ANALISIS PEMAHAMAN PETANI TENTANG PERAN SAGU BAGI KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SORONG SELATAN

 

Krisna Fransina Lermating1, Hendry Jems Yoel Aidore2, Franklin D. Paiki3

Universitas Werisar, Indonesia123

Email: krisnafransina24@gmail.com1, aidorehendry23@gmail.com2, paikifranklin@gmail.com3

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemahaman petani mengenai peran sagu dalam ketahanan pangan serta faktor-faktor yang memengaruhinya di Kabupaten Sorong Selatan, di mana sagu merupakan sumber pangan utama dengan potensi besar dalam mendukung ketahanan pangan. Meskipun luas lahan sagu mencapai lebih dari 15.000 hektar dan menghasilkan sekitar 20.000 ton per tahun, pemanfaatan potensi tersebut masih terbatas. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif, dengan populasi petani sagu di Kabupaten Sorong Selatan dan sampel yang diambil menggunakan teknik purposive sampling dari petani yang telah mengelola sagu minimal selama dua tahun. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan wawancara, serta dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas petani (51,11%) memiliki pemahaman sedang mengenai peran sagu dalam ketahanan pangan, sementara 26,67% memiliki pemahaman rendah dan 22,22% memiliki pemahaman tinggi; faktor-faktor yang memengaruhi pemahaman ini meliputi durasi pengalaman bertani, akses terhadap informasi dan teknologi, serta dominasi praktik tradisional. Oleh karena itu, pemahaman petani mengenai peran sagu dalam ketahanan pangan masih perlu ditingkatkan, dan penelitian ini merekomendasikan penyuluhan berbasis teknologi, penguatan akses informasi, dan promosi manfaat sagu, yang diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan lokal di Kabupaten Sorong Selatan.

 

Kata kunci: Pemahaman Petani, Sagu, Ketahanan Pangan, Kabupaten Sorong Selatan

 

Abstract

This study aims to analyze farmers' understanding of the role of sago in food security and the factors that affect it in South Sorong Regency, where sago is the main food source with great potential in supporting food security. Although the area of sago land reaches more than 15,000 hectares and produces around 20,000 tons per year, the utilization of this potential is still limited. This study uses a quantitative descriptive design, with the population of sago farmers in South Sorong Regency and samples taken using purposive sampling techniques from farmers who have managed sago for at least two years. Data were collected through questionnaires and interviews, and analyzed using descriptive statistics. The results showed that the majority of farmers (51.11%) had a moderate understanding of the role of sago in food security, while 26.67% had a low understanding and 22.22% had a high understanding; Factors influencing this understanding include the duration of farming experience, access to information and technology, and the dominance of traditional practices. Therefore, farmers' understanding of the role of sago in food security still needs to be improved, and this study recommends technology-based counseling, strengthening access to information, and promoting the benefits of sago, which is expected to strengthen local food security in South Sorong Regency.

 

Keywords: Farmers' Understanding, Sago, Food Security, South Sorong Regency

*Correspondence Author: Krisna Fransina Lermating

Email: krisnafransina24@gmail.com

 

PENDAHULUAN

 

Sagu merupakan sumber pangan utama bagi masyarakat Papua dan sekitarnya, khususnya di Kabupaten Sorong Selatan (Dwiartama et al., 2024; Susanto et al., 2024). Sebagai salah satu komoditas lokal, sagu memiliki potensi besar dalam mendukung ketahanan pangan, terutama di daerah yang sulit dijangkau oleh bahan pangan lainnya. Kandungan karbohidrat yang tinggi serta fleksibilitas sagu dalam berbagai olahan makanan menjadikannya alternatif strategis dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Sorong Selatan (2022), luas lahan sagu di wilayah ini mencapai lebih dari 15.000 hektar, dengan produksi sagu tahunan sekitar 20.000 ton (Lermating et al., 2024). Namun, tingkat pemanfaatan potensi ini masih belum maksimal akibat kendala teknis dan sosial.

Salah satu kendala utama adalah tingkat pemahaman petani terhadap peran sagu dalam mendukung ketahanan pangan yang masih beragam (Duffy et al., 2021; Monalisa et al., 2024). Hal ini dipengaruhi oleh keterbatasan akses terhadap teknologi modern, rendahnya pendidikan petani, serta dominasi praktik tradisional yang tidak terintegrasi dengan pendekatan inovatif. Sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 60% petani sagu di Sorong Selatan belum mendapatkan pelatihan teknis tentang pengelolaan sagu. Kondisi ini berlanjut hingga tahun 2023, di mana peningkatan produktivitas sagu hanya mencapai 2% dibandingkan tahun sebelumnya, menunjukkan perlunya intervensi lebih lanjut dalam pengelolaan sumber daya ini.

Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya kesenjangan dalam pemahaman dan praktik pengelolaan sagu, tetapi studi yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pemahaman petani dan keterkaitannya dengan ketahanan pangan masih terbatas. Novelty dari penelitian ini terletak pada pendekatan yang menggabungkan analisis pemahaman petani dengan faktor sosial, ekonomi, dan teknologi dalam pengelolaan sagu, serta perbandingan dengan daerah lain yang memiliki potensi serupa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemahaman petani tentang peran sagu dalam mendukung ketahanan pangan di Kabupaten Sorong Selatan, dengan fokus pada tingkat pengetahuan petani, faktor-faktor yang memengaruhi pemahaman tersebut, dan cara meningkatkan praktik pengelolaan sagu. Harapan dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi pada perencanaan strategi pengelolaan sagu yang lebih efektif dan berkelanjutan, serta memberikan wawasan bagi pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan untuk memahami dinamika pengelolaan sagu. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya relevan secara ilmiah, tetapi juga memiliki dampak signifikan terhadap penguatan ekonomi masyarakat setempat dan menciptakan peluang baru dalam pengembangan industri berbasis sagu di daerah tersebut.

 

METODE PENELITIAN

 

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan metode survei. Pendekatan ini dipilih untuk menganalisis tingkat pemahaman petani terhadap peran sagu dalam mendukung ketahanan pangan.

 

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya, dengan lokasi meliputi tiga kampung utama yaitu Kampung Klaogin, Kampung Wersar, dan Kampung Manelek, yang dipilih karena merupakan sentra produksi sagu dan memiliki komunitas petani yang mengandalkan sagu sebagai sumber pangan utama. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, dari Oktober hingga November 2024, dengan periode ini dipilih untuk memungkinkan pengumpulan data secara menyeluruh, termasuk observasi langsung terhadap praktik pengelolaan sagu di lapangan.

 

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani sagu di Kabupaten Sorong Selatan. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu memilih petani dari tiga kampung utama:

a.   Kampung Klaogin: 15 responden

b.   Kampung Wersar: 15 responden

c.   Kampung Manelek: 15 responden

Total responden dalam penelitian ini adalah 45 orang, yang dianggap representatif untuk menggambarkan kondisi petani sagu di wilayah tersebut.

 

Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui beberapa metode:

1.      Kuesioner: Untuk menggali informasi tentang profil petani dan pemahaman mereka terhadap sagu.

2.      Wawancara Mendalam: Diskusi langsung dengan petani untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi pemahaman mereka.

3.      Observasi Langsung: Melihat proses pengelolaan sagu di lokasi penelitian.

 

Analisis Data

Data yang dikumpulkan diolah untuk menunjukkan tingkat pemahaman petani melalui:

1.      Analisis Deskriptif: Menyajikan hasil dalam tabel frekuensi dan diagram batang.

2.      Kategorisasi Pemahaman: Mengelompokkan tingkat pemahaman petani ke dalam kategori rendah, sedang, dan tinggi.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Hasil Analisis

 Hasil penelitian menunjukkan tingkat pemahaman petani terhadap peran sagu dalam ketahanan pangan di Kabupaten Sorong Selatan. Distribusi tingkat pemahaman berdasarkan kategori rendah, sedang, dan tinggi dirangkum dalam tabel dan visualisasi diagram batang sebagai berikut:

 

Tabel 1. Tingkat Pemahaman Petani terhadap Peran Sagu

Kategori

Jumlah Responden

Persentase (%)

Rendah

12

26,67

Sedang

23

51,11

Tinggi

10

22,22

Total

45

100

Sumber : Data diolah 2024


 

Gambar 1. Distribusi Tingkat Pemahaman Petani

 

(Diagram batang diilustrasikan: Sumbu Y = Jumlah Responden, Sumbu X = Kategori Tingkat Pemahaman (Rendah, Sedang, Tinggi))

a.   Kategori "Sedang" menunjukkan mayoritas responden dengan persentase 51,11%.

b.   Tingkat pemahaman "Rendah" ditemukan pada 26,67% responden.

c.   Tingkat pemahaman "Tinggi" hanya dimiliki oleh 22,22% responden.

 

Pembahasan

Dari hasil analisis, mayoritas petani memiliki tingkat pemahaman sedang terhadap peran sagu dalam mendukung ketahanan pangan. Temuan ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani memahami manfaat sagu sebagai sumber pangan utama, tetapi keterbatasan akses terhadap informasi teknis dan inovasi modern membatasi mereka untuk meningkatkan pemahaman lebih lanjut.

Faktor-faktor yang memengaruhi hasil ini antara lain:

1.  Durasi Pengalaman

Durasi pengalaman bertani memainkan peran krusial dalam membentuk kualitas pemahaman petani terhadap praktik pertanian dan karakteristik komoditas lokal. Petani dengan pengalaman yang lebih lama sering kali telah melalui berbagai siklus musim dan tantangan yang berbeda, sehingga mereka dapat mengembangkan strategi adaptasi yang lebih efektif. Penelitian oleh Wenda dkk. (2021) menunjukkan bahwa petani berpengalaman cenderung lebih mampu mengidentifikasi masalah yang mungkin timbul dalam proses pertanian, seperti hama atau penyakit tanaman, dibandingkan dengan petani yang baru memulai. Selain itu, mereka juga memiliki pengetahuan yang lebih mendalam mengenai sifat tanah, pola cuaca, dan teknik pemupukan yang optimal, yang semuanya berkontribusi pada hasil panen yang lebih baik. Dengan tingkat pemahaman yang lebih tinggi ini, petani berpengalaman tidak hanya meningkatkan produktivitas mereka, tetapi juga berkontribusi pada ketahanan pangan di tingkat komunitas.

Lebih lanjut, pengalaman bertani yang panjang memungkinkan petani untuk membangun jaringan sosial yang kuat dengan sesama petani dan pemangku kepentingan lainnya, seperti penyuluh pertanian dan pedagang. Dalam studi yang dilakukan oleh Susanto dkk. (2020), ditemukan bahwa jaringan sosial ini berfungsi sebagai sumber informasi yang vital, di mana petani dapat saling berbagi pengetahuan mengenai metode pertanian terbaru, praktik keberlanjutan, dan bahkan peluang pasar (Dieny, 2018; Rahmat, 2023). Jaringan ini tidak hanya meningkatkan kapasitas petani dalam menghadapi tantangan, tetapi juga menciptakan suasana kolaboratif yang mendorong inovasi di lapangan. Dengan demikian, pengalaman yang lebih lama tidak hanya memperkaya pemahaman individu petani, tetapi juga memperkuat komunitas pertanian secara keseluruhan, menciptakan ekosistem yang lebih resilient dan berkelanjutan.

 

2.  Akses Informasi dan Teknologi

Keterbatasan akses informasi dan teknologi modern tidak hanya menghambat pemahaman petani tentang praktik pertanian yang efisien, tetapi juga mengurangi kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan perubahan pasar dan iklim (Barnes et al., 2019; Choruma et al., 2024; Šūmane et al., 2018). Dalam konteks ini, penelitian oleh Yewangga, dkk. (2020) menunjukkan bahwa penyuluhan yang efektif dapat berperan sebagai jembatan penghubung antara pengetahuan tradisional dan inovasi modern. Dengan mengintegrasikan pelatihan yang relevan dan akses terhadap teknologi pertanian terkini, petani dapat lebih memahami teknik-teknik baru yang dapat meningkatkan hasil panen serta kualitas produk. Hal ini juga berpotensi untuk memperluas jaringan pasar mereka, sehingga petani tidak hanya bergantung pada penjualan lokal, tetapi juga dapat menjangkau pasar yang lebih luas melalui pemasaran digital.

Di samping itu, pentingnya akses informasi yang berkualitas tidak dapat diabaikan. Penelitian lain menunjukkan bahwa petani yang memiliki akses ke platform informasi pertanian digital menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman mereka tentang praktik pertanian berkelanjutan dan pemanfaatan sumber daya secara efisien. Dengan adanya pelatihan yang diarahkan untuk memanfaatkan teknologi, petani dapat lebih mudah mengakses data terkait cuaca, harga komoditas, dan teknik budidaya terbaru. Ini sejalan dengan temuan Yewangga, dkk. (2020), yang mengungkapkan bahwa penyuluhan yang didukung oleh teknologi dapat meningkatkan ketahanan petani terhadap risiko, serta mendorong mereka untuk lebih proaktif dalam mengelola usaha tani mereka.

 

3.  Praktik Tradisional

Praktik tradisional yang masih mendominasi cara bertani sagu di banyak daerah sering kali mengakibatkan rendahnya produktivitas dan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya tersebut. Lataro, dkk. (2022) menunjukkan bahwa metode tradisional, yang biasanya terikat pada kebiasaan dan pengetahuan turun-temurun, sering kali tidak memanfaatkan kemajuan teknologi yang tersedia. Penelitian oleh Sari, dkk. (2021) juga menyoroti bahwa petani yang mengandalkan teknik budidaya tradisional cenderung mengalami kesulitan dalam menghadapi tantangan seperti perubahan iklim dan serangan hama. Misalnya, penggunaan alat pertanian yang sederhana dan teknik budidaya yang kurang terstandarisasi dapat mengakibatkan hasil panen yang tidak optimal. Selain itu, kurangnya pemahaman tentang pengelolaan tanah yang baik dan praktik pemupukan yang tepat dapat mengurangi kesuburan lahan dalam jangka panjang. Dengan demikian, petani yang terus bergantung pada praktik lama berisiko kehilangan potensi produksi sagu yang seharusnya dapat mereka capai.

Di sisi lain, integrasi teknologi modern dalam praktik pertanian dapat membuka peluang baru untuk meningkatkan efisiensi dan hasil panen sagu. Penelitian oleh Lataro, dkk. (2022) menekankan bahwa penerapan teknologi seperti pemantauan tanah berbasis sensor dan penggunaan pupuk yang tepat dapat meningkatkan produktivitas secara signifikan. Selain itu, penelitian oleh Rahman, dkk. (2020) menunjukkan bahwa adopsi teknologi pertanian presisi dapat membantu petani dalam mengoptimalkan penggunaan air dan nutrisi, yang sangat penting untuk pertumbuhan sagu (Li et al., 2020; SS et al., 2024). Dengan mengadopsi praktik pertanian yang lebih berbasis ilmiah dan teknologi, petani tidak hanya dapat memaksimalkan potensi sagu, tetapi juga memastikan keberlanjutan sumber daya alami mereka. Pendekatan ini menciptakan sinergi antara pengetahuan lokal dan inovasi modern, yang pada gilirannya dapat memperkuat ketahanan komunitas petani terhadap tantangan lingkungan dan ekonomi. Oleh karena itu, penting bagi pihak terkait untuk memberikan dukungan dan pelatihan yang memadai agar petani dapat bertransisi dari praktik tradisional menuju praktik yang lebih efisien dan berkelanjutan.

 

4.  Rekomendasi

Berdasarkan temuan ini, beberapa langkah strategis disarankan untuk meningkatkan pemahaman petani:

a.      Penyuluhan Berbasis Teknologi;

Melaksanakan program penyuluhan yang terfokus pada pemanfaatan teknologi modern dalam pengelolaan sagu, dengan tujuan memberikan pelatihan yang komprehensif kepada para petani mengenai berbagai alat dan teknik yang dapat meningkatkan efisiensi serta produktivitas hasil panen. Program ini harus mencakup berbagai aspek, mulai dari penggunaan mesin modern untuk pengolahan sagu, teknik irigasi yang canggih, hingga pemanfaatan aplikasi digital untuk memantau kondisi tanaman dan memperkirakan waktu panen yang optimal. Selain itu, penting untuk mengadakan sesi praktik langsung di lapangan, di mana petani dapat belajar secara langsung dari para ahli dan menggunakan teknologi tersebut dalam situasi nyata. Dengan pendekatan ini, diharapkan petani tidak hanya mendapatkan pengetahuan teoretis, tetapi juga keterampilan praktis yang diperlukan untuk mengimplementasikan teknologi dalam kegiatan sehari-hari mereka, sehingga dapat meningkatkan hasil produksi dan kualitas sagu yang dihasilkan.

b.      Penguatan Akses Informasi:

Mengupayakan peningkatan akses petani terhadap sumber informasi yang relevan dan terkini melalui kolaborasi yang erat dengan lembaga penelitian, universitas, dan pemerintah daerah, dengan tujuan untuk memastikan bahwa para petani tidak hanya memiliki akses terhadap informasi yang dibutuhkan, tetapi juga dapat memanfaatkannya secara efektif dalam praktik pertanian mereka. Langkah ini mencakup penyediaan platform informasi yang mudah diakses, seperti portal online atau aplikasi mobile, yang menyediakan

c.      Promosi Manfaat Sagu:

Meningkatkan kesadaran petani mengenai pentingnya sagu untuk ketahanan pangan melalui pelaksanaan program kampanye yang menyeluruh dan terfokus di komunitas lokal (Al-Fakih et al., 2024; Rafi et al., 2021; Rozaki, 2021). Program ini bertujuan untuk mendidik petani tentang berbagai manfaat sagu, baik dari segi gizi, ekonomi, maupun keberlanjutan lingkungan. Kampanye ini dapat mencakup berbagai kegiatan interaktif, seperti workshop, seminar, dan pengenalan produk sagu yang beragam, di mana petani diberikan informasi tentang kandungan gizi sagu, potensinya sebagai sumber karbohidrat alternatif, serta kontribusinya terhadap diversifikasi pangan. Selain itu, melibatkan tokoh masyarakat dan pemimpin lokal dalam kampanye ini akan sangat penting untuk menarik perhatian dan menciptakan kepedulian di kalangan petani. Dengan mengedukasi komunitas tentang bagaimana sagu dapat mendukung ketahanan pangan dan meningkatkan pendapatan, diharapkan petani akan lebih termotivasi untuk mengembangkan budidaya sagu secara berkelanjutan. Program promosi ini juga dapat memperkuat identitas lokal dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya melestarikan sumber daya alam yang ada, termasuk sagu, untuk kesejahteraan bersama di masa depan.

Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang sangat penting dalam mendukung strategi pengelolaan sagu yang lebih baik, dengan harapan bahwa langkah-langkah yang diambil berdasarkan temuan ini dapat memperkuat ketahanan pangan lokal di Kabupaten Sorong Selatan. Dengan mengidentifikasi tantangan dan peluang yang ada dalam industri sagu, penelitian ini menjadi landasan untuk merancang kebijakan dan program yang lebih efektif, yang tidak hanya akan meningkatkan produktivitas sagu, tetapi juga memastikan keberlanjutan sumber daya ini untuk generasi mendatang. Di tengah meningkatnya kebutuhan pangan global, pengelolaan sagu yang optimal diharapkan dapat berkontribusi pada pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat setempat dan mengurangi ketergantungan pada sumber pangan luar. Dengan demikian, strategi yang dirumuskan dari hasil penelitian ini akan berfokus pada peningkatan kapasitas petani, inovasi teknologi, dan penguatan jaringan distribusi, sehingga tidak hanya menciptakan nilai tambah bagi produk sagu, tetapi juga menjadikan Kabupaten Sorong Selatan sebagai salah satu daerah penghasil sagu yang berdaya saing tinggi.

 

KESIMPULAN

 

Penelitian ini berhasil mengidentifikasi tingkat pemahaman petani terhadap peran sagu dalam mendukung ketahanan pangan di Kabupaten Sorong Selatan, di mana mayoritas petani (51,11%) memiliki tingkat pemahaman sedang, 26,67% berada pada kategori rendah, dan hanya 22,22% yang menunjukkan tingkat pemahaman tinggi. Faktor-faktor utama yang memengaruhi pemahaman ini meliputi durasi pengalaman bertani, akses informasi dan teknologi, serta dominasi praktik tradisional dalam pengelolaan sagu. Temuan ini mengindikasikan bahwa meskipun petani memiliki pemahaman dasar mengenai pentingnya sagu, terdapat keterbatasan dalam akses pelatihan dan adopsi teknologi modern yang menjadi kendala dalam mengoptimalkan potensi sagu sebagai sumber pangan strategis. Implikasi dari temuan ini menunjukkan perlunya peningkatan akses pelatihan dan informasi bagi petani melalui penyuluhan berbasis teknologi, pengenalan teknologi modern dalam praktik pertanian, serta pendekatan holistik untuk menggantikan praktik tradisional yang kurang efektif. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan pemahaman petani terhadap sagu dapat ditingkatkan, yang pada gilirannya akan memperkuat ketahanan pangan lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.


 

BIBLIOGRAFI

 

Al-Fakih, G. O. A., Ilyas, R. A., Huzaifah, M. R. M., & El-Shafay, A. S. (2024). Recent advances in sago (Metroxylon sagu) fibres, biopolymers, biocomposites, and their prospective applications in industry: A comprehensive review. International Journal of Biological Macromolecules, 132045. https://doi.org/10.1016/j.ijbiomac.2024.132045

Barnes, A. P., Soto, I., Eory, V., Beck, B., Balafoutis, A., Sánchez, B., Vangeyte, J., Fountas, S., van der Wal, T., & Gómez-Barbero, M. (2019). Exploring the adoption of precision agricultural technologies: A cross regional study of EU farmers. Land Use Policy, 80, 163–174. https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2018.10.004

Choruma, D. J., Dirwai, T. L., Mutenje, M., Mustafa, M., Chimonyo, V. G. P., Jacobs-Mata, I., & Mabhaudhi, T. (2024). Digitalisation in agriculture: A scoping review of technologies in practice, challenges, and opportunities for smallholder farmers in sub-saharan africa. Journal of Agriculture and Food Research, 101286. https://doi.org/10.1016/j.jafr.2024.101286

Dieny, F. (2018). Analisis Kesediaan Membayar Petani terhadap jasa lingkungan air irigasi DAS Sekampung.

Duffy, C., Toth, G. G., Hagan, R. P. O., McKeown, P. C., Rahman, S. A., Widyaningsih, Y., Sunderland, T. C. H., & Spillane, C. (2021). Agroforestry contributions to smallholder farmer food security in Indonesia. Agroforestry Systems, 95(6), 1109–1124.

Dwiartama, A., Akbar, Z. A., Ariefiansyah, R., Maury, H. K., & Ramadhan, S. (2024). Conservation, Livelihoods, and Agrifood Systems in Papua and Jambi, Indonesia: A Case for Diverse Economies. Sustainability, 16(5), 1996. https://doi.org/10.3390/su16051996

Lermating, K. F., Aidore, H. J. Y., & Paiki, F. D. (2024). Ketersediaan Dan Aksesibilitas Pangan Lokal: Implikasinya Terhadap Ketahanan Pangan Di Distrik Konda Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Papua Barat Daya. Jurnal Administrasi Terapan, 3(1), 102–110. https://doi.org/10.31959/jat.v3i1.2482

Li, W., Clark, B., Taylor, J. A., Kendall, H., Jones, G., Li, Z., Jin, S., Zhao, C., Yang, G., & Shuai, C. (2020). A hybrid modelling approach to understanding adoption of precision agriculture technologies in Chinese cropping systems. Computers and Electronics in Agriculture, 172, 105305. https://doi.org/10.1016/j.compag.2020.105305

Monalisa, M., Mukramah, M., Fathiya, N., Saudah, S., & Rayhannisa, R. (2024). The role of indigenous plants in sustaining food sources in Lesten Village, Gayo Lues Regency, Indonesia. Grimsa Journal of Science Engineering and Technology, 2(2), 87–98. https://doi.org/10.61975/gjset.v2i2.54

Rafi, M., Ardiansyah, A., Purnomo, E. P., Handoko, T., & Rahmat, A. F. (2021). The capability of local government in sago development: efforts to support food security in The regency of Meranti Islands. CosmoGovi Jurnal Ilmu Pemerintahan.

Rahmat, R. (2023). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengambilan Keputusan Petani Karet Dalam Memasarkan Bokar Di Desa Banjar Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi. Universitas Islam Kuantan Singingi.

Rozaki, Z. (2021). Food security challenges and opportunities in Indonesia post COVID-19. Advances in Food Security and Sustainability, 6, 119–168. https://doi.org/10.1016/bs.af2s.2021.07.002

SS, V. C., Hareendran, A., & Albaaji, G. F. (2024). Precision farming for sustainability: An agricultural intelligence model. Computers and Electronics in Agriculture, 226, 109386. https://doi.org/10.1016/j.compag.2024.109386

Šūmane, S., Kunda, I., Knickel, K., Strauss, A., Tisenkopfs, T., des Ios Rios, I., Rivera, M., Chebach, T., & Ashkenazy, A. (2018). Local and farmers’ knowledge matters! How integrating informal and formal knowledge enhances sustainable and resilient agriculture. Journal of Rural Studies, 59, 232–241. https://doi.org/10.1016/j.jrurstud.2017.01.020

Susanto, B., Tosuli, Y. T., Nami, H., Surjosatyo, A., Alandro, D., Nugroho, A. D., Rashyid, M. I., & Muflikhun, M. A. (2024). Characterization of sago tree parts from Sentani, Papua, Indonesia for biomass energy utilization. Heliyon, 10(1). https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2024.e23993

 

© 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).