Marsella Effendie1, Debora Basaria2, Astri Anggraini
H.W3
Universitas Tarumanagara,
Indonesia123
Email: marsella.705210171@stu.untar.ac.id1,
deborab@fpsi.untar.ac.id2, astria@fpsi.unat.ac.id3
|
Abstrak |
|
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara interaksi sosial dalam kelompok dan tingkat stres akademik siswa SMA, khususnya di SMA X. Interaksi sosial dalam kelompok dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi kondisi psikologis siswa, terutama dalam menghadapi tekanan akademik yang sering kali muncul akibat tuntutan prestasi, hubungan antar teman, dan lingkungan belajar yang kompetitif.
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan desain survei, melibatkan populasi siswa SMA X, dan sampel sebanyak 209 siswa yang dipilih secara acak. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang mengukur tingkat interaksi sosial dan stres akademik, sementara analisis data dilakukan menggunakan regresi linier melalui software
JASP untuk menguji hubungan antara variabel independen (interaksi sosial) dan variabel dependen (tingkat stres akademik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi sosial dalam kelompok tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat stres akademik siswa, yang mengindikasikan bahwa faktor-faktor lain mungkin lebih berpengaruh, seperti manajemen waktu atau dukungan keluarga. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa interaksi sosial dalam kelompok tidak berkontribusi pada tingkat stres akademik siswa, sehingga implikasinya menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap faktor-faktor lain
yang dapat memengaruhi stres akademik dan pentingnya pengembangan
strategi dukungan yang lebih
komprehensif bagi siswa dalam menghadapi
tekanan akademik. Kata kunci: Interaksi
Sosial; Kelompok; Stress Akademik |
|
|
|
Abstract |
|
This study aims to
identify the relationship between social interaction in groups and the level
of academic stress of high school students, especially in high school X.
Social interaction in groups is considered an important factor that can
affect students' psychological conditions, especially in the face of academic
pressure that often arises due to demands for achievement, relationships
between friends, and a competitive learning environment. This study uses a
quantitative approach with a survey design, involving the student population
of SMA X, and a sample of 209 randomly selected students. The data collection
technique was carried out through a questionnaire that measured the level of
social interaction and academic stress, while the data analysis was carried
out using linear regression through JASP software to test the relationship
between the independent variable (social interaction) and the dependent
variable (academic stress level). The results showed that social interactions
in groups did not have a significant relationship with students' levels of
academic stress, indicating that other factors may be more influential, such
as time management or family support. The conclusion of this study is that
social interaction in groups does not contribute to students' level of
academic stress, so the implications suggest the need for more attention to
other factors that can affect academic stress and the importance of
developing more comprehensive support strategies for students in the face of
academic pressure. Keywords: Social Interaction; Group; Academic
Stress |
*Correspondence
Author: Marsella Effendie
Email:
marsella.705210171@stu.untar.ac.id
PENDAHULUAN
Penelitian
mengenai stres akademik di kalangan siswa SMA semakin relevan mengingat
meningkatnya tekanan akademik yang mereka hadapi (Barseli et al.,
2017; Rohmatillah & Kholifah, 2021). Dalam era kompetisi yang
ketat, siswa sering kali dihadapkan pada tuntutan untuk mencapai prestasi
tinggi, baik dari orang tua maupun institusi pendidikan. Situasi ini
menyebabkan tingkat stres akademik yang signifikan dan berdampak pada kesehatan
mental siswa. Dukungan sosial, terutama dari teman sebaya, menjadi salah satu
faktor penting dalam mengurangi dampak stres tersebut (Dini & Iswanto,
2019; Salam, 2019). Teman sebaya dapat
memberikan dukungan emosional, berbagi pengalaman, dan menciptakan lingkungan
yang mendukung, yang semuanya berkontribusi pada kemampuan siswa untuk
menghadapi tantangan akademik.
Meskipun
banyak studi menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat membantu siswa mengatasi
stres, masih terdapat kekurangan dalam pemahaman mengenai interaksi sosial
dalam kelompok yang lebih luas. Sebagian besar penelitian sebelumnya lebih
fokus pada hubungan antar individu dalam kelompok teman sebaya yang terikat
oleh kriteria spesifik, seperti kelas atau usia. Hal ini menyebabkan kurangnya
pemahaman tentang bagaimana interaksi sosial dalam kelompok yang lebih
heterogen dapat mempengaruhi stres akademik. Penelitian yang lebih mendalam
mengenai dinamika interaksi sosial di dalam kelompok belajar yang tidak terikat
oleh batasan tersebut sangat diperlukan untuk memberikan gambaran yang lebih
komprehensif tentang dukungan sosial di lingkungan sekolah.
Dengan
meningkatnya tingkat stres akademik, penting untuk menggali lebih dalam
bagaimana interaksi sosial di dalam kelompok belajar dapat berkontribusi dalam
mengurangi stres tersebut. Penelitian ini menjadi mendesak untuk memberikan
wawasan lebih lanjut tentang strategi dukungan sosial yang efektif. Mengingat
bahwa siswa SMA sering kali mengalami tekanan yang tinggi, pemahaman yang lebih
baik tentang faktor-faktor yang dapat mengurangi stres akademik mereka sangat
penting. Penelitian ini tidak hanya bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan
antara interaksi sosial dan stres akademik, tetapi juga untuk menyediakan
rekomendasi yang dapat diterapkan oleh pendidik dalam menciptakan lingkungan
belajar yang lebih mendukung.
Penelitian
sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Karamina dan Martani (2023) serta
Pajarianto et al. (2020), menunjukkan bahwa kualitas dukungan sosial berperan
penting dalam mengurangi stres yang dialami siswa (Pajarianto, 2020). Temuan serupa juga didukung
oleh penelitian dari Fernández Lasarte et al. (2020) dan Reddy et al. (2018),
yang menemukan hubungan positif antara dukungan sosial dan kemampuan siswa
dalam menghadapi tekanan akademik (Reddy et al., 2018). Meskipun hasil ini
memberikan gambaran yang jelas tentang pentingnya dukungan sosial, kebanyakan
studi belum mengeksplorasi secara mendalam bagaimana interaksi sosial dalam
kelompok yang lebih luas dapat mempengaruhi pengalaman stres akademik siswa.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melengkapi kekurangan tersebut
dengan mengkaji peran interaksi sosial dalam konteks yang lebih holistik.
Penelitian
ini berbeda dari studi-studi sebelumnya dengan fokus pada interaksi sosial
dalam kelompok yang tidak terikat oleh kriteria spesifik teman sebaya. Ini
memberikan perspektif baru dalam memahami dinamika kelompok belajar dan
pengaruhnya terhadap stres akademik. Dengan meneliti kelompok yang lebih
beragam, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih
relevan dan aplikatif bagi pendidik. Penekanan pada interaksi sosial yang
bersifat inklusif dan terbuka untuk semua siswa dapat membantu menciptakan
lingkungan belajar yang lebih mendukung dan kooperatif, yang pada gilirannya
dapat mengurangi tingkat stres akademik.
Penelitian
ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran interaksi sosial dalam kelompok
terhadap stres akademik siswa di SMA X, serta mengidentifikasi hubungan antara
kedua variabel tersebut. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pada pengembangan teori mengenai interaksi sosial dan stres
akademik, serta rekomendasi praktis bagi pendidik dan pembuat kebijakan. Selain
itu, penelitian ini juga berpotensi memberikan panduan bagi guru dan konselor
dalam merancang program dukungan sosial yang efektif untuk mengurangi stres
akademik siswa. Dengan memahami dinamika interaksi sosial, sekolah-sekolah
dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan mendukung kesejahteraan
siswa. Dalam jangka panjang, penelitian ini dapat berkontribusi pada
peningkatan kesehatan mental siswa, mengurangi tingkat stres akademik, dan
menciptakan budaya sekolah yang lebih positif, terutama di daerah dengan
karakteristik serupa, seperti Bangka.
METODE
PENELITIAN
Penelitian
ini menggunakan metode kuantitatif non-eksperimental untuk menganalisis hubungan
antara interaksi sosial dan stres akademik pada siswa SMA X (Syakur & Panuju,
2020; Triningtyas & Margawati, 2019).
Partisipan terdiri dari siswa kelas 10 hingga 12, berusia 16 hingga 18 tahun,
yang aktif dalam kelompok pertemanan dengan interaksi sosial intens. Teknik
sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Penelitian dilaksanakan di
SMA X di Provinsi Kepulauan Bangka, yang memiliki 264 siswa dan 14 guru, serta
fasilitas pendukung seperti ruang kelas dan laboratorium. Lingkungan akademik
yang kompetitif di sekolah ini menciptakan tantangan yang ideal untuk mengkaji
peran interaksi sosial dalam mengurangi stres akademik. Stres akademik, yang
disebabkan oleh tuntutan tugas dan ujian, dapat memengaruhi kesehatan dan
kinerja siswa. Interaksi sosial memiliki potensi untuk mengurangi stres dengan
memberikan dukungan emosional. Dalam penelitian ini, interaksi sosial diukur
menggunakan Social Interaction Questionnaire (SIQ) dan stres akademik diukur
dengan Perceived Stress Scale (PSS). Penelitian bertujuan untuk memahami
bagaimana interaksi sosial dapat mendukung pengurangan stres akademik siswa di
SMA X.
Jenis
penelitian ini adalah studi korelasional yang bertujuan mengidentifikasi
pengaruh interaksi sosial dalam kelompok terhadap tingkat stres akademik siswa
tanpa manipulasi variabel. Data dikumpulkan melalui kuesioner online
menggunakan Google Form di SMA Dian Harapan, dengan dukungan perangkat seperti
laptop dan telepon genggam. Alat ukur untuk variabel interaksi sosial adalah
Social Interaction Questionnaire (SIQ), yang mencakup dukungan sosial,
intensitas komunikasi, dan keanggotaan kelompok pertemanan, sedangkan stres
akademik diukur dengan Perceived Stress Scale (PSS). Instrumen ini telah
diadaptasi dari penelitian sebelumnya untuk memastikan validitas dan
reliabilitas. Prosedur penelitian dimulai dengan persiapan yang mencakup
penentuan fenomena, kajian pustaka, dan pengajuan proposal, diikuti dengan
pengujian validitas dan reliabilitas instrumen serta perolehan izin dari pihak
sekolah. Kuesioner kemudian disebarkan kepada partisipan terpilih, dan data
yang terkumpul dianalisis menggunakan Software JASP untuk uji normalitas,
analisis regresi linear, dan uji korelasi. Hasil analisis diharapkan memberikan
wawasan tentang pengaruh interaksi sosial terhadap stres akademik siswa serta
rekomendasi bagi pihak sekolah dalam mengelola stres tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini berfokus pada
dua variabel utama: Interaksi Sosial dan Stres Akademik, yang masing-masing
dianalisis melalui atribut-atribut khusus yang menggambarkan karakteristik
variabel tersebut. Interaksi Sosial diukur dengan menggunakan Social
Interaction Questionnaire (SIQ), yang mengacu pada penelitian Dewi et al.
(2023) (Hakim, 2023). Instrumen ini mencakup
beberapa aspek penting dalam interaksi sosial, seperti penciptaan lingkungan
interaktif (Creating an Interactive Environment), suasana emosional yang
mendukung (Creating an Emotional Atmosphere), adanya tujuan yang jelas dalam
interaksi (Presence of Specific Goals), eksistensi seorang pemimpin (Existence
of a Leader), kerjasama dalam lingkungan sosial (Cooperative Environment), dan
tingkat empati antar individu (Empathy). Aspek-aspek ini penting untuk memahami
bagaimana interaksi sosial dalam kelompok dapat memengaruhi pengalaman akademik
siswa.
Di sisi lain, Stres Akademik
diukur menggunakan Perceived Stress Scale (PSS) yang dikembangkan oleh Sheldon
Cohen pada 1988, yang diadaptasi dari penelitian Kurniawaty (2021) (Rastamadya &
Sulandjari, 2022; Tsabitah & Hasan, 2022). PSS mengukur tingkat stres
yang dirasakan individu berdasarkan beberapa atribut, seperti stres yang datang
secara tidak terduga (Unexpected Stress), kemampuan dalam mengendalikan diri
(Self-Control), kecemasan yang dirasakan (Feelings of Anxiety), kemampuan
mengatasi tekanan (Coping Ability), persepsi terhadap kendali atas hidup (Control
Over Life), kesulitan dalam menyelesaikan tugas (Task Difficulties), gangguan
aktivitas sehari-hari (Life Disruptions), kontrol pribadi (Personal Control),
kemarahan terhadap orang lain (Anger Towards Others), dan beban yang terkumpul
seiring waktu (Accumulated Burdens). Dengan menggunakan PSS, penelitian ini
bertujuan untuk menggali seberapa besar stres akademik yang dialami siswa dan
faktor-faktor yang memengaruhinya. Hasil survei demografi yang dilakukan di SMA
X menunjukkan variasi yang cukup beragam
dalam karakteristik responden, terutama dari sisi usia, jenis kelamin, dan
kelas. Dari total 209 responden, mayoritas berusia antara 16 hingga 17 tahun,
dengan jumlah responden terbanyak berusia 17 tahun (33%) dan 16 tahun (27%).
Usia 15 tahun tercatat sekitar 20%, sedangkan responden usia 18 tahun mencapai
17%. Hanya sekitar 3% responden yang berusia 14 tahun. Selain itu, survei ini
juga mencatat preferensi responden dalam kelompok belajar, memberikan gambaran
yang cukup lengkap mengenai karakteristik demografis siswa di sekolah tersebut.
Tabel 1. Sebaran Usia Responden
|
Usia |
Jumlah |
Persentase |
|
14 |
6 |
3% |
|
15 |
42 |
20% |
|
16 |
56 |
27% |
|
17 |
70 |
33% |
|
18 |
35 |
17% |
|
Total |
209 |
100% |
Terkait jenis kelamin, data
menunjukkan bahwa 97 responden adalah laki-laki, yang mencakup sekitar 46% dari
total, sedangkan 112 responden lainnya adalah perempuan, yang setara dengan
54%. Proporsi ini menunjukkan keseimbangan yang cukup baik antara kedua jenis
kelamin dalam sampel survei
Tabel 2. Sebaran Usia Responden
|
Usia |
Jumlah |
Persentase |
|
14 |
6 |
3% |
|
15 |
42 |
20% |
|
16 |
56 |
27% |
|
17 |
70 |
33% |
|
18 |
35 |
17% |
|
Total |
209 |
100% |
Dalam hal sebaran kelas,
partisipasi responden tersebar merata di ketiga jenjang kelas. Sebanyak 50
responden berasal dari kelas 10, yang mencakup 24% dari total responden,
mewakili siswa yang baru memasuki tingkat SMA. Sementara itu, 71 responden
berasal dari kelas 11 (34%), dan kelompok terbesar adalah siswa kelas 12, yang
berjumlah 88 orang atau sekitar 42%. Hal ini menunjukkan tingkat partisipasi
yang lebih tinggi dari siswa kelas 12, yang mungkin terkait dengan minat lebih
besar pada penelitian menjelang akhir masa pendidikan mereka.
Tabel 3. Sebaran Usia Responden
|
Kelas |
Jumlah |
Persentase |
|
10 |
50 |
24% |
|
11 |
71 |
34% |
|
12 |
88 |
42% |
|
Total |
209 |
100% |
Pada aspek jumlah anggota
dalam kelompok belajar, sebagian besar responden sebanyak 89 orang atau 43%
memilih untuk belajar dalam kelompok dengan 4-6 orang anggota, yang
memungkinkan interaksi yang cukup dinamis. Sementara 66 responden (32%) lebih
memilih kelompok yang lebih kecil, dengan 2-3 anggota, yang mungkin lebih fokus
dan efisien. Sebanyak 54 responden (26%) tergabung dalam kelompok dengan lebih
dari 6 orang, yang menunjukkan adanya preferensi untuk kolaborasi dalam
kelompok yang lebih besar.
Tabel 4. Sebaran Anggota Kelompok
|
Anggota |
Jumlah |
Persentase |
|
2-3 |
66 |
32% |
|
4-6 |
89 |
43% |
|
Lebih dari 6 |
54 |
26% |
|
Total |
209 |
100% |
Secara keseluruhan, data dari
209 responden ini memberikan gambaran yang cukup representatif mengenai
karakteristik siswa di SMA X serta
memperlihatkan berbagai variasi yang relevan untuk analisis pada penelitian
ini.
Uji Normalitas
Uji normalitas ditujukan guna
menjalankan evaluasi terkait apakah distribusi data sampel mengikuti distribusi
normal, yang menjadi salah satu asumsi penting dalam banyak metode statistik.
Uji ini dijalankan melalui penggunaan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengukur
sejauh mana data sampel sesuai dengan distribusi teoretis, seperti distribusi
normal. Pada penelitian ini, didapatkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov untuk
variabel X memperlihatkan nilai p dengan besaran 0,082, yang melebihi 0,05. Ini
memperlihatkan bahwasanya data pada variabel X dapat dianggap terdistribusi
normal pada tingkat signifikansi 0,05 atau 0,01. Begitu juga, untuk variabel Y,
nilai p dengan besaran 0,131 melebihi 0,05, yang juga memperlihatkan bahwasanya
data pada variabel Y memenuhi asumsi normalitas pada tingkat signifikansi
tersebut. Dengan kata lain, asumsi normalitas dapat dipertahankan, sehingga
analisis lanjutan yang membutuhkan distribusi normal dapat dilakukan.
Tabel 5. X Test Fit Statistic
|
|
X Test Fit Statistic |
|
|
Test |
Statistic |
P Value |
|
Kolmogorov-Smimov |
0.087 |
0.082 |
Tabel 6. Y Test Fit Statistic
|
|
Y Test Fit Statistic |
|
|
Test |
Statistic |
P Value |
|
Kolmogorov-Smimov |
0.081 |
0.131 |
Hasil analisis regresi
menunjukkan bahwa variabel independen (X) memiliki pengaruh yang sangat lemah
dan tidak signifikan terhadap variabel dependen (Y). Pada Model H0 tanpa
variabel X, nilai R^2 = 0.000, sedangkan pada Model H1 dengan variabel X, nilai
R= 0.066, R^2 = 0.004, dan Adjusted R^2 = -0.000 , yang berarti hanya 0,4%
variasi pada Y yang dijelaskan oleh X, dan penambahan variabel X tidak
meningkatkan kemampuan model. Hasil ANOVA menunjukkan F = 0.909 dengan p =
0.342, memperkuat temuan bahwa pengaruh X terhadap Y tidak signifikan.
Koefisien regresi untuk X sebesar -0.042 dengan p = 0.342 juga menunjukkan
pengaruh yang sangat kecil dan tidak signifikan.
Selanjutnya, uji korelasi
Pearson menunjukkan hubungan negatif yang sangat lemah antara X dan Y dengan
nilai r = -0.066 dan p = 0.342. Ini mengindikasikan bahwa hubungan antara kedua
variabel tidak signifikan secara statistik, sehingga X dan Y tidak memiliki
korelasi yang bermakna.
Pada uji beda stres akademik
berdasarkan gender menggunakan Kruskal-Wallis, hasilnya menunjukkan tidak ada
perbedaan signifikan dengan nilai \( p = 0.248 \). Meskipun terdapat variasi
kecil dengan \( \epsilon^2 = 0.333 \), gender bukan faktor signifikan dalam
memengaruhi tingkat stres akademik. Hal serupa ditemukan pada uji beda
interaksi kelompok berdasarkan gender, di mana tidak ada perbedaan signifikan
dengan nilai \( p =0.543 \). Variasi dalam tingkat interaksi antar kelompok
gender terlalu kecil untuk dianggap bermakna secara statistik.
Penelitian ini bertujuan untuk
menguji hubungan antara interaksi kelompok dan stres akademik dengan pendekatan
kuantitatif. Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson, ditemukan bahwa
interaksi kelompok memiliki hubungan negatif yang sangat lemah dengan stres
akademik (r=−0,066r = -0,066r=−0,066), tetapi hubungan tersebut
tidak signifikan secara statistik (p=0,342p = 0,342p=0,342). Artinya, meskipun
ada sedikit kecenderungan bahwa semakin sering individu terlibat dalam
interaksi kelompok, tingkat stres akademiknya cenderung lebih rendah, hubungan
ini sangat lemah dan tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar kesimpulan. Uji
regresi lebih lanjut mengungkapkan bahwa interaksi kelompok hanya mampu
menjelaskan 0,4% variasi dalam tingkat stres akademik. Bahkan, nilai R2R^2R2
yang sangat rendah dan nilai ppp yang melebihi ambang signifikan menunjukkan
bahwa penambahan interaksi kelompok ke dalam model prediktif tidak memberikan
dampak signifikan terhadap kemampuan model dalam menjelaskan variabilitas stres
akademik.
Hasil ini sejalan dengan
penelitian oleh Febrianti et al. (2023), yang juga menemukan bahwa dukungan
teman sebaya tidak signifikan dalam mengurangi stres akademik siswa (Chyu & Chen,
2024; Safiany & Maryatmi, 2018). Dukungan teman sebaya
sebagai salah satu bentuk interaksi kelompok dalam penelitian tersebut
menunjukkan hubungan yang lemah dengan tingkat stres akademik siswa. Di sisi
lain, hasil penelitian ini bertentangan dengan temuan Fadliah (2022), yang
menunjukkan bahwa dukungan sosial secara signifikan memengaruhi penurunan stres
akademik (Gökçearslan et al.,
2018; Liu et al., 2023). Dalam konteks penelitian
Fadliah, dukungan sosial dianggap sebagai salah satu faktor utama dalam
mengurangi tekanan akademik, yang berbeda dengan hasil penelitian ini.
Perbedaan ini dapat mencerminkan konteks atau karakteristik responden yang
berbeda, seperti lingkungan sosial, budaya, atau tekanan akademik yang dihadapi
siswa.
Selain temuan utama,
penelitian ini dihadapkan pada kendala berupa kurangnya keseriusan responden
dalam mengisi survei, yang dapat memengaruhi validitas data yang dikumpulkan.
Kendala ini menimbulkan potensi bias dalam analisis, yang perlu diperhatikan
dalam penelitian selanjutnya. Penelitian yang serupa di masa mendatang
disarankan untuk memastikan validitas data melalui pendekatan survei yang lebih
terkontrol, seperti penyampaian instruksi yang lebih jelas, supervisi langsung
selama pengisian kuesioner, atau metode pengambilan data alternatif yang lebih
akurat.
Selanjutnya, temuan yang
menunjukkan lemahnya hubungan antara interaksi kelompok dan stres akademik
mengindikasikan bahwa ada kemungkinan faktor-faktor lain yang lebih signifikan
dalam memengaruhi tingkat stres siswa. Faktor-faktor seperti tekanan akademik,
kemampuan manajemen waktu, dukungan emosional dari keluarga, atau strategi
belajar individu dapat menjadi fokus penelitian lebih lanjut. Misalnya, siswa
yang memiliki akses lebih besar terhadap dukungan emosional cenderung memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam menghadapi tekanan akademik.
KESIMPULAN
Penelitian
ini menunjukkan bahwa meskipun interaksi sosial dalam kelompok belajar di SMA X
memiliki potensi untuk mendukung pengelolaan stres akademik siswa, hasil
analisis statistik tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kedua
variabel tersebut. Uji normalitas memastikan distribusi data yang sesuai, namun
regresi linier dan uji korelasi Pearson menunjukkan pengaruh dan hubungan yang
sangat lemah serta tidak signifikan antara interaksi sosial dan tingkat stres
akademik. Selain itu, analisis berdasarkan gender juga tidak menemukan
perbedaan signifikan dalam tingkat stres akademik maupun interaksi sosial dalam
kelompok. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor lain di luar interaksi kelompok,
seperti strategi individu dalam menghadapi tekanan akademik atau dukungan
sosial dari keluarga, mungkin memainkan peran lebih besar dalam mengurangi
stres. Hasil ini menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam memahami
dinamika stres akademik siswa, termasuk eksplorasi lebih lanjut terhadap
faktor-faktor pendukung lainnya. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa
rekomendasi praktis perlu diperluas untuk mencakup aspek lingkungan sekolah
secara keseluruhan, seperti kebijakan akademik dan program konseling, guna
menciptakan suasana yang lebih mendukung kesejahteraan siswa serta
mengintegrasikan dukungan sosial yang lebih luas dalam strategi pengelolaan
stres akademik.
Barseli, M., Ifdil, I., & Nikmarijal, N. (2017). Konsep
stres akademik siswa. Jurnal Konseling Dan Pendidikan, 5(3),
143–148. https://doi.org/10.29210/119800
Chyu, E. P. Y., & Chen, J. (2024).
Mediating effects of different sources of perceived social support on the
association between academic stress and mental distress in Hong Kong. Children
and Youth Services Review, 163, 107808.
https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2024.107808
Dini, P. R., & Iswanto, A. (2019).
Hubungan dukungan sosial teman sebaya dengan tingkat stres dalam menyusun tugas
akhir pada mahasiswa Stikes Ngudi Waluyo Ungaran. Jurnal Ilmu Kebidanan Dan
Kesehatan (Journal of Midwifery Science and Health), 10(2).
https://doi.org/10.52299/jks.v10i2.50
Gökçearslan, Ş., Uluyol, Ç., &
Şahin, S. (2018). Smartphone addiction, cyberloafing, stress and social
support among university students: A path analysis. Children and Youth
Services Review, 91, 47–54. https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2018.05.036
Hakim, H. (2023). The Impact of Basic
Motion Activities on Social Interaction in Elementary School Students. International
Journal of Human Movement and Sports Sciences, 11(01), 143–151.
Liu, Y., Chen, J., Chen, K., Liu, J., &
Wang, W. (2023). The associations between academic stress and depression among
college students: a moderated chain mediation model of negative affect, sleep
quality, and social support. Acta Psychologica, 239, 104014.
https://doi.org/10.1016/j.actpsy.2023.104014
Pajarianto, D. H. (2020). Study from
home in the middle of the COVID-19 pandemic: analysis of religiosity, teacher,
and parents support against academic stress.
Rastamadya, S., & Sulandjari, S.
(2022). Hubungan Antara Tingkat Stres Akademik dan Tingkat Konsumsi Zat Gizi
dengan Status Gizi Mahasiswa Fakultas Teknik Unesa Saat Pembelajaran Daring. GIZI
UNESA, 2(2), 115–123.
Reddy, K. J., Menon, K. R., & Thattil,
A. (2018). Academic stress and its sources among university students. Biomedical
and Pharmacology Journal, 11(1), 531–537.
Rohmatillah, W., & Kholifah, N. (2021).
Stress akademik antara laki-laki dan perempuan siswa school from home. Jurnal
Psikologi: Jurnal Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan, 8(1),
38–52. https://doi.org/10.35891/jip.v8i1.2648
Safiany, A., & Maryatmi, A. S. (2018).
Hubungan self efficacy dan dukungan sosial teman sebaya dengan stres akademik
pada siswa-siswi kelas XI di SMA Negeri 4 Jakarta Pusat. Ikra-Ith Humaniora:
Jurnal Sosial Dan Humaniora, 2(3), 87–95.
Salam, A. (2019). Hubungan antara efikasi
diri dan dukungan sosial dengan stres akademik pada siswa. Jurnal Al-Irsyad:
Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 1(2), 325–342.
https://doi.org/10.24952/bki.v1i2.2162
Syakur, A., & Panuju, R. (2020). Peran
Strategis Public Relation dalam Pengembangan Reputasi Pendidikan Tinggi: Studi
Kasus Promosi di Akademi Farmasi Surabaya. Briliant: Jurnal Riset Dan
Konseptual, 5(1), 128–136.
https://doi.org/10.28926/briliant.v5i1.439
Triningtyas, D. A., & Margawati, T. M.
(2019). Hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif terhadap online
shopping pada remaja. Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian Dan
Kajian Kepustakaan Di Bidang Pendidikan, Pengajaran Dan Pembelajaran, 5(1),
16–20. https://doi.org/10.33394/jk.v5i1.1388
Tsabitah, R. A., & Hasan, N. (2022).
Efikasi diri dan motivasi belajar dengan stres akademik mahasiswa yang
mengerjakan skripsi. PSYCOMEDIA: Jurnal Psikologi, 2(1), 52–58.
https://doi.org/10.35316/psycomedia.2022.v2i1.52-58
|
|
© 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication
under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |