�PREVALENSI OPERASI APENDISITIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING SEBELUM DAN SAAT PANDEMI COVID-19

 

Hafni Zuchra Noor, Pandu Tri Atmojo

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia1,2

Email: [email protected]1

 

Abstrak

Apendisitis adalah peradangan akut maupun kronis pada apendiks vermiformis yang memerlukan penanganan medis segera. Kondisi ini menjadi perhatian penting, terutama selama pandemi COVID-19, di mana perubahan pola kesehatan masyarakat dapat mempengaruhi prevalensi penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prevalensi apendisitis di RS PKU Muhammadiyah Gamping selama pandemi COVID-19 dan membandingkannya dengan periode sebelum pandemi, guna memberikan pemahaman yang lebih baik tentang epidemiologi penyakit ini di masa krisis kesehatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Data sekunder dikumpulkan dari rekam medis pasien yang didiagnosis apendisitis antara tahun 2018 hingga 2022. Populasi penelitian mencakup semua pasien dengan diagnosis apendisitis, dan sampel diambil dari rekam medis yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari total 407 pasien yang terdiagnosis, mayoritas (67,07%) terdiagnosis selama pandemi COVID-19, dengan 273 pasien yang teridentifikasi. Jenis kelamin terbanyak adalah wanita, dengan 182 pasien (66,6%) selama pandemi, sedangkan kelompok usia >18 tahun mencatat 218 pasien (79,85%). Temuan ini mengindikasikan bahwa prevalensi apendisitis di RS PKU Muhammadiyah Gamping selama pandemi lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi. Selain itu, prevalensi apendisitis pada pasien perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, dan kelompok usia >18 tahun menunjukkan angka prevalensi tertinggi. Implikasi dari penelitian ini menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap diagnosis dan penanganan apendisitis, serta pentingnya upaya edukasi kesehatan masyarakat mengenai gejala dan penanganan penyakit ini selama situasi pandemi. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan prevalensi apendisitis selama periode tersebut.

 

Kata kunci: Prevalensi Apendisitis; peradangan akut dan kronis; usus buntu

 

Abstract

Appendicitis is an acute or chronic inflammation of the vermiform appendix that requires immediate medical attention. This condition is an important concern, especially during the COVID-19 pandemic, where changes in public health patterns can affect disease prevalence. This study aims to analyze the prevalence of appendicitis at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital during the COVID-19 pandemic and compare it with the period before the pandemic, in order to provide a better understanding of the epidemiology of this disease in times of health crisis. The method used in this study was a descriptive study with a cross-sectional approach. Secondary data was collected from the medical records of patients diagnosed with appendicitis between 2018 and 2022. The study population included all patients with a diagnosis of appendicitis, and samples were taken from relevant medical records. The results showed that of the total 407 patients diagnosed, the majority (67.07%) were diagnosed during the COVID-19 pandemic, with 273 patients identified. The most common gender was female, with 182 patients (66.6%) during the pandemic, while the age group >18 years recorded 218 patients (79.85%). This finding indicates that the prevalence of appendicitis at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital during the pandemic is higher than before the pandemic. In addition, the prevalence of appendicitis in female patients is higher than that in males, and the age group >18 years old shows a higher prevalence rate than males.

 

Keywords: Prevalence of Appendicitis; acute and chronic inflammation; vermiform appendix

*Correspondence Author: Hafni Zuchra Noor

Email: [email protected]

 


 

PENDAHULUAN

 

Peradangan pada apendiks vermiformis akibat penyumbatan di dalam lumen apendiks disebut sebagai apendisitis. Penyakit ini menjadi salah satu yang menarik perhatian di dunia kesehatan karena tingginya angka kejadian apendisitis di berbagai negara. Tindakan bedah menjadi opsi utama mengingat bahwa perkembangan apendisitis dapat berlangsung seumur hidup (Fransisca et al., 2019).

Apendisitis disebabkan oleh penyumbatan di lumen apendiks. Sumbatan yang paling umum terjadi pada kasus apendisitis sering kali disebabkan oleh massa fekalit (Arifuddin et al., 2017). Selain itu, apendisitis sering terjadi pada usia remaja, terutama antara 20 hingga 30 tahun. Apendisitis jarang terjadi pada balita dan orang dewasa lanjut, meskipun kemungkinan terjadinya tetap ada pada usia tersebut. Hal ini disebabkan oleh perbedaan bentuk apendiks antara balita dan orang dewasa. Orang-orang berusia dua puluh hingga tiga puluh tahun cenderung lebih aktif dan sering mengabaikan pola makan mereka. Faktor-faktor ini dapat berkontribusi pada terjadinya apendisitis, di mana rendahnya asupan serat dapat menyebabkan sumbatan di lumen apendiks (Appulembang et al., 2024).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa insidensi apendisitis di Asia pada tahun 2004 mencapai 4,8% dari total populasi. Hasil survei menunjukkan insidensi 11 kasus per 1000 orang di Amerika, dengan usia 10 hingga 30 tahun menjadi kelompok yang paling sering mengalami apendisitis, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 1,4:1 (Amalina et al., 2018).

Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dari tahun 2009 hingga 2010, terjadi peningkatan jumlah kasus dari 596.132 orang (3,36%) menjadi 621.435 orang (3,53%). Di Indonesia, pada tahun 2009 dan 2010, apendisitis menempati posisi kedua sebagai penyakit tidak menular. Prevalensi apendisitis di Amerika sekitar 7% dari populasi, dengan kejadian tahunan mencapai 1,1 kasus per 1000 orang. Angka kejadian apendisitis mencapai puncaknya pada akhir masa remaja, yaitu antara usia 17 hingga 25 tahun (Fransisca et al., 2019).

Salah satu gejala yang sering dialami oleh pasien apendisitis adalah nyeri di perut kanan bagian bawah, yang disebabkan oleh infeksi pada lumen apendiks. Jika apendisitis dibiarkan tanpa penanganan, dapat menjadi masalah serius dan memicu pecahnya apendiks. Hal ini dapat menyebabkan rasa nyeri hebat dan berpotensi membahayakan nyawa penderitanya. Apendisitis yang menyeluruh merupakan kondisi yang memerlukan tindakan operasi karena membahayakan nyawa (Putri, 2020). Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang meliputi, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan pencitraan dan pemeriksaan histopatologi. Banyak pasien dengan apendisitis yang dalam pemeriksaan fisik melaporkan gejala berupa nyeri yang terus-menerus pada ilium kanan, yang menjalar dari epigastrium ke sisi lateral dan terlokalisasi pada iliaca dextra (Wibowo et al., 2020).

Pada pasien anak, penegakan diagnosis dapat menjadi lebih sulit karena anak sering kali kurang komunikatif dan tidak mampu menjelaskan adanya rasa nyeri di perut. Meskipun hal ini jarang terjadi, anak-anak yang memiliki riwayat nyeri kolik, muntah, dan demam tetap memerlukan pengawasan yang cermat. Tingginya insiden perforasi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang lebih tipis, lamanya waktu diagnosis akibat keterbatasan komunikasi dengan anak, serta ketidaklengkapan proses dinding akibat perforasi yang cepat. Hal ini juga dipengaruhi oleh omentum mayor yang belum sepenuhnya terbentuk (Thomas et al., 2016).

Salah satu metode untuk menegakkan diagnosis apendisitis adalah melalui pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan mencakup pemeriksaan laboratorium dan pencitraan. Dalam mendiagnosis apendisitis, pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan meliputi penghitungan jumlah sel leukosit, analisis jenis sel neutrofil, dan pengukuran C-reactive protein (Wibowo et al., 2020). Pemeriksaan menggunakan Ultrasonografi (USG) menunjukkan sensitivitas yang baik untuk diagnosis Apendisitis Akut, tetapi memiliki spesifisitas yang rendah. Ini menunjukkan bahwa USG dapat digunakan sebagai modalitas untuk mendiagnosis Apendisitis Akut dan berperan dalam proses skrining diagnosis (Majdawati & Sari, 2021).

Menurut Gao et al. (2020), komplikasi apendisitis lebih sering dialami oleh individu dengan apendisitis akut setelah terjadinya wabah epidemi COVID-19 (Gao et al., 2020). Di beberapa wilayah, pasien menunjukkan keengganan yang rendah untuk mendapatkan pengobatan dan mengalami jeda waktu yang lama sejak munculnya gejala. Meskipun tidak ada kekurangan sumber daya medis yang jelas, hal ini diidentifikasi sebagai faktor risiko utama untuk perkembangan komplikasi apendisitis.

Menurut Satyarsa & Sepa (2022), prevalensi apendisitis akut mengalami penurunan sedikit selama pandemi saat ini (Satyarsa et al., 2022). Terutama selama pandemi COVID-19, diterapkan prosedur khusus dalam pelaksanaan tindakan operasional. Dalam kasus yang dilaporkan, pasien didiagnosis menderita apendisitis akut melalui riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan tes tambahan. Karena tindakan medis tidak berhasil memperbaiki kondisi klinis pasien, dilakukan tindakan pembedahan, yaitu operasi apendisitis, dengan menerapkan prosedur khusus COVID-19. Hal ini memerlukan persiapan yang lebih kompleks, namun risiko paparan virus bagi dokter dan perawat di ruang operasi relatif rendah.

Berdasarkan data per 4 Desember 2021, terdapat 4.257.489 kasus terkonfirmasi positif virus corona baru di Indonesia, dengan 4.105.994 orang yang telah sembuh dan 143.863 orang yang meninggal dunia. Di Indonesia, infeksi COVID-19 masih tergolong tinggi atau sedang mengalami penurunan. Masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memahami pentingnya penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran COVID-19. Salah satu kecamatan dengan angka kejadian infeksi COVID-19 yang relatif tinggi adalah Kecamatan Gamping. Berdasarkan data dari Pemerintah Kabupaten Sleman, hingga 25 Agustus, terdapat 477 kasus terkonfirmasi positif virus corona. Dari jumlah tersebut, 328 orang telah sembuh, sementara 11 orang meninggal dunia. Berbagai inisiatif telah dilaksanakan oleh pemerintah. Selain memberikan edukasi, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan juga sangat diperlukan. Pemerintah Kabupaten Sleman telah menerapkan pembatasan sosial komprehensif (PSBB) sejak 27 April 2020. Setelah mempertimbangkan berbagai faktor, PSBB akan berakhir pada 21 Mei 2020 dan tidak akan diperpanjang. Pemerintah kemudian beralih untuk mensosialisasikan konsep era New Normal atau adaptasi kebiasaan baru masyarakat di tengah pandemi (Endang Sulistyaningsi, 2021).

Sikap yang moderat seperti ini akan memperkuat tawakkal kita kepada Allah melalui ikhtiar yang sesuai dengan syariat (Hariyanto & Zulfikar, 2021). Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Yunus: 57.

Artinya:�Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al- Qur'an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk sertarahmat bagi orang yang beriman�

Allah SWT akan menguji setiap umat manusia dengan berbagai bentuk tantangan dalam kehidupan, termasuk melalui penyakit. Ini tidak berarti bahwa Allah SWT tidak mencintai makhluk ciptaan-Nya, melainkan karena Allah SWT adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dengan memberikan cobaan, Allah SWT mendorong manusia untuk lebih dekat kepada-Nya.

Tujuan Penelitian terbagi menjadi dua, ada tujuan umum dan tujuan khusus.� Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui prevalensi operasi apendisitis dan hubungan dengan masa pandemi COVID-19 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui prevalensi apendisitis di RS PKU Gampung sebelum pandemi COVID-19 dan saat pandemi COVID-19, mengetahui prevalensi operasi apendisitis di RS PKU Muhammadiyah Gamping berdasarakan usia, dan mengetahui prevalensi operasi apendisitis di RS PKU Muhammadiyah Gamping berdasarkan jenis kelamin.

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif dengan pendekatan cross-sectional, yang dirancang untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang prevalensi apendisitis di RS PKU Muhammadiyah Gamping (Paath et al., 2020). Populasi yang diteliti mencakup seluruh pasien yang didiagnosis apendisitis dan menerima tindakan laparatomi serta apendektomi di rumah sakit tersebut selama periode sebelum dan selama pandemi COVID-19, yaitu dari tahun 2018 hingga 2022. Dalam penelitian ini, besar sampel yang digunakan sama dengan jumlah populasi yang teridentifikasi, memastikan bahwa setiap kasus yang memenuhi kriteria penelitian dapat dianalisis secara menyeluruh.

Data dikumpulkan melalui rekam medis pasien yang telah terdiagnosis apendisitis, dengan pengumpulan data dilakukan dari bulan Agustus hingga Maret 2022. Fokus pengumpulan data adalah pada informasi yang relevan terkait diagnosis dan tindakan medis yang diterima pasien. Setelah data terkumpul, analisis dilakukan secara deskriptif untuk menggambarkan karakteristik pasien, termasuk demografi, jenis kelamin, dan kelompok usia, serta untuk mengidentifikasi tren prevalensi apendisitis selama periode yang diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang telah terdiagnosis secara klinis apendisitis, sedangkan kriteria eksklusi mencakup pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap, untuk memastikan akurasi dan validitas hasil penelitian.

 


 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

1.      Prevalensi operasi apendisitis dan hubungan dengan masa pandemi COVID- 19 di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

Pada periode sebelum pandemi COVID�19 pada tanggal 20 Maret 2018 � 20 Maret 2020 menurut data rekam medis ditemukan 134 kasus dengan diagnosis apendisitis di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta. Dan pada periode saat pandemi COVID�19 pada tanggal 20 Maret 2020 � 20 Maret 2022 menurut rekam medis ditemukan 273 kasus Dari banyaknya kasus tersebut, seluruhnya memiliki data yang lengkap berupa data usia, jenis kelamin, dan penatalaksanaan medis.

 

Gambar 1. Menunjukan Prevalensi Operasi Apendisitis Saat

 

Pandemi pada tanggal 20 Maret 2020 � 20 Maret 2022 ditemukan 273 pasien (67,07%) kemudian pada periode sebelum pandemi pada tanggal 20 Maret 2018 � 20 Maret 2020 ditemukan 134 pasien (32,92%).

Gambar 1 menunjukkan bahwa prevalensi operasi apendisitis selama pandemi mencapai 67,07%, sedangkan pada periode sebelum pandemi hanya 32,92%. Peningkatan angka kejadian operasi apendisitis di RS PKU Muhammadiyah Gamping selama pandemi ini menandakan adanya perubahan dalam pola kejadian penyakit tersebut. Dengan kata lain, meskipun banyak laporan menyatakan bahwa akses ke layanan kesehatan menurun selama pandemi, data ini menunjukkan bahwa kasus apendisitis tetap tinggi.

Hasil pada penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Nina Sarasnita dkk (2021), pandemi penyakit COVID-19 telah menurunkan jumlah kunjungan ke layanan medis rumah sakit secara signifikan di berbagai sektor kesehatan (Ahmad et al., 2022; Nugraha & Siswatibudi, 2022). Sejak awal pandemi pada April, Mei, dan Juni 2020, ada penurunan kunjungan pasien. Ada perbedaan nyata dalam jumlah kunjungan rumah sakit pada tahun 2020 dibandingkan dengan 2019. Karena kebijakan yang membatasi aktivitas masyarakat secara massal selama pandemi COVID-19 di Indonesia, mobilitas pasien untuk mendapatkan layanan kesehatan terhambat, yang merupakan penyebab penurunan jumlah kunjungan pasien di rumah sakit. Hal yang sama juga di temukan di penelitian Gunadi dkk (2020) Frekuensi operasi elektif selama pandemi lebih rendah dibandingkan 3 bulan terakhir sebelum wabah: 61 hingga 18 (kira-kira 3 kali), 19 hingga 13 (kira-kira 1,5 kali), 19 hingga 5 (kira-kira (4 kali) dan 30 hingga 15 (kira- kira 2 kali) masing-masing untuk gastroenterologi, neonatologi, urologi, dan onkologi.

Perbedaan hasil penelitian tersebut dapat disebabkan karena di Yogyakarta, pada tanggal 6 September 2020, yang total kasus terkonfirmasi COVID-19 di Yogyakarta sebanyak 1. 557 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 46 orang. Disaat daerah lain memberlakukan lockdown, sementara untuk pemerintah provinsi yogyakarta menerapkan tanggap darurat dalam kebijakan COVID- 19.

 

2.      Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Usia

Pengamatan distribusi pasien apendisitis di RS PKU Muhammadiyah Gamping diklasifikasikan dalam tiap kelompok usia berdasarkan pengelompokkan usia. Skala umur dalam penelitian di kelompokan menjadi 2 yaitu usia anak-anak 1-18 tahun dan usia dewasa yaitu� >18.

 

Gambar 2. Angka Kejadian Berdasarkan Usia

 

Pada saat pandemi COVID 19 yang melakukan operasi apendisitis di RS PKU Muhammadiyah Gamping yaitu sebanyak 218 pasien (79,85%), lalu pada kelompok usia 1-18 pada saat pandemi COVID 19 sebanyak 55 pasien (20,14%). Kemudia pada usia >18 tahun pada periode sebelum pandemi COVID 19 sebanyak 96 pasien (71,64%), dan yang terakhir usia 1-18 tahun pada periode sebelum pandemi COVID 19 sebanyak 38 pasien (28,35%).

Prevalensi kelompok usia >18 tahun pada saat pandemi COVID-19 menempati posisi teratas pada pasien yang melakukan operasi apendisitis di RS PKU Muhammadiyah Gamping yaitu sebanyak 218 pasien (79,85%), lalu pada kelompok usia 1-18 pada saat pandemi COVID-19 sebanyak 55 pasien (20,14%). Kemudian pada usia >18 tahun pada periode sebelum pandemi COVID-19 sebanyak 96 pasien (71,64%), dan yang terakhir usia 1-18 tahun pada periode sebelum pandemi COVID-19 sebanyak 38 pasien (28,35%). Yang berarti angka kejadian paling sering terkena apendisitis adalah usia lebih dari 18 tahun.

Hasil dari penelitian ini sama dengan penelitian Arifuddin dkk (2017) Apendisitis paling sering terjadi pada remaja dan dewasa antara usia dua puluh hingga tiga puluh tahun, dan jarang terjadi pada balita dan dewasa akhir. Ini karena bentuk apendiks pada balita dan dewasa berbeda, dan orang-orang pada usia dua puluh hingga tiga puluh tahun juga cenderung melakukan banyak kegiatan dan mengabaikan kesehatan mereka.

Selain itu, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Awaluddin (2020) di RSUD Batara Guru Belopa Kabupaten Luwu Tahun 2020 yang menjelaskan bahwa orang dewasa produktif (dewasa-tua) memiliki risiko lebih besar terkena apendisitis karena mereka tidak tahu tentang penyakit ini dan tidak mengikuti pola hidup dan pola makan yang sehat. Konsumsi serat rendah dapat menyebabkan sumbatan pada apendiks dan peningkatan pertumbuhan flora normal di usus. Keadaan ini menyebabkan peradangan apendiks. Dalam masa remaja, jaringan limfoid berkembang dengan cepat, yang mungkin menyebabkan penyumbatan apendiks yang dapat menyebabkan apendisitis.

Dari penelitian yang dilakukan Wibowo (2020) mengatakan bahwa penyebab paling umum dari apendisitis adalah penyumbatan apendiks oleh feses. Kurangnya asupan makanan kaya serat dapat membuat tinja menjadi kering dan keras hingga berujung pada sembelit. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan intrasakal dan akhirnya feses menyumbat rongga apendiks sehingga mengakibatkan terjadinya apendisitis.

 

3.      Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin

 

Pengamatan distribusi pasien apendisitis berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi dua jenis, yaitu laki laki dan perempuan.

 

Gambar 3. Menunjukkan Bahwa Jenis Kelamin Perempuan

 

Pada saat pandemi COVID-19 pasien yang melakukan operasi apendisitis di RS PKU Muhammadiyah Gamping yaitu sebanyak 182 pasien (66,6%), lalu pada pasien laki -laki pada saat pandemi COVID-19 sebanyak 91 pasien (33,3%). Kemudian pada periode sebelum pandemi COVID-19 sebanyak 93 pasien (69,4%),dan yang terakhir pada pasien laki laki pada periode sebelum pandemi COVID-19 sebanyak 41 pasien (30,59%).

Prevalensi pasien apendisitis di RS PKU Muhammadiyah Gamping lebih banyak perempuan daripada laki laki. Pada saat pandemi COVID-19 pasien perempuan menempati posisi teratas pada pasien yang melakukan operasi apendisitis di RS PKU.

Muhammadiyah Gamping yaitu sebanyak 182 pasien (66,6%), lalu pada pasien laki laki pada saat pandemi COVID-19 sebanyak 91 pasien (33,3%). Kemudian pada periode sebelum pandemi COVID-19 sebanyak 93 pasien perempuan (69,4%),dan yang terakhir pada pasien laki laki sebanyak 41 pasien (30,59%). Yang berarti pasien yang melakukan operasi apendisitis dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada pasien dengan jenis kelamin laki laki.

Hasil dari penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Hendro dkk (2021) di RSUD Meuraxa Banda Aceh yaitu pasien dengan apendisitis akut lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 31 orang (55,6%). Hal ini sesuai dengan penelian Romadhan et al (2022) di Naval Hospital dr. Oetojo Sorong Peride Januari 2021 � Juni 14 2022 didapatkan dari 71 pasien apendisitis terdapat pasien perempuan sebanyak 45 pasien (63.4%) dan pada laki laki sebanyak 26 pasien (36.6%).

Arifuddin (2017) menyebutkan bahwa odd ratio (OR) pada faktor risiko pola makan kurang serat lebih besar dibandingkan dengan OR jenis kelamin laki-laki. OR pola makan kurang serat sebesar 3,455 dan OR jenis kelamin laki-laki sebesar 0,657. Perbandingan OR pada faktor resiko pola makan kurang serat 5,258 kali lebih besar dibandingakn OR pada faktor resiko jenis kelamin laki-laki. Dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin laki- laki bukan merupakan faktor risiko utama kejadian apendisitis, melainkan pola makan kurang serat. Dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko utama kejadian apendisitis, melainkan pola makan kurang serat. Dari penelitian Anderson et al (2022), mengatakan bahwa apendisitis akut paling banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan, karena proporsinya yang besar jaringan limfoid pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, menjadi faktor meningkatnya insiden apendiks untuk tersumbat, sehingga sumbatan yang sedikit saja akan menyebabkan tekanan intraluminal yang tinggi. Pada usia pra menopause banyak terjadi kasus radang usus buntu pada wanita lebih besar dibandingkan laki-laki, hal ini disebabkan adanya perubahan hormonal estrogen pada perempuan.

 

KESIMPULAN

 

Hasil penelitian mengenai prevalensi apendisitis di RS PKU Muhammadiyah Gamping menunjukkan bahwa prevalensi selama pandemi COVID-19 lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelum pandemi. Selain itu, analisis berdasarkan jenis kelamin mengungkap bahwa pasien perempuan memiliki angka kejadian apendisitis yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, dan kelompok usia di atas 18 tahun mencatatkan angka kejadian tertinggi. Implikasi dari penelitian ini menekankan pentingnya perhatian khusus terhadap diagnosis dan penanganan apendisitis, terutama pada pasien perempuan dan kelompok usia dewasa, selama situasi pandemi. Temuan ini dapat menjadi dasar bagi kebijakan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran dan akses pelayanan medis yang diperlukan, serta mendorong penelitian lebih lanjut untuk memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan prevalensi apendisitis di masa mendatang.

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Ahmad, G. G., Budiman, B., Setiawati, S., Suryati, Y., Inayah, I., & Pragholapati, A. (2022). Kualitas Pelayanan Terhadap Minat Pasien Dalam Memanfaatkan Kembali Jasa Pelayanan Rawat Jalan Rumah Sakit Di Masa Pandemi Covid 19: Literature Review. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 13(1), 1�11. https://doi.org/10.26751/jikk.v13i1.866

Amalina, A., Suchitra, A., & Saputra, D. (2018). Hubungan Jumlah Leukosit Pre Operasi dengan Kejadian Komplikasi Pasca Operasi Apendektomi pada Pasien Apendisitis Perforasi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(4). https://doi.org/10.25077/jka.v7i4.907

Appulembang, I., Nurnaeni, N., Sampe, S. A., Jefriyani, J., & Bahrum, S. W. (2024). Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Appendicitis Akut. Jurnal Keperawatan Profesional (KEPO), 5(1). https://doi.org/10.36590/kepo.v5i1.902

Arifuddin, A., Salmawati, L., & Prasetyo, A. (2017). Faktor Risiko Kejadian Apendisitis Di Bagian Rawat Inap Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Jurnal Preventif, 8(1).

Endang Sulistyaningsi, K. A. (2021). upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang pencegahan penularan Covid-19 di nogotir to gamping sleman yogyakarta. SNKP II : Seminar Nasional Karya Pengabdian, Ke-II, 2021.

Fransisca, C., Gotra, I. M., & Mahastuti, N. M. (2019). Karakteristik pasien dengan gambaran histopatologi apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2015-2017. Jurnal Medika Udayana, 8(7), 2.

Gao, Z., Li, M., Zhou, H., Liang, Y., Zheng, C., Li, S., Zhang, T., & Deng, W. (2020). Complicated appendicitis are common during the epidemic period of 2019 novel coronavirus (2019-nCoV). Asian Journal of Surgery, 43(10). https://doi.org/10.1016/j.asjsur.2020.07.019

Hariyanto, D., & Zulfikar, F. (2021). Penerapan Tadabbur Ayat-Ayat Musibah pada Masa Pandemi. Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur�an Dan Tafsir, 2(1). https://doi.org/10.62109/ijiat.v2i1.12

Majdawati, A., & Sari, I. G. A. P. A. (2021). The evaluation of the sensitivity and specificity of ultrasound examination in patients with suspected acute appendicitis. 4th International Conference on Sustainable Innovation 2020�Health Science and Nursing (ICoSIHSN 2020), 156�160. https://doi.org/10.2991/Ahsr.K.210115.033

Nugraha, B. L. D., & Siswatibudi, H. (2022). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Pembiayaan Dan Arus Kas Di Pelayanan Rumah Sakit (Studi Literatur). Jurnal Permata Indonesia, 13(2).

Paath, C. J. G., Masi, G., & Onibala, F. (2020). Study cross sectional: Dukungan keluarga dengan kepatuhan hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronis. Jurnal Keperawatan, 8(1), 106�112. https://doi.org/10.35790/jkp.v8i1.28418

Putri, A. A. (2020). Hubungan Pola Makan dan Jumlah Leukosit dengan Jenis Apendisitis di RSUD Sungai Dareh. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(2). https://doi.org/10.33087/jiubj.v20i2.903

Satyarsa, A. B. S., Sepa, K., Anugrahanta, I. G. R. P., & Weka, I. K. (2022). Apendisitis Akut Pada Masa Pandemi Covid-19: Sebuah Laporan Kasus. Indonesian Journal for Health Sciences, 6(2). https://doi.org/10.24269/ijhs.v6i2.4862

Thomas, G. A., Lahunduitan, I., & Tangkilisan, A. (2016). Angka Kejadian Apendisitis Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Oktober 2012 � September 2015. E-CliniC, 4(1). https://doi.org/10.35790/ecl.4.1.2016.10960

Wibowo, W. J., Wahid, T. O. R., & Masdar, H. (2020). Hubungan Onset Keluhan Nyeri Perut Dan Jumlah Leukosit Dengan Tingkat Keparahan Apendisitis Akut Pada Anak. Health & Medical Journal, 2(2). https://doi.org/10.33854/heme.v2i2.538

 

� 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).