara konstruk laten melalui pengamatan hasil estimasi koefisien parameter jalan dan tingkat signifikansinya. Dalam penelitian ini, uji goodness of fit model struktural dievaluasi dengan mempertimbangkan R-square (R2) dan Q2 (model relevansi prediktif). Q2 menentukan seberapa baik model menghasilkan nilai observasi. Koefisien determinasi (R2) dari semua variabel endogen menentukan Q2. Besaran Q2 memiliki nilai dalam rentang dari 0 hingga 1 dan menunjukkan bahwa semakin dekat dengan nilai 1 bermakna semakin baik model yang dibentuk.

1.      R-square (R2)

Tabel di bawah ini menunjukkan hasil perhitungan koefisien determinasi (R2) untuk kedua variabel endogen.

 

Tabel 11. Nilai Koefisien Determinasi (R-Square)

R-square

Kinerja Personil

0.609

Motivasi Intrinsik

0.364

Sumber: Olah data Smart PLS 4.1.0 (2024)

 

Tabel 11 memperlihatkan adanya nilai koefisien determinasi (R-square) yang muncul pada model variabel Motivasi Intrinsik sebesar 0,364. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa variabel Motivasi Intrinsik dapat dijelaskan oleh variabel Kinerja Personil dan Psychological Empowerment sebesar 36,4%, sedangkan sisanya 63,6% diperoleh dari pengaruh variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.

Koefisien determinasi (R-square) pada model variabel Kineja Personil bernilai 0,609. Artinya Kineja Personil dapat dipengaruhi oleh Psychological Empowerment dan Motivasi Intrinsik sebesar 60,9 % dan sisanya 39,1% diperoleh oleh pengaruh dari variabel lainnya yang tidak terdapat dalam model penelitian ini.

2.      Q-square (Q2)

Nilai Q-Square (Q2) merupakan salah satu uji dalam melihat kebaikan model struktural, yaitu menunjukkan seberapa baik nilai observasi yang dihasilkan oleh model dan estimasi parameternya. Q2 > 0 menunjukkan model mempunyai predictive relevance dan jika Q2 < 0 menunjukkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance. Nilai Q2 sebesar 0,02; 0,15; dan 0,35 menunjukkan lemah, moderate dan kuat, Nilai Q-Square untuk model struktural penelitian ini dapat diperoleh dari hasil perhitungan blindfolding PLS sebagai berikut:

 

Tabel 12. Nilai Q-Square

SSO

SSE

Q� (=1-SSE/SSO)

Kinerja Personil

524.000

299.632

0.428

Motivasi Intrinsik

655.000

480.396

0.267

 

Perhitungan Q-square (Q2) dihasilkan nilai 0,267 untuk variabel Kinerja Personil. Nilai tersebut lebih besar dari 0,35 berarti model memiliki predictive relevance yang kuat. Nilai Q-square Motivasi Intrinsik didapatkan 0,267. Nilai tersebut lebih besar dari 0,15, artinya� model memiliki predictive relevance yang cukup kuat (moderat). Nilai semuanya berada Q2 di atas 0, menunjukkan bahwa model struktur mempunyai kesesuaian yang baik atau fit dengan data. Artinya, nilai estimasi parameter yang dihasilkan model sesuai dengan nilai observasi.

 

Evaluasi Model Struktural (Inner Model)������

�Analisis yang terakhir dalam PLS yaitu analisis model struktural atau inner model. Pada analisis model struktural dapat dilakukan pengujian hipotesis melalui uji statistik t (T Statistics). Hasil uji dapat dilihat dari output model struktural pada signifikansi loading factor yang menjelaskan pengaruh konstruk Kinerja Personil kepolisian terhadap Motivasi Intrinsik melalui mediasi Psychological Empowerment sebagai variabel intervening.

Dalam hal ini pengolahan data digunakan dengan berbantuan perangkat lunak SmartPLS v4.1.0. Hasil pengolahan data tersebut tampak pada gambar berikut:

 

Gambar 1. Inner Model SEM-PLS

Sumber: Hasil pengolahan data dengan Smart PLS 4.0 (2024)

 

1.      Analisis Pengaruh Langsung

�Bagian ini menyajikan hasil dari pengujian hipotesis penelitian yang dilakukan dalam bab sebelumnya. Untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau tidak, dapat dilakukan dengan membandingkan thitung dengan t-tabel, dengan asumsi bahwa t-hitung lebih besar dari t-tabel. Nilai t tabel untuk taraf signifikansi 5% adalah 1,96. Tabel berikut menunjukkan hasil uji pengaruh antar variabel dengan menggunakan analisis Partial Least Square.

Tabel 13. Path Coefficients Pengaruh Langsung

Original sample (O)

Sample mean (M)

Standard deviation (STDEV)

T statistics (|O/STDEV|)

P values

Motivasi Intrinsik -> Kinerja Personil

0.436

0.433

0.079

5.494

0.000

 

Psychological Empowerment -> Kinerja Personil

0.436

0.439

0.082

5.304

0.000

 

Psychological Empowerment -> Motivasi Intrinsik

0.603

0.605

0.054

11.213

0.000

 

Sumber: Hasil pengolahan data dengan Smart PLS 4.1.0 (2024)

 

Melalui sajian hasil olah data tersebut, selanjutnya dapat dilakukan pengujian untuk setiap hipotesis penelitian, yaitu:

1)     Pengujian Hipotesis 1:

H1 : Semakin baik Pshycological Empowerment akan semakin baik� Motivasi Intrinsik

Uji hipotesis pertama dilakukan dengan melihat nilai estimasi koefisien (original sample estimate) pengaruh Pshycological Empowerment terhadap Motivasi Intrinsik� yakni 0,603. Hasil itu memberi bukti bahwa Pshycological Empowerment memberi pengaruh positif kepada Motivasi Intrinsik. Hasil uji t menguatkan temuan tersebut, di mana diketahui besarnya t-hitung (11.213) lebih dari t-tabel (1,96) dengan p (0,000) lebih kecil dari 0,05. Simpulan dari uji tersebut yaitu Pshycological Empowerment secara positif dan signifikan mempengaruhi Motivasi Intrinsik. Hasil ini berarti semakin baik Pshycological Empowerment, maka Motivasi Intrinsik akan cenderung menjadi lebih meningkat. Atas dasar tersebut, maka hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini yaitu �Semakin baik Pshycological Empowerment akan semakin baik� Motivasi Intrinsik �dapat diterima.

2)     Pengujian Hipotesis 2:

H2 : Semakin tinggi Pshycological Empowerment akan semakin tinggi Kinerja Personil�

Uji hipotesis kedua dilakukan dengan melihat nilai estimasi koefisien (original sample estimate) pengaruh Kinerja Personil kepolisian terhadap Psychological Empowerment yakni 0,436. Hasil itu memberi bukti bahwa Kinerja Personil kepolisian memberi pengaruh positif kepada Psychological Empowerment. Hasil uji t menguatkan temuan tersebut, di mana diketahui besarnya t-hitung (5,304) lebih dari t-tabel (1,96) dengan p (0,000) lebih kecil dari 0,05. Simpulan dari uji tersebut yaitu Kinerja Personil kepolisian secara positif dan signifikan mempengaruhi Psychological Empowerment. Hasil ini berarti semakin baik Kinerja Personil kepolisian, maka Psychological Empowerment akan cenderung semakin tinggi. Atas dasar tersebut, maka hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini yaitu �Semakin tinggi Pshycological Empowerment akan semakin tinggi Kinerja Personil� dapat� diterima.

3)     Pengujian Hipotesis 3:

H3 : Semakin tinggi Motivasi Intrinsik akan semakin tinggi Kinerja Personil�

Uji hipotesis ketiga dilakukan dengan melihat nilai estimasi koefisien (original sample estimate) pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Personil yakni 0,436. Hasil itu memberi bukti bahwa Motivasi Intrinsik memberi pengaruh positif kepada Kinerja Personil. Hasil uji t menguatkan temuan tersebut, di mana diketahui besarnya t-hitung (5,494) lebih dari t-tabel (1,96) dengan p (0,000) lebih kecil dari 0,05. Simpulan dari uji tersebut yaitu Psychological Empowerment secara positif dan signifikan mempengaruhi Motivasi Intrinsik. Hasil ini berarti apabila Motivasi Intrinsik semakin baik, maka Kinerja Personil akan cenderung menjadi semakin meningkat. Atas dasar tersebut, maka hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini yaitu �Semakin tinggi Motivasi Intrinsik akan semakin tinggi Kinerja Personil�� dapat diterima.

 

2.      Analisis Pengaruh Mediasi Psychological Empowerment pada Hubungan antara Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Personil kepolisian

�Pengujian pengaruh tidak langsung (indirect effect) dilakukan untuk melihat pengaruh yang diberikan oleh suatu variabel eksogen (Kinerja Personil kepolisian) terhadap variabel endogen (Motivasi Intrinsik) melalui variabel intervening, yaitu variabel Psychological Empowerment. Pengaruh tidak langsung Kinerja Personil kepolisian terhadap Motivasi Intrinsik melalui mediasi Psychological Empowerment digambarkan pada diagram jalur berikut:

 

Gambar 2. Koefisien Jalur Pengaruh Mediasi Psychological Empowerment pada Hubungan antara Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Personil kepolisian

 

Keterangan :

 

:

Pengaruh langsung

:

Pengaruh tidak langsung

Hasil pengujian pengaruh tidak langsung dari hasil perhitungan dengan smartPLS dapat disajikan pada tabel berikut.

 

Tabel 14. Hasil Uji Pengaruh Tidak Langsung

Original sample (O)

Sample mean (M)

Standard deviation (STDEV)

T statistics (|O/STDEV|)

P values

Psychological Empowerment -> Motivasi intrinsik -> Kinerja Personil

0.263

0.262

0.054

4.890

0.000

Sumber : Hasil pengolahan data dengan Smart PLS 4.1.0 (2024)

 

Pengaruh mediasi Psychological Empowerment dalam kaitan variabel Kinerja Personil kepolisian terhadap Motivasi Intrinsik diketahui sebesar 0,263. Hasil uji indirect effect menghasilkan besaran t-hitung 4,890 (t>1.96) dengan p = 0,000 < 0,05. Simpulan dari pengujian tersebut yaitu bahwa motivasi intrinsik memediasi pengaruh Psychological Empowerment terhadap Kinerja Personil kepolisian. Artinya, semakin tinggi Psychological Empowerment dimiliki anggota, maka akan meningkatkan motivasi intrinsiknya, selanjutnya tinggi motivasi tersebut dapat mendorong anggota untuk bekerja lebih baik.

�

Pembahasan�

1.      Semakin baik Pshycological Empowerment akan semakin baik� Motivasi Intrinsik

Uji hipotesis pertama� membuktikan bahwa Pshycological Empowerment memberi pengaruh positif kepada Motivasi Intrinsik.�� Dalam penelitian ini, variabel Psychological Empowerment dibangun dengan indikator Competence, Meaningfull, Self-determination, dan Impact terbukti dapat mendorong variabel Motivasi Intrinsik (Y1)� yang dibangun oleh indikator Achievements, Recognition, Work it self, Responsibility, dan Advancement.

Indikator Psychological Empowerment yang memiliki nilai loading tertinggi adalah impact, sementara pada variabel Motivasi Intrinsik, indikator dengan nilai loading tertinggi adalah Work Itself. Hasil ini mengindikasikan bahwa ketika dampak pekerjaan terhadap aspek psikologis seseorang semakin positif, maka motivasi intrinsik sumber daya manusia (SDM) juga akan meningkat, terutama yang berasal dari penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri. Artinya, pekerjaan yang memberikan dampak nyata, baik secara pribadi maupun profesional, mampu menciptakan rasa kepuasan dan makna yang mendalam. Kondisi ini mendorong individu untuk termotivasi secara internal tanpa bergantung pada insentif eksternal. Dalam konteks pengelolaan SDM, penting bagi organisasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung dampak positif ini, misalnya melalui pemberian tanggung jawab yang berarti, kepercayaan pada kemampuan karyawan, dan pengakuan terhadap kontribusi mereka. Dengan demikian, organisasi tidak hanya meningkatkan kinerja karyawan, tetapi juga memperkuat hubungan emosional mereka terhadap pekerjaan.

Indikator Psychological Empowerment dengan nilai loading terendah adalah competence, sedangkan indikator pada variabel Motivasi Intrinsik dengan nilai loading terendah adalah Recognition. Hasil ini mengindikasikan bahwa peningkatan kompetensi individu dapat berkontribusi secara signifikan terhadap peningkatan pengakuan atas kontribusi mereka. Artinya, ketika seseorang merasa memiliki kompetensi yang memadai dalam melaksanakan tugasnya, mereka cenderung mendapatkan pengakuan lebih dari lingkungan kerja, baik dari atasan, rekan kerja, maupun organisasi secara keseluruhan. Hal ini dapat menciptakan siklus positif, di mana pengakuan yang diterima memperkuat motivasi intrinsik individu untuk terus meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk mendukung pengembangan kompetensi melalui pelatihan, mentoring, dan evaluasi berkelanjutan agar dapat memaksimalkan potensi karyawan serta menciptakan budaya kerja yang saling menghargai.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin baik personil terberdayakan secara psikologis akan semakin baik motivasi intrinsiknya. Hasil ini mengkonfirmasi penelitian terdahulu yaitu�� Anuraga et al., (2017) yang emnyatakan bahwa Pemberdayaan berpengaruh positip signifikan terhadap Kinerja pegawai dan motivasi kerja (Anuraga et al., 2017).


 

2.      Semakin tinggi Pshycological Empowerment akan semakin tinggi Kinerja Personil�

Uji hipotesis kedua membuktikan bahwa Kinerja Personil kepolisian memberi pengaruh positif kepada Psychological Empowerment.� Dalam penelitian ini variabel Psychological Empowerment� yang dibangun dengan indikator Competence, Meaningfull, Self-determination, dan Impact terbukti mampu meningkatkan variabel kinerja personil penelitian� yang direfleksikan dengan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, Profesionalisme SDM, dan Pengawasan yang akuntabel bersih, dan melayani.

Indikator Psychological Empowerment dengan nilai loading tertinggi adalah impact, yang mencerminkan sejauh mana personil merasa pekerjaannya memberikan kontribusi nyata dan bermakna dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu, indikator kinerja personil Kepolisian dengan nilai loading tertinggi adalah Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, yang menunjukkan kemampuan personil dalam menjaga stabilitas dan ketentraman di masyarakat. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin besar dampak pekerjaan terhadap psikologis personil, seperti perasaan bahwa pekerjaan mereka memiliki arti penting, maka semakin baik pula kemampuan mereka dalam menjalankan tugas utama menciptakan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Artinya, pemberdayaan psikologis yang efektif, khususnya dalam menciptakan dampak positif dari pekerjaan, memainkan peran penting dalam meningkatkan motivasi, dedikasi, dan efektivitas kerja personil Kepolisian. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi perlu fokus pada strategi yang meningkatkan rasa kebermaknaan pekerjaan, seperti memberikan apresiasi, umpan balik konstruktif, dan peluang untuk berkontribusi lebih besar, guna mendukung optimalisasi kinerja personil dalam menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat.

Indikator Psychological Empowerment dengan nilai loading terendah adalah kompetensi, sedangkan indikator kinerja personil Kepolisian dengan nilai loading terendah adalah profesionalisme SDM. Temuan ini menunjukkan adanya hubungan erat antara kompetensi personil dengan tingkat profesionalisme SDM. Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki oleh personil, seperti kemampuan teknis, penguasaan pengetahuan, dan keterampilan khusus yang relevan dengan tugas-tugas kepolisian, maka semakin baik pula tingkat profesionalisme SDM yang tercermin dalam kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab mereka. Artinya, penguatan kompetensi personil tidak hanya berdampak pada peningkatan kinerja individu, tetapi juga mampu mendorong terciptanya budaya kerja yang lebih profesional di lingkungan kepolisian. Oleh karena itu, diperlukan upaya berkelanjutan melalui program pelatihan, pengembangan karir, dan evaluasi kinerja yang terstruktur untuk memastikan peningkatan kompetensi secara holistik, sehingga profesionalisme SDM dapat terus ditingkatkan demi mendukung pelayanan masyarakat yang optimal.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin baik pemberdayaan psikologis personil maka akan semakin baik kinerja personil. Hasil ini mengkonfirmasi penelitian terdahulu yaitu Anuraga et al., (2017) yang mengungkapkan bahwa memberdayakan karyawan dapat berdampak positif pada kinerja mereka (Anuraga et al., 2017).


 

3.      Semakin tinggi Motivasi Intrinsik akan semakin tinggi Kinerja Personil�

Uji hipotesis ketiga membuktikan bahwa Motivasi Intrinsik memberi pengaruh positif kepada Kinerja Personil. Variabel Motivasi Intrinsik yang dibangun oleh oleh indikator Achievements, Recognition, Work it self, Responsibility, dan Advancement�� terbukti mampu mendorong kinerja personil yang diindikasikan dengan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, Profesionalisme SDM, dan Pengawasan yang akuntabel bersih, dan melayani.�

Indikator pada variabel Motivasi Intrinsik yang memiliki nilai loading tertinggi adalah Work Itself, yang menggambarkan sejauh mana pekerjaan itu sendiri dapat menjadi sumber motivasi bagi personel. Sementara itu, pada variabel Kinerja Personil Kepolisian, indikator dengan nilai loading tertinggi adalah Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, yang mencerminkan keberhasilan personel dalam menjaga stabilitas sosial. Hasil ini menunjukkan bahwa ketika personel merasa termotivasi secara intrinsik oleh pekerjaannya, seperti merasa pekerjaan mereka bermakna dan sesuai dengan aspirasi profesional mereka, maka kemampuan mereka dalam menciptakan dan menjaga keamanan serta ketertiban masyarakat juga meningkat secara signifikan. Dengan kata lain, pekerjaan yang dirasakan memuaskan dari dalam diri personel tidak hanya meningkatkan kepuasan individu tetapi juga berdampak langsung pada kualitas layanan keamanan yang diberikan kepada masyarakat. Hal ini menekankan pentingnya organisasi kepolisian untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung motivasi intrinsik, termasuk melalui pemberian tanggung jawab yang sesuai, pengakuan terhadap kontribusi individu, dan pengembangan karir yang terarah.

Indikator pada variabel Motivasi Intrinsik yang memiliki nilai loading terendah adalah Recognition (pengakuan), sementara indikator pada variabel Kinerja Personil Kepolisian dengan nilai loading terendah adalah Profesionalisme SDM. Hasil ini mengindikasikan bahwa pengakuan terhadap kontribusi dan pencapaian personil memiliki peran penting dalam meningkatkan profesionalisme mereka. Artinya, pengakuan yang diberikan kepada personil, baik dalam bentuk penghargaan formal maupun apresiasi verbal, mampu memotivasi mereka untuk bekerja lebih profesional, termasuk meningkatkan kompetensi, integritas, dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas. Dengan demikian, pengakuan tidak hanya berfungsi sebagai bentuk penghargaan, tetapi juga menjadi katalisator dalam mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia di lingkungan kepolisian. Upaya untuk meningkatkan pengakuan ini dapat dilakukan melalui kebijakan penghargaan yang adil, transparan, dan konsisten, yang pada akhirnya berdampak pada kinerja keseluruhan organisasi.

Hasil ini menunjukkan bahawa semakin personil termotivasi secara intrinsic maka akan semakin baik kinerja nya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Alex Acquah et al., (2021) Ali & Anwar, (2021) Anastasya Sinambela, (2021) Hamid et al., (2021) yang menyatakan bahwa motivasi intrinsik memengaruhi kinerja karyawan (Alex Acquah et al., 2021; Jamal Ali & Anwar, 2021; Sinambela & Ernawati, 2021; Ul Hosna et al., 2021).


 

4.      Pengaruh tidak langsung

Motivasi intrinsik memainkan peran sebagai mediator dalam hubungan antara Psychological Empowerment dan kinerja personil kepolisian. Penemuan ini menunjukkan bahwa ketika anggota memiliki tingkat Psychological Empowerment yang tinggi, mereka merasa diberdayakan dan memiliki kontrol lebih besar atas pekerjaan mereka, yang pada gilirannya meningkatkan motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik, yang berasal dari dorongan internal untuk mencapai hasil yang baik, menjadi pendorong penting bagi anggota untuk berprestasi. Dengan motivasi yang tinggi, anggota cenderung lebih berkomitmen, lebih proaktif, dan lebih bersemangat dalam melaksanakan tugas mereka. Oleh karena itu, peningkatan Psychological Empowerment dapat memperkuat motivasi intrinsik, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas dan efektivitas kinerja personil kepolisian.

 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan fenomena dan perbedaan hasil penelitian antara empowerment dan kinerja SDM, rumusan masalah studi ini adalah bagaimana meningkatkan kinerja personil melalui peran Psychological Empowerment, motivasi intrinsik, dan motivasi eksternal pada Subdit I Industri Perdagangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten. Penelitian ini menemukan bahwa tingkat Psychological Empowerment yang tinggi signifikan meningkatkan motivasi intrinsik, dan Psychological Empowerment yang efektif berkontribusi pada peningkatan kinerja personil. Personil dengan motivasi intrinsik yang kuat cenderung menunjukkan kinerja optimal, dan uji indirect effect mengungkapkan bahwa motivasi intrinsik menjembatani pengaruh Psychological Empowerment terhadap kinerja personil. Implikasi teoritis menunjukkan bahwa peningkatan Psychological Empowerment memperkuat motivasi intrinsik, berkontribusi pada kinerja, serta memperkaya pemahaman tentang hubungan antara pemberdayaan psikologis dan motivasi. Penelitian ini menegaskan pentingnya dukungan terhadap pengembangan kompetensi personil dan penghargaan yang layak, untuk meningkatkan motivasi dan profesionalisme. Implikasi manajerial mencakup langkah-langkah untuk meningkatkan kompetensi melalui pelatihan berkelanjutan dan menciptakan lingkungan kerja yang mendukung, serta fokus pada pengakuan dan kepuasan pekerjaan untuk mendorong motivasi intrinsik personil.

 

BIBLIOGRAFI

 

Alex Acquah, Takyi Kwabena Nsiah, Elizabeth Naa Akushia Antie, & Benjamin Otoo. (2021). Literature Review On Theories Motivation. EPRA International Journal of Economic and Business Review. https://doi.org/10.36713/epra6848

Anuraga, I. P. M., Sintaasih, D. K., & Riana, I. G. (2017). Pengaruh Kepemimpinan Dan Pemberdayaan Terhadap Motivasi Dan Kinerja Pegawai. E-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana. https://doi.org/10.24843/eeb.2017.v06.i09.p05

Ariani, M. A., Susilowati, D., & Aristi, C. (2019). Motivasi Kerja Di Sektor Publik: Studi Kasus Pada Pegawai Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara. Jurnal GeoEkonomi, 10(1). https://doi.org/10.36277/geoekonomi.v10i1.58

Baird, K., Tung, A., & Su, S. (2020). Employee empowerment, performance appraisal quality and performance. Journal of Management Control, 31(4). https://doi.org/10.1007/s00187-020-00307-y

Bundtzen, H. (2020). Adapting Herzberg�s Motivation-Hygiene Theory to a VUCA World � A Repertory Grid Study. European Journal of Economics and Business Studies, 6(3). https://doi.org/10.26417/914kzv77e

Deni, A., & Riswanto, A. (2019). Pemberdayaan Karyawan (Employee Empowerment) dalam Pespektif Kajian Jurnal Manajemen Sumberdaya Manusia. Jurnal Ekonomak, 5(2).

Fishbach, A., & Woolley, K. (2022). Annual Review of Organizational Psychology and Organizational Behavior The Structure of Intrinsic Motivation. Annu. Rev. Organ. Psychol. Organ. Behav. 2022, 9.

Fitriawan, M., & Fitriati, R. (2020). Improving Polri Performance Management Online Practices In Polrestabes Surabaya East Java. https://doi.org/10.4108/eai.30-10-2019.2299339

Islam, M. A., Jantan, A. H., Rahman, M. A., Hamid, A. B. A., Mahmud, F. B., & Hoque, A. (2018). Leadership Styles for Employee Empowerment: Malaysian Retail Industry. Journal of Management Research, 10(4). https://doi.org/10.5296/jmr.v10i4.13568

Jamal Ali, B., & Anwar, G. (2021). An Empirical Study of Employees� Motivation and its Influence Job Satisfaction. International Journal of Engineering, Business and Management, 5(2). https://doi.org/10.22161/ijebm.5.2.3

Khumaira, L. A., & Muhid, A. (2022). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Demokratis Terhadap Pemberdayaan Psikologis Karyawan: Literature Review. DIALEKTIKA: Jurnal Ekonomi Dan Ilmu Sosial, 7(1). https://doi.org/10.36636/dialektika.v7i1.763

Malek, S. L., Sarin, S., & Haon, C. (2020). Extrinsic Rewards, Intrinsic Motivation, and New Product Development Performance. Journal of Product Innovation Management, 37(6). https://doi.org/10.1111/jpim.12554

Rais, M. A., & Zakiy, M. (2019). Pengaruh Pemberdayaan Psikologis, Locus of Control Internal, Dan Kepemimpinan Pemberdayaan Terhadap Kreativitas Karyawan. Repository.Umy.Ac.Id.

Saputra, H. D., Ismet, F., & Andrizal, A. (2018). Pengaruh Motivasi Terhadap Hasil Belajar Siswa SMK. INVOTEK: Jurnal Inovasi Vokasional Dan Teknologi, 18(1). https://doi.org/10.24036/invotek.v18i1.168

Sinambela, E. A., & Ernawati, E. (2021). Analysis of the Role of Experience, Ability and Motivation on Employee Performance. Journal of Social Science Studies (JOS3), 1(2). https://doi.org/10.56348/jos3.v1i2.13

Ul Hosna, A., Islam, S., & Hamid, M. (2021). A Review Of The Relationship Of Idealized Influence, Inspirational Motivation, Intellectual Stimulation, And Individual Consideration With Sustainable Employees Performance. International Journal of Progressive Sciences and Technologies, 25(1). https://doi.org/10.52155/ijpsat.v25.1.2798

 

� 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).