Krisna
Fransina Lermating1, Hendry Jems Yoel Aidore2,
Franklin D. Paiki3
Universitas
Werisar, Indonesia123
Email: krisnafransina24@gmail.com1,
aidorehendry23@gmail.com2, paikifranklin@gmail.com3
|
Abstrak |
|
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemahaman petani mengenai peran sagu dalam ketahanan
pangan serta faktor-faktor yang memengaruhinya
di Kabupaten Sorong Selatan, di mana sagu merupakan sumber pangan utama dengan potensi besar dalam mendukung ketahanan pangan. Meskipun luas lahan sagu mencapai
lebih dari 15.000 hektar dan menghasilkan sekitar 20.000 ton per tahun, pemanfaatan potensi tersebut masih terbatas. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif, dengan populasi petani sagu di Kabupaten Sorong Selatan dan sampel
yang diambil menggunakan teknik purposive sampling dari petani yang telah mengelola sagu minimal selama dua tahun.
Data dikumpulkan melalui kuesioner dan wawancara, serta dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas petani (51,11%) memiliki pemahaman sedang mengenai peran sagu dalam
ketahanan pangan, sementara 26,67% memiliki pemahaman rendah dan 22,22% memiliki pemahaman tinggi; faktor-faktor yang memengaruhi pemahaman ini meliputi durasi pengalaman bertani, akses terhadap informasi dan teknologi, serta dominasi praktik tradisional. Oleh karena itu, pemahaman petani mengenai peran sagu dalam
ketahanan pangan masih perlu ditingkatkan,
dan penelitian ini merekomendasikan penyuluhan berbasis teknologi, penguatan akses informasi, dan promosi manfaat sagu, yang diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan lokal di Kabupaten Sorong Selatan. Kata kunci: Pemahaman
Petani, Sagu, Ketahanan Pangan, Kabupaten Sorong Selatan |
|
|
|
Abstract |
|
This study aims to
analyze farmers' understanding of the role of sago in food security and the
factors that affect it in South Sorong Regency, where sago is the main food
source with great potential in supporting food security. Although the area of
sago land reaches more than 15,000 hectares and produces around 20,000 tons
per year, the utilization of this potential is still limited. This study uses
a quantitative descriptive design, with the population of sago farmers in
South Sorong Regency and samples taken using purposive sampling techniques
from farmers who have managed sago for at least two years. Data were
collected through questionnaires and interviews, and analyzed using
descriptive statistics. The results showed that the majority of farmers
(51.11%) had a moderate understanding of the role of sago in food security,
while 26.67% had a low understanding and 22.22% had a high understanding;
Factors influencing this understanding include the duration of farming
experience, access to information and technology, and the dominance of
traditional practices. Therefore, farmers' understanding of the role of sago in
food security still needs to be improved, and this study recommends
technology-based counseling, strengthening access to information, and
promoting the benefits of sago, which is expected to strengthen local food
security in South Sorong Regency. Keywords: Farmers' Understanding, Sago, Food
Security, South Sorong Regency |
*Correspondence
Author: Krisna Fransina Lermating
Email:
krisnafransina24@gmail.com
PENDAHULUAN
Sagu merupakan sumber
pangan utama bagi masyarakat Papua dan sekitarnya, khususnya di Kabupaten
Sorong Selatan (Dwiartama et al., 2024; Susanto et al., 2024). Sebagai salah satu
komoditas lokal, sagu memiliki potensi besar dalam mendukung ketahanan pangan,
terutama di daerah yang sulit dijangkau oleh bahan pangan lainnya. Kandungan
karbohidrat yang tinggi serta fleksibilitas sagu dalam berbagai olahan makanan menjadikannya
alternatif strategis dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik Kabupaten Sorong Selatan (2022), luas lahan sagu di
wilayah ini mencapai lebih dari 15.000 hektar, dengan produksi sagu tahunan
sekitar 20.000 ton (Lermating et al., 2024). Namun, tingkat
pemanfaatan potensi ini masih belum maksimal akibat kendala teknis dan sosial.
Salah satu kendala utama
adalah tingkat pemahaman petani terhadap peran sagu dalam mendukung ketahanan
pangan yang masih beragam (Duffy et al., 2021; Monalisa et al., 2024). Hal ini dipengaruhi
oleh keterbatasan akses terhadap teknologi modern, rendahnya pendidikan petani,
serta dominasi praktik tradisional yang tidak terintegrasi dengan pendekatan
inovatif. Sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 60%
petani sagu di Sorong Selatan belum mendapatkan pelatihan teknis tentang
pengelolaan sagu. Kondisi ini berlanjut hingga tahun 2023, di mana peningkatan
produktivitas sagu hanya mencapai 2% dibandingkan tahun sebelumnya, menunjukkan
perlunya intervensi lebih lanjut dalam pengelolaan sumber daya ini.
Penelitian sebelumnya
menunjukkan adanya kesenjangan dalam pemahaman dan praktik pengelolaan sagu,
tetapi studi yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang memengaruhi
pemahaman petani dan keterkaitannya dengan ketahanan pangan masih terbatas.
Novelty dari penelitian ini terletak pada pendekatan yang menggabungkan
analisis pemahaman petani dengan faktor sosial, ekonomi, dan teknologi dalam
pengelolaan sagu, serta perbandingan dengan daerah lain yang memiliki potensi
serupa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemahaman petani tentang
peran sagu dalam mendukung ketahanan pangan di Kabupaten Sorong Selatan, dengan
fokus pada tingkat pengetahuan petani, faktor-faktor yang memengaruhi pemahaman
tersebut, dan cara meningkatkan praktik pengelolaan sagu. Harapan dari
penelitian ini adalah memberikan kontribusi pada perencanaan strategi
pengelolaan sagu yang lebih efektif dan berkelanjutan, serta memberikan wawasan
bagi pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan untuk memahami dinamika
pengelolaan sagu. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya relevan secara
ilmiah, tetapi juga memiliki dampak signifikan terhadap penguatan ekonomi
masyarakat setempat dan menciptakan peluang baru dalam pengembangan industri
berbasis sagu di daerah tersebut.
METODE
PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan metode survei.
Pendekatan ini dipilih untuk menganalisis
tingkat pemahaman petani terhadap peran sagu dalam
mendukung ketahanan pangan.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya, dengan
lokasi meliputi tiga kampung utama yaitu Kampung Klaogin, Kampung Wersar, dan Kampung
Manelek, yang dipilih karena merupakan sentra produksi sagu dan memiliki
komunitas petani yang mengandalkan sagu sebagai sumber pangan utama. Penelitian
ini dilakukan selama dua bulan, dari Oktober hingga November 2024, dengan
periode ini dipilih untuk memungkinkan pengumpulan data secara menyeluruh,
termasuk observasi langsung terhadap praktik pengelolaan sagu di lapangan.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani sagu
di Kabupaten Sorong Selatan. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik
purposive sampling, yaitu memilih petani dari tiga kampung utama:
a.
Kampung Klaogin:
15 responden
b.
Kampung Wersar:
15 responden
c. Kampung Manelek: 15 responden
Total responden dalam penelitian ini adalah 45 orang, yang dianggap representatif untuk menggambarkan kondisi petani sagu di wilayah tersebut.
Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui beberapa metode:
1.
Kuesioner: Untuk menggali informasi tentang profil petani dan pemahaman mereka terhadap sagu.
2.
Wawancara Mendalam: Diskusi langsung
dengan petani untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi pemahaman mereka.
3. Observasi Langsung: Melihat proses pengelolaan sagu di lokasi penelitian.
Analisis Data
Data yang dikumpulkan
diolah untuk menunjukkan tingkat pemahaman petani melalui:
1.
Analisis
Deskriptif: Menyajikan hasil dalam tabel frekuensi dan diagram batang.
2.
Kategorisasi
Pemahaman: Mengelompokkan tingkat pemahaman petani ke dalam kategori
rendah, sedang, dan tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pemahaman
petani terhadap peran sagu dalam ketahanan pangan di Kabupaten Sorong Selatan.
Distribusi tingkat pemahaman berdasarkan kategori rendah, sedang, dan tinggi
dirangkum dalam tabel dan visualisasi diagram batang sebagai berikut:
Tabel 1. Tingkat Pemahaman Petani
terhadap Peran Sagu
|
Kategori |
Jumlah Responden |
Persentase (%) |
|
Rendah |
12 |
26,67 |
|
Sedang |
23 |
51,11 |
|
Tinggi |
10 |
22,22 |
|
Total |
45 |
100 |
Sumber
: Data diolah 2024
Gambar 1. Distribusi
Tingkat Pemahaman Petani
(Diagram
batang diilustrasikan: Sumbu Y = Jumlah Responden, Sumbu X = Kategori Tingkat
Pemahaman (Rendah, Sedang, Tinggi))
a. Kategori
"Sedang" menunjukkan mayoritas responden dengan persentase 51,11%.
b. Tingkat pemahaman
"Rendah" ditemukan pada 26,67% responden.
c. Tingkat
pemahaman "Tinggi" hanya dimiliki oleh 22,22% responden.
Pembahasan
Dari
hasil analisis, mayoritas petani memiliki tingkat pemahaman sedang terhadap
peran sagu dalam mendukung ketahanan pangan. Temuan ini menunjukkan bahwa
sebagian besar petani memahami manfaat sagu sebagai sumber pangan utama, tetapi
keterbatasan akses terhadap informasi teknis dan inovasi modern membatasi
mereka untuk meningkatkan pemahaman lebih lanjut.
Faktor-faktor
yang memengaruhi hasil ini antara lain:
1. Durasi Pengalaman
Durasi
pengalaman bertani memainkan peran krusial dalam membentuk kualitas pemahaman
petani terhadap praktik pertanian dan karakteristik komoditas lokal. Petani
dengan pengalaman yang lebih lama sering kali telah melalui berbagai siklus
musim dan tantangan yang berbeda, sehingga mereka dapat mengembangkan strategi
adaptasi yang lebih efektif. Penelitian oleh Wenda dkk. (2021) menunjukkan
bahwa petani berpengalaman cenderung lebih mampu mengidentifikasi masalah yang
mungkin timbul dalam proses pertanian, seperti hama atau penyakit tanaman,
dibandingkan dengan petani yang baru memulai. Selain itu, mereka juga memiliki
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai sifat tanah, pola cuaca, dan teknik
pemupukan yang optimal, yang semuanya berkontribusi pada hasil panen yang lebih
baik. Dengan tingkat pemahaman yang lebih tinggi ini, petani berpengalaman
tidak hanya meningkatkan produktivitas mereka, tetapi juga berkontribusi pada
ketahanan pangan di tingkat komunitas.
Lebih
lanjut, pengalaman bertani yang panjang memungkinkan petani untuk membangun
jaringan sosial yang kuat dengan sesama petani dan pemangku kepentingan
lainnya, seperti penyuluh pertanian dan pedagang. Dalam studi yang dilakukan
oleh Susanto dkk. (2020), ditemukan bahwa jaringan sosial ini berfungsi sebagai
sumber informasi yang vital, di mana petani dapat saling berbagi pengetahuan
mengenai metode pertanian terbaru, praktik keberlanjutan, dan bahkan peluang
pasar (Dieny, 2018; Rahmat, 2023). Jaringan ini
tidak hanya meningkatkan kapasitas petani dalam menghadapi tantangan, tetapi
juga menciptakan suasana kolaboratif yang mendorong inovasi di lapangan. Dengan
demikian, pengalaman yang lebih lama tidak hanya memperkaya pemahaman individu
petani, tetapi juga memperkuat komunitas pertanian secara keseluruhan,
menciptakan ekosistem yang lebih resilient dan berkelanjutan.
2. Akses Informasi dan Teknologi
Keterbatasan
akses informasi dan teknologi modern tidak hanya menghambat pemahaman petani
tentang praktik pertanian yang efisien, tetapi juga mengurangi kemampuan mereka
untuk beradaptasi dengan perubahan pasar dan iklim (Barnes et al., 2019; Choruma et al., 2024;
Šūmane et al., 2018). Dalam konteks
ini, penelitian oleh Yewangga, dkk. (2020) menunjukkan bahwa penyuluhan yang
efektif dapat berperan sebagai jembatan penghubung antara pengetahuan
tradisional dan inovasi modern. Dengan mengintegrasikan pelatihan yang relevan
dan akses terhadap teknologi pertanian terkini, petani dapat lebih memahami
teknik-teknik baru yang dapat meningkatkan hasil panen serta kualitas produk.
Hal ini juga berpotensi untuk memperluas jaringan pasar mereka, sehingga petani
tidak hanya bergantung pada penjualan lokal, tetapi juga dapat menjangkau pasar
yang lebih luas melalui pemasaran digital.
Di
samping itu, pentingnya akses informasi yang berkualitas tidak dapat diabaikan.
Penelitian lain menunjukkan bahwa petani yang memiliki akses ke platform
informasi pertanian digital menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman
mereka tentang praktik pertanian berkelanjutan dan pemanfaatan sumber daya
secara efisien. Dengan adanya pelatihan yang diarahkan untuk memanfaatkan
teknologi, petani dapat lebih mudah mengakses data terkait cuaca, harga
komoditas, dan teknik budidaya terbaru. Ini sejalan dengan temuan Yewangga,
dkk. (2020), yang mengungkapkan bahwa penyuluhan yang didukung oleh teknologi
dapat meningkatkan ketahanan petani terhadap risiko, serta mendorong mereka
untuk lebih proaktif dalam mengelola usaha tani mereka.
3. Praktik Tradisional
Praktik
tradisional yang masih mendominasi cara bertani sagu di banyak daerah sering
kali mengakibatkan rendahnya produktivitas dan efisiensi dalam pengelolaan
sumber daya tersebut. Lataro, dkk. (2022) menunjukkan bahwa metode tradisional,
yang biasanya terikat pada kebiasaan dan pengetahuan turun-temurun, sering kali
tidak memanfaatkan kemajuan teknologi yang tersedia. Penelitian oleh Sari, dkk.
(2021) juga menyoroti bahwa petani yang mengandalkan teknik budidaya
tradisional cenderung mengalami kesulitan dalam menghadapi tantangan seperti
perubahan iklim dan serangan hama. Misalnya, penggunaan alat pertanian yang
sederhana dan teknik budidaya yang kurang terstandarisasi dapat mengakibatkan
hasil panen yang tidak optimal. Selain itu, kurangnya pemahaman tentang
pengelolaan tanah yang baik dan praktik pemupukan yang tepat dapat mengurangi
kesuburan lahan dalam jangka panjang. Dengan demikian, petani yang terus
bergantung pada praktik lama berisiko kehilangan potensi produksi sagu yang
seharusnya dapat mereka capai.
Di sisi
lain, integrasi teknologi modern dalam praktik pertanian dapat membuka peluang
baru untuk meningkatkan efisiensi dan hasil panen sagu. Penelitian oleh Lataro,
dkk. (2022) menekankan bahwa penerapan teknologi seperti pemantauan tanah
berbasis sensor dan penggunaan pupuk yang tepat dapat meningkatkan
produktivitas secara signifikan. Selain itu, penelitian oleh Rahman, dkk.
(2020) menunjukkan bahwa adopsi teknologi pertanian presisi dapat membantu
petani dalam mengoptimalkan penggunaan air dan nutrisi, yang sangat penting
untuk pertumbuhan sagu (Li et al., 2020; SS et al., 2024). Dengan
mengadopsi praktik pertanian yang lebih berbasis ilmiah dan teknologi, petani
tidak hanya dapat memaksimalkan potensi sagu, tetapi juga memastikan
keberlanjutan sumber daya alami mereka. Pendekatan ini menciptakan sinergi
antara pengetahuan lokal dan inovasi modern, yang pada gilirannya dapat
memperkuat ketahanan komunitas petani terhadap tantangan lingkungan dan
ekonomi. Oleh karena itu, penting bagi pihak terkait untuk memberikan dukungan
dan pelatihan yang memadai agar petani dapat bertransisi dari praktik
tradisional menuju praktik yang lebih efisien dan berkelanjutan.
4. Rekomendasi
Berdasarkan
temuan ini, beberapa langkah strategis disarankan untuk meningkatkan pemahaman
petani:
a. Penyuluhan
Berbasis Teknologi;
Melaksanakan
program penyuluhan yang terfokus pada pemanfaatan teknologi modern dalam
pengelolaan sagu, dengan tujuan memberikan pelatihan yang komprehensif kepada
para petani mengenai berbagai alat dan teknik yang dapat meningkatkan efisiensi
serta produktivitas hasil panen. Program ini harus mencakup berbagai aspek,
mulai dari penggunaan mesin modern untuk pengolahan sagu, teknik irigasi yang canggih,
hingga pemanfaatan aplikasi digital untuk memantau kondisi tanaman dan
memperkirakan waktu panen yang optimal. Selain itu, penting untuk mengadakan
sesi praktik langsung di lapangan, di mana petani dapat belajar secara langsung
dari para ahli dan menggunakan teknologi tersebut dalam situasi nyata. Dengan
pendekatan ini, diharapkan petani tidak hanya mendapatkan pengetahuan teoretis,
tetapi juga keterampilan praktis yang diperlukan untuk mengimplementasikan
teknologi dalam kegiatan sehari-hari mereka, sehingga dapat meningkatkan hasil
produksi dan kualitas sagu yang dihasilkan.
b. Penguatan
Akses Informasi:
Mengupayakan
peningkatan akses petani terhadap sumber informasi yang relevan dan terkini
melalui kolaborasi yang erat dengan lembaga penelitian, universitas, dan
pemerintah daerah, dengan tujuan untuk memastikan bahwa para petani tidak hanya
memiliki akses terhadap informasi yang dibutuhkan, tetapi juga dapat
memanfaatkannya secara efektif dalam praktik pertanian mereka. Langkah ini
mencakup penyediaan platform informasi yang mudah diakses, seperti portal
online atau aplikasi mobile, yang menyediakan
c. Promosi
Manfaat Sagu:
Meningkatkan
kesadaran petani mengenai pentingnya sagu untuk ketahanan pangan melalui
pelaksanaan program kampanye yang menyeluruh dan terfokus di komunitas lokal (Al-Fakih et al., 2024; Rafi et al., 2021; Rozaki,
2021).
Program ini bertujuan untuk mendidik petani tentang berbagai manfaat sagu, baik
dari segi gizi, ekonomi, maupun keberlanjutan lingkungan. Kampanye ini dapat
mencakup berbagai kegiatan interaktif, seperti workshop, seminar, dan
pengenalan produk sagu yang beragam, di mana petani diberikan informasi tentang
kandungan gizi sagu, potensinya sebagai sumber karbohidrat alternatif, serta
kontribusinya terhadap diversifikasi pangan. Selain itu, melibatkan tokoh
masyarakat dan pemimpin lokal dalam kampanye ini akan sangat penting untuk
menarik perhatian dan menciptakan kepedulian di kalangan petani. Dengan
mengedukasi komunitas tentang bagaimana sagu dapat mendukung ketahanan pangan
dan meningkatkan pendapatan, diharapkan petani akan lebih termotivasi untuk
mengembangkan budidaya sagu secara berkelanjutan. Program promosi ini juga
dapat memperkuat identitas lokal dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
pentingnya melestarikan sumber daya alam yang ada, termasuk sagu, untuk
kesejahteraan bersama di masa depan.
Hasil
penelitian ini memberikan gambaran yang sangat penting dalam mendukung strategi
pengelolaan sagu yang lebih baik, dengan harapan bahwa langkah-langkah yang
diambil berdasarkan temuan ini dapat memperkuat ketahanan pangan lokal di Kabupaten
Sorong Selatan. Dengan mengidentifikasi tantangan dan peluang yang ada dalam
industri sagu, penelitian ini menjadi landasan untuk merancang kebijakan dan
program yang lebih efektif, yang tidak hanya akan meningkatkan produktivitas
sagu, tetapi juga memastikan keberlanjutan sumber daya ini untuk generasi
mendatang. Di tengah meningkatnya kebutuhan pangan global, pengelolaan sagu
yang optimal diharapkan dapat berkontribusi pada pemenuhan kebutuhan gizi
masyarakat setempat dan mengurangi ketergantungan pada sumber pangan luar.
Dengan demikian, strategi yang dirumuskan dari hasil penelitian ini akan
berfokus pada peningkatan kapasitas petani, inovasi teknologi, dan penguatan
jaringan distribusi, sehingga tidak hanya menciptakan nilai tambah bagi produk sagu,
tetapi juga menjadikan Kabupaten Sorong Selatan sebagai salah satu daerah
penghasil sagu yang berdaya saing tinggi.
KESIMPULAN
Penelitian ini berhasil
mengidentifikasi tingkat pemahaman petani terhadap peran sagu dalam mendukung
ketahanan pangan di Kabupaten Sorong Selatan, di mana mayoritas petani (51,11%)
memiliki tingkat pemahaman sedang, 26,67% berada pada kategori rendah, dan
hanya 22,22% yang menunjukkan tingkat pemahaman tinggi. Faktor-faktor utama
yang memengaruhi pemahaman ini meliputi durasi pengalaman bertani, akses
informasi dan teknologi, serta dominasi praktik tradisional dalam pengelolaan
sagu. Temuan ini mengindikasikan bahwa meskipun petani memiliki pemahaman dasar
mengenai pentingnya sagu, terdapat keterbatasan dalam akses pelatihan dan
adopsi teknologi modern yang menjadi kendala dalam mengoptimalkan potensi sagu
sebagai sumber pangan strategis. Implikasi dari temuan ini menunjukkan perlunya
peningkatan akses pelatihan dan informasi bagi petani melalui penyuluhan
berbasis teknologi, pengenalan teknologi modern dalam praktik pertanian, serta
pendekatan holistik untuk menggantikan praktik tradisional yang kurang efektif.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan pemahaman petani terhadap sagu dapat
ditingkatkan, yang pada gilirannya akan memperkuat ketahanan pangan lokal dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
Al-Fakih, G. O. A., Ilyas, R. A., Huzaifah, M. R. M., & El-Shafay, A.
S. (2024). Recent advances in sago (Metroxylon sagu) fibres, biopolymers,
biocomposites, and their prospective applications in industry: A comprehensive
review. International Journal of Biological Macromolecules, 132045.
https://doi.org/10.1016/j.ijbiomac.2024.132045
Barnes, A. P., Soto, I., Eory, V., Beck, B., Balafoutis, A., Sánchez, B.,
Vangeyte, J., Fountas, S., van der Wal, T., & Gómez-Barbero, M. (2019).
Exploring the adoption of precision agricultural technologies: A cross regional
study of EU farmers. Land Use Policy, 80, 163–174.
https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2018.10.004
Choruma, D. J., Dirwai, T. L., Mutenje, M., Mustafa, M., Chimonyo, V. G.
P., Jacobs-Mata, I., & Mabhaudhi, T. (2024). Digitalisation in agriculture:
A scoping review of technologies in practice, challenges, and opportunities for
smallholder farmers in sub-saharan africa. Journal of Agriculture and Food
Research, 101286. https://doi.org/10.1016/j.jafr.2024.101286
Dieny, F. (2018). Analisis Kesediaan Membayar Petani terhadap jasa
lingkungan air irigasi DAS Sekampung.
Duffy, C., Toth, G. G., Hagan, R. P. O., McKeown, P. C., Rahman, S. A.,
Widyaningsih, Y., Sunderland, T. C. H., & Spillane, C. (2021). Agroforestry
contributions to smallholder farmer food security in Indonesia. Agroforestry
Systems, 95(6), 1109–1124.
Dwiartama, A., Akbar, Z. A., Ariefiansyah, R., Maury, H. K., &
Ramadhan, S. (2024). Conservation, Livelihoods, and Agrifood Systems in Papua
and Jambi, Indonesia: A Case for Diverse Economies. Sustainability, 16(5),
1996. https://doi.org/10.3390/su16051996
Lermating, K. F., Aidore, H. J. Y., & Paiki, F. D. (2024).
Ketersediaan Dan Aksesibilitas Pangan Lokal: Implikasinya Terhadap Ketahanan
Pangan Di Distrik Konda Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Papua Barat Daya. Jurnal
Administrasi Terapan, 3(1), 102–110. https://doi.org/10.31959/jat.v3i1.2482
Li, W., Clark, B., Taylor, J. A., Kendall, H., Jones, G., Li, Z., Jin, S.,
Zhao, C., Yang, G., & Shuai, C. (2020). A hybrid modelling approach to
understanding adoption of precision agriculture technologies in Chinese
cropping systems. Computers and Electronics in Agriculture, 172,
105305. https://doi.org/10.1016/j.compag.2020.105305
Monalisa, M., Mukramah, M., Fathiya, N., Saudah, S., & Rayhannisa, R.
(2024). The role of indigenous plants in sustaining food sources in Lesten
Village, Gayo Lues Regency, Indonesia. Grimsa Journal of Science Engineering
and Technology, 2(2), 87–98. https://doi.org/10.61975/gjset.v2i2.54
Rafi, M., Ardiansyah, A., Purnomo, E. P., Handoko, T., & Rahmat, A. F.
(2021). The capability of local government in sago development: efforts to
support food security in The regency of Meranti Islands. CosmoGovi Jurnal
Ilmu Pemerintahan.
Rahmat, R. (2023). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengambilan
Keputusan Petani Karet Dalam Memasarkan Bokar Di Desa Banjar Kecamatan Benai
Kabupaten Kuantan Singingi. Universitas Islam Kuantan Singingi.
Rozaki, Z. (2021). Food security challenges and opportunities in Indonesia
post COVID-19. Advances in Food Security and Sustainability, 6,
119–168. https://doi.org/10.1016/bs.af2s.2021.07.002
SS, V. C., Hareendran, A., & Albaaji, G. F. (2024). Precision farming
for sustainability: An agricultural intelligence model. Computers and
Electronics in Agriculture, 226, 109386.
https://doi.org/10.1016/j.compag.2024.109386
Šūmane, S., Kunda, I., Knickel, K., Strauss, A., Tisenkopfs, T., des
Ios Rios, I., Rivera, M., Chebach, T., & Ashkenazy, A. (2018). Local and
farmers’ knowledge matters! How integrating informal and formal knowledge
enhances sustainable and resilient agriculture. Journal of Rural Studies,
59, 232–241. https://doi.org/10.1016/j.jrurstud.2017.01.020
Susanto, B., Tosuli, Y. T., Nami, H., Surjosatyo, A., Alandro, D.,
Nugroho, A. D., Rashyid, M. I., & Muflikhun, M. A. (2024). Characterization
of sago tree parts from Sentani, Papua, Indonesia for biomass energy
utilization. Heliyon, 10(1).
https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2024.e23993
|
|
© 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication
under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |