Risan
Abu Bakar1, Zakiyah2, Edward
Syam3
Universitas YARSI, Indonesia1
Universitas YARSI, Indonesia2
Universitas YARSI, Indnesia3
Email: risanabubakar678@gmail.com1
Abstrak |
Penggunaan
masker dapat menyebabkan reaksi kulit seperti jerawat, gatal, ruam, dan luka tekan. Salah satu kondisi yang umum terjadi adalah jerawat biasa, atau acne vulgaris, yang
merupakan peradangan pada
folikel rambut dan berlangsung dalam jangka panjang. Jerawat yang disebabkan oleh penggunaan masker dikenal sebagai "maskne," dan
diperkirakan muncul akibat kombinasi gesekan, tekanan yang berulang, serta keringat atau stres pada kulit, yang dapat memicu atau memperburuk jerawat yang sudah ada. Lingkungan lembab akibat penutupan hidung dan mulut dalam waktu
lama juga berkontribusi terhadap
masalah ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara penggunaan masker dan kejadian acne vulgaris di kalangan
mahasiswa Fakultas Kedokteran YARSI angkatan
2022-2023. Metode yang diterapkan adalah kuantitatif dengan desain observasional analitik serta pendekatan cross
sectional. Sampel diambil menggunakan
teknik purposive random sampling, yang melibatkan total 83 mahasiswa.
Data yang dikumpulkan bersifat
primer, diperoleh melalui
kuesioner. Analisis dilakukan menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan
tidak ada hubungan signifikan antara jenis masker dengan kejadian acne vulgaris
(p=0,600), durasi pemakaian
masker (p=0,642), dan frekuensi penggantian
masker (p=0,525), semuanya menunjukkan
nilai p > 0,05. Kata kunci: Masker; acne vulgaris; Maskne |
|
Abstract |
The use of masks can cause
skin reactions such as acne, itching, rashes, and pressure sores. One of the
common conditions is acne vulgaris, which is an inflammation of the hair
follicles and lasts for a long time. Acne caused by mask use is known as
"maskne," and is thought to arise as a result of a combination of
friction, repetitive pressure, and sweat or stress on the skin, which can
trigger or worsen existing acne. The humid environment due to prolonged nose
and mouth closure also contributes to this problem. The purpose of this study
is to analyze the relationship between mask use and the incidence of acne
vulgaris among students of the Faculty of Medicine YARSI class of 2022-2023.
The method applied is quantitative with an analytical observational design
and a cross sectional approach. The sample was taken using the purposive
random sampling technique, which involved a total of 83 students. The data
collected is primary, obtained through questionnaires. The analysis was
carried out using univariate and bivariate analysis with the chi square test.
The results showed that there was no significant relationship between the
type of mask and the incidence of acne vulgaris (p=0.600), the duration of
mask wearing (p=0.642), and the frequency of mask changes (p=0.525), all of
which showed a p> value of 0.05. Keywords: Mask; acne vulgaris; Maskne |
*Correspondence
Author: Risan
Abu Bakar
Email: [email protected]
PENDAHULUAN
Penggunaan masker sebagai kebiasaan baru dalam masyarakat pasca-pandemi dipengaruhi oleh beberapa faktor penting (Dali et al., 2020; Si et al., 2021). Pertama, pandemi COVID-19 telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan pencegahan penyakit, di mana banyak orang kini memahami bahwa
masker dapat membantu mengurangi risiko penularan virus, termasuk penyakit pernapasan lainnya (Novita & Ramadhani, 2021; Yunita
et al., 2021). Kedua, setelah
mengalami krisis kesehatan global, masyarakat merasa lebih aman
saat mengenakan masker, terutama di tempat-tempat ramai atau tertutup,
yang memberikan rasa nyaman
dan perlindungan tambahan saat berinteraksi. Ketiga, penggunaan masker telah menjadi norma
baru dalam interaksi sosial, di mana masyarakat cenderung mengikuti kebiasaan ini untuk menunjukkan
kepedulian terhadap kesehatan orang lain dan menyesuaikan
diri dengan ekspektasi sosial di lingkungan mereka. Selain itu, keterbatasan selama pandemi memicu perubahan perilaku, di mana banyak individu mulai menganggap penggunaan masker sebagai bagian dari gaya hidup
sehat yang berkelanjutan, bahkan setelah situasi darurat kesehatan berakhir. Terakhir, meskipun peraturan resmi mungkin telah dilonggarkan,
institusi seperti sekolah, tempat kerja, dan fasilitas kesehatan mungkin masih mewajibkan penggunaan masker, sehingga menjaga kebiasaan ini tetap hidup.
Secara keseluruhan, meskipun pandemi telah berakhir, banyak individu memilih untuk terus
memakai masker sebagai langkah pencegahan tambahan, menciptakan kebiasaan baru yang lebih bersifat preventif dan proaktif dalam menjaga kesehatan
masyarakat.
Penggunaan masker dapat menyebabkan reaksi kulit seperti jerawat,
gatal, ruam, dan luka tekan. Salah satu masalah yang sering muncul adalah
jerawat (D. A. Lestari & Susanto, 2022). Acne
vulgaris yang muncul akibat
penggunaan masker telah banyak dilaporkan, termasuk selama wabah SARS pada tahun 2004, di
mana petugas kesehatan mengalami masalah serupa akibat penggunaan
masker N95 (Hidajat, 2020). Gesekan
antara kulit dan masker, ditambah dengan keringat, dapat memicu jerawat. Iritasi juga bisa disebabkan oleh bahan kimia dalam masker bedah dan N95, seperti formaldehida (R. Lestari & Indriawati,
2022).
Urgensi penelitian mengenai "maskne" atau jerawat yang muncul akibat penggunaan
masker sangat penting mengingat
dampak kesehatan kulit yang signifikan dalam konteks penggunaan
masker yang menjadi kebiasaan
baru (de Oliveira & Tavaria, 2023; Liu et al.,
2023). Dengan semakin banyaknya individu yang menggunakan masker dalam jangka waktu lama, pemahaman tentang penyebab dan solusi untuk kondisi ini
menjadi krusial (Rowan
& Moral, 2021; Selvaranjan et al., 2021).
Penelitian ini tidak hanya dapat membantu
mengidentifikasi faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap
timbulnya jerawat mekanis, seperti gesekan, kelembapan, dan suhu, tetapi juga memberikan wawasan tentang cara-cara pencegahan dan perawatan yang efektif. Selain itu, kondisi kulit yang buruk dapat mempengaruhi
kepercayaan diri dan kesehatan mental individu (Ablett
& Thompson, 2016; Vivar & Kruse, 2018). Oleh karena
itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna untuk masyarakat luas serta profesional
kesehatan dan kecantikan, sehingga upaya untuk mengelola dan mencegah "maskne" dapat dilakukan dengan lebih baik
dan efektif.
Berdasarkan informasi tersebut, peneliti tertarik untuk menyelidiki hubungan antara penggunaan masker dan kejadian acne vulgaris di kalangan
mahasiswa Fakultas Kedokteran YARSI.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini mengadopsi pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional
(Connor et al., 2017). Metode yang digunakan adalah observasional analitik, yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pemakaian masker dan terjadinya
acne vulgaris di kalangan mahasiswa
Fakultas Kedokteran YARSI angkatan 2022-2023. Populasi yang
diteliti terdiri dari mahasiswa Fakultas Kedokteran YARSI angkatan tersebut, dengan total sampel sebanyak 83 orang.
Data yang dikumpulkan merupakan data primer
berjenis kuantitatif.
Proses pengumpulan data dilakukan
melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden menggunakan Google
Form, yang dirancang secara
terstruktur berdasarkan literatur yang relevan.
Analisis data mencakup analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik demografis responden, dengan hasil yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase. Sementara itu, analisis bivariat digunakan untuk menguji hubungan antara variabel independen dan dependen dengan metode uji chi-square.
Dalam penelitian ini, variabel independen adalah penggunaan masker, sedangkan variabel dependen adalah kejadian acne vulgaris pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran YARSI angkatan 2022-2023.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Responden
penelitian ini merupakan Mahasiswa Fakultas Kedokteran YARSI Angkatan
2022-2023. Pengambilan data dilakukan pada bulan juli 2024 dengan cara
pengisian kuesioner melalui google form.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan
Karakteristik Penggunaan Masker
Karakteristik Penggunaan Masker |
n |
% |
Durasi memakai masker |
||
1-4 jam |
62 |
74,7 |
5-8 jam |
18 |
21,7 |
> 8 jam |
3 |
3,6 |
Total |
83 |
100,0 |
Jenis Masker |
||
Masker kain |
2 |
2,4 |
Masker bedah |
38 |
45,8 |
Masker N95 |
43 |
51,8 |
Total |
83 |
100,0 |
Kebiasaan Mengganti Masker |
||
Sering (4 jam sekali) |
23 |
27,7 |
Jarang (8-16 jam sekali) |
50 |
60,2 |
Tidak pernah (24 jam) |
10 |
12,0 |
Total |
83 |
100,0 |
Data
primer
Berdasarkan
Tabel 1, diketahui bahwa jumlah responden yang menggunakan masker sebanyak 36
orang (43,4%), sementara yang tidak menggunakan masker berjumlah 47 orang
(56,6%). Selanjutnya, dari Tabel 9, durasi pemakaian masker oleh responden
terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu durasi 1-4 jam sebanyak 62 orang
(74,7%), durasi 5-8 jam sebanyak 18 orang (21,7%), dan lebih dari 8 jam
berjumlah 3 orang (3,6%). Selain itu, distribusi jenis masker yang digunakan
oleh responden juga beragam. Sebanyak 2 orang (2,4%) menggunakan masker kain,
38 orang (45,8%) menggunakan masker bedah, dan 43 orang (51,8%) menggunakan
masker N95. Dari segi frekuensi penggantian masker, responden yang sering
mengganti masker berjumlah 23 orang (27,7%), yang jarang mengganti masker
sebanyak 50 orang (60,2%), dan yang tidak pernah mengganti masker berjumlah 10
orang (12,0%).
Tabel 2. Hubungan Jenis Masker dengan
Terjadinya Maskne
Variabel |
Maskne |
nilai P |
|||
Ya |
� |
Tidak |
� |
||
n |
% |
n |
% |
||
Jenis Masker |
|||||
Masker N95 |
15 |
57,7 |
28 |
49,1 |
0,600 |
Masker Bedah |
10 |
38,5 |
28 |
49,1 |
|
Masker Kain |
1 |
3,8 |
1 |
1,8 |
Data primer
Berdasarkan
Tabel 2 terlihat bahwa dari responden yang menggunakan masker N95 yang
mengalami maskne berjumlah 15 orang (57,7%), berikutnya responden yang
menggunakan jenis masker bedah yang mengalami maskne berjumlah 10 orang
(38,5%), dan responden yang menggunakan jenis masker kain yang mengalami maskne
berjumlah 1 orang (3,8%). Hasil analisis menunjukkan nilai p= 0,600, di mana
p> 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, yang
berarti tidak ada hubungan antara jenis masker dan kejadian maskne.
Tabel 3. Hubungan Durasi Pemakaian Masker dan Kejadian Maskne
Variabel |
Maskne |
nilai P |
|||
Ya |
� |
Tidak |
� |
||
n |
% |
n |
% |
||
Durasi Memakai Masker |
|||||
>8 jam |
1 |
3,8 |
2 |
3,5 |
0,642 |
5-8 jam |
4 |
15,4 |
14 |
24,6 |
|
1-4 jam |
21 |
80,8 |
41 |
71,9 |
Data primer
Berdasarkan
Tabel 3, terlihat bahwa dari responden yang menggunakan masker lebih dari 8
jam, hanya 1 orang (3,8%) yang mengalami maskne. Selanjutnya, dari responden
yang memakai masker selama 5-8 jam, terdapat 4 orang (15,4%) yang mengalami
maskne, dan pada kelompok yang menggunakan masker selama 1-4 jam, jumlahnya
mencapai 21 orang (80,8%). Hasil analisis menunjukkan nilai p= 0,642, yang
berarti p > 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol
(H0) diterima dan hipotesis alternatif (H1) ditolak, sehingga tidak ada
hubungan antara durasi pemakaian masker dan kejadian maskne.
Tabel 4. Hubungan Frekuensi Mengganti Masker
dengan Terjadinya Maskne
Variabel |
Maskne |
nilai P |
|||
Ya |
� |
Tidak |
� |
||
n |
% |
n |
% |
||
Kebiasaan Mengganti Masker |
|||||
Tidak Pernah (>24 jam) |
2 |
7,7 |
8 |
14,0 |
0,525 |
Jarang (8-16 jam sekali) |
15 |
57,7 |
35 |
61,4 |
|
Sering (4 jam sekali) |
9 |
34,6 |
14 |
24,6 |
Berdasarkan
Tabel 4 terlihat bahwa dari responden yang tidak pernah mengganti terdapat 2
orang (7,7%) yang mengalami maskne. Selanjutnya
responden yang jarang mengganti masker yang mengalami maskne berjumlah 15 orang
(57,7%), dan responden yang sering mengganti masker yang mengalami maskne
berjumlah 9 orang (34,6%). Hasil analisis menunjukkan nilai p= 0,525, di mana
p> 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, yang
berarti tidak ada hubungan antara kebiasaan mengganti masker dan kejadian
maskne.
Hubungan Jenis Masker dengan Terjadinya Maskne
Hasil
analisis menggunakan uji Chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
jenis masker dan kejadian maskne, dengan p-value sebesar 0,600 (p>0,05).
Temuan ini sejalan dengan penelitian Kurniawati et al. (2024), di mana uji
Chi-square yang dilakukan menunjukkan p-value sebesar 0,610 (p>0,05) (Kurniawati et al., 2022).
Penelitian lainnya oleh Tuncer (2022) juga mendapati hasil serupa, yang
menunjukkan tidak adanya hubungan antara jenis masker dan kejadian maskne,
dengan p-value sebesar 0,919 (p>0,05). Namun, hasil ini berbeda dengan
penelitian Kartika et al. (2024), yang menemukan adanya hubungan antara jenis
masker dan terjadinya maskne, dengan p-value sebesar 0,026 (p<0,05) (Kartika et al., 2024). Perbedaan hasil dalam penelitian ini dapat
terjadi karena pendekatan yang lebih umum dalam mengkaji jenis masker.
Penelitian ini hanya menganalisis jenis masker secara keseluruhan tanpa
melakukan kajian yang lebih spesifik, seperti masker N95, masker bedah, atau
masker kain, yang masing-masing memiliki karakteristik dan dampak yang
berbeda-beda terhadap kulit.
Hubungan Durasi Pemakaian Masker dengan
Terjadinya Maskne
Hasil analisis menggunakan uji Chi-square
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara durasi pemakaian masker dan
kejadian maskne, dengan p-value 0,624 (p>0,05). Temuan ini sejalan dengan
penelitian Kurniawati et al. (2024), yang juga menunjukkan tidak adanya
hubungan antara durasi pemakaian masker dan maskne, dengan p-value sebesar
0,200 (p>0,05) (Kurniawati et al.,
2022). Penelitian oleh Yaqoob et al. (2021) juga
menghasilkan temuan yang serupa, yaitu tidak ada hubungan antara durasi
pemakaian masker dan kejadian maskne, dengan p-value 0,684 (p>0,05). Selain
itu, penelitian Kartika et al. (2024) juga menunjukkan hasil yang sama, dengan
p-value 0,788 (p>0,05) (Kartika et al., 2024). Namun,
hasil ini bertentangan dengan penelitian Tuncer (2022), yang menemukan adanya
hubungan antara durasi pemakaian masker dan terjadinya maskne, dengan p-value
0,001 (p<0,05). Perbedaan
hasil yang ditemukan dalam penelitian ini dibanding dengan penelitian
sebelumnya kemungkinan disebabkan karena keterbatasan jumlah sampel dan variasi
sampel serta hanya sedikit responden yang menggunakan masker lebih dari 4 jam.
Hubungan Frekuensi Mengganti Masker dengan
Terjadinya Maskne
Hasil
analisis menggunakan uji Chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
kebiasaan mengganti masker dan kejadian maskne, dengan p-value 0,525
(p>0,05). Temuan ini konsisten dengan penelitian Kurniawati et al. (2024),
yang juga menemukan tidak adanya hubungan antara frekuensi mengganti masker dan
maskne, dengan p-value 0,689 (p>0,05) (Kurniawati et al.,
2022). Penelitian oleh Kartika et al. (2024) juga
mencatat hasil serupa, yaitu tidak ada hubungan antara frekuensi mengganti
masker dan terjadinya maskne, dengan p-value 0,196 (p>0,05) (Kartika et al., 2024). Selain
itu, penelitian Yaqoob et al. (2021) juga menunjukkan hasil yang sama, bahwa
tidak terdapat hubungan antara frekuensi mengganti masker dan kejadian maskne,
dengan p-value 0,343 (p>0,05). Namun, hasil ini bertentangan dengan
penelitian Wan et al. (2021), yang menunjukkan adanya hubungan antara
penggunaan masker dan terjadinya maskne. Pada
penelitian tersebut didapatkan p-value <0,01 (p<0,05). Perbedaan
hasil� dalam penelitian ini kemungkinan
dapat terjadi karena keterbatasan variasi sampel. Pada penelitian yang
dilakukan oleh wan et al (2021) meneliti dua kelompok yaitu pada masyarakat
umum dan tenaga medis, dimana tenaga medis memiliki kebiasaan memakai masker
yang lebih sering, sedangkan dalam penelitian ini, mahasiswa menjadi subjek
utama. Perbedaan kebiasaan di kalangan mahasiswa, seperti tidak menggunakan
masker, sering memakai masker, atau memakai masker dalam waktu yang lama, dapat
mempengaruhi hasil yang diperoleh.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa YARSI angkatan
2022-2023 (56,6%) tidak menggunakan
masker secara rutin. Selain
itu, mayoritas mahasiswa Fakultas Kedokteran YARSI angkatan tersebut memiliki riwayat acne sebelumnya, yaitu sebesar 78,3%. Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara penggunaan masker dan kejadian acne vulgaris di kalangan
mahasiswa tersebut. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar melibatkan populasi yang lebih beragam, baik dari segi
usia, profesi, maupun lokasi, guna mengevaluasi apakah hasil yang diperoleh tetap konsisten dalam kelompok yang lebih luas.
Ablett,
K., & Thompson, A. R. (2016). Parental, child, and adolescent experience of
chronic skin conditions: a meta-ethnography and review of the qualitative
literature. Body Image, 19, 175�185.
https://doi.org/10.1016/j.bodyim.2016.10.001
Connor,
S. R., Downing, J., & Marston, J. (2017). Estimating the global need for
palliative care for children: a cross-sectional analysis. Journal of Pain
and Symptom Management, 53(2), 171�177.
https://doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2016.08.020
Dali,
N. R. S. M., Nawang, W. R. W., Nazarie, W. N. F. W. M., & Hamid, H. A.
(2020). Post pandemic consumer behavior: Conceptual framework. The Journal
of Muamalat and Islamic Finance Research, 13�24.
https://doi.org/10.33102/jmifr.v17i3.280
de
Oliveira, C. S. F., & Tavaria, F. K. (2023). The impact of bioactive
textiles on human skin microbiota. European Journal of Pharmaceutics and
Biopharmaceutics, 188, 66�77.
https://doi.org/10.1016/j.ejpb.2023.05.004
Hidajat,
D. (2020). Maskne: akne akibat masker. Jurnal Kedokteran, 9(3),
202�214. https://doi.org/10.29303/jku.v9i3.433
Kartika,
A. B., Mutiara, H., Sibero, H. T., & Anggraini, D. I. (2024). Hubungan
Penggunaan Masker Dengan Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa Kepaniteraan
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Di Masa Pandemi Covid-19. Journal
Health & Science: Gorontalo Journal Health and Science Community, 8(4),
227�237. https://doi.org/10.35971/gojhes.v8i4.27505
Kurniawati,
D., Wibowo, D. A., Riyanto, P., & Widyawati, W. (2022). The effect of the
use of mask on the incidence of acne vulgaris in students of medical faculty
Diponegoro university. Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical
Journal), 11(1), 37�41. https://doi.org/10.14710/dmj.v11i1.32526
Lestari,
D. A., & Susanto, B. (2022). Hubungan Kepatuhan Dan Lama Penggunaan Masker
Dengan Kejadian Acne Vulgaris Di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Kedokteran
STM (Sains Dan Teknologi Medik), 5(2), 128�135. https://doi.org/10.30743/stm.v5i2.298
Lestari,
R., & Indriawati, R. (2022). Acne Akibat Penggunaan Masker pada Remaja:
literature review. Proceedings Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Undergraduate Conference, 2(2), 93�101.
https://doi.org/10.18196/umygrace.v2i2.442
Liu,
Y., Zhao, H., Chen, H., Li, X., Ran, C., Sun, H., & Wang, L. (2023). Does
mask wearing affect skin health? An untargeted skin metabolomics study. Environment
International, 178, 108073.
https://doi.org/10.1016/j.envint.2023.108073
Novita,
A., & Ramadhani, N. R. (2021). Webinar Vaksinasi Covid-19 Untuk
Meningkatkan Kesadaran Masyarakat. Shihatuna: Jurnal Pengabdian Kesehatan
Masyarakat, 1(1), 29�33.
https://doi.org/10.30829/shihatuna.v1i1.9274
Rowan,
N. J., & Moral, R. A. (2021). Disposable face masks and reusable face
coverings as non-pharmaceutical interventions (NPIs) to prevent transmission of
SARS-CoV-2 variants that cause coronavirus disease (COVID-19): Role of new
sustainable NPI design innovations and predictive mathematic. Science of the
Total Environment, 772, 145530.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2021.145530
Selvaranjan,
K., Navaratnam, S., Rajeev, P., & Ravintherakumaran, N. (2021).
Environmental challenges induced by extensive use of face masks during
COVID-19: A review and potential solutions. Environmental Challenges, 3,
100039. https://doi.org/10.1016/j.envc.2021.100039
Si,
H., Shen, L., Liu, W., & Wu, G. (2021). Uncovering people�s mask-saving
intentions and behaviors in the post-COVID-19 period: Evidence from China. Sustainable
Cities and Society, 65, 102626.
https://doi.org/10.1016/j.scs.2020.102626
Vivar,
K. L., & Kruse, L. (2018). The impact of pediatric skin disease on
self-esteem. International Journal of Women�s Dermatology, 4(1),
27�31. https://doi.org/10.1016/j.ijwd.2017.11.002
Yunita,
R., Wahyusari, S., & Isnawati, I. A. (2021). Strategi Meningkatkan
Kepatuhan Terhadap Protokol Kesehatan Di Masa Pandemi Covid 19. JMM (Jurnal
Masyarakat Mandiri), 5(4), 1243�1251.
https://doi.org/10.31764/jmm.v5i4.5027
|
� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication
under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |