�PERAN BUDAYA ORGANISASI DAN KETERLIBATAN KERJA DALAM MENINGKATKAN KINERJA PERSONIL POLRI� DITRESKRIMSUS POLDA BANTEN MELALUI ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOUR� (OCB)

 

Frans Julius1, Nunung Ghoniyah2, Ardian Adhitama3, Lutfi Nurcholis4

Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Indonesia1234

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran budaya organisasi, keterlibatan kerja personil, dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) terhadap kinerja personil Polri di Ditreskrimsus Polda Banten. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplanatori yang bersifat asosiatif, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Populasi penelitian meliputi seluruh SDM Subdit I Industri Perdagangan Ditreskrimsus Polda Banten, yang berjumlah 134 personil, terdiri dari 131 anggota personil dan 3 PNS Polri. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dengan responden yang berjumlah 131 anggota personil. Pengukuran variabel dilakukan melalui kuesioner pribadi dengan skala Likert 1-5, di mana pernyataan berkisar dari Sangat Tidak Setuju (STS) hingga Sangat Setuju (SS). Analisis data menggunakan Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin optimal implementasi budaya organisasi, semakin baik pula perilaku Organizational Citizenship Behavior (OCB). Selain itu, peningkatan budaya organisasi juga berdampak positif terhadap peningkatan kinerja pelayanan. Keterlibatan kerja yang tinggi berhubungan positif dengan peningkatan perilaku OCB, yang pada gilirannya turut meningkatkan kinerja pelayanan personil Polri. Temuan ini menegaskan bahwa peningkatan budaya organisasi dan keterlibatan kerja dapat memperkuat perilaku OCB dan meningkatkan kualitas pelayanan personil Polri.

 

Kata kunci: Organizational Citizenship Behavior; Keterlibatan kerja; kinerja pelayanan; budaya organisasi

 

Abstract

This study aims to analyze the role of organizational culture, employee engagement, and Organizational Citizenship Behavior (OCB) on the performance of police personnel at Ditreskrimsus Polda Banten. The research type is explanatory and associative, aimed at understanding the relationships between two or more variables. The study population consists of all human resources in Subdit I Industrial and Trade at Ditreskrimsus Polda Banten, totaling 134 personnel, comprising 131 police officers and 3 civilian personnel. The sampling technique used is purposive sampling, with 131 police officers as the respondents. Data collection was carried out using personal questionnaires with a 1-5 Likert scale, ranging from Strongly Disagree (SD) to Strongly Agree (SA). Data analysis was performed using Partial Least Squares (PLS). The results indicate that the more optimal the implementation of organizational culture, the better the Organizational Citizenship Behavior (OCB). Additionally, a better organizational culture positively impacts service performance. Higher employee engagement is associated with increased OCB, which in turn contributes to improved service performance among police personnel. These findings emphasize that enhancing organizational culture and employee engagement can strengthen OCB and elevate the quality of police service.

 

Keywords: Organizational Citizenship Behavior; organizational culture; employee service performance; employee engagement

*Correspondence Author: Frans Julius

Email: [email protected]

 


 

PENDAHULUAN

 

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah aset vital dalam setiap organisasi, termasuk institusi kepolisian (Divya & Gupta, 2022). Mereka berfungsi sebagai penggerak utama yang menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu entitas. SDM berperan dalam menjalankan berbagai fungsi operasional, strategis, dan manajerial. Tanpa SDM yang berkualitas dan berkompeten, organisasi akan kesulitan mencapai tujuan jangka panjang, mengembangkan daya saing, atau memberikan nilai tambah kepada masyarakat (Al-Swidi et al., 2021; Saeidi et al., 2022). Oleh karena itu, manajemen SDM yang efektif sangat diperlukan untuk mengoptimalkan potensi individu dan mendukung pertumbuhan organisasi secara keseluruhan.

Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat bergantung pada peran SDM (Haldorai et al., 2022; Mohiuddin et al., 2022). Sumber daya manusia tidak hanya berfungsi sebagai objek dalam pencapaian tujuan, tetapi juga sebagai pelaku utama yang mewujudkan tujuan tersebut (da Silva et al., 2022; del-Castillo-Feito et al., 2022). Faktor ini dianggap paling penting dalam suatu organisasi. SDM juga mempengaruhi efisiensi dan efektivitas organisasi dalam menjalankan kegiatannya. Pentingnya peran SDM berlaku tidak hanya di organisasi swasta, tetapi juga di instansi pemerintahan seperti Kepolisian.

Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki tugas dan fungsi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, kepolisian mencakup semua hal terkait fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tugas Polri termasuk memelihara Kamtibmas, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam mencapai visi dan misi tersebut, Polri harus seirama dengan perubahan era reformasi. Menurut pernyataan Kapolri, hubungan kerja antar anggota harus mencerminkan kerja sama timbal balik (Nugraha & Mayastinasari, 2023). Budaya organisasi Polri menjadi kunci dalam mencapai visi dan misi tersebut (Aprianty et al., 2023). Budaya organisasi adalah makna yang dianut bersama oleh anggota, yang membedakannya dari organisasi lain (Robbins, 2001).

Perubahan kebijakan sejak reformasi, seperti pemisahan Polri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), telah mengubah dimensi budaya organisasi Polri dari militer ke sipil. Meskipun perubahan ini dimaksudkan untuk mengubah watak dan kultur penegakan hukum, tantangan tetap ada. Budaya militerisme masih kuat, dan penyalahgunaan wewenang sering terjadi, yang menyebabkan pelanggaran HAM.

Peran penting kepolisian dalam memberikan pengayoman menuntut pelayanan optimal. Kualitas pelayanan tersebut sangat bergantung pada kepuasan masyarakat terhadap layanan yang diberikan (Mochtar et al., 2022). Namun, sering kali pelayanan pengaduan menghadapi tingkat kesibukan yang tinggi karena banyaknya kasus yang dilaporkan. Oleh karena itu, penting untuk menyediakan layanan tambahan agar setiap pengaduan dapat diproses dengan baik.

Selanjutnya, etika kepolisian mencakup norma-norma perilaku yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas (HERI, 2019). Budaya sebagai kekuatan yang membentuk sikap dan perilaku manusia harus diperkuat dalam organisasi. Tanpa pengembangan budaya yang terarah, anggota polisi tidak dapat diharapkan menunjukkan sikap yang konsisten terhadap visi dan misi organisasi (Sutrisno, 2019; Sulaksono, 2019).

Dalam konteks ini, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja personil Polri DITRESKRIMSUS Polda Banten. Manfaat penelitian ini mencakup aspek teoritis dan praktis, di mana hasilnya dapat memberikan masukan bagi institusi kepolisian tentang pentingnya budaya organisasi dan keterlibatan kerja dalam meningkatkan kinerja pelayanan publik.

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini menggunakan metode eksplanatory research yang bersifat asosiatif, yang dirancang untuk mengungkap hubungan antar variabel, khususnya Budaya Organisasi POLRI, keterlibatan kerja personil, Organizational Citizenship Behavior (OCB), dan Kinerja Pelayanan Publik (Sugiyono, 2012). Metode ini dipilih karena kemampuannya dalam menjelaskan pengujian hipotesis dan memberikan pemahaman mendalam tentang interaksi antar variabel yang diteliti. Dibandingkan dengan metode deskriptif yang hanya menggambarkan kondisi tanpa menjelaskan hubungan, atau metode kualitatif yang lebih fokus pada narasi dan konteks, pendekatan eksplanatory research memungkinkan analisis kuantitatif yang lebih objektif dan terukur. Kelebihan dari metode ini terletak pada kemampuannya untuk memberikan bukti empiris yang kuat dalam membenarkan atau memperkuat hipotesis yang diajukan, sehingga hasil penelitian dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap teori yang ada. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang menilai variabel-variabel tersebut, yang memungkinkan peneliti untuk mengumpulkan data secara langsung dari responden dan mendapatkan wawasan yang relevan. Dengan demikian, metode ini menjadi pilihan yang paling sesuai untuk menjawab pertanyaan penelitian yang ada.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Analisis Deskriptif Data Penelitian

Analisis deskriptif merupakan teknik analisis statistik yang digunakan untuk menggambarkan dan meringkas karakteristik dasar dari data yang dikumpulkan. Tujuan utamanya adalah memberikan gambaran awal mengenai pola atau tren dalam data, sehingga dapat memahami distribusi dan sifat-sifat data sebelum masuk ke dalam analisis yang lebih kompleks.

Instrumen penelitian menggunakan dengan 5 alternatif jawaban (skala 1-5). Selanjutnya akan dibentuk kategorisasi data menjadi 3 kelompok. Untuk menentukan kriteria skor setiap kelompok dapat dihitung sebagai berikut (Sugiyono, 2017):

a.      Skor tertinggi �� = 5

b.      Skor terendah �� = 1

c.      Range ������������� = Skor tertinggi � skor terendah = 5 - 1 = 4

d.      Interval kelas �� = Range / banyak kategori = 4/3 = 1,33

Berdasarkan besaran interval kelas tersebut, maka kriteria dari ketiga kategori tersebut, yaitu: kategori rendah, skor = 1,00 � 2,33 , kategori sedang, skor = 2,34 � 3,66� dan kategori tinggi/baik, dengan skor 3,67� � 5,00. Deskripsi masing-masing variabel secara lengkap disajikan berikut ini:

1.      Budaya Organisasi

Deskripsi tanggapan responden dalam bentuk statistik deskriptif data variabel Budaya Organisasi dapat disajikan sebagai berikut:

 

Tabel 1. Statistik Deskriptif Variabel Budaya Organisasi

Variabel dan indikator

Mean

Standar Deviasi

Budaya Organisasi

3.89

 

1.                Prediktif

3.95

0.72

2.                Responsibilitas

3.86

0.79

3.                Transparansi

3.88

0.79

4.                Berkeadilan

3.87

0.73

 

Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa nilai mean data variabel Budaya Organisasi secara keseluruhan sebesar 3,89 terletak pada rentang kategori tinggi (3,67� � 5,00). Artinya, bahwa secara umum responden menilai bahwa dalam organisasi telah tercipta budaya organisasi yang baik. Hasil deskripsi data pada variabel Budaya Organisasi didapatkan dengan nilai mean tertinggi adalah indikator Prediktif (3.95) dan terendah adalah indikator Responsibilitas (3.86).

2.      Keterlibatan Kerja

Deskripsi tanggapan responden dalam bentuk statistik deskriptif data variabel Keterlibatan Kerja dapat disajikan sebagai berikut:

 

Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel Keterlibatan Kerja

Variabel dan indikator

Mean

Standar Deviasi

Keterlibatan Kerja

3.83

 

1.                Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan

3.80

0.72

2.                Mengutamakan pekerjaan sebagai prioritas utama

3.86

0.74

3.                Menganggap pekerjaan penting bagi harga diri

3.82

0.74

4.                Keterlibatan mental dan emosional

3.79

0.71

5.                Motivasi untuk berkontribusi

3.86

0.75

6.                Tanggung jawab dalam keterlibatan

3.83

0.72

 

Pada variabel keterlibatan kerja secara keseluruhan diperoleh nilai mean sebesar 3,83 terletak pada rentang kategori baik (3,67� � 5,00). Artinya, personil kepolisian yang bertugas di Subdit I Industri Perdagangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten memiliki keterlibatan yang tinggi dalam kegiatan organisasi.� Hasil deskripsi data pada variabel Keterlibatan Kerja didapatkan dengan dua indikator dengan nilai mean tertinggi yaitu Mengutamakan pekerjaan sebagai prioritas utama dan Motivasi untuk berkontribusi dengan nilai mean yang sama (3,86). Untuk indikator terendah pada variabel ini adalah Keterlibatan mental dan emosional (3,79).

3.      Organizational Citizenship Behavior

Deskripsi tanggapan responden dalam bentuk statistik deskriptif data variabel Organizational Citizenship Behavior dapat disajikan sebagai berikut:

 


 

Tabel 3. Statistik Deskriptif Variabel Organizational Citizenship Behavior

Variabel dan indikator

Mean

Standar Deviasi

�Organizational Citizenship Behavior

3.90

 

1.                Altruisme

3.89

0.89

2.                Conscientiousness

3.90

0.93

3.                Sportmanship

3.89

0.94

4.                Courtesy

3.86

0.81

5.                Civic Virtue

3.95

0.76

 

Pada variabel Organizational Citizenship Behavior secara keseluruhan diperoleh nilai mean sebesar 3,90 terletak pada rentang kategori tinggi/baik (3,67� � 5,00). Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang tinggi artinya karyawan memiliki perilaku yang melebihi dari tugas yang diwajibkan, dan secara sukarela membantu keberlangsungan organisasi. Hasil deskripsi data pada variabel Organizational Citizenship Behavior didapatkan dengan nilai mean tertinggi adalah indikator Civic Virtue (3,95) dan terendah adalah Courtesy (3,86).

4.      Kinerja pelayanan

Deskripsi tanggapan responden dalam bentuk statistik deskriptif data variabel Kinerja pelayanan dapat disajikan sebagai berikut:

 

Tabel 4. Statistik Deskriptif Variabel Kinerja pelayanan

Variabel dan indikator

Mean

Standar Deviasi

Kinerja pelayanan

3.93

 

1.                Kebutuhan fisiologis,

3.76

0.95

2.                Kebutuhan keselamatan,

3.81

0.94

3.                Kebutuhan sosial,

3.69

1.01

4.                Kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri.

3.93

1.03

 

Hasil statistik deskriptif variabel Kinerja Pelayanan secara keseluruhan diperoleh nilai mean sebesar 3,93 terletak pada rentang kategori tinggi/baik (3,67� � 5,00). Artinya, bahwa secara umum anggota telah memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Hasil deskripsi data pada variabel Kinerja Pelayanan didapatkan dengan nilai mean tertinggi adalah indikator Ketanggapan (Responsiveness) (3,99) dan terendah pada indikator Keyakinan (Assurance) (3,86).

 

Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)

Evaluasi model pengukuran (outer model) merupakan evaluasi dasar yang dilakukan dalam analisis PLS. Tujuan evaluasi ini adalah untuk mengetahui validitas dan reliabilitas indikator-indikator yang mengukur variabel laten. Kriteria validitas diukur dengan convergent dan discriminant validity, sedangkan kriteria reliabilitas konstruk diukur dengan composite reliability, Average Variance Extracted (AVE), dan Cronbach Alpha.

 

a.      Convergent Validity

Evaluasi model pengukuran variabel laten dengan indikator reflektif dianalisis dengan melihat convergent validity setiap indikator. Pengujian convergent validity pada PLS dapat dilihat dari nilai loading faktor (outer loading) setiap indikator terhadap variabel latennya. Nilai outer loading di atas 0,70 sangat direkomendasikan (Ghozali, 2011).

 

b.     Discriminant Validity

Discriminant validity yaitu ukuran yang menunjukkan bahwa variabel laten berbeda dengan konstruk atau variabel lain secara teori dan terbukti secara empiris melalui pengujian statistik. Validitas diskriminan diukur dengan Fornell Lacker Criterion, HTMT, serta Cross loading. Hasil pengujian pada masing-masing variabel dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.      Hasil Uji Fornell Lacker Criterion

Pengujian validitas menggunakan kriteria Fornell-Larcker Criterion dilakukan dengan melihat nilai akar Average Variance Extract (AVE) dibandingkan dengan korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya. Uji ini terpenuhi jika akar AVE lebih besar daripada korelasi antar variabel.�

 

Tabel 5. Nilai Uji Discriminant Validity dengan krieria Fornell-Larcker Criterion

Budaya Organisasi

Keterlibatan Kerja

Kinerja Pelayanan

OCB

Budaya Organisasi

0.814

Keterlibatan Kerja

0.433

0.809

Kinerja Pelayanan

0.545

0.526

0.764

OCB

0.613

0.474

0.640

0.826

Keterangan: Nilai yang dicetak tebal adalah nilai akar AVE.

 

Tabel 5. menyajikan nilai akar AVE lebih tinggi dari nilai korelasi antar konstruk lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa konstruk dalam model yang diestimasikan telah memenuhi kriteria discriminant validity yang tinggi, artinya hasil analisis data dapat diterima karena nilai yang menggambarkan hubungan antar konstruk berkembang. Hal ini dapat berarti bahwa seluruh konstruk memiliki discriminant validity yang baik. Oleh karena itu, instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur seluruh konstruk atau variabel laten dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria validitas diskriminan.

2.      Hasil Uji Heterotrait-Monotrait Ratio (HTMT)

Pengujian validitas menggunakan kriteria Heterotrait-monotrait ratio (HTMT) dilakukan dengan melihat matrik HTMT. Kriteria HTMT yang diterima adalah dibawah 0,9 yang mengindikasikan evaluasi validitas� diskriminan diterima.�

 

Tabel 6. Nilai Uji Discriminant Validity dengan krieria Heterotrait-monotrait ratio (HTMT)

Budaya Organisasi

Keterlibatan Kerja

Kinerja Pelayanan

OCB

Budaya Organisasi

Keterlibatan Kerja

0.503

Kinerja Pelayanan

0.663

0.613

OCB

0.709

0.530

0.750

Sumber: Data penelitian yang diolah (2024)

 

Tabel 6. menunjukkan bahwa nilai-nilai dalam matrik HTMT tidak lebih dari 0,9. Artinya, model menunjukkan bahwa evaluasi validitas� diskriminan dapa diterima. Dari hasil pengujian validitas diskriminan, dapat diketahui bahwa syarat uji Fornell-Larcker Criterion dan HTMT telah terpenuhi sehingga semua konstruk dalam model yang diestimasikan memenuhi kriteria discriminant validity yang baik artinya hasil analisis data dapat diterima.

3.      Cross Loading

Hasil an�lisis mengenai korelasi konstruk dengan indikatornya sendiri atau korelasi konstruk dengan indikator yang lain dapat disajikan pada bagian tabel cross loading.

 

Tabel 7. Nilai Cross Loading

Budaya Organisasi

Keterlibatan Kerja

Kinerja Pelayanan

OCB

X1_1

0.762

0.377

0.420

0.427

X1_2

0.884

0.337

0.423

0.553

X1_3

0.884

0.368

0.470

0.549

X1_4

0.714

0.333

0.459

0.454

X2_1

0.263

0.730

0.436

0.327

X2_2

0.427

0.840

0.425

0.457

X2_3

0.375

0.841

0.422

0.347

X2_4

0.259

0.719

0.402

0.328

X2_5

0.418

0.845

0.447

0.411

X2_6

0.341

0.868

0.421

0.415

Y1_1

0.454

0.344

0.556

0.830

Y1_2

0.545

0.418

0.538

0.863

Y1_3

0.567

0.410

0.574

0.874

Y1_4

0.389

0.360

0.496

0.806

Y1_5

0.555

0.420

0.472

0.753

Y2_1

0.388

0.399

0.741

0.480

Y2_2

0.339

0.405

0.755

0.463

Y2_3

0.467

0.359

0.748

0.472

Y2_4

0.437

0.494

0.833

0.523

Y2_5

0.446

0.342

0.737

0.502

 

Berdasarkan an�lisis cross loading, kriteria uji validitas diskriminan yaitu apabila nilai korelasi konstruk dengan indikatornya sendiri lebih besar dibanding korelasi indikator dengan konstruk lainnya, maka dapat dikatakan memiliki validitas diskriminan yang baik. Dari hasil pengolahan data yang tersaji pada tabel cross loading dapat diketahui bahwa syarat tersebut telah terpenuhi sehingga semua konstruk dalam model yang diestimasikan memenuhi kriteria discriminant validity yang baik artinya hasil analisis data dapat diterima.

 

c.      Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menilai konsistensi dan kestabilan suatu instrumen pengukuran dalam mengukur suatu variabel atau konstruk tertentu. Uji reliabilitas penting untuk memastikan bahwa instrumen pengukuran dapat dipercaya dan menghasilkan data yang konsisten. Pengukuran reliabilitas dalam hal ini dilakukan dengan menggunakan 3 (tiga) cara yaitu :

a)      Composite Reliability.

b)     Average Variance Extracted (AVE)

c)      Cronbach alpha

Hasil Cronbach's Alpha, composite reliability, dan AVE antar konstruk dengan indikator-indikatornya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

 


 

Tabel 8. Hasil Uji Reliabilitas

Cronbach's alpha

Composite reliability

Average variance extracted (AVE)

Budaya Organisasi

0.827

0.886

0.663

Keterlibatan Kerja

0.893

0.919

0.655

Kinerja Pelayanan

0.821

0.875

0.583

OCB

0.883

0.915

0.683

Sumber: Data penelitian yang diolah (2024)

 

Tabel 8 menunjukkan dari hasil uji reliabilitas masing-masing konstruk dapat dikatakan baik. Hal ini dibuktikan dari nilai AVE masing-masing konstruk > 0,5, nilai composite reliability� dan cronbach alpha masing-masing konstruk > 0,7. Mengacu pada pendapat Chin dalam Ghozali (2011) maka hasil dari uji reliabilitas dengan kriteria cronbach alpha, composite reliability dan AVE masing-masing konstruk dinyatakan baik dapat digunakan dalam proses analisis untuk menunjukkan hubungan antar konstruk. Artinya, memiliki seluruh konstruk dapat dikatakan reliabel dan dapat digunakan untuk proses penelitian selanjutnya. Atas dasar hasil evaluasi convergent validity dan discriminant validity dari variabel serta reliabilitas variabel, dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator yang digunakan dapat dinyatakan valid dan reliabel sebagai pengukur variabel penelitian.

 

Evaluasi Kesesuaian Model (Goodness of fit)

Analisis PLS merupakan analisis SEM berbasis varians dengan tujuan pada pengujian teori model yang menitikberatkan pada studi prediksi. Beberapa ukuran untuk menyatakan model yang diajukan dapat diterima yaitu R square, dan Q square (Hair et al., 2019).

a.      R square

R square menunjukkan besarnya variasi variabel endogen yang mampu dijelaskan oleh variabel eksogen atau endogen lainnya dalam model. Intepretasi R square menurut Chin (1998) yang dikutip� (Abdillah, W., & Hartono, 2015) adalah 0,19 (pengaruh rendah), 0,33 (pengaruh sedang), dan 0,67 (pengaruh tinggi). Berikut hasil koefisien determinasi (R2) dari variabel endogen disajikan pada tabel berikut

 

Tabel 9. Nilai R-Square

R-square

Kinerja Pelayanan

0.494

OCB

0.429

 

Koefisien determinasi (R-square) yang didapatkan dari model Organizational Citizenship Behavior sebesar 0,429 artinya variabel Organizational Citizenship Behavior dapat dijelaskan 42,9% oleh variabel Budaya Organisasi dan Keterlibatan Kerja. Sedangkan sisanya 57,1% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Nilai R square tersebut (0,429) berada di nilai 0,33 � 0,67, artinya variabel Budaya Organisasi dan Keterlibatan Kerja memberikan pengaruh yang cukup besar (moderat) terhadap variabel Organizational Citizenship Behavior .

Nilai R square Kinerja Pelayanan sebesar 0,494 artinya Kinerja Pelayanan dapat dijelaskan 49,4% oleh variabel Budaya Organisasi, Keterlibatan Kerja, dan Organizational Citizenship Behavior, sedangkan sisanya 50,6% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Nilai R square tersebut (0,494) berada di nilai 0,33 � 0,67, artinya variabel Budaya Organisasi, Keterlibatan Kerja, dan Organizational Citizenship Behavior� memberikan pengaruh yang cukup besar (moderat) terhadap Kinerja Pelayanan.

 

b.     Q square

Q-Square (Q2) menggambarkan ukuran akurasi prediksi, yaitu seberapa baik setiap perubahan variabel eksogen/endogen mampu memprediksi variabel endogen. Q-Square predictive relevance untuk model struktural merupakan ukuran seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Ukuran. Q square di atas 0 menunjukan model memiliki predictive relevance atau kesesuaian prediksi model yang baik. Nilai Q square dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu kecil, sedang dan besar, nilai Q square 0,02 � 0,15 dinyatakan kecil, nilai Q square 0,15 � 0,35 dinyatakan sedang dan nilai Q square >0,35 dinyatakan besar (Mirza Soetirto et al., 2023).

Hasil perhitungan nilai Q-Square untuk model struktural penelitian ini adalah sebagai berikut:

 

Tabel 10. Nilai Q-square

SSO

SSE

Q� (=1-SSE/SSO)

Kinerja Pelayanan

655.000

471.930

0.279

OCB

655.000

470.505

0.282

 

Nilai Q-square (Q2) untuk variabel Organizational Citizenship Behavior� sebesar 0,282 berada pada rentang nilai 0,15 � 0,35, sehingga akurasi prediksi terhadap variabel Organizational Citizenship Behavior� termasuk cukup baik. Pada variabel Kinerja Pelayanan diperoleh nilai Q-square sebesar 0,279 yang menunjukkan nilai Q square berada pada rentang nilai 0,15 � 0,35, sehingga akurasi prediksi terhadap variabel Kinerja Pelayanan termasuk cukup baik. Kedua nilai Q square berada di atas nilai 0, sehingga dapat dikatakan model memiliki predictive relevance. Artinya, nilai estimasi parameter yang dihasilkan model sesuai dengan nilai observasi atau dinyatakan model struktural fit dengan data atau memiliki kesesuaian yang baik.

 

Evaluasi Model Struktural (Inner Model)

Pengujian model struktural (inner model) adalah melihat hubungan antara konstruk laten dengan melihat hasil estimasi koefisien parameter path dan tingkat signifikansinya (Ghozali, 2011). Prosedur tersebut dilakukan sebagai langkah dalam pengujian hipotesis penelitian yang telah diajukan. Pengujian diperoleh hasil output dari model struktur konstruk loading factor yang akan menjelaskan pengaruh konstruk Budaya Organisasi, Keterlibatan Kerja, Organizational Citizenship Behavior dan Kinerja Pelayanan.�

Pengolahan data digunakan dengan menggunakan alat bantu software Smart PLS v4.1.0. Hasil pengolahan data tersebut tampak pada gambar berikut:

 

Gambar 1. Full Model SEM-PLS

Sumber: Pengolahan data primer dengan Smart PLS 4.1.0 (2024)

 

Pengujian Hipothesis

Pada bagian ini disajikan hasil pengujian hipotesis penelitian yang telah diajukan pada bab sebelumnya. Untuk menentukan suatu hipotesis diterima atau tidak dengan membandingkan thitung dengan ttabel dengan syarat jika thitung > ttabel, maka hipotesis diterima. Nilai t tabel untuk taraf signifikansi 5% = 1,96. Untuk lebih jelasnya pada bagian di bawah ini.

Hasil pengujian pengaruh masing-masing variabel penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut:

 

Tabel 11. Path Coefficients

Original sample (O)

Sample mean (M)

Standard deviation (STDEV)

T statistics (|O/STDEV|)

P values

Budaya Organisasi -> Kinerja Pelayanan

0.187

0.185

0.080

2.339

0.019

Budaya Organisasi -> OCB

0.501

0.504

0.069

7.226

0.000

Keterlibatan Kerja -> Kinerja Pelayanan

0.253

0.258

0.077

3.292

0.001

Keterlibatan Kerja -> OCB

0.257

0.256

0.080

3.194

0.001

OCB -> Kinerja Pelayanan

0.406

0.407

0.066

6.116

0.000

Sumber: Pengolahan data primer dengan Smart PLS 4.1.0 (2024)

 

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan analisis PLS di atas, selanjutnya dapat disajikan hasil pengujian masing-masing hipotesis yang diajukan di bab sebelumnya, sebagai berikut:

 

1.      Pengujian Hipotesis 1:

H1: Semakin optimal implementasi budaya organisasi semakin baik pula Organizational Citizenship Behaviour (OCB)

Pada pengujian hipotesis 1 diperoleh nilai koefisien original sample sebesar 0,501. Nilai tersebut membuktikan bahwa Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap perilaku OCB yang hasilnya juga diperkuat dari hasil uji t yang diperoleh nilai thitung (7,226) > ttabel (1,96) dan p (0,000) < 0,05, sehingga dapat dikatakan ada pengaruh positif dan signifikan Budaya Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Artinya, budaya organisasi yang baik akan cenderung meningkatkan perilaku OCB. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa �Semakin optimal Budaya Organisasi semakin baik pula Organizational Citizenship Behaviour (OCB)� dapat diterima.

2.      Pengujian Hipotesis 2:

H2: Semakin baik Budaya Organisasi, semakin baik pula Kinerja Pelayanan

Pada pengujian hipotesis 2 diperoleh nilai koefisien original sample sebesar 0,187. Nilai tersebut membuktikan Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja pelayanan personil yang hasilnya juga diperkuat dari hasil uji t yang diperoleh nilai thitung (2,339) > ttabel (1,96) dan p (0,019) < 0,05, sehingga dapat dikatakan ada pengaruh positif dan signifikan Budaya Organisasi terhadap� Kinerja Pelayanan. Artinya, budaya organisasi yang baik akan cenderung meningkatkan kinerja pelayanan personil. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa �Semakin baik Budaya Organisasi, semakin baik pula kinerja pelayanan personil Polri.� dapat diterima.

3.      Pengujian Hipotesis 3:

H3: Semakin tinggi Keterlibatan Kerja maka semakin tinggi pula perilaku Organizational Citizenship Behaviour (OCB)

Pada pengujian hipotesis 3 diperoleh nilai koefisien original sample sebesar 0,257. Nilai tersebut membuktikan Keterlibatan Kerja berpengaruh positif terhadap Organizational Citizenship Behaviour. Hal ini juga diperkuat dari hasil uji t yang diperoleh nilai thitung (3,194) > ttabel (1,96) dan p (0,001) < 0,05, sehingga dapat dikatakan ada pengaruh positif dan signifikan Keterlibatan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior. Artinya, tingginya tingkat keterlibatan kerja personil akan cenderung meningkatkan perilaku OCB personil. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa � Semakin tinggi keterlibatan kerja maka semakin tinggi pula perilaku Organizational Citizenship Behaviour (OCB) � dapat diterima.

4.      Pengujian Hipotesis 4:

H4: Semakin tinggi keterlibatan kerja maka semakin tinggi pula kinerja pelayanan personil POLRI.

Pada pengujian hipotesis 4 diperoleh nilai koefisien original sample sebesar 0,253.� Nilai tersebut membuktikan keterlibatan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pelayanan personil Polri. Temuan tersebut diperkuat dengan hasil uji t yang diperoleh nilai thitung (3,292) > ttabel (1.96) dan p (0,001) < 0,05, sehingga dapat dikatakan ada pengaruh positif dan signifikan keterlibatan kerja terhadap kinerja pelayanan personil Polri. Artinya, keterlibatan kerja yang tinggi akan cenderung meningkatkan kinerja pelayanan personil. Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan bahwa �Semakin tinggi keterlibatan kerja maka semakin tinggi pula kinerja pelayanan personil Polri � dapat diterima.

5.      Pengujian Hipotesis 5:

H5: Semakin tinggi OCB maka semakin tinggi pula kinerja pelayanan personil Polri��

Pada pengujian hipotesis 5 diperoleh nilai original sample estimate sebesar 0,406. Nilai tersebut membuktikan Organizational Citizenship Behavior berpengaruh positif terhadap Kinerja Pelayanan yang hasilnya juga diperkuat dari hasil uji t yang diperoleh nilai thitung (6,116) > ttabel (1,96) dan p (0,000) < 0,05, sehingga dapat dikatakan ada pengaruh positif dan signifikan Organizational Citizenship Behavior terhadap kinerja pelayanan personil Polri. Artinya, tingginya perilaku OCB akan cenderung meningkatkan kinerja pelayanan personil Polri. Dengan demikian hipotesis kelima yang menyatakan bahwa �Semakin tinggi OCB maka semakin tinggi pula kinerja pelayanan personil Polri � dapat diterima.

 

Pembahasan

1.    pengaruh budaya organisasi terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB)

Budaya Organisasi� terbukti berpengaruh positif� dan signifikan terhadap perilaku OCB yang artinya, budaya organisasi yang baik akan cenderung meningkatkan perilaku OCB.� Penelitian ini mendukung hasil penelitian lain yang� juga menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh pada OCB seperti yang diungkapkan oleh Aji Winoto, (2020) (Mirsya, 2022).

Variabel Budaya Organisasi diukur melalui empat indikator utama, yakni Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, dan Berkeadilan. Sementara itu, variabel Organizational Citizenship Behavior (OCB) diukur dengan lima indikator, yaitu Altruisme, Conscientiousness, Sportmanship, Courtesy, dan Civic Virtue.

Dalam penelitian ini, indikator variabel Budaya Organisasi yang memiliki loading tertinggi adalah Responsibilitas dan Transparansi. Hal ini menunjukkan bahwa dua aspek tersebut memainkan peran penting dalam membentuk budaya organisasi yang mendukung kinerja individu dan kelompok. Di sisi lain, indikator variabel Organizational Citizenship Behavior dengan loading tertinggi adalah Conscientiousness, yang menandakan bahwa kualitas kewajiban dan ketelitian individu sangat berperan dalam perilaku kewarganegaraan organisasi. Temuan ini mengindikasikan adanya hubungan positif antara indikator Responsibilitas dan Transparansi pada Budaya Organisasi dengan Conscientiousness dalam OCB. Artinya, semakin tinggi tingkat Responsibilitas dan Transparansi dalam budaya organisasi, maka semakin besar kemungkinan individu menunjukkan tingkat Conscientiousness yang tinggi dalam perilaku mereka di tempat kerja. Budaya organisasi yang mendukung sikap bertanggung jawab dan transparan membantu menciptakan lingkungan di mana individu merasa terdorong untuk bertindak dengan penuh perhatian, mematuhi aturan, dan menjaga kualitas kerja mereka. Hal ini mengarah pada perilaku yang lebih disiplin, teliti, dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugas di tempat kerja.

Sebaliknya, indikator variabel Budaya Organisasi dengan loading terendah adalah Berkeadilan, sedangkan indikator variabel Organizational Citizenship Behavior dengan loading terendah adalah Courtesy. Meskipun memiliki loading yang lebih rendah, hubungan antara Berkeadilan dan Courtesy tetap menunjukkan korelasi positif. Hal ini berarti bahwa meskipun aspek keadilan dalam budaya organisasi tidak sekuat indikator lain seperti Responsibilitas dan Transparansi, faktor ini tetap berhubungan dengan perilaku Courtesy yang menunjukkan kesopanan dan perhatian terhadap orang lain. Dengan kata lain, penerapan prinsip keadilan dalam organisasi dapat mempengaruhi tingkat kesopanan dan penghormatan antar anggota organisasi, yang pada gilirannya mendukung terciptanya lingkungan kerja yang lebih harmonis dan produktif.

2.    �Pengaruh Budaya Organisasi, terhadap Kinerja Pelayanan

�Budaya Organisasi terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pelayanan personil yang�� artinya, budaya organisasi yang baik akan cenderung meningkatkan kinerja pelayanan personil.� Hasil penelitian ini menunjukkan� dukungan pada penelitian yang menunjukkan bahwa budaya Organisasi� berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja (Haryani et al., 2022).

Variabel Budaya Organisasi diukur melalui empat indikator, yaitu Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, dan Berkeadilan. Sedangkan variabel Kinerja Pelayanan diukur dengan lima indikator, yakni Keandalan (Reliability), Ketanggapan (Responsiveness), Keyakinan (Assurance), Perhatian (Empathy), dan Berwujud (Tangible).

Dari analisis yang dilakukan, indikator variabel Budaya Organisasi dengan nilai loading tertinggi adalah Responsibilitas dan Transparansi. Hal ini menunjukkan bahwa kedua aspek tersebut memiliki kontribusi yang paling signifikan dalam membentuk budaya organisasi yang kuat. Di sisi lain, untuk variabel Kinerja Pelayanan, indikator dengan loading tertinggi adalah Perhatian (Empathy). Temuan ini mengindikasikan adanya hubungan positif antara Responsibilitas dan Transparansi dengan empati. Dengan kata lain, peningkatan dalam penerapan budaya organisasi yang lebih bertanggung jawab dan transparan berpotensi memperbaiki tingkat empati dalam pelayanan. Artinya, budaya organisasi yang mendukung tanggung jawab dan keterbukaan dapat mendorong penyedia layanan untuk lebih peka dan peduli terhadap kebutuhan pelanggan.

Sebaliknya, indikator dengan loading terendah pada variabel Budaya Organisasi adalah Berkeadilan, sedangkan pada variabel Kinerja Pelayanan, indikator dengan loading terendah adalah Berwujud (Tangible). Walaupun memiliki loading yang lebih rendah, terdapat korelasi positif antara Berkeadilan dan Berwujud. Ini berarti bahwa peningkatan dalam aspek keadilan dalam organisasi dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas aspek berwujud dari pelayanan, seperti fasilitas dan perlengkapan fisik yang mendukung pelayanan. Dengan kata lain, budaya organisasi yang mengedepankan prinsip keadilan dapat memperbaiki kualitas dan kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan dalam aspek yang dapat dilihat atau dirasakan secara fisik.

3.    Pengaruh Keterlibatan Kerja maka terhadap� Organizational Citizenship Behaviour (OCB)

�Keterlibatan Kerja berpengaruh positif� dan signifikan terhadap Organizational Citizenship Behaviour yang artinya, tingginya tingkat keterlibatan kerja personil akan cenderung meningkatkan perilaku OCB personil. Hasil ini mendukung beberapa peneliti lain �yang menyatakan bahwa Ketelibatan Kerja berpengaruh positif terhadap perilaku ekstra peran (OCB)� (Binaba et al., 2024; Satyawati & Rahyuda, 2022; Simamora et al., 2021).

Variabel Keterlibatan Kerja diukur melalui enam indikator utama yang meliputi: partisipasi aktif dalam pekerjaan, menjadikan pekerjaan sebagai prioritas utama, menganggap pekerjaan sebagai bagian penting dari harga diri, keterlibatan secara mental dan emosional, motivasi untuk memberikan kontribusi, serta rasa tanggung jawab dalam keterlibatan. Di sisi lain, variabel Organizational Citizenship Behavior (OCB) diukur menggunakan lima indikator, yaitu altruisme, conscientiousness, sportmanship, courtesy, dan civic virtue.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator variabel Keterlibatan Kerja dengan nilai loading tertinggi adalah "Tanggung jawab dalam keterlibatan", yang mengindikasikan bahwa rasa tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan peran berhubungan positif dengan penerapan prinsip-prinsip conscientiousness dalam perilaku kerja. Dengan kata lain, semakin tinggi rasa tanggung jawab individu dalam keterlibatan kerja, semakin kuat pula perilaku conscientiousness yang ditunjukkan, yang mencakup ketelitian, disiplin, dan dedikasi dalam menyelesaikan tugas.

Sebaliknya, indikator dengan nilai loading terendah pada variabel Keterlibatan Kerja adalah "Keterlibatan mental dan emosional", sementara pada variabel OCB, indikator dengan loading terendah adalah "Courtesy". Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif antara keterlibatan mental dan emosional dengan sikap kesopanan dalam berinteraksi. Artinya, semakin tinggi tingkat keterlibatan mental dan emosional seorang individu dalam pekerjaannya, maka semakin baik pula perilaku kesopanan yang ditunjukkan dalam hubungan dengan rekan kerja dan lingkungan kerja secara keseluruhan.

4.    Pengaruh keterlibatan kerja terhadap pelayanan personil POLRI.

Keterlibatan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pelayanan personil Polri yang artinya, keterlibatan kerja yang tinggi akan cenderung meningkatkan kinerja pelayanan personil.� Hasil ini mendukung penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa keterlibatan kerja dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja pelayanan public.

Variabel Keterlibatan Kerja diukur melalui enam indikator utama, yaitu aktif berpartisipasi dalam pekerjaan, menjadikan pekerjaan sebagai prioritas utama, menganggap pekerjaan penting bagi harga diri, keterlibatan mental dan emosional, motivasi untuk berkontribusi, dan tanggung jawab dalam keterlibatan. Sementara itu, Variabel Kinerja Pelayanan diukur menggunakan lima indikator, meliputi keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), keyakinan (assurance), perhatian (empathy), dan berwujud (tangible).

Indikator dari variabel Keterlibatan Kerja dengan loading tertinggi adalah tanggung jawab dalam keterlibatan, yang menunjukkan bahwa sejauh mana seseorang merasa bertanggung jawab atas peran mereka dalam pekerjaan memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat keterlibatan mereka. Sedangkan, indikator dari variabel Kinerja Pelayanan dengan loading tertinggi adalah perhatian (empathy), yang menunjukkan bahwa perhatian terhadap kebutuhan pelanggan secara emosional dan empatik sangat mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif antara tanggung jawab dalam keterlibatan dengan empati, yang berarti semakin tinggi rasa tanggung jawab dalam keterlibatan, maka semakin tinggi pula tingkat empati yang ditunjukkan dalam kinerja pelayanan. Dengan kata lain, keterlibatan yang tinggi dalam pekerjaan dapat memperkuat sikap empatik dalam melayani pelanggan.

Di sisi lain, indikator dari variabel Keterlibatan Kerja dengan loading terendah adalah keterlibatan mental dan emosional, yang menunjukkan bahwa meskipun penting, aspek ini mungkin tidak sekuat indikator lainnya dalam menggambarkan tingkat keterlibatan secara keseluruhan. Sedangkan, indikator dari variabel Kinerja Pelayanan dengan loading terendah adalah berwujud (tangible), yang menunjukkan bahwa meskipun elemen fisik atau tampilan produk mempengaruhi persepsi pelanggan, pengaruhnya lebih rendah dibandingkan aspek lainnya dalam kualitas layanan. Temuan ini menunjukkan adanya korelasi positif antara keterlibatan mental dan emosional dengan elemen berwujud, yang berarti semakin baik keterlibatan mental dan emosional karyawan dalam pekerjaan, semakin berkualitas elemen berwujud dalam pelayanan. Artinya, peningkatan keterlibatan mental dan emosional dapat memperbaiki kualitas elemen fisik yang terlihat oleh pelanggan, sehingga meningkatkan pengalaman mereka.

5.    �Semakin tinggi OCB maka semakin tinggi pula kinerja pelayanan personil Polri��

�Organizational Citizenship Behavior berpengaruh positif terhadap Kinerja Pelayanan yang artinya, tingginya perilaku OCB akan cenderung meningkatkan kinerja pelayanan personil Polri.� Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perilaku kewarganegaraan organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Variabel Organizational Citizenship Behavior (OCB) diukur melalui lima indikator utama, yaitu Altruisme, Conscientiousness, Sportmanship, Courtesy, dan Civic Virtue. Sementara itu, variabel Kinerja Pelayanan dievaluasi berdasarkan lima indikator, yakni Keandalan (Reliability), Ketanggapan (Responsiveness), Keyakinan (Assurance), Perhatian (Empathy), dan Berwujud (Tangible).

Dari hasil analisis, indikator dengan loading tertinggi pada variabel OCB adalah Conscientiousness, yang menunjukkan pentingnya kualitas kesungguhan dalam perilaku organisasi. Sedangkan pada variabel Kinerja Pelayanan, indikator dengan loading tertinggi adalah Perhatian (Empathy), menandakan bahwa kemampuan untuk menunjukkan empati kepada pelanggan sangat berperan dalam meningkatkan kinerja layanan. Temuan ini mengindikasikan adanya hubungan positif antara Conscientiousness dan empati; dengan kata lain, semakin tinggi tingkat kesungguhan dalam perilaku individu, semakin besar kemampuannya untuk menunjukkan perhatian yang tulus kepada orang lain. Artinya, organisasi yang memiliki anggota yang cermat dan berdedikasi lebih mungkin untuk memberikan layanan yang penuh perhatian dan memahami kebutuhan pelanggan.

Di sisi lain, indikator dengan loading terendah pada variabel OCB adalah Courtesy, sementara pada variabel Kinerja Pelayanan, indikator dengan loading terendah adalah Berwujud (Tangible). Meskipun demikian, hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara Courtesy dan Berwujud; semakin baik sikap sopan santun (Courtesy), maka kualitas aspek berwujud (Tangible) dari layanan juga dapat meningkat. Artinya, sikap saling menghormati dan perhatian dalam interaksi antar anggota organisasi dapat mempengaruhi kualitas fisik dan materiil dari layanan yang diberikan, menunjukkan bahwa layanan yang didukung oleh etika kerja yang baik dapat memperbaiki pengalaman pelanggan secara keseluruhan.

 

KESIMPULAN

 

�� Rumusan permasalahan penelitian ini adalah bagaimana budaya organisasi, keterlibatan kerja personil, dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) dapat meningkatkan kinerja Personil Polri DITRESKRIMSUS Polda Banten. Temuan menunjukkan bahwa optimalnya implementasi budaya organisasi berkontribusi positif terhadap OCB dan kinerja pelayanan, di mana budaya yang baik mendorong perilaku sukarela anggota organisasi. Selain itu, keterlibatan kerja yang tinggi berhubungan langsung dengan peningkatan OCB dan kinerja pelayanan, artinya individu yang terlibat secara aktif cenderung menunjukkan kinerja yang lebih baik. Hasil juga menunjukkan bahwa OCB yang tinggi meningkatkan kinerja pelayanan, sehingga budaya organisasi dan keterlibatan kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja melalui OCB. Implikasi teoritis dari hasil penelitian ini menekankan pentingnya budaya organisasi yang mendukung sebagai faktor kunci dalam meningkatkan OCB dan kinerja pelayanan. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian lebih lanjut dapat fokus pada pengembangan model budaya organisasi yang efektif dalam konteks kepolisian. Di sisi manajerial, hasil penelitian merekomendasikan penguatan aspek keadilan dalam budaya organisasi, peningkatan keterlibatan mental dan emosional anggota, serta pengembangan perilaku sopan untuk mendorong OCB dan kinerja pelayanan yang lebih baik. Dengan memperhatikan implikasi ini, manajemen Polri dapat merancang kebijakan dan program pelatihan yang mendukung keterlibatan dan perilaku positif, yang pada gilirannya akan meningkatkan efektivitas pelayanan publik dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.

 

BIBLIOGRAFI

 

Al-Swidi, A. K., Gelaidan, H. M., & Saleh, R. M. (2021). The joint impact of green human resource management, leadership and organizational culture on employees� green behaviour and organisational environmental performance. Journal of Cleaner Production, 316, 128112. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2021.128112

Aprianty, H., Mulyadi, S., Dani, R., & Purnawan, H. (2023). Budaya Kerja Polri dalam Sistem Pelayanan Masyarakat di Polres Bengkulu Tengah. PERSPEKTIF, 12(3), 1022�1029. https://doi.org/10.31289/perspektif.v12i3.9628

Binaba, K., Sendow, G. M., & Lumintang, G. G. (2024). Pengaruh Employee Engagment, Psychological Well-Being Dan Transformational Leadership Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan Bank BNI KC Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 12(4), 287�298. https://doi.org/10.35794/emba.v12i4.58964

da Silva, L. B. P., Soltovski, R., Pontes, J., Treinta, F. T., Leit�o, P., Mosconi, E., de Resende, L. M. M., & Yoshino, R. T. (2022). Human resources management 4.0: Literature review and trends. Computers & Industrial Engineering, 168, 108111. https://doi.org/10.1016/j.cie.2022.108111

del-Castillo-Feito, C., Blanco-Gonz�lez, A., & Hern�ndez-Perlines, F. (2022). The impacts of socially responsible human resources management on organizational legitimacy. Technological Forecasting and Social Change, 174, 121274. https://doi.org/10.1016/j.techfore.2021.121274

Divya, G., & Gupta, K. (2022). The Emerging Challenges of Human Resource Management. Journal of Positive School Psychology, 6(4).

Haldorai, K., Kim, W. G., & Garcia, R. L. F. (2022). Top management green commitment and green intellectual capital as enablers of hotel environmental performance: The mediating role of green human resource management. Tourism Management, 88, 104431. https://doi.org/10.1016/j.tourman.2021.104431

Haryani, T., Chandra Kirana, K., & Wiyono, G. (2022). Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening. TheJournalish: Social and Government, 3(1). https://doi.org/10.55314/tsg.v3i1.234

HERI, E. I. (2019). Tantangan Pengembangan SDM Polri di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Ilmu Kepolisian, 13(2). https://doi.org/10.35879/jik.v13i2.159

Mirsya, I. (2022). Budaya Organisasi, Kompensasi, dan Kompetensi terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB) dengan Komitmen Organisasi Sebagai Pemediasi. Journal of Business and Economics (JBE) UPI YPTK, 7(1). https://doi.org/10.35134/jbeupiyptk.v7i1.139

Mochtar, D., Hadi, D., & Ab, S. A. (2022). Responsivitas Pelayanan Publik (Studi Kasus Pelayanan Polres Rejang Lebong Terhadap Pengaduan Masyarakat). Student Journal of Business and Management, 4(2).

Mohiuddin, M., Hosseini, E., Faradonbeh, S. B., & Sabokro, M. (2022). Achieving human resource management sustainability in universities. International Journal of Environmental Research and Public Health, 19(2), 928.

Saeidi, P., Mardani, A., Mishra, A. R., Cajas, V. E. C., & Carvajal, M. G. (2022). Evaluate sustainable human resource management in the manufacturing companies using an extended Pythagorean fuzzy SWARA-TOPSIS method. Journal of Cleaner Production, 370, 133380. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2022.133380

Satyawati, C. I. S., & Rahyuda, A. G. (2022). Analisis budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior dengan employee engagement sebagai variabel mediasi. Jurnal Nusantara Aplikasi Manajemen Bisnis, 7(2), 358�368.

Simamora, S. B. H., Entang, M., & Patras, Y. E. (2021). Peningkatan Organizational Citizenship Behavior (Ocb) Dengan Cara Adversity Quotient (Aq) Dan Servant Leadership Pada Guru Smk Berstatus Pns Se-Kota Bogor. Jurnal Manajemen Pendidikan, 9(1), 30�37. https://doi.org/10.33751/jmp.v9i1.3365

 

� 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).