MANFAAT PROGRAM INKLUSI DI SEKOLAH TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DENGAN DISABILITAS DI SLBN JOMBANG

 

Iswatus Sa’adah1, Ita Rahmania Kusumawati2, Muhammad Dzikrullah H. Noho3

Universitas Hasyim Asy’ari, Indonesia123

Email: iswatus014@gemail.com

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi manfaat program inklusi bagi siswa penyandang disabilitas di SLB Negeri Jombang. Program inklusi merupakan pendekatan pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama bagi semua siswa, termasuk mereka yang memiliki disabilitas, sehingga penting untuk memahami kontribusinya terhadap perkembangan siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus, di mana subjek penelitian terdiri dari siswa kelas 1 hingga 6 di SLB Negeri Jombang yang dipilih secara purposive karena terlibat langsung dalam program inklusi. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, dan dianalisis menggunakan model interaktif dari Miles dan Huberman, yang mencakup pengumpulan, reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program inklusi berkontribusi pada perkembangan siswa penyandang disabilitas dengan menanamkan nilai-nilai karakter, seperti pengenalan dan penghargaan terhadap perbedaan, tanggung jawab, rasa percaya diri, serta keterampilan sosial yang baik. Kesimpulannya, program inklusi di SLB Negeri Jombang efektif dalam merangsang perkembangan karakter siswa penyandang disabilitas. Temuan ini memberikan implikasi bagi pengembangan program pendidikan inklusi yang lebih baik dan menekankan pentingnya dukungan dari pihak sekolah serta masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi siswa penyandang disabilitas.

 

Kata kunci: Program Inklusi; Keterampilan Sosial; Disabilitas

 

Abstract

This study aims to identify the benefits of inclusion programs for students with disabilities at SLB Negeri Jombang. Inclusion programs are an educational approach that provides equal opportunities for all students, including those with disabilities, so it is important to understand their contribution to student development. This study uses a qualitative approach with a case study design, where the research subjects consist of students in grades 1 to 6 at SLB Negeri Jombang who were selected purposively because they were directly involved in the inclusion program. Data were collected through interviews, observations, and documentation, and analyzed using an interactive model from Miles and Huberman, which included collection, reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results of the study show that the inclusion program contributes to the development of students with disabilities by instilling character values, such as recognition and appreciation of differences, responsibility, self-confidence, and good social skills. In conclusion, the inclusion program at SLB Negeri Jombang is effective in stimulating the character development of students with disabilities. These findings have implications for the development of better inclusive education programs and emphasize the importance of support from schools and communities to create a supportive environment for students with disabilities.

 

Keywords: Inclusion Program; Social Skill; Disability

*Correspondence Author: Iswatus Sa’adah

Email: iswatus014@gemail.com

 


 

PENDAHULUAN

 

Konsep program inklusi untuk semua tidak hanya ditujukan bagi anak-anak dengan Disabilitas, tetapi juga bagi seluruh anak agar mereka memperoleh kesempatan dan akses pendidikan yang memadai (Moriña & Carballo, 2017; Rodriguez & Garro-Gil, 2015). Pendidikan inklusi merupakan salah satu upaya dalam sistem pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional. Program inklusi merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik, terlepas dari potensi dan perbedaan yang dimiliki. Penyelenggaraan sistem sekolah inklusi adalah salah satu prasyarat yang perlu dipenuhi untuk membangun masyarakat yang inklusif (Koirala et al., 2016; Manurung et al., 2022; Nurfadhillah et al., 2022). Pernyataan tentang fenomena yang akan diteliti adalah bahwa masih terdapat tantangan dalam penerapan pendidikan inklusi, khususnya dalam meningkatkan kepekaan sosial antara anak-anak dengan disabilitas dan tanpa disabilitas. Sebuah masyarakat yang saling menghormati dan menghargai nilai-nilai keberagaman sebagai bagian dari realitas kehidupan.

Pendidikan inklusi diterapkan dengan fokus pada layanan yang berorientasi pada kebutuhan anak, sehingga setiap anak dapat terpenuhi kebutuhannya (Pujiaty, 2024; Yunaini, 2021). Program ini tidak hanya ditujukan bagi anak dengan Disabilitas, tetapi juga untuk semua anak, karena setiap anak secara alami memiliki karakteristik, keunikan, dan keragaman. Perbedaan karakter ini perlu didukung dan difasilitasi di seluruh jenjang pendidikan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjamin bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dasar yang berkualitas, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, seperti kelainan fisik, mental, emosional, intelektual, bakat istimewa, maupun yang tinggal di daerah terpencil (Hakim, 2016; Heymann et al., 2014; Selviana et al., 2024). Masalah teoritis yang muncul adalah bagaimana penerapan program inklusi dapat mempengaruhi interaksi sosial anak-anak, sementara masalah praktisnya adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran di kalangan anak-anak tanpa disabilitas mengenai pentingnya inklusi. Undang-undang ini menegaskan bahwa program inklusi tidak hanya ditujukan bagi anak-anak dengan kebutuhan fisik, tetapi juga bagi mereka yang memiliki latar belakang budaya, sosial, geografis, dan bahasa yang berbeda (Arsita et al., 2024; Avramidis et al., 2000; Clapham et al., 2017). Tujuannya adalah memastikan setiap anak mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya untuk mendukung perkembangan, pengetahuan, dan keterampilan mereka.

Istilah pendidikan inklusi berasal dari pernyataan UNESCO yang menyebut "Education for All," yang berarti pendidikan yang ramah bagi semua, dengan pendekatan yang berupaya menjangkau seluruh individu. Implementasi pendidikan inklusi didasarkan pada dokumen-dokumen internasional, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948 dan Konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1989. Menurut Undang-Undang Nomor 70 Tahun 2009 Pasal 1, pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik dengan kelainan serta potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk belajar bersama dengan peserta didik lainnya dalam satu lingkungan pendidikan.

Pendidikan inklusif tidak hanya ditujukan untuk anak-anak berkebutuhan khusus (disabilitas), tetapi juga untuk semua siswa, baik yang memiliki kelainan, potensi atau bakat istimewa, maupun bagi peserta didik yang dianggap normal. Hal ini karena semua anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan inklusif adalah sebuah paradigma yang humanis dan filosofi pendidikan yang dapat mengakomodasi semua peserta didik tanpa memandang kondisi fisik, mental, intelektual, sosial, emosional, ekonomi, jenis kelamin, suku, budaya, tempat tinggal, bahasa, dan faktor lainnya. Dalam penyelenggaraan sekolah inklusif, terdapat indeks yang dirancang untuk mengevaluasi pelaksanaan sekolah inklusi. Indeks ini membantu dalam menilai seberapa baik sekolah mampu mengakomodasi kebutuhan semua peserta didik dan memastikan bahwa prinsip-prinsip pendidikan inklusif diterapkan secara efektif. Evaluasi ini mencakup berbagai aspek, seperti kurikulum, fasilitas, dukungan sumber daya, dan pelatihan tenaga pendidik.

Pelaksanaan pendidikan sering kali menghadapi anggapan bahwa memberikan pelayanan yang sama kepada anak berkebutuhan khusus dan anak normal dapat mengganggu proses belajar anak-anak normal. Kekhawatiran ini mencerminkan tantangan dalam mengelola kelas yang heterogen, padahal banyak bukti menunjukkan bahwa pendidikan inklusif justru bermanfaat bagi semua peserta didik, termasuk meningkatkan toleransi dan empati. Sebaliknya, konsep pendidikan yang tidak inklusif dapat berdampak negatif bagi anak berkebutuhan khusus maupun anak normal, seperti menimbulkan apatis atau kurangnya kepedulian terhadap keberagaman. Anak berkebutuhan khusus mungkin merasa tidak dihargai, sehingga menurunkan rasa percaya diri mereka, sedangkan anak normal dapat meragukan kemampuan berinteraksi dengan teman yang berbeda. Hal ini dapat mengarah pada sikap individualisme, di mana anak-anak tidak belajar untuk bekerja sama dan menghargai perbedaan. Akibatnya, mereka mungkin kesulitan beradaptasi dalam masyarakat yang beragam. Oleh karena itu, pendidikan inklusif berupaya menciptakan lingkungan yang mendukung kolaborasi dan saling pengertian. Selain itu, pengabaian terhadap norma dan minimnya nilai yang diakui dalam kelompok sosial dapat memengaruhi kepekaan sosial, yaitu kemampuan untuk berinteraksi dan merespons dengan baik terhadap lingkungan sekitar.

Banyak anak cenderung enggan atau jarang berinteraksi dengan teman-teman yang memiliki disabilitas (Harrison et al., 2016; Kayama et al., 2019). Anak-anak yang tidak memiliki disabilitas sering kali kurang memperhatikan keberadaan anak-anak dengan disabilitas, dan beberapa di antara mereka bahkan merasa bahwa anak-anak disabilitas mengganggu. Dampak bagi anak-anak dengan disabilitas dapat mengakibatkan ketidakmampuan dalam bersosialisasi (Di Marino et al., 2018; Munauwarah et al., 2021; Pusponegoro et al., 2016). Ketidakmampuan sosial ini merujuk pada kesulitan dalam memahami norma-norma sosial di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam interaksi sosial, terdapat kebutuhan penting bagi anak-anak dengan disabilitas. Kebutuhan sosial ini menunjukkan betapa pentingnya dorongan untuk menciptakan interaksi sosial yang positif antara anak-anak dengan disabilitas dan teman-teman mereka yang tidak memiliki disabilitas.

Fenomena yang ada menekankan pentingnya menciptakan lingkungan inklusif bagi anak-anak, sehingga semua anak, termasuk yang memiliki disabilitas, dapat berinteraksi, belajar, dan berkembang bersama. Sekolah inklusi memberikan dampak positif dalam pengembangan kepribadian dan kepekaan sosial anak, di mana mereka belajar menghargai perbedaan, berkolaborasi, dan membangun empati. Namun, ada berbagai faktor yang menyebabkan anak-anak tanpa disabilitas kurang peka terhadap teman-teman mereka yang memiliki disabilitas. Kurangnya paparan terhadap individu penyandang disabilitas membuat mereka tidak memahami tantangan yang dihadapi, sementara stigma sosial dan stereotip negatif memengaruhi cara berinteraksi. Selain itu, pendidikan yang tidak memadai tentang disabilitas dan pentingnya inklusi juga menghambat pemahaman. Lingkungan keluarga dan sikap orang tua, serta ketiadaan model peran yang inklusif, turut berkontribusi. Memahami faktor-faktor ini adalah langkah penting untuk mengedukasi anak-anak dan meningkatkan kepekaan sosial mereka. Dalam hal ini, peran guru dan lingkungan sekolah sangat signifikan. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan komunikasi dan interaksi untuk berkembang. Guru dapat menciptakan suasana yang mendorong anak-anak untuk saling menghargai, berkolaborasi, dan memahami perbedaan, sehingga semua anak, termasuk yang memiliki disabilitas, dapat mengembangkan empati dan keterampilan sosial yang diperlukan untuk berinteraksi secara positif dalam masyarakat.

SLB Negeri Jombang merupakan salah satu sekolah di Jombang yang menjalankan program inklusi. Keberadaan anak-anak Disabilitas di SLB Negeri Jombang menjadikan anak-anak dapat saling memahami. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana manfaat program inklusi terhadap kepekaan sosial anak Disabilitas di SLB Negeri Jombang?. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah menetahui pengaruh sekolah inklusi terhadap kepekaan sosial anak Disabilitas di SLB Negeri Jombang.   

Alfina dan Anwar menyatakan bahwa anak dengan disabilitas adalah anak yang memiliki kebutuhan yang sesuai dengan keterbatasan mereka. Beberapa contoh jenis disabilitas pada anak meliputi tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, disleksia, dan lain-lain. Anak dengan disabilitas memerlukan pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan dan pertumbuhan mereka. Di Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 mengatur pendidikan khusus untuk anak-anak yang memiliki keterbatasan fisik, mental, atau sosial. Program inklusi telah diterapkan di lembaga pendidikan di Indonesia sejak tahun 2001.

Garnida mendefinisikan program inklusi sebagai sistem pendidikan yang menyatukan anak-anak dengan keterbatasan tertentu bersama anak-anak lainnya tanpa memandang batasan tersebut. Pendidikan inklusi memberikan akses dan fasilitas kepada anak-anak dengan disabilitas dalam lingkungan pendidikan umum. Menurut Stainback, semua peserta didik dengan kelainan dalam berbagai tingkatan dapat belajar bersama teman sebaya di kelas reguler inklusi. Pendekatan ini menekankan pentingnya interaksi sosial dan pembelajaran kolaboratif.

Kemampuan anak untuk berinteraksi dan berperilaku sesuai norma sosial merupakan aspek penting dalam kehidupan mereka di masyarakat, di mana keterampilan sosial membantu mereka membangun hubungan, beradaptasi, dan berkontribusi secara positif di lingkungan sosial. Menurut Santrock, kemampuan sosial mencakup keterampilan berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, yang sangat penting bagi anak-anak untuk menjalin hubungan sehat, termasuk bagi mereka yang berkebutuhan khusus, serta mendukung perkembangan emosional dan sosial. Namun, ada anak-anak yang mengalami kesulitan berinteraksi secara normal sejak lahir dan memerlukan program pendidikan khusus, karena setiap anak memiliki kepentingan untuk membentuk hubungan positif dengan teman seusianya, yang esensial bagi perkembangan mereka. Interaksi yang baik dengan teman sebaya membantu anak dalam menyelesaikan masalah, membuat keputusan, dan membangun persahabatan, sehingga keterlibatan dalam aktivitas sosial ini krusial untuk mengembangkan keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan inklusi menciptakan hubungan yang baik tidak hanya untuk anak disabilitas, tetapi juga untuk semua anak, mendukung interaksi sosial, kolaborasi, dan pengertian antara siswa, serta memperkaya pengalaman belajar dan mengembangkan empati. Program ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari sikap eksklusif dan memberikan kesempatan kepada anak-anak dengan disabilitas yang kurang beruntung untuk mendapatkan pendidikan, serta menghasilkan manfaat berupa peningkatan keterampilan sosial, pengembangan rasa percaya diri, dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang beragam.

 

METODE PENELITIAN

 

Metode yang digunakan adalah telaah deskriptif kualitatif yang dilakukan dengan pendekatan studi kasus untuk memahami bagaimana program inklusi dapat meningkatkan keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus. Populasi yang diteliti adalah anak-anak berkebutuhan khusus yang terdaftar di SLB Negeri Jombang, dengan sampel terdiri dari 10 anak yang mengikuti program inklusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, di mana peneliti memilih responden berdasarkan kriteria tertentu, yaitu anak-anak yang terlibat langsung dalam program inklusi dan memiliki disabilitas. Untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan wawancara mendalam dengan anak-anak, guru, dan orang tua, observasi terhadap interaksi sosial anak-anak di kelas dan kegiatan ekstrakurikuler, serta pengumpulan dokumen terkait program inklusi seperti laporan kegiatan dan evaluasi. Analisis data dilakukan dengan model interaktif dari Miles dan Huberman, yang mencakup reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, di mana peneliti mengorganisir dan menganalisis data untuk menemukan pola dan tema yang relevan. Teknik analisis data melibatkan analisis tematik untuk mencari tema utama dari data yang dikumpulkan, serta membandingkan hasil penelitian ini dengan studi-studi sebelumnya yang menunjukkan kontribusi program inklusi terhadap perkembangan sosial anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk interaksi sosial, keterlibatan dalam kegiatan kelompok, dan dukungan dari guru serta teman sebaya. Dengan demikian, metode penelitian ini terstruktur dan jelas, memudahkan pemahaman langkah-langkah yang diambil dalam penelitian.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Konsep program yang mencerminkan prinsip keterbukaan dalam menerima anak-anak Disabilitas, sehingga mereka dapat menikmati hak dasar sebagai warga negara. Selain itu, pendidikan inklusi juga menjadi strategi untuk mendorong pendidikan universal yang efektif, karena mampu menghadirkan sekolah yang responsif terhadap berbagai kebutuhan aktual dari anak dan masyarakat. 

Anak Disabilitas sering mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan sosial. Program inklusi dapat meningkatkan keterampilan sosial anak disabilitas. Melalui program ini, lingkungan belajar yang inklusif tercipta, memungkinkan anak berkebutuhan khusus untuk berinteraksi dengan teman sebaya tanpa kendala. Memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar melalui pengamatan terhadap model atau contoh, serta berinteraksi secara sosial dengan teman sebaya yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan normal. Hal ini dapat membantu mereka dalam mengembangkan keterampilan sosial.

Pendidik yang terlatih dalam pendidikan inklusi memiliki pemahaman mendalam mengenai kebutuhan anak berkebutuhan khusus dan mampu memberikan dukungan yang diperlukan, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. Komunikasi yang baik dan terbuka antara pendidik dan orang tua dapat mendukung pengembangan keterampilan sosial anak. Pendidikan inklusi untuk anak disabilitas memungkinkan mereka terlibat dalam kegiatan kolaboratif dengan anak-anak lainnya. Melalui kegiatan kelompok atau tim, anak-anak dapat belajar untuk bekerja sama, menyelesaikan konflik, menghargai perbedaan, dan berkontribusi dalam kelompok. Dalam lingkungan inklusif, anak disabilitas menerima dukungan sosial dari teman seusianya, yang membantu mereka merasa diterima dan terlibat dalam kehidupan pendidikan yang sehat dan positif.

Anak disabilitas, atau anak dengan kebutuhan khusus, merujuk pada individu yang memiliki kelainan tertentu. Mereka memiliki karakteristik berbeda dari anak-anak pada umumnya, terutama dalam aspek kognitif, emosional, dan fisik. Anak-anak ini memerlukan pendidikan yang khusus dan berbeda, disesuaikan dengan kebutuhan belajar mereka. Pendidikan yang tepat sangat penting dan dapat dibagi menjadi dua kategori: pertama, anak dengan kebutuhan permanen akibat kelainan tertentu; kedua, anak dengan kebutuhan sementara yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan akibat kondisi lingkungan. Contohnya adalah anak yang mengalami kesulitan karena bencana alam atau yang terhambat dalam belajar dan perkembangan akibat faktor kemiskinan atau budaya. Oleh karena itu, penting bagi anak dengan kebutuhan khusus untuk menerima intervensi yang sesuai. Tanpa intervensi yang tepat, hambatan belajar yang mereka hadapi dapat menjadi permanen.

Program inklusi adalah pendidikan yang melibatkan semua anggota masyarakat, termasuk individu dengan kebutuhan khusus, baik secara permanen maupun sementara, dan mencakup berbagai faktor seperti kelainan bawaan, kondisi lahir, serta faktor sosial, ekonomi, dan politik. Tujuan dari program ini adalah untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif bagi semua peserta didik, serta mengatasi tantangan yang dihadapi oleh anak berkebutuhan khusus di sekolah umum dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Pendekatan ini memastikan bahwa semua peserta didik menerima pendidikan yang setara dalam proses pembelajaran, di mana kegagalan dalam belajar dianggap sebagai kegagalan sistem. Cakupan pendidikan inklusi mencakup semua individu, bukan hanya anak-anak dengan kelainan, tetapi juga memperhatikan kebutuhan dari semua peserta didik. Oleh karena itu, pendidikan dan sekolah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan layanan pembelajaran yang sesuai untuk setiap anak, dengan penekanan pada kurikulum yang fleksibel, agar semua siswa, termasuk yang berkebutuhan khusus, dapat mengakses pendidikan yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan mereka, di mana kurikulum yang fleksibel memungkinkan penyesuaian metode pengajaran dan materi untuk mendukung perkembangan dan pembelajaran setiap anak secara optimal.

Konsep keterampilan sosial sangat terkait dengan pendidikan inklusi, karena mencakup kemampuan untuk berinteraksi dan berperilaku sesuai dengan situasi tertentu. Menurut Combs & Slaby, keterampilan sosial meliputi interaksi yang diterima dan dihargai secara sosial, serta memberikan manfaat bagi orang lain.  Takahasni dan rekan-rekannya menyatakan bahwa keterampilan sosial melibatkan penerimaan sosial dan pembelajaran perilaku yang memungkinkan individu untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain, serta menghindari respons sosial yang tidak dapat diterima. Anak-anak disabilitas memiliki keterampilan sosial yang bervariasi sesuai dengan jenis kebutuhan khusus yang mereka miliki. Menurut Ormrod, anak-anak yang mengalami kesulitan kognitif spesifik, masalah sosial, dan keterlambatan umum dalam fungsi sosial dan kognitif cenderung memiliki keterampilan sosial yang kurang baik.

Program inklusi berprinsip bahwa anak-anak berkebutuhan khusus dapat belajar bersama dengan anak-anak lainnya yang tidak memiliki kebutuhan khusus di kelas reguler. Tujuan dari inklusi adalah untuk menyediakan pendidikan bagi semua peserta didik tanpa memandang kesulitan yang mereka hadapi. Anak-anak disabilitas berhak mendapatkan pendidikan yang setara dengan anak-anak lainnya yang tidak memiliki kebutuhan khusus, sesuai dengan kebutuhan mereka. Upaya pendidikan inklusi bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman dari organisasi eksternal untuk memenuhi kebutuhan setiap anak. Sekolah inklusi memberikan manfaat bagi semua peserta didik.

Anak-anak disabilitas yang berada di sekolah inklusi dapat membangun hubungan yang positif dan menunjukkan perilaku yang lebih diterima oleh orang lain. Program inklusi juga memberikan dampak positif terhadap perkembangan kognitif dan sosial peserta didik. Hal ini memungkinkan anak-anak disabilitas untuk mengembangkan kemampuan sosial yang lebih baik saat berada di lingkungan sekolah inklusi.

Program pendidikan inklusi di SLB Negeri Jombang diterapkan dalam aktivitas bersama serta proses pembelajaran. Nilai-nilai termasuk diajarkan melalui pembiasaan, sehingga anak-anak dapat memahami dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak di SLB Negeri Jombang memiliki keterampilan sosial yang baik. Anal-anak selalu membantu temannya jika merasa kesulitan seperti membantu mengajari temannya jika ada salah satu di antara mereka yang belum faham akan materi yang diajarkan oleh gru, meminjamkan alat hitungan mereka kepada temannya yang masih kesulitan berhitung, membantu guru membersihkan kelas saat akan pulang sekolah, memahami keadaan teman yang lainnya.

Anak-anak di SLB Negeri Jombang dapat mengenal dan menghargai perbedaan dalam aspek fisik, kemampuan, budaya, keterampilan, bahasa, dan agama. Anak-anak terbiasa dengan keberagaman. Mereka bermain dengan semua teman tanpa memilih-milih, meskipun setiap anak memiliki teman dekat. Anak-anak mampu mengenal dan menghargai kelebihan diri sendiri serta orang lain. Mereka menghargai pendapat dan hasil karya baik diri sendiri maupun orang lain, serta memberikan apresiasi bahwa semua hasil karya anak itu bagus. Guru selalu menghargai setiap pencapaian yang diraih oleh anak-anak. Bentuk penghargaan ini dapat berupa tepuk tangan, ucapan selamat, pelukan, dan lain-lain. Anak-anak juga mampu menyelesaikan masalah melalui musyawarah atau diskusi, di mana mereka dapat mengemukakan pendapat, memberikan komentar, dan bertanya. Anak-anak memahami dan menghargai keberagaman di lingkungan mereka. Mereka dapat bermain bersama teman-teman yang memiliki kebutuhan khusus, perbedaan fisik (seperti warna kulit, bentuk rambut, dan warna rambut), serta perbedaan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan).


Anak-anak menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi serta kesiapan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini terlihat dalam sikap anak-anak di SLB Negeri Jombang setiap hari, yaitu:

1.      Anak dapat mengungkapkan ide dan pendapatnya kepada teman serta guru, dan juga dapat menerima pendapat orang lain.

2.      Anak mampu menyelesaikan masalah baik dengan teman maupun orang dewasa dengan cara mengungkapkan apa yang dirasakannya.

3.      Anak berani menegur dan mengingatkan teman serta orang dewasa yang tidak mengikuti kesepakatan, seperti kesepakatan untuk antre dan bergantian.

4.      Anak memiliki kesadaran diri ketika melanggar kesepakatan.

5.      Anak selalu bersemangat untuk bercerita di depan teman-teman.

6.      Anak berani mengajukan pertanyaan tentang berbagai hal.

7.      Anak mampu menjadi pemimpin dalam kelompok, baik besar maupun kecil.

Pelaksanaan program inklusi di SLB Negeri Jombang memberikan manfaat bagi anak, antara lain: (1) sekolah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi anak disabilitas untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain serta lingkungan; (2) anak-anak mengembangkan rasa percaya diri yang tinggi; (3) anak-anak belajar mengenal dan menghargai perbedaan, sehingga mereka memahami keterbatasan dan kelebihan diri sendiri serta tidak meremehkan orang lain; (4) anak-anak memiliki keterampilan sosial, seperti rasa simpati dan empati, serta kecenderungan untuk saling membantu. Mereka juga terbiasa berbagi dan bermain bersama.

Hasil penelitian di SLB Negeri Jombang menunjukkan bahwa program inklusi dalam pendidikan anak SD memberikan efek positif, di antaranya anak mengembangkan keterampilan hidup, siap untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, dan menunjukkan sikap dengan nilai-nilai karakter yang baik, seperti menghargai pendapat orang lain, meminta maaf, mengucapkan terima kasih, serta berbagi.

Penerapan program inklusi di SLB Negeri Jombang memberikan manfaat bagi perkembangan anak dengan mengacu pada konsep Vygotsky tentang Zona Perkembangan Proksimal (ZPD), di mana aspek perkembangan anak akan meningkat jika mendapatkan bantuan dari orang lain, seperti teman, guru, atau orang tua. Dalam pelaksanaan program inklusi di SLB Negeri Jombang, guru memanfaatkan teman sebaya yang memiliki perkembangan lebih baik untuk membantu teman-teman yang masih membutuhkan stimulasi. Melibatkan anak dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran memberikan kesempatan bagi mereka untuk membantu dan merangsang perkembangan teman-teman mereka. Kemampuan pemecahan masalah anak juga dapat terstimulasi saat mereka menyelesaikan masalah bersama anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus.

Implementasi program inklusi di SLB Negeri Jombang dapat berfungsi sebagai metode alternatif untuk menanamkan nilai-nilai karakter dan semangat nasionalisme pada anak. Kelas inklusi berfungsi sebagai sarana bagi anak-anak untuk memahami perbedaan, keberagaman, serta menganalisis kebutuhan diri sendiri dan orang lain. Hal ini dilakukan dengan memberikan kesempatan yang setara dan seluas-luasnya kepada anak-anak disabilitas.

Program inklusi memberikan manfaat signifikan bagi peserta didik disabilitas, di antaranya meningkatkan rasa percaya diri mereka dengan memberikan kesempatan untuk menyesuaikan diri dan mempersiapkan diri menghadapi kehidupan di masyarakat. Selain itu, peserta didik umumnya juga belajar mengenai keterbatasan, kelebihan, dan keunikan teman-teman mereka, yang membantu dalam pengembangan keterampilan sosial serta menumbuhkan rasa empati dan simpati terhadap orang lain.

Tetapi, untuk penderita autis dan yang masih berada di kelas 1-3 SD masih sulit untuk melakukan sosialisasi bersama teman-teman sebayanya dikarenakan juga selalu di tungguin oleh orang tua mereka sehingga setiap jam istirahat mereka langsung disambut oleh orang tua mereka didepan pintu kelas. Kondisi seperti itu yang memicu dampak kepada anak untuk selalu bergantung kepada orang tuanya. Sebelumnya, setiap orang tua todak diperkenankan untuk menunggui anak-anak mereka tetapi mereka tetap menunggu didepan sekolah saat jam kelas dimulai. 

 

KESIMPULAN

 

Program inklusi memberikan manfaat signifikan bagi anak penyandang disabilitas dalam pengembangan keterampilan sosial, di mana melalui interaksi dengan guru, teman sebaya, dan orang tua, anak-anak dapat meningkatkan kemampuan berinteraksi, menghargai keberagaman, menyelesaikan konflik, dan bekerja dalam tim. Di SLB Negeri Jombang, program inklusi terbukti efektif dalam mengembangkan keterampilan sosial, nilai-nilai karakter, dan kesiapan untuk pendidikan selanjutnya, sejalan dengan konsep Zona Proximal Perkembangan (ZPD) dari Vygotsky yang menunjukkan bahwa perkembangan anak dapat ditingkatkan melalui dukungan lingkungan sekitar. Anak disabilitas yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus mendapatkan kesempatan yang sama dalam pembelajaran, sehingga menghasilkan gambaran diri yang positif dan prestasi akademik yang setara. Implikasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan program inklusi tidak hanya bermanfaat bagi anak penyandang disabilitas, tetapi juga memperkaya pengalaman belajar bagi semua siswa; oleh karena itu, sekolah dan lembaga pendidikan lainnya perlu terus mendukung dan mengembangkan program inklusi, memberikan pelatihan bagi guru dan staf untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan responsif, serta mendorong kebijakan pendidikan yang mendukung penguatan program inklusi agar dapat menjangkau lebih banyak anak dan memberikan dampak positif yang lebih luas dalam masyarakat.

 

BIBLIOGRAFI

 

Arsita, C., Andriani, O., Ningsih, M., & Fitri, R. (2024). Peran Fasilitas Pendidikan Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusi. Jurnal Ilmiah Research Student, 1(3), 207–213. https://doi.org/10.61722/jirs.v1i3.567

Avramidis, E., Bayliss, P., & Burden, R. (2000). Student teachers’ attitudes towards the inclusion of children with special educational needs in the ordinary school. Teaching and Teacher Education, 16(3), 277–293. https://doi.org/10.1016/S0742-051X(99)00062-1

Clapham, K., Manning, C., Williams, K., O’Brien, G., & Sutherland, M. (2017). Using a logic model to evaluate the Kids Together early education inclusion program for children with disabilities and additional needs. Evaluation and Program Planning, 61, 96–105. https://doi.org/10.1016/j.evalprogplan.2016.12.004

Di Marino, E., Tremblay, S., Khetani, M., & Anaby, D. (2018). The effect of child, family and environmental factors on the participation of young children with disabilities. Disability and Health Journal, 11(1), 36–42. https://doi.org/10.1016/j.dhjo.2017.05.005

Hakim, L. (2016). Pemerataan akses pendidikan bagi rakyat sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2(1). https://doi.org/10.30596/edutech.v2i1.575

Harrison, S., Rowlinson, M., & Hill, A. J. (2016). “No fat friend of mine”: Young children’s responses to overweight and disability. Body Image, 18, 65–73. https://doi.org/10.1016/j.bodyim.2016.05.002

Heymann, J., Raub, A., & Cassola, A. (2014). Constitutional rights to education and their relationship to national policy and school enrolment. International Journal of Educational Development, 39, 121–131. https://doi.org/10.1016/j.ijedudev.2014.08.005

Kayama, M., Johnstone, C., & Limaye, S. (2019). Adjusting the “self” in social interaction: Disability and stigmatization in India. Children and Youth Services Review, 96, 463–474. https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2018.11.047

Koirala, B. P., Koliou, E., Friege, J., Hakvoort, R. A., & Herder, P. M. (2016). Energetic communities for community energy: A review of key issues and trends shaping integrated community energy systems. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 56, 722–744. https://doi.org/10.1016/j.rser.2015.11.080

Manurung, A. S., Yufiarti, Y., & Supena, A. (2022). Implementasi pendidikan inklusi di sekolah dasar. Elementary School Journal PGSD FIP Unimed, 12(4), 308–322. https://doi.org/10.24114/esjpgsd.v12i4.40456

Moriña, A., & Carballo, R. (2017). The impact of a faculty training program on inclusive education and disability. Evaluation and Program Planning, 65, 77–83. https://doi.org/10.1016/j.evalprogplan.2017.06.004

Munauwarah, R., Zahra, A., Supandi, M., Restiany, R. A., & Afrizal, D. (2021). Pendidikan Inklusi Solusi Utama Untuk Anak Penyandang Disabilitas. YASIN, 1(1), 121–133. https://doi.org/10.58578/yasin.v1i1.21

Nurfadhillah, S., Sulistiyani, P. S., & Adawiyah, R. (2022). Analisis Penyelenggaraan Sekolah Inklusi di SDN Sukasari 5. TSAQOFAH, 2(6), 621–634. https://doi.org/10.58578/tsaqofah.v2i6.632

Pujiaty, E. (2024). Strategi pengelolaan pendidikan inklusif untuk meningkatkan aksesibilitas di sekolah dasar. Jurnal Tahsinia, 5(2), 241–252. https://doi.org/10.57171/jt.v5i2.584

Pusponegoro, H. D., Efar, P., Soebadi, A., Firmansyah, A., Chen, H.-J., & Hung, K.-L. (2016). Gross motor profile and its association with socialization skills in children with autism spectrum disorders. Pediatrics & Neonatology, 57(6), 501–507. https://doi.org/10.1016/j.pedneo.2016.02.004

Rodriguez, C. C., & Garro-Gil, N. (2015). Inclusion and integration on special education. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 191, 1323–1327. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.04.488

Selviana, M., Syahputra, I. R., Mawaddah, A., Fachri, M. R., & Ramadhan, S. (2024). Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Menurut Undang-Undang 1945. Mediation: Journal of Law, 44–51. https://doi.org/10.51178/mjol.v3i2.2004

Yunaini, N. (2021). Model Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting Pendidikan Inklusi. Journal Of Elementary School Education (JOuESE), 1(1), 18–25. https://doi.org/10.52657/jouese.v1i1.1326

 

© 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).