Frans Julius1, Nunung Ghoniyah2, Ardian Adhitama3,
Lutfi Nurcholis4
Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Indonesia1234
Email: [email protected]
Abstrak |
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran
budaya organisasi, keterlibatan kerja personil, dan Organizational
Citizenship Behavior (OCB) terhadap kinerja personil Polri di Ditreskrimsus
Polda Banten. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplanatori yang
bersifat asosiatif, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel atau lebih. Populasi penelitian meliputi seluruh SDM Subdit I
Industri Perdagangan Ditreskrimsus Polda Banten, yang berjumlah 134 personil,
terdiri dari 131 anggota personil dan 3 PNS Polri. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah purposive sampling, dengan responden yang berjumlah 131
anggota personil. Pengukuran variabel dilakukan melalui kuesioner pribadi
dengan skala Likert 1-5, di mana pernyataan berkisar dari Sangat Tidak Setuju
(STS) hingga Sangat Setuju (SS). Analisis data menggunakan Partial Least
Square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin optimal implementasi
budaya organisasi, semakin baik pula perilaku Organizational Citizenship
Behavior (OCB). Selain itu, peningkatan budaya organisasi juga berdampak positif terhadap
peningkatan kinerja pelayanan. Keterlibatan kerja yang tinggi berhubungan
positif dengan peningkatan perilaku OCB, yang pada gilirannya turut
meningkatkan kinerja pelayanan personil Polri. Temuan ini menegaskan bahwa
peningkatan budaya organisasi dan keterlibatan kerja dapat memperkuat
perilaku OCB dan meningkatkan kualitas pelayanan personil Polri. Kata kunci: Organizational
Citizenship Behavior; Keterlibatan kerja; kinerja pelayanan; budaya
organisasi |
|
Abstract |
This study aims to
analyze the role of organizational culture, employee engagement, and
Organizational Citizenship Behavior (OCB) on the performance of police
personnel at Ditreskrimsus Polda Banten. The
research type is explanatory and associative, aimed at understanding the
relationships between two or more variables. The study population consists of
all human resources in Subdit I Industrial and
Trade at Ditreskrimsus Polda Banten, totaling 134
personnel, comprising 131 police officers and 3 civilian personnel. The
sampling technique used is purposive sampling, with 131 police officers as
the respondents. Data collection was carried out using personal
questionnaires with a 1-5 Likert scale, ranging from Strongly Disagree (SD)
to Strongly Agree (SA). Data analysis was performed using Partial Least
Squares (PLS). The results indicate that the more optimal the implementation
of organizational culture, the better the Organizational Citizenship Behavior
(OCB). Additionally, a better organizational culture positively impacts
service performance. Higher employee engagement is associated with increased
OCB, which in turn contributes to improved service performance among police
personnel. These findings emphasize that enhancing organizational culture and
employee engagement can strengthen OCB and elevate the quality of police
service. Keywords: Organizational Citizenship Behavior;
organizational culture; employee service performance; employee engagement |
*Correspondence
Author: Frans Julius
Email: [email protected]
PENDAHULUAN
Sumber
Daya Manusia (SDM) adalah aset vital dalam setiap organisasi, termasuk
institusi kepolisian (Divya & Gupta,
2022). Mereka berfungsi sebagai
penggerak utama yang menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu entitas. SDM
berperan dalam menjalankan berbagai fungsi operasional, strategis, dan
manajerial. Tanpa SDM yang berkualitas dan berkompeten, organisasi akan
kesulitan mencapai tujuan jangka panjang, mengembangkan daya saing, atau
memberikan nilai tambah kepada masyarakat (Al-Swidi et al.,
2021; Saeidi et al., 2022). Oleh karena itu, manajemen
SDM yang efektif sangat diperlukan untuk mengoptimalkan potensi individu dan
mendukung pertumbuhan organisasi secara keseluruhan.
Keberhasilan
suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat bergantung
pada peran SDM (Haldorai et al.,
2022; Mohiuddin et al., 2022). Sumber daya manusia tidak
hanya berfungsi sebagai objek dalam pencapaian tujuan, tetapi juga sebagai
pelaku utama yang mewujudkan tujuan tersebut (da Silva et al.,
2022; del-Castillo-Feito et al., 2022). Faktor ini dianggap paling
penting dalam suatu organisasi. SDM juga mempengaruhi
efisiensi dan efektivitas organisasi dalam menjalankan kegiatannya. Pentingnya peran SDM berlaku
tidak hanya di organisasi swasta, tetapi juga di instansi pemerintahan seperti
Kepolisian.
Kepolisian
Negara Republik Indonesia memiliki tugas dan fungsi dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang aman,
adil, makmur, dan sejahtera. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002,
kepolisian mencakup semua hal terkait fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Tugas Polri termasuk memelihara Kamtibmas,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan dan pelayanan kepada
masyarakat.
Dalam
mencapai visi dan misi tersebut, Polri harus seirama dengan perubahan era
reformasi. Menurut pernyataan Kapolri, hubungan kerja antar anggota harus
mencerminkan kerja sama timbal balik (Nugraha & Mayastinasari, 2023).
Budaya organisasi Polri menjadi kunci dalam mencapai visi dan misi tersebut (Aprianty et al., 2023). Budaya organisasi adalah makna
yang dianut bersama oleh anggota, yang membedakannya dari organisasi lain
(Robbins, 2001).
Perubahan
kebijakan sejak reformasi, seperti pemisahan Polri dari Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI), telah mengubah dimensi budaya organisasi Polri dari
militer ke sipil. Meskipun perubahan ini dimaksudkan untuk mengubah watak dan
kultur penegakan hukum, tantangan tetap ada. Budaya militerisme masih kuat, dan
penyalahgunaan wewenang sering terjadi, yang menyebabkan pelanggaran HAM.
Peran
penting kepolisian dalam memberikan pengayoman menuntut pelayanan optimal.
Kualitas pelayanan tersebut sangat bergantung pada kepuasan masyarakat terhadap
layanan yang diberikan (Mochtar et al., 2022). Namun, sering kali pelayanan
pengaduan menghadapi tingkat kesibukan yang tinggi karena banyaknya kasus yang
dilaporkan. Oleh karena itu, penting untuk menyediakan layanan tambahan agar
setiap pengaduan dapat diproses dengan baik.
Selanjutnya,
etika kepolisian mencakup norma-norma perilaku yang menjadi pedoman dalam
menjalankan tugas (HERI, 2019). Budaya sebagai kekuatan yang
membentuk sikap dan perilaku manusia harus diperkuat dalam organisasi. Tanpa
pengembangan budaya yang terarah, anggota polisi tidak dapat diharapkan menunjukkan
sikap yang konsisten terhadap visi dan misi organisasi (Sutrisno, 2019;
Sulaksono, 2019).
Dalam
konteks ini, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja personil Polri DITRESKRIMSUS Polda
Banten. Manfaat penelitian ini mencakup aspek teoritis dan praktis, di mana
hasilnya dapat memberikan masukan bagi institusi kepolisian tentang pentingnya
budaya organisasi dan keterlibatan kerja dalam meningkatkan kinerja pelayanan
publik.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini menggunakan metode eksplanatory research yang bersifat asosiatif, yang
dirancang untuk mengungkap hubungan antar variabel, khususnya Budaya Organisasi
POLRI, keterlibatan kerja personil, Organizational Citizenship Behavior (OCB),
dan Kinerja Pelayanan Publik (Sugiyono, 2012). Metode ini dipilih karena
kemampuannya dalam menjelaskan pengujian hipotesis dan memberikan pemahaman
mendalam tentang interaksi antar variabel yang diteliti. Dibandingkan dengan metode
deskriptif yang hanya menggambarkan kondisi tanpa menjelaskan hubungan, atau
metode kualitatif yang lebih fokus pada narasi dan konteks, pendekatan
eksplanatory research memungkinkan analisis kuantitatif yang lebih objektif dan
terukur. Kelebihan dari metode ini terletak pada kemampuannya untuk memberikan
bukti empiris yang kuat dalam membenarkan atau memperkuat hipotesis yang
diajukan, sehingga hasil penelitian dapat memberikan kontribusi signifikan
terhadap teori yang ada. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang
menilai variabel-variabel tersebut, yang memungkinkan peneliti untuk
mengumpulkan data secara langsung dari responden dan mendapatkan wawasan yang
relevan. Dengan demikian, metode ini menjadi pilihan yang paling sesuai untuk
menjawab pertanyaan penelitian yang ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif Data
Penelitian
Analisis deskriptif merupakan
teknik analisis statistik yang digunakan untuk menggambarkan dan meringkas
karakteristik dasar dari data yang dikumpulkan. Tujuan utamanya adalah
memberikan gambaran awal mengenai pola atau tren dalam data, sehingga dapat
memahami distribusi dan sifat-sifat data sebelum masuk ke dalam analisis yang
lebih kompleks.
Instrumen penelitian
menggunakan dengan 5 alternatif jawaban (skala 1-5). Selanjutnya akan dibentuk
kategorisasi data menjadi 3 kelompok. Untuk menentukan kriteria skor setiap
kelompok dapat dihitung sebagai berikut (Sugiyono, 2017):
a. Skor tertinggi �� = 5
b. Skor terendah �� = 1
c. Range ������������� = Skor tertinggi � skor terendah = 5 - 1 = 4
d. Interval kelas �� = Range / banyak kategori = 4/3 = 1,33
Berdasarkan besaran interval
kelas tersebut, maka kriteria dari ketiga kategori tersebut, yaitu: kategori
rendah, skor = 1,00 � 2,33 , kategori sedang, skor = 2,34 � 3,66� dan kategori tinggi/baik, dengan skor
3,67� � 5,00. Deskripsi masing-masing
variabel secara lengkap disajikan berikut ini:
1.
Budaya Organisasi
Deskripsi tanggapan responden
dalam bentuk statistik deskriptif data variabel Budaya Organisasi dapat
disajikan sebagai berikut:
Tabel 1. Statistik Deskriptif Variabel
Budaya Organisasi
Variabel dan
indikator |
Mean |
Standar
Deviasi |
|
Budaya Organisasi |
3.89 |
|
|
1.
Prediktif |
3.95 |
0.72 |
|
2.
Responsibilitas |
3.86 |
0.79 |
|
3.
Transparansi |
3.88 |
0.79 |
|
4.
Berkeadilan |
3.87 |
0.73 |
Berdasarkan data pada Tabel 1
terlihat bahwa nilai mean data variabel Budaya Organisasi secara keseluruhan
sebesar 3,89 terletak pada rentang kategori tinggi (3,67� � 5,00). Artinya, bahwa secara umum responden
menilai bahwa dalam organisasi telah tercipta budaya organisasi yang baik.
Hasil deskripsi data pada variabel Budaya Organisasi didapatkan dengan nilai
mean tertinggi adalah indikator Prediktif (3.95) dan terendah adalah indikator
Responsibilitas (3.86).
2.
Keterlibatan Kerja
Deskripsi tanggapan responden
dalam bentuk statistik deskriptif data variabel Keterlibatan Kerja dapat
disajikan sebagai berikut:
Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel
Keterlibatan Kerja
Variabel dan
indikator |
Mean |
Standar
Deviasi |
|
Keterlibatan Kerja |
3.83 |
|
|
1.
Aktif
berpartisipasi dalam pekerjaan |
3.80 |
0.72 |
|
2.
Mengutamakan pekerjaan sebagai prioritas utama |
3.86 |
0.74 |
|
3.
Menganggap pekerjaan penting bagi harga diri |
3.82 |
0.74 |
|
4.
Keterlibatan
mental dan emosional |
3.79 |
0.71 |
|
5.
Motivasi
untuk berkontribusi |
3.86 |
0.75 |
|
6.
Tanggung
jawab dalam keterlibatan |
3.83 |
0.72 |
Pada variabel keterlibatan
kerja secara keseluruhan diperoleh nilai mean sebesar 3,83 terletak pada
rentang kategori baik (3,67� � 5,00).
Artinya, personil kepolisian yang bertugas di Subdit I Industri Perdagangan Direktorat
Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten memiliki keterlibatan yang
tinggi dalam kegiatan organisasi.� Hasil
deskripsi data pada variabel Keterlibatan Kerja didapatkan dengan dua indikator
dengan nilai mean tertinggi yaitu Mengutamakan pekerjaan sebagai prioritas
utama dan Motivasi untuk berkontribusi dengan nilai mean yang sama (3,86).
Untuk indikator terendah pada variabel ini adalah Keterlibatan mental dan
emosional (3,79).
3.
Organizational Citizenship
Behavior
Deskripsi tanggapan responden
dalam bentuk statistik deskriptif data variabel Organizational Citizenship
Behavior dapat disajikan sebagai berikut:
Tabel 3. Statistik Deskriptif Variabel
Organizational Citizenship Behavior
Variabel dan
indikator |
Mean |
Standar
Deviasi |
|
�Organizational
Citizenship Behavior |
3.90 |
|
|
1.
Altruisme |
3.89 |
0.89 |
|
2.
Conscientiousness |
3.90 |
0.93 |
|
3.
Sportmanship |
3.89 |
0.94 |
|
4.
Courtesy |
3.86 |
0.81 |
|
5.
Civic Virtue |
3.95 |
0.76 |
Pada variabel Organizational
Citizenship Behavior secara keseluruhan diperoleh nilai mean sebesar 3,90 terletak
pada rentang kategori tinggi/baik (3,67�
� 5,00). Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang tinggi artinya
karyawan memiliki perilaku yang melebihi dari tugas yang diwajibkan, dan secara
sukarela membantu keberlangsungan organisasi. Hasil deskripsi data pada
variabel Organizational Citizenship Behavior didapatkan dengan nilai mean
tertinggi adalah indikator Civic Virtue (3,95) dan terendah adalah Courtesy
(3,86).
4.
Kinerja pelayanan
Deskripsi tanggapan responden
dalam bentuk statistik deskriptif data variabel Kinerja pelayanan dapat
disajikan sebagai berikut:
Tabel 4. Statistik Deskriptif Variabel
Kinerja pelayanan
Variabel dan
indikator |
Mean |
Standar
Deviasi |
|
Kinerja pelayanan |
3.93 |
|
|
1.
Kebutuhan
fisiologis, |
3.76 |
0.95 |
|
2.
Kebutuhan
keselamatan, |
3.81 |
0.94 |
|
3.
Kebutuhan
sosial, |
3.69 |
1.01 |
|
4.
Kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri. |
3.93 |
1.03 |
Hasil statistik deskriptif
variabel Kinerja Pelayanan secara keseluruhan diperoleh nilai mean sebesar 3,93
terletak pada rentang kategori tinggi/baik (3,67� � 5,00). Artinya, bahwa secara umum anggota
telah memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Hasil deskripsi data
pada variabel Kinerja Pelayanan didapatkan dengan nilai mean tertinggi adalah
indikator Ketanggapan (Responsiveness) (3,99) dan terendah pada indikator
Keyakinan (Assurance) (3,86).
Evaluasi Model Pengukuran
(Outer Model)
Evaluasi model pengukuran
(outer model) merupakan evaluasi dasar yang dilakukan dalam analisis PLS.
Tujuan evaluasi ini adalah untuk mengetahui validitas dan reliabilitas
indikator-indikator yang mengukur variabel laten. Kriteria validitas diukur
dengan convergent dan discriminant validity, sedangkan kriteria reliabilitas
konstruk diukur dengan composite reliability, Average Variance Extracted (AVE),
dan Cronbach Alpha.
a.
Convergent Validity
Evaluasi model pengukuran
variabel laten dengan indikator reflektif dianalisis dengan melihat convergent
validity setiap indikator. Pengujian convergent validity pada PLS dapat dilihat
dari nilai loading faktor (outer loading) setiap indikator terhadap variabel
latennya. Nilai outer loading di atas 0,70 sangat direkomendasikan (Ghozali,
2011).
b.
Discriminant Validity
Discriminant validity yaitu
ukuran yang menunjukkan bahwa variabel laten berbeda dengan konstruk atau
variabel lain secara teori dan terbukti secara empiris melalui pengujian
statistik. Validitas diskriminan diukur dengan Fornell Lacker Criterion, HTMT,
serta Cross loading. Hasil pengujian pada masing-masing variabel dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Hasil Uji Fornell Lacker
Criterion
Pengujian validitas
menggunakan kriteria Fornell-Larcker Criterion dilakukan dengan melihat nilai
akar Average Variance Extract (AVE) dibandingkan dengan korelasi antar konstruk
dengan konstruk lainnya. Uji ini terpenuhi jika akar AVE lebih besar daripada
korelasi antar variabel.�
Tabel 5. Nilai Uji Discriminant
Validity dengan krieria Fornell-Larcker Criterion
Budaya Organisasi |
Keterlibatan Kerja |
Kinerja Pelayanan |
OCB |
|
Budaya Organisasi |
0.814 |
|||
Keterlibatan Kerja |
0.433 |
0.809 |
||
Kinerja Pelayanan |
0.545 |
0.526 |
0.764 |
|
OCB |
0.613 |
0.474 |
0.640 |
0.826 |
Keterangan: Nilai yang dicetak
tebal adalah nilai akar AVE.
Tabel 5. menyajikan nilai akar
AVE lebih tinggi dari nilai korelasi antar konstruk lainnya. Hasil ini
menunjukkan bahwa konstruk dalam model yang diestimasikan telah memenuhi
kriteria discriminant validity yang tinggi, artinya hasil analisis data dapat
diterima karena nilai yang menggambarkan hubungan antar konstruk berkembang.
Hal ini dapat berarti bahwa seluruh konstruk memiliki discriminant validity
yang baik. Oleh karena itu, instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur
seluruh konstruk atau variabel laten dalam penelitian ini telah memenuhi
kriteria validitas diskriminan.
2. Hasil Uji
Heterotrait-Monotrait Ratio (HTMT)
Pengujian validitas
menggunakan kriteria Heterotrait-monotrait ratio (HTMT) dilakukan dengan
melihat matrik HTMT. Kriteria HTMT yang diterima adalah dibawah 0,9 yang
mengindikasikan evaluasi validitas�
diskriminan diterima.�
Tabel 6. Nilai Uji Discriminant
Validity dengan krieria Heterotrait-monotrait ratio (HTMT)
Budaya Organisasi |
Keterlibatan Kerja |
Kinerja Pelayanan |
OCB |
|
Budaya Organisasi |
||||
Keterlibatan Kerja |
0.503 |
|||
Kinerja Pelayanan |
0.663 |
0.613 |
||
OCB |
0.709 |
0.530 |
0.750 |
Sumber: Data penelitian yang
diolah (2024)
Tabel 6. menunjukkan bahwa
nilai-nilai dalam matrik HTMT tidak lebih dari 0,9. Artinya, model menunjukkan
bahwa evaluasi validitas� diskriminan
dapa diterima. Dari hasil pengujian validitas diskriminan, dapat diketahui
bahwa syarat uji Fornell-Larcker Criterion dan HTMT telah terpenuhi sehingga
semua konstruk dalam model yang diestimasikan memenuhi kriteria discriminant
validity yang baik artinya hasil analisis data dapat diterima.
3. Cross Loading
Hasil an�lisis mengenai
korelasi konstruk dengan indikatornya sendiri atau korelasi konstruk dengan
indikator yang lain dapat disajikan pada bagian tabel cross loading.
Tabel 7. Nilai Cross Loading
Budaya Organisasi |
Keterlibatan Kerja |
Kinerja Pelayanan |
OCB |
|
X1_1 |
0.762 |
0.377 |
0.420 |
0.427 |
X1_2 |
0.884 |
0.337 |
0.423 |
0.553 |
X1_3 |
0.884 |
0.368 |
0.470 |
0.549 |
X1_4 |
0.714 |
0.333 |
0.459 |
0.454 |
X2_1 |
0.263 |
0.730 |
0.436 |
0.327 |
X2_2 |
0.427 |
0.840 |
0.425 |
0.457 |
X2_3 |
0.375 |
0.841 |
0.422 |
0.347 |
X2_4 |
0.259 |
0.719 |
0.402 |
0.328 |
X2_5 |
0.418 |
0.845 |
0.447 |
0.411 |
X2_6 |
0.341 |
0.868 |
0.421 |
0.415 |
Y1_1 |
0.454 |
0.344 |
0.556 |
0.830 |
Y1_2 |
0.545 |
0.418 |
0.538 |
0.863 |
Y1_3 |
0.567 |
0.410 |
0.574 |
0.874 |
Y1_4 |
0.389 |
0.360 |
0.496 |
0.806 |
Y1_5 |
0.555 |
0.420 |
0.472 |
0.753 |
Y2_1 |
0.388 |
0.399 |
0.741 |
0.480 |
Y2_2 |
0.339 |
0.405 |
0.755 |
0.463 |
Y2_3 |
0.467 |
0.359 |
0.748 |
0.472 |
Y2_4 |
0.437 |
0.494 |
0.833 |
0.523 |
Y2_5 |
0.446 |
0.342 |
0.737 |
0.502 |
Berdasarkan an�lisis cross
loading, kriteria uji validitas diskriminan yaitu apabila nilai korelasi
konstruk dengan indikatornya sendiri lebih besar dibanding korelasi indikator
dengan konstruk lainnya, maka dapat dikatakan memiliki validitas diskriminan
yang baik. Dari hasil pengolahan data yang tersaji pada tabel cross loading
dapat diketahui bahwa syarat tersebut telah terpenuhi sehingga semua konstruk
dalam model yang diestimasikan memenuhi kriteria discriminant validity yang
baik artinya hasil analisis data dapat diterima.
c.
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan
teknik statistik yang digunakan untuk menilai konsistensi dan kestabilan suatu
instrumen pengukuran dalam mengukur suatu variabel atau konstruk tertentu. Uji
reliabilitas penting untuk memastikan bahwa instrumen pengukuran dapat
dipercaya dan menghasilkan data yang konsisten. Pengukuran reliabilitas dalam
hal ini dilakukan dengan menggunakan 3 (tiga) cara yaitu :
a) Composite Reliability.
b) Average Variance Extracted
(AVE)
c) Cronbach alpha
Hasil Cronbach's Alpha,
composite reliability, dan AVE antar konstruk dengan indikator-indikatornya
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 8. Hasil Uji Reliabilitas
Cronbach's
alpha |
Composite reliability |
Average
variance extracted (AVE) |
|
Budaya
Organisasi |
0.827 |
0.886 |
0.663 |
Keterlibatan
Kerja |
0.893 |
0.919 |
0.655 |
Kinerja
Pelayanan |
0.821 |
0.875 |
0.583 |
OCB |
0.883 |
0.915 |
0.683 |
Sumber: Data penelitian yang
diolah (2024)
Tabel 8 menunjukkan dari hasil uji
reliabilitas masing-masing konstruk dapat dikatakan baik. Hal ini dibuktikan
dari nilai AVE masing-masing konstruk > 0,5, nilai composite
reliability� dan cronbach alpha
masing-masing konstruk > 0,7. Mengacu pada pendapat Chin dalam Ghozali
(2011) maka hasil dari uji reliabilitas dengan kriteria cronbach alpha,
composite reliability dan AVE masing-masing konstruk dinyatakan baik dapat
digunakan dalam proses analisis untuk menunjukkan hubungan antar konstruk.
Artinya, memiliki seluruh konstruk dapat dikatakan reliabel dan dapat digunakan
untuk proses penelitian selanjutnya. Atas dasar hasil evaluasi convergent
validity dan discriminant validity dari variabel serta reliabilitas variabel,
dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator yang digunakan dapat dinyatakan
valid dan reliabel sebagai pengukur variabel penelitian.
Evaluasi Kesesuaian Model
(Goodness of fit)
Analisis PLS merupakan
analisis SEM berbasis varians dengan tujuan pada pengujian teori model yang
menitikberatkan pada studi prediksi. Beberapa ukuran untuk menyatakan model
yang diajukan dapat diterima yaitu R square, dan Q square (Hair et al., 2019).
a. R square
R square menunjukkan besarnya
variasi variabel endogen yang mampu dijelaskan oleh variabel eksogen atau
endogen lainnya dalam model. Intepretasi R square menurut Chin (1998) yang
dikutip� (Abdillah, W., & Hartono,
2015) adalah 0,19 (pengaruh rendah), 0,33 (pengaruh sedang), dan 0,67 (pengaruh
tinggi). Berikut hasil koefisien determinasi (R2) dari variabel endogen
disajikan pada tabel berikut
Tabel 9. Nilai R-Square
R-square |
|
Kinerja
Pelayanan |
0.494 |
OCB |
0.429 |
Koefisien determinasi
(R-square) yang didapatkan dari model Organizational Citizenship Behavior
sebesar 0,429 artinya variabel Organizational Citizenship Behavior dapat
dijelaskan 42,9% oleh variabel Budaya Organisasi dan Keterlibatan Kerja. Sedangkan
sisanya 57,1% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Nilai R square
tersebut (0,429) berada di nilai 0,33 � 0,67, artinya variabel Budaya
Organisasi dan Keterlibatan Kerja memberikan pengaruh yang cukup besar
(moderat) terhadap variabel Organizational Citizenship Behavior .
Nilai R square Kinerja
Pelayanan sebesar 0,494 artinya Kinerja Pelayanan dapat dijelaskan 49,4% oleh
variabel Budaya Organisasi, Keterlibatan Kerja, dan Organizational Citizenship
Behavior, sedangkan sisanya 50,6% dipengaruhi oleh variabel lain di luar
penelitian. Nilai R square tersebut (0,494) berada di nilai 0,33 � 0,67,
artinya variabel Budaya Organisasi, Keterlibatan Kerja, dan Organizational
Citizenship Behavior� memberikan pengaruh
yang cukup besar (moderat) terhadap Kinerja Pelayanan.
b.
Q square
Q-Square (Q2) menggambarkan
ukuran akurasi prediksi, yaitu seberapa baik setiap perubahan variabel
eksogen/endogen mampu memprediksi variabel endogen. Q-Square predictive
relevance untuk model struktural merupakan ukuran seberapa baik nilai observasi
dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Ukuran. Q square di atas
0 menunjukan model memiliki predictive relevance atau kesesuaian prediksi model
yang baik. Nilai Q square dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu kecil, sedang
dan besar, nilai Q square 0,02 � 0,15 dinyatakan kecil, nilai Q square 0,15 �
0,35 dinyatakan sedang dan nilai Q square >0,35 dinyatakan besar (Mirza
Soetirto et al., 2023).
Hasil perhitungan nilai
Q-Square untuk model struktural penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 10. Nilai Q-square
SSO |
SSE |
Q� (=1-SSE/SSO) |
|
Kinerja
Pelayanan |
655.000 |
471.930 |
0.279 |
OCB |
655.000 |
470.505 |
0.282 |
Nilai Q-square (Q2) untuk
variabel Organizational Citizenship Behavior�
sebesar 0,282 berada pada rentang nilai 0,15 � 0,35, sehingga akurasi
prediksi terhadap variabel Organizational Citizenship Behavior� termasuk cukup baik. Pada variabel Kinerja
Pelayanan diperoleh nilai Q-square sebesar 0,279 yang menunjukkan nilai Q
square berada pada rentang nilai 0,15 � 0,35, sehingga akurasi prediksi
terhadap variabel Kinerja Pelayanan termasuk cukup baik. Kedua nilai Q square
berada di atas nilai 0, sehingga dapat dikatakan model memiliki predictive
relevance. Artinya, nilai estimasi parameter yang dihasilkan model sesuai
dengan nilai observasi atau dinyatakan model struktural fit dengan data atau
memiliki kesesuaian yang baik.
Evaluasi Model Struktural
(Inner Model)
Pengujian model struktural
(inner model) adalah melihat hubungan antara konstruk laten dengan melihat
hasil estimasi koefisien parameter path dan tingkat signifikansinya (Ghozali,
2011). Prosedur tersebut dilakukan sebagai langkah dalam pengujian hipotesis
penelitian yang telah diajukan. Pengujian diperoleh hasil output dari model
struktur konstruk loading factor yang akan menjelaskan pengaruh konstruk Budaya
Organisasi, Keterlibatan Kerja, Organizational Citizenship Behavior dan Kinerja
Pelayanan.�
Pengolahan data digunakan
dengan menggunakan alat bantu software Smart PLS v4.1.0. Hasil pengolahan data
tersebut tampak pada gambar berikut:
Gambar 1. Full Model SEM-PLS
Sumber: Pengolahan data primer
dengan Smart PLS 4.1.0 (2024)
Pengujian Hipothesis
Pada bagian ini disajikan
hasil pengujian hipotesis penelitian yang telah diajukan pada bab sebelumnya.
Untuk menentukan suatu hipotesis diterima atau tidak dengan membandingkan
thitung dengan ttabel dengan syarat jika thitung > ttabel, maka hipotesis
diterima. Nilai t tabel untuk taraf signifikansi 5% = 1,96. Untuk lebih
jelasnya pada bagian di bawah ini.
Hasil pengujian pengaruh
masing-masing variabel penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut:
Tabel 11. Path Coefficients
Original sample (O) |
Sample mean (M) |
Standard deviation (STDEV) |
T statistics (|O/STDEV|) |
P values |
|
Budaya Organisasi
-> Kinerja Pelayanan |
0.187 |
0.185 |
0.080 |
2.339 |
0.019 |
Budaya
Organisasi -> OCB |
0.501 |
0.504 |
0.069 |
7.226 |
0.000 |
Keterlibatan
Kerja -> Kinerja Pelayanan |
0.253 |
0.258 |
0.077 |
3.292 |
0.001 |
Keterlibatan
Kerja -> OCB |
0.257 |
0.256 |
0.080 |
3.194 |
0.001 |
OCB -> Kinerja
Pelayanan |
0.406 |
0.407 |
0.066 |
6.116 |
0.000 |
Sumber: Pengolahan data primer dengan Smart PLS 4.1.0 (2024)
Berdasarkan hasil pengolahan
data dengan analisis PLS di atas, selanjutnya dapat disajikan hasil pengujian
masing-masing hipotesis yang diajukan di bab sebelumnya, sebagai berikut:
1. Pengujian Hipotesis 1:
H1: Semakin optimal
implementasi budaya organisasi semakin baik pula Organizational Citizenship
Behaviour (OCB)
Pada pengujian hipotesis 1
diperoleh nilai koefisien original sample sebesar 0,501. Nilai tersebut
membuktikan bahwa Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap perilaku OCB
yang hasilnya juga diperkuat dari hasil uji t yang diperoleh nilai thitung
(7,226) > ttabel (1,96) dan p (0,000) < 0,05, sehingga dapat dikatakan ada
pengaruh positif dan signifikan Budaya Organisasi terhadap Organizational
Citizenship Behavior (OCB). Artinya, budaya organisasi yang baik akan cenderung
meningkatkan perilaku OCB. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan
bahwa �Semakin optimal Budaya Organisasi semakin baik pula Organizational
Citizenship Behaviour (OCB)� dapat diterima.
2. Pengujian Hipotesis 2:
H2: Semakin baik Budaya
Organisasi, semakin baik pula Kinerja Pelayanan
Pada pengujian hipotesis 2
diperoleh nilai koefisien original sample sebesar 0,187. Nilai tersebut
membuktikan Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja pelayanan
personil yang hasilnya juga diperkuat dari hasil uji t yang diperoleh nilai
thitung (2,339) > ttabel (1,96) dan p (0,019) < 0,05, sehingga dapat
dikatakan ada pengaruh positif dan signifikan Budaya Organisasi terhadap� Kinerja Pelayanan. Artinya, budaya organisasi
yang baik akan cenderung meningkatkan kinerja pelayanan personil. Dengan
demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa �Semakin baik Budaya Organisasi,
semakin baik pula kinerja pelayanan personil Polri.� dapat diterima.
3. Pengujian Hipotesis 3:
H3: Semakin tinggi
Keterlibatan Kerja maka semakin tinggi pula perilaku Organizational Citizenship
Behaviour (OCB)
Pada pengujian hipotesis 3 diperoleh
nilai koefisien original sample sebesar 0,257. Nilai tersebut membuktikan
Keterlibatan Kerja berpengaruh positif terhadap Organizational Citizenship
Behaviour. Hal ini juga diperkuat dari hasil uji t yang diperoleh nilai thitung
(3,194) > ttabel (1,96) dan p (0,001) < 0,05, sehingga dapat dikatakan
ada pengaruh positif dan signifikan Keterlibatan Kerja terhadap Organizational
Citizenship Behavior. Artinya, tingginya tingkat keterlibatan kerja personil
akan cenderung meningkatkan perilaku OCB personil. Dengan demikian hipotesis
ketiga yang menyatakan bahwa � Semakin tinggi keterlibatan kerja maka semakin
tinggi pula perilaku Organizational Citizenship Behaviour (OCB) � dapat
diterima.
4. Pengujian Hipotesis 4:
H4: Semakin tinggi
keterlibatan kerja maka semakin tinggi pula kinerja pelayanan personil POLRI.
Pada pengujian hipotesis 4
diperoleh nilai koefisien original sample sebesar 0,253.� Nilai tersebut membuktikan keterlibatan kerja
berpengaruh positif terhadap kinerja pelayanan personil Polri. Temuan tersebut
diperkuat dengan hasil uji t yang diperoleh nilai thitung (3,292) > ttabel
(1.96) dan p (0,001) < 0,05, sehingga dapat dikatakan ada pengaruh positif
dan signifikan keterlibatan kerja terhadap kinerja pelayanan personil Polri.
Artinya, keterlibatan kerja yang tinggi akan cenderung meningkatkan kinerja
pelayanan personil. Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan bahwa
�Semakin tinggi keterlibatan kerja maka semakin tinggi pula kinerja pelayanan
personil Polri � dapat diterima.
5. Pengujian Hipotesis 5:
H5: Semakin tinggi OCB maka
semakin tinggi pula kinerja pelayanan personil Polri��
Pada pengujian hipotesis 5
diperoleh nilai original sample estimate sebesar 0,406. Nilai tersebut
membuktikan Organizational Citizenship Behavior berpengaruh positif terhadap
Kinerja Pelayanan yang hasilnya juga diperkuat dari hasil uji t yang diperoleh
nilai thitung (6,116) > ttabel (1,96) dan p (0,000) < 0,05, sehingga
dapat dikatakan ada pengaruh positif dan signifikan Organizational Citizenship
Behavior terhadap kinerja pelayanan personil Polri. Artinya, tingginya perilaku
OCB akan cenderung meningkatkan kinerja pelayanan personil Polri. Dengan
demikian hipotesis kelima yang menyatakan bahwa �Semakin tinggi OCB maka
semakin tinggi pula kinerja pelayanan personil Polri � dapat diterima.
Pembahasan
1.
pengaruh budaya organisasi
terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB)
Budaya Organisasi� terbukti berpengaruh positif� dan signifikan terhadap perilaku OCB yang
artinya, budaya organisasi yang baik akan cenderung meningkatkan perilaku OCB.� Penelitian ini mendukung hasil penelitian
lain yang� juga menunjukkan bahwa budaya
organisasi berpengaruh pada OCB seperti yang diungkapkan oleh Aji Winoto, (2020) (Mirsya, 2022).
Variabel Budaya Organisasi
diukur melalui empat indikator utama, yakni Prediktif, Responsibilitas,
Transparansi, dan Berkeadilan. Sementara itu, variabel Organizational
Citizenship Behavior (OCB) diukur dengan lima indikator, yaitu Altruisme,
Conscientiousness, Sportmanship, Courtesy, dan Civic Virtue.
Dalam penelitian ini,
indikator variabel Budaya Organisasi yang memiliki loading tertinggi adalah
Responsibilitas dan Transparansi. Hal ini menunjukkan bahwa dua aspek tersebut
memainkan peran penting dalam membentuk budaya organisasi yang mendukung
kinerja individu dan kelompok. Di sisi lain, indikator variabel Organizational
Citizenship Behavior dengan loading tertinggi adalah Conscientiousness, yang
menandakan bahwa kualitas kewajiban dan ketelitian individu sangat berperan
dalam perilaku kewarganegaraan organisasi. Temuan ini mengindikasikan adanya
hubungan positif antara indikator Responsibilitas dan Transparansi pada Budaya
Organisasi dengan Conscientiousness dalam OCB. Artinya, semakin tinggi tingkat
Responsibilitas dan Transparansi dalam budaya organisasi, maka semakin besar
kemungkinan individu menunjukkan tingkat Conscientiousness yang tinggi dalam
perilaku mereka di tempat kerja. Budaya organisasi yang mendukung sikap
bertanggung jawab dan transparan membantu menciptakan lingkungan di mana
individu merasa terdorong untuk bertindak dengan penuh perhatian, mematuhi
aturan, dan menjaga kualitas kerja mereka. Hal ini mengarah pada perilaku yang
lebih disiplin, teliti, dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugas
di tempat kerja.
Sebaliknya, indikator variabel
Budaya Organisasi dengan loading terendah adalah Berkeadilan, sedangkan
indikator variabel Organizational Citizenship Behavior dengan loading terendah
adalah Courtesy. Meskipun memiliki loading yang lebih rendah, hubungan antara
Berkeadilan dan Courtesy tetap menunjukkan korelasi positif. Hal ini berarti
bahwa meskipun aspek keadilan dalam budaya organisasi tidak sekuat indikator
lain seperti Responsibilitas dan Transparansi, faktor ini tetap berhubungan
dengan perilaku Courtesy yang menunjukkan kesopanan dan perhatian terhadap
orang lain. Dengan kata lain, penerapan prinsip keadilan dalam organisasi dapat
mempengaruhi tingkat kesopanan dan penghormatan antar anggota organisasi, yang
pada gilirannya mendukung terciptanya lingkungan kerja yang lebih harmonis dan
produktif.
2.
�Pengaruh Budaya Organisasi, terhadap Kinerja
Pelayanan
�Budaya Organisasi terbukti berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja pelayanan personil yang�� artinya, budaya organisasi yang baik akan
cenderung meningkatkan kinerja pelayanan personil.� Hasil penelitian ini menunjukkan� dukungan pada penelitian yang menunjukkan
bahwa budaya Organisasi� berpengaruh
positif signifikan terhadap kinerja (Haryani et al., 2022).
Variabel Budaya Organisasi
diukur melalui empat indikator, yaitu Prediktif, Responsibilitas, Transparansi,
dan Berkeadilan. Sedangkan variabel Kinerja Pelayanan diukur dengan lima
indikator, yakni Keandalan (Reliability), Ketanggapan (Responsiveness),
Keyakinan (Assurance), Perhatian (Empathy), dan Berwujud (Tangible).
Dari analisis yang dilakukan,
indikator variabel Budaya Organisasi dengan nilai loading tertinggi adalah
Responsibilitas dan Transparansi. Hal ini menunjukkan bahwa kedua aspek
tersebut memiliki kontribusi yang paling signifikan dalam membentuk budaya
organisasi yang kuat. Di sisi lain, untuk variabel Kinerja Pelayanan, indikator
dengan loading tertinggi adalah Perhatian (Empathy). Temuan ini mengindikasikan
adanya hubungan positif antara Responsibilitas dan Transparansi dengan empati.
Dengan kata lain, peningkatan dalam penerapan budaya organisasi yang lebih
bertanggung jawab dan transparan berpotensi memperbaiki tingkat empati dalam
pelayanan. Artinya, budaya organisasi yang mendukung tanggung jawab dan
keterbukaan dapat mendorong penyedia layanan untuk lebih peka dan peduli
terhadap kebutuhan pelanggan.
Sebaliknya, indikator dengan
loading terendah pada variabel Budaya Organisasi adalah Berkeadilan, sedangkan
pada variabel Kinerja Pelayanan, indikator dengan loading terendah adalah
Berwujud (Tangible). Walaupun memiliki loading yang lebih rendah, terdapat
korelasi positif antara Berkeadilan dan Berwujud. Ini berarti bahwa peningkatan
dalam aspek keadilan dalam organisasi dapat berkontribusi pada peningkatan
kualitas aspek berwujud dari pelayanan, seperti fasilitas dan perlengkapan
fisik yang mendukung pelayanan. Dengan kata lain, budaya organisasi yang
mengedepankan prinsip keadilan dapat memperbaiki kualitas dan kepuasan yang
dirasakan oleh pelanggan dalam aspek yang dapat dilihat atau dirasakan secara
fisik.
3.
Pengaruh Keterlibatan Kerja
maka terhadap� Organizational Citizenship
Behaviour (OCB)
�Keterlibatan Kerja berpengaruh positif� dan signifikan terhadap Organizational
Citizenship Behaviour yang artinya, tingginya tingkat keterlibatan kerja
personil akan cenderung meningkatkan perilaku OCB personil. Hasil ini mendukung
beberapa peneliti lain �yang menyatakan
bahwa Ketelibatan Kerja berpengaruh positif terhadap perilaku ekstra peran
(OCB)� (Binaba et al., 2024; Satyawati & Rahyuda, 2022; Simamora et al.,
2021).
Variabel Keterlibatan Kerja
diukur melalui enam indikator utama yang meliputi: partisipasi aktif dalam
pekerjaan, menjadikan pekerjaan sebagai prioritas utama, menganggap pekerjaan
sebagai bagian penting dari harga diri, keterlibatan secara mental dan emosional,
motivasi untuk memberikan kontribusi, serta rasa tanggung jawab dalam
keterlibatan. Di sisi lain, variabel Organizational Citizenship Behavior (OCB)
diukur menggunakan lima indikator, yaitu altruisme, conscientiousness,
sportmanship, courtesy, dan civic virtue.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa indikator variabel Keterlibatan Kerja dengan nilai loading tertinggi
adalah "Tanggung jawab dalam keterlibatan", yang mengindikasikan
bahwa rasa tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan peran berhubungan
positif dengan penerapan prinsip-prinsip conscientiousness dalam perilaku
kerja. Dengan kata lain, semakin tinggi rasa tanggung jawab individu dalam
keterlibatan kerja, semakin kuat pula perilaku conscientiousness yang
ditunjukkan, yang mencakup ketelitian, disiplin, dan dedikasi dalam
menyelesaikan tugas.
Sebaliknya, indikator dengan
nilai loading terendah pada variabel Keterlibatan Kerja adalah
"Keterlibatan mental dan emosional", sementara pada variabel OCB,
indikator dengan loading terendah adalah "Courtesy". Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif antara keterlibatan mental dan
emosional dengan sikap kesopanan dalam berinteraksi. Artinya, semakin tinggi
tingkat keterlibatan mental dan emosional seorang individu dalam pekerjaannya,
maka semakin baik pula perilaku kesopanan yang ditunjukkan dalam hubungan
dengan rekan kerja dan lingkungan kerja secara keseluruhan.
4.
Pengaruh keterlibatan kerja
terhadap pelayanan personil POLRI.
Keterlibatan kerja berpengaruh
positif terhadap kinerja pelayanan personil Polri yang artinya, keterlibatan
kerja yang tinggi akan cenderung meningkatkan kinerja pelayanan personil.� Hasil ini mendukung penelitian terdahulu yang
menyatakan bahwa keterlibatan kerja dapat memberikan dampak positif terhadap
kinerja pelayanan public.
Variabel Keterlibatan Kerja
diukur melalui enam indikator utama, yaitu aktif berpartisipasi dalam
pekerjaan, menjadikan pekerjaan sebagai prioritas utama, menganggap pekerjaan
penting bagi harga diri, keterlibatan mental dan emosional, motivasi untuk
berkontribusi, dan tanggung jawab dalam keterlibatan. Sementara itu, Variabel
Kinerja Pelayanan diukur menggunakan lima indikator, meliputi keandalan
(reliability), ketanggapan (responsiveness), keyakinan (assurance), perhatian
(empathy), dan berwujud (tangible).
Indikator dari variabel
Keterlibatan Kerja dengan loading tertinggi adalah tanggung jawab dalam
keterlibatan, yang menunjukkan bahwa sejauh mana seseorang merasa bertanggung
jawab atas peran mereka dalam pekerjaan memiliki pengaruh signifikan terhadap
tingkat keterlibatan mereka. Sedangkan, indikator dari variabel Kinerja
Pelayanan dengan loading tertinggi adalah perhatian (empathy), yang menunjukkan
bahwa perhatian terhadap kebutuhan pelanggan secara emosional dan empatik sangat
mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya korelasi positif antara tanggung jawab dalam keterlibatan
dengan empati, yang berarti semakin tinggi rasa tanggung jawab dalam
keterlibatan, maka semakin tinggi pula tingkat empati yang ditunjukkan dalam
kinerja pelayanan. Dengan kata lain, keterlibatan yang tinggi dalam pekerjaan
dapat memperkuat sikap empatik dalam melayani pelanggan.
Di sisi lain, indikator dari
variabel Keterlibatan Kerja dengan loading terendah adalah keterlibatan mental
dan emosional, yang menunjukkan bahwa meskipun penting, aspek ini mungkin tidak
sekuat indikator lainnya dalam menggambarkan tingkat keterlibatan secara
keseluruhan. Sedangkan, indikator dari variabel Kinerja Pelayanan dengan loading
terendah adalah berwujud (tangible), yang menunjukkan bahwa meskipun elemen
fisik atau tampilan produk mempengaruhi persepsi pelanggan, pengaruhnya lebih
rendah dibandingkan aspek lainnya dalam kualitas layanan. Temuan ini
menunjukkan adanya korelasi positif antara keterlibatan mental dan emosional
dengan elemen berwujud, yang berarti semakin baik keterlibatan mental dan
emosional karyawan dalam pekerjaan, semakin berkualitas elemen berwujud dalam
pelayanan. Artinya, peningkatan keterlibatan mental dan emosional dapat
memperbaiki kualitas elemen fisik yang terlihat oleh pelanggan, sehingga
meningkatkan pengalaman mereka.
5.
�Semakin tinggi OCB maka semakin tinggi pula
kinerja pelayanan personil Polri��
�Organizational Citizenship Behavior
berpengaruh positif terhadap Kinerja Pelayanan yang artinya, tingginya perilaku
OCB akan cenderung meningkatkan kinerja pelayanan personil Polri.� Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
perilaku kewarganegaraan organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan.
Variabel Organizational
Citizenship Behavior (OCB) diukur melalui lima indikator utama, yaitu
Altruisme, Conscientiousness, Sportmanship, Courtesy, dan Civic Virtue.
Sementara itu, variabel Kinerja Pelayanan dievaluasi berdasarkan lima
indikator, yakni Keandalan (Reliability), Ketanggapan (Responsiveness),
Keyakinan (Assurance), Perhatian (Empathy), dan Berwujud (Tangible).
Dari hasil analisis, indikator
dengan loading tertinggi pada variabel OCB adalah Conscientiousness, yang
menunjukkan pentingnya kualitas kesungguhan dalam perilaku organisasi.
Sedangkan pada variabel Kinerja Pelayanan, indikator dengan loading tertinggi
adalah Perhatian (Empathy), menandakan bahwa kemampuan untuk menunjukkan empati
kepada pelanggan sangat berperan dalam meningkatkan kinerja layanan. Temuan ini
mengindikasikan adanya hubungan positif antara Conscientiousness dan empati;
dengan kata lain, semakin tinggi tingkat kesungguhan dalam perilaku individu,
semakin besar kemampuannya untuk menunjukkan perhatian yang tulus kepada orang
lain. Artinya, organisasi yang memiliki anggota yang cermat dan berdedikasi
lebih mungkin untuk memberikan layanan yang penuh perhatian dan memahami
kebutuhan pelanggan.
Di sisi lain, indikator dengan
loading terendah pada variabel OCB adalah Courtesy, sementara pada variabel
Kinerja Pelayanan, indikator dengan loading terendah adalah Berwujud
(Tangible). Meskipun demikian, hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan
positif antara Courtesy dan Berwujud; semakin baik sikap sopan santun
(Courtesy), maka kualitas aspek berwujud (Tangible) dari layanan juga dapat
meningkat. Artinya, sikap saling menghormati dan perhatian dalam interaksi
antar anggota organisasi dapat mempengaruhi kualitas fisik dan materiil dari
layanan yang diberikan, menunjukkan bahwa layanan yang didukung oleh etika
kerja yang baik dapat memperbaiki pengalaman pelanggan secara keseluruhan.
KESIMPULAN
�� Rumusan permasalahan penelitian ini adalah
bagaimana budaya organisasi, keterlibatan kerja personil, dan Organizational
Citizenship Behavior (OCB) dapat meningkatkan kinerja Personil Polri
DITRESKRIMSUS Polda Banten. Temuan menunjukkan bahwa optimalnya implementasi
budaya organisasi berkontribusi positif terhadap OCB dan kinerja pelayanan, di
mana budaya yang baik mendorong perilaku sukarela anggota organisasi. Selain
itu, keterlibatan kerja yang tinggi berhubungan langsung dengan peningkatan OCB
dan kinerja pelayanan, artinya individu yang terlibat secara aktif cenderung
menunjukkan kinerja yang lebih baik. Hasil juga menunjukkan bahwa OCB yang
tinggi meningkatkan kinerja pelayanan, sehingga budaya organisasi dan
keterlibatan kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja melalui OCB. Implikasi
teoritis dari hasil penelitian ini menekankan pentingnya budaya organisasi yang
mendukung sebagai faktor kunci dalam meningkatkan OCB dan kinerja pelayanan.
Hal ini menunjukkan bahwa penelitian lebih lanjut dapat fokus pada pengembangan
model budaya organisasi yang efektif dalam konteks kepolisian. Di sisi
manajerial, hasil penelitian merekomendasikan penguatan aspek keadilan dalam
budaya organisasi, peningkatan keterlibatan mental dan emosional anggota, serta
pengembangan perilaku sopan untuk mendorong OCB dan kinerja pelayanan yang
lebih baik. Dengan memperhatikan implikasi ini, manajemen Polri dapat merancang
kebijakan dan program pelatihan yang mendukung keterlibatan dan perilaku
positif, yang pada gilirannya akan meningkatkan efektivitas pelayanan publik
dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
Al-Swidi, A. K., Gelaidan, H. M., & Saleh, R. M. (2021).
The joint impact of green human resource management, leadership and
organizational culture on employees� green behaviour and organisational
environmental performance. Journal of Cleaner Production, 316,
128112. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2021.128112
Aprianty, H., Mulyadi, S., Dani, R., & Purnawan, H.
(2023). Budaya Kerja Polri dalam Sistem Pelayanan Masyarakat di Polres Bengkulu
Tengah. PERSPEKTIF, 12(3), 1022�1029. https://doi.org/10.31289/perspektif.v12i3.9628
Binaba, K., Sendow, G. M., & Lumintang, G. G. (2024).
Pengaruh Employee Engagment, Psychological Well-Being Dan Transformational
Leadership Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan Bank BNI
KC Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan
Akuntansi, 12(4), 287�298. https://doi.org/10.35794/emba.v12i4.58964
da Silva, L. B. P., Soltovski, R., Pontes, J., Treinta, F.
T., Leit�o, P., Mosconi, E., de Resende, L. M. M., & Yoshino, R. T. (2022).
Human resources management 4.0: Literature review and trends. Computers
& Industrial Engineering, 168, 108111.
https://doi.org/10.1016/j.cie.2022.108111
del-Castillo-Feito, C., Blanco-Gonz�lez, A., &
Hern�ndez-Perlines, F. (2022). The impacts of socially responsible human
resources management on organizational legitimacy. Technological Forecasting
and Social Change, 174, 121274.
https://doi.org/10.1016/j.techfore.2021.121274
Divya, G., & Gupta, K. (2022). The Emerging Challenges of
Human Resource Management. Journal of Positive School Psychology, 6(4).
Haldorai, K., Kim, W. G., & Garcia, R. L. F. (2022). Top
management green commitment and green intellectual capital as enablers of hotel
environmental performance: The mediating role of green human resource
management. Tourism Management, 88, 104431.
https://doi.org/10.1016/j.tourman.2021.104431
Haryani, T., Chandra Kirana, K., & Wiyono, G. (2022).
Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening. TheJournalish: Social
and Government, 3(1). https://doi.org/10.55314/tsg.v3i1.234
HERI, E. I. (2019). Tantangan Pengembangan SDM Polri di Era
Revolusi Industri 4.0. Jurnal Ilmu Kepolisian, 13(2).
https://doi.org/10.35879/jik.v13i2.159
Mirsya, I. (2022). Budaya Organisasi, Kompensasi, dan
Kompetensi terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB) dengan Komitmen
Organisasi Sebagai Pemediasi. Journal of Business and Economics (JBE) UPI
YPTK, 7(1). https://doi.org/10.35134/jbeupiyptk.v7i1.139
Mochtar, D., Hadi, D., & Ab, S. A. (2022). Responsivitas
Pelayanan Publik (Studi Kasus Pelayanan Polres Rejang Lebong Terhadap Pengaduan
Masyarakat). Student Journal of Business and Management, 4(2).
Mohiuddin, M., Hosseini, E., Faradonbeh, S. B., &
Sabokro, M. (2022). Achieving human resource management sustainability in
universities. International Journal of Environmental Research and Public
Health, 19(2), 928.
Saeidi, P., Mardani, A., Mishra, A. R., Cajas, V. E. C.,
& Carvajal, M. G. (2022). Evaluate sustainable human resource management in
the manufacturing companies using an extended Pythagorean fuzzy SWARA-TOPSIS
method. Journal of Cleaner Production, 370, 133380.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2022.133380
Satyawati, C. I. S., & Rahyuda, A. G. (2022). Analisis
budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior dengan employee
engagement sebagai variabel mediasi. Jurnal Nusantara Aplikasi Manajemen
Bisnis, 7(2), 358�368.
Simamora, S. B. H., Entang, M., & Patras, Y. E. (2021).
Peningkatan Organizational Citizenship Behavior (Ocb) Dengan Cara Adversity
Quotient (Aq) Dan Servant Leadership Pada Guru Smk Berstatus Pns Se-Kota Bogor.
Jurnal Manajemen Pendidikan, 9(1), 30�37. https://doi.org/10.33751/jmp.v9i1.3365
|
� 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication
under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |