ï¿½PROBLEMATIKA PSIKOLOGIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN MAHAARAH KALAAM DI SALAH SATU SMP ISLAM DI BEKASI

Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hidayatunnajah Bekasi, Indonesia

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan temuan dan pembahasan terkait proses pembelajaran mahaarah kalam, serta mengidentifikasi problematika psikologis dan dampaknya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus untuk mendapatkan pemahaman mendalam mengenai proses pembelajaran mahaarah kalam. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi di lokasi penelitian, wawancara dengan seorang guru dan lima peserta didik, serta dokumentasi kegiatan pembelajaran di kelas. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yang bertujuan untuk memilih partisipan yang relevan dengan topik penelitian. Hasil penelitian menunjukkan adanya tiga tahapan yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran mahaarah kalam, yaitu at-Takhthiith, at-Tanfiidz, dan at-Taqyiim. Problematika psikologis yang ditemukan di antaranya kurang percaya diri, malu, gugup, dan cemas. Guru mengatasinya dengan pendekatan, permainan yang relevan, dan ice breaking sehingga problematika psikologis tersebut dapat teratasi. Kesimpulannya, upaya yang dilakukan oleh guru terbukti efektif, dengan nilai peserta didik yang mencapai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Kata kunci: mahaarah kalaam, metode, guru, peserta didik.

Abstract

Keywords: mahaarah kalaam, method, teacher, students.

*Correspondence Author: Annisa Faraz Azizah

Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Bahasa Arab, terdapat empat keterampilan, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Penelitian ini akan berfokus pada keterampilan berbicara sebagai salah satu aspek penting dalam pembelajaran bahasa Arab. Fenomena yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa banyak siswa mengalami kesulitan dalam menguasai keterampilan berbicara, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor psikologis. Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan dalam bahasa Arab. Menurut Hilmi (2021), berbicara adalah kemampuan menggunakan kata-kata dengan lidah untuk mengungkapkan sesuatu yang ada dalam pikiran (Hilmi, 2021). Selain itu, keterampilan berbicara sangat penting karena merupakan dasar dalam mempelajari bahasa asing (Rao, 2019; Rivers, 2018). Keterampilan berbicara juga merupakan salah satu tujuan pembelajaran bahasa kedua, karena belajar bahasa kedua pada dasarnya bertujuan untuk berkomunikasi menggunakan bahasa sasaran dengan orang lain (Salman & Septiawati, 2022). Berdasarkan hal tersebut, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara adalah agar siswa dapat berlatih berbicara dalam bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari.

Saat mempelajari bahasa asing, siswa sering menghadapi berbagai masalah atau hambatan yang menguji kemampuan mereka dalam mempelajari bahasa tersebut. Beberapa masalah umum yang sering dihadapi siswa antara lain ketidakpahaman terhadap materi dalam buku, yang mungkin disebabkan oleh kurangnya kosakata yang dimiliki siswa sehingga mereka merasa kesulitan untuk menyampaikan ide dengan jelas dan efektif. Selain itu, mungkin juga karena penjelasan guru tidak dapat dipahami oleh siswa. Masalah lain yang sering muncul adalah kurangnya rasa percaya diri, kurang fokus dalam pembelajaran, dan merasa cemas. Masalah-masalah ini dapat memengaruhi pemahaman siswa terhadap materi keterampilan berbicara.

Masalah-masalah tersebut pada dasarnya berkaitan dengan masalah psikologis. Menurut Harianto Erwin (2020) dalam artikel ilmiahnya, keterampilan berbicara adalah hasil dari proses pembelajaran di mana setiap individu pada dasarnya secara fisik dan psikologis mampu berbicara (Murray et al., 2015; Suarsih, 2018). Keterampilan berbicara mencakup kemampuan untuk mengatur ide-ide secara logis dan sistematis, mengekspresikannya dengan bahasa yang sesuai dengan konteks komunikasi, serta menyampaikan dengan nyaman dan jelas. Hal ini penting bagi siswa di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, siswa yang mengalami gangguan psikologis akan menghadapi hambatan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hal ini, penting untuk memastikan bahwa siswa merasa nyaman selama proses pembelajaran (Awidi & Paynter, 2019; Sutrisno et al., 2023). Menciptakan lingkungan yang kondusif dan tenang di kelas adalah salah satu cara yang dapat membantu siswa mengontrol emosi mereka. Selain itu, penting juga memperhatikan metode pengajaran yang digunakan oleh guru.

Beberapa penelitian terkait keterampilan berbicara dan permasalahannya telah dilakukan, salah satunya berjudul Maharah Kalam dan Problematika Pembelajarannya. Penelitian tersebut membahas keterampilan berbicara mulai dari konsep dasar dan aspeknya hingga permasalahan dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa permasalahan keterampilan berbicara meliputi masalah linguistik dan non-linguistik (Meutia et al., 2020; Soruï¿½ et al., 2022). Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa permasalahan dalam pembelajaran keterampilan berbicara memiliki beberapa faktor, di antaranya adalah faktor guru, siswa, dan sekolah.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat tema yang sama. Namun, fokus penelitian ini lebih pada masalah psikologis siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul ï¿½Masalah Psikologis pada Siswa dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara di Salah Satu Sekolah Islam Tingkat Menengah di Bekasi.ï¿½ Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi proses pembelajaran keterampilan berbicara, masalah psikologis yang dihadapi siswa, dan dampaknya terhadap pembelajaran tersebut. Manfaat penelitian ini ada dua, yaitu secara teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang proses pembelajaran keterampilan berbicara dan berkontribusi pada pengembangan teori pengajaran bahasa Arab. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berharga bagi guru untuk meningkatkan metode pengajaran keterampilan berbicara, serta menjadi dasar untuk mengembangkan solusi yang dapat membantu siswa.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, di mana peneliti akan mendatangi lokasi penelitian untuk memperoleh data yang relevan sesuai kebutuhan. Peneliti menggunakan alat penelitian berupa panduan wawancara, panduan observasi, dan dokumentasi. Pendekatan kualitatif dipilih karena peneliti akan secara langsung mengamati peristiwa atau fenomena yang terjadi di dalam kelas sehingga hasil penelitian sesuai dengan pengamatan yang dilakukan. Peneliti juga menggunakan metode deskriptif untuk meneliti elemen, karakteristik, dan sifat dari fenomena tersebut. Menurut Suryana (2010), metode ini dimulai dengan pengumpulan data, analisis, dan interpretasi (Balaka, 2022).

Partisipan dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah menengah pertama di Bekasi. Partisipan penelitian terdiri dari seorang guru bahasa Arab dan lima siswa, yang dipilih dengan pertimbangan tertentu. Peneliti menilai bahwa jumlah partisipan ini cukup untuk mendapatkan data yang diperlukan. Hasil penelitian nantinya dapat menjadi referensi bagi siswa lain yang ingin melakukan penelitian dengan topik serupa.

Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lokasi penelitian. Dalam sesi wawancara, peneliti berinteraksi dengan seorang guru bahasa Arab dan lima siswa. Data yang diperoleh mencakup aktivitas belajar-mengajar di kelas, kendala atau masalah yang dihadapi guru dan siswa, serta informasi lain yang relevan dengan topik penelitian. Wawancara ini bertujuan untuk menggali lebih dalam masalah psikologis yang dialami siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara.

2. Observasi

Observasi dilakukan dengan mengamati langsung proses pembelajaran keterampilan berbicara di lokasi penelitian. Peneliti menggunakan panduan observasi sebagai alat bantu. Tujuan dari observasi ini adalah untuk menyaksikan langsung aktivitas pembelajaran keterampilan berbicara, sehingga diharapkan dapat mengenali masalah yang dihadapi siswa.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan foto, dokumen, dan rekaman (jika memungkinkan) yang berkaitan dengan pembelajaran keterampilan berbicara. Hasil dokumentasi ini akan ditinjau untuk mengevaluasi hasil penelitian yang dilakukan.

Analisis Data

Peneliti menggunakan teknik analisis data dari Miles dan Huberman (1984). Teknik ini dilakukan secara interaktif dan berkesinambungan, dengan fokus yang lebih besar selama proses penelitian lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.

Pengumpulan Data

Peneliti mengumpulkan sebanyak mungkin data dan informasi terkait masalah psikologis siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara.

Reduksi Data

Peneliti akan memperoleh data yang sangat banyak dari lapangan, termasuk data yang relevan dengan fokus penelitian maupun yang tidak relevan. Data kemudian diringkas dan disaring menjadi poin-poin utama yang sesuai dengan tujuan penelitian. Reduksi data dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan penelitian agar analisis dapat terarah.

Penyajian Data

Data yang telah dirangkum disusun dalam bentuk deskriptif dan sistematis. Selanjutnya, data tersebut diberi makna sebagai bentuk interpretasi terhadap data yang diperoleh, khususnya yang berkaitan dengan masalah psikologis siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara.

Penarikan Kesimpulan

Langkah terakhir dalam analisis data adalah menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi. Peneliti membandingkan hasil analisis dengan teori yang relevan, memverifikasi data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, serta menyimpulkan hasil penelitian yang dilaporkan sebagai temuan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini, peneliti menjelaskan dan mendeskripsikan hasil serta membahas temuan dari penelitian yang dilakukan di salah satu sekolah menengah pertama di Cikarang, Bekasi. Temuan ini berdasarkan hasil observasi, wawancara dengan guru dan siswa, serta dokumentasi aktivitas belajar-mengajar di kelas.

1. Proses Pembelajaran Keterampilan Berbicara

1) Perencanaan

Sebelum mengajar, guru membuat rencana pembelajaran sebagai panduan untuk kegiatan di kelas. Rencana ini mencakup topik yang akan diajarkan, durasi pembelajaran, tujuan, media pembelajaran yang akan digunakan, hingga aktivitas pembelajaran dari awal hingga akhir. Selain itu, rencana ini juga memberikan gambaran singkat tentang evaluasi yang akan dilakukan terhadap materi yang diajarkan.

Gambar 1. RPP

2) Pelaksanaan

a. Pendahuluan

Berdasarkan hasil penelitian, guru membuka kelas dengan mengucapkan salam dan doa. Setelah itu, guru memeriksa kehadiran siswa menggunakan daftar kehadiran. Guru kemudian melakukan pengulangan (review) materi dari pertemuan sebelumnya sebelum memperkenalkan materi baru. Proses pembelajaran keterampilan berbicara dilakukan dua kali dalam seminggu, sesuai dengan rencana pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh guru.

b. Penyampaian Materi

Pembelajaran keterampilan berbicara dilaksanakan dalam bentuk percakapan atau dialog. Metode yang digunakan oleh guru bervariasi di setiap pertemuan, seperti menggunakan video, audio-visual, dan latihan mendengarkan sambil mencatat. Namun, pada penelitian ini, guru lebih sering menggunakan metode audio untuk melatih siswa di kelas. Metode ini bertujuan agar siswa dapat mendengarkan, menulis, dan memahami materi secara bersamaan. Materi yang didengarkan kemudian dibaca bersama beberapa kali sebelum diinterpretasikan. Pada pembacaan pertama, siswa diperbolehkan melihat teks percakapan, sementara pada pembacaan kedua dan ketiga, siswa meniru apa yang dikatakan guru tanpa melihat buku.

Selanjutnya, siswa berlatih berbicara dengan teman mereka selama sekitar 5ï¿½7 menit. Setelah itu, guru meminta siswa untuk berdiri dan berlatih dialog secara berkelompok atau berbicara bersama. Guru kemudian mengevaluasi pasangan siswa (dua siswa) melalui tes praktik berbicara di depan kelas.

c. Ice Breaking (Pencairan Suasana)

Beberapa siswa mengatakan bahwa fokus berlebihan pada materi dapat menyebabkan rasa kantuk. Guru mengatasinya dengan menciptakan permainan yang berhubungan dengan bahasa Arab untuk mengalihkan perhatian siswa agar tetap semangat. Aktivitas ini disebut ice breaking, yang merupakan kegiatan sederhana dan singkat untuk menghilangkan kebosanan atau kelelahan selama pembelajaran. Hal ini membantu menciptakan suasana belajar yang lebih antusias dan menyenangkan (Stott & Mozer, 2016; Taherdoost & Madanchian, 2022; Wibowo, 2023).

Seorang siswa mengatakan dalam wawancara: "Biasanya, guru tahu kalau kami merasa ngantuk atau kurang aktif di kelas. Jadi, guru suka membuat gangguan dengan permainan agar kami lebih semangat. Setelah bermain, kami bisa lebih aktif."

d. Interaksi Selama Pembelajaran

Selama proses pembelajaran keterampilan berbicara, siswa sangat aktif berpartisipasi dalam kegiatan. Diskusi dan interaksi antara siswa, teman sebaya, dan guru berjalan dengan lancar. Jika terdapat kalimat atau kosa kata yang tidak dipahami, siswa mengajukan pertanyaan. Namun, ada beberapa siswa yang harus didorong karena merasa ragu atau malu untuk bertanya.

Menurut wawancara peneliti dengan guru yang mengajar mata pelajaran percakapan:

"Pada awal pembelajaran, saat saya menjelaskan, semua siswa diam. Mereka cenderung tenang di kelas. Jadi, terkadang untuk mengajukan pertanyaan mereka agak malu-malu, dan kami harus mendorong mereka, seperti 'Ayo, kamu pasti bisa.' Kadang kami menggunakan metode tanya jawab. Pada sesi berikutnya, mereka menjadi lebih aktif. Jadi, jika ada hal yang tidak mereka pahami, mereka langsung bertanya."

e. Media Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Media yang digunakan oleh guru untuk mengajarkan materi percakapan meliputi kamus saku Arab-Indonesia (disediakan oleh sekolah), sumber lain dari internet, atau materi yang dibuat sendiri oleh guru sesuai dengan topik yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Contohnya, jika topik minggu ini adalah rumah, maka materi percakapannya juga tentang rumah. Media pendukung lainnya meliputi papan tulis, komputer, LCD, gambar dan video terkait, serta fasilitas internet. Pembelajaran percakapan ini mencakup teori dan praktik. Guru juga memberikan evaluasi harian berupa pertanyaan terkait materi yang telah diajarkan.

Gambar 2. Media Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Meskipun ada kendala yang telah disebutkan, hal ini tidak terlalu memengaruhi hasil belajar siswa. Nilai siswa dalam pembelajaran percakapan tetap berada di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yang menurut guru dalam wawancara adalah 80.

f. Penutup

Untuk mengatasi kendala yang ada, guru mengevaluasi ulang materi yang telah diajarkan di akhir sesi pembelajaran dan mengulanginya pada pertemuan berikutnya. Guru mengatakan:

"Jadi, setelah pelajaran selesai, kami pasti mengevaluasi materi yang telah diajarkan, kosa kata yang belum dipahami, dan pengucapan yang masih kurang. Kami mencoba berkomunikasi langsung dengan siswa. Apa kesulitannya? Apa yang menjadi kendalanya? Kemudian pada pertemuan minggu depan, kami mengulanginya lagi hingga siswa terbiasa mengucapkannya."

Setelah itu, guru menutup pembelajaran dengan doa Kafaratul Majelis.

3) ï¿½Evaluasi

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, setelah pembelajaran selesai, guru memberikan evaluasi terhadap materi yang telah diajarkan. Evaluasi yang digunakan mencakup tes harian dan tes akhir.

2. Masalah Psikologis yang Dialami Siswa dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Terdapat beberapa masalah yang dihadapi guru dan siswa. Salah satu masalah yang dihadapi guru adalah kesulitan siswa dalam menghafal kosa kata dan melafalkan bahasa Arab (Diaab, 2016; Mirza, 2015). Hal ini disebabkan siswa jarang mempraktikkan materi percakapan dengan menggunakan kosa kata Arab, yang mengakibatkan kesulitan dalam berbicara dan mengucapkan kalimat Arab. Selain itu, ada siswa yang tidak memiliki latar belakang pembelajaran bahasa Arab di tingkat sebelumnya. Guru menyatakan:

"Pertama, terkadang siswa tidak cukup mempraktikkan materi. Kedua, tentu saja kosa kata. Karena masih baru, pasti sulit diucapkan. Jika sebelumnya mereka pernah belajar bahasa Arab, mungkin mereka sudah terbiasa dan lebih mudah memahaminya. Jadi menurut saya, mereka yang sudah terbiasa lebih cepat menghafal."

Seorang siswa juga mengatakan hal serupa:

"Biasanya sulit saat berhubungan dengan menghafal. Namun, pasti ada yang lebih cepat menghafalnya karena di sini kami sudah terbiasa menghafal. Meskipun begitu, ada juga yang merasa kesulitan."

Dia menambahkan:

"Kadang-kadang juga sulit karena kami belum mengetahui kosa kata baru. Itulah yang terjadi."

Masalah lain yang dihadapi siswa adalah rasa cemas dan takut membuat kesalahan atau tidak menguasai materi percakapan. Ketika ditanya bagaimana cara mengatasi rasa cemas, salah satu siswa menjawab bahwa mereka hanya perlu mengambil napas dalam-dalam dan menenangkan diri. Siswa lain menambahkan:

"Ya, mungkin cukup dengan menanamkan dalam diri seperti jangan cemas, tidak apa-apa, santai saja. Karena kami belajar dari guru yang sama, kami sudah terbiasa."

Artinya, siswa mencoba membangun pola pikir positif untuk membantu mengurangi kecemasan yang mereka rasakan.

Masalah Lain yang Berkaitan dengan Psikologi Siswa

Masalah lainnya adalah kecemasan dan ketakutan tidak mampu mempraktikkan materi yang dipelajari. Peneliti mengamati bahwa beberapa siswa tampak cemas saat akan mulai berlatih percakapan. Guru biasanya memasangkan siswa yang cemas dengan teman yang mampu memberikan motivasi. Namun, ada juga siswa yang merasa kurang percaya diri.

Siswa lainnya menambahkan bahwa fokus yang berlebihan pada materi dapat menyebabkan rasa kantuk. Guru mengatasinya dengan membuat permainan yang terkait dengan bahasa Arab untuk mengalihkan perhatian siswa agar tetap bersemangat. Aktivitas ini disebut ice breaking, yaitu permainan atau aktivitas sederhana yang bertujuan menghilangkan kebosanan atau rasa kantuk selama pembelajaran. Hal ini membantu menciptakan suasana belajar yang lebih antusias dan menyenangkan (Wibowo, 2023).

Salah satu siswa mengatakan dalam wawancara:

"Biasanya guru tahu kalau kami merasa ngantuk atau kurang aktif di kelas. Jadi, guru suka membuat permainan agar kami lebih semangat. Setelah bermain, kami jadi lebih aktif."

Tekanan dan Tantangan Lainnya

Siswa juga mengungkapkan tekanan yang mereka rasakan selama pembelajaran percakapan, misalnya saat harus menghafal materi yang sedang diajarkan, terutama yang berkaitan dengan kewarganegaraan. Mereka merasa tertekan karena kalimat bahasa Arab yang panjang dan harus dihafal karena masuk dalam evaluasi. Salah satu siswa mengatakan:

"Misalnya, ketika sulit menghafal sesuatu, kami harus memaksakan diri untuk menghafalnya. Kalimatnya panjang dan banyak sekali."

Ketika ditanya apakah hafalan itu wajib, seorang siswa menjawab:

"Wajib. Karena itu termasuk nilai. Jadi, jika kami cemas, kami juga takut nilai kami jelek. Kecemasan memengaruhi nilai kami."

Peneliti juga bertanya kepada guru tentang peran orang tua dalam membantu siswa mengatasi kesulitan belajar. Guru menjawab:

"Jika ada masalah seperti itu, biasanya kami memberi tahu wali kelas terlebih dahulu. Misalnya, jika siswa kurang bersemangat atau ada kendala lainnya. Wali kelas kemudian berbicara dengan orang tua siswa. Kadang-kadang orang tua ingin tahu tentang perkembangan anak mereka di kelas, terutama dalam pelajaran ini."

Kesimpulannya, sekolah selalu berusaha membuka komunikasi dengan orang tua siswa.

Meskipun terdapat kendala, hal ini tidak terlalu memengaruhi hasil belajar siswa. Nilai mereka dalam pembelajaran percakapan tetap di atas KKM, yakni 80, seperti yang dijelaskan oleh guru dalam wawancara.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh peneliti, kecemasan dan keraguan adalah bagian dari rasa takut (anxiety).

Khairunisa (2019) menjelaskan bahwa menurut Freud (2017), kecemasan adalah bentuk ketakutan yang tidak jelas yang melibatkan perasaan gelisah, khawatir, dan takut. Selain itu, kecemasan, dalam prinsipnya, dapat menjadi faktor penting yang mendorong motivasi untuk mencapai tujuan (Glas, 2020; Mutiarachmah & Maryatmi, 2019). Namun, kecemasan menjadi masalah ketika siswa mengalaminya secara berlebihan, yang akhirnya berdampak negatif pada proses belajar.

Selama penelitian, peneliti mengamati adanya masalah psikologis yang dialami siswa selama proses pembelajaran. Dari pengamatan tersebut, beberapa siswa menunjukkan respon psikologis yang cukup baik, tetapi sebagian lainnya kurang baik. Siswa yang aktif dalam pembelajaran mengajukan pertanyaan ketika mereka tidak memahami materi (meskipun ada yang harus didorong karena merasa malu), mendiskusikan materi dengan teman-teman mereka, dan membantu teman-teman yang masih kesulitan sehingga menciptakan semangat belajar yang lebih tinggi. Guru juga turut berperan aktif dalam memotivasi mereka. Namun, ada beberapa siswa yang menunjukkan rasa percaya diri yang lebih rendah dibandingkan dengan teman-temannya.

Peneliti juga menemukan bahwa beberapa siswa merasa tegang ketika harus mempraktikkan percakapan di depan kelas. Meskipun demikian, mereka tetap berhasil menyelesaikan latihan percakapan dengan baik dan lancar.

3. Dampak Masalah Psikologis pada Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai masalah yang ditemukan dalam pembelajaran keterampilan berbicara, dampak dari masalah ini terlihat jelas, khususnya yang berkaitan dengan masalah psikologis siswa. Masalah ini meliputi keraguan, kecemasan, ketegangan, dan kurangnya rasa percaya diri.

1) Keraguan

Keraguan dapat memengaruhi siswa secara langsung dalam proses belajar, khususnya ketika siswa ragu untuk mengajukan pertanyaan. Jika siswa tidak bertanya tentang hal-hal yang mereka tidak pahami, kemungkinan besar mereka tidak akan memahami materi yang dijelaskan oleh guru di masa depan. Oleh karena itu, peran guru sangat penting untuk mendorong siswa agar berani bertanya, yang akan memberikan dampak positif pada proses belajar mereka.

2) Kecemasan

Siswa sering merasa cemas ketika menghadapi evaluasi dari guru atau ketika mereka harus mempraktikkan percakapan. Salah satu penyebab kecemasan adalah rasa takut tidak mampu mempraktikkan percakapan dengan baik karena khawatir membuat kesalahan. Kecemasan ini memicu pikiran-pikiran negatif yang akhirnya menghambat proses belajar siswa.

3) Ketegangan

Ketegangan atau rasa gugup dapat dialami siswa selama proses pembelajaran, terutama ketika mereka khawatir tidak bisa mempraktikkan materi percakapan dengan lancar. Hal ini sering terjadi karena materi berupa kalimat bahasa Arab yang panjang, serta fakta bahwa latihan percakapan merupakan bagian dari penilaian.

4) Kurangnya Rasa Percaya Diri

Ketika siswa menunjukkan rasa percaya diri yang rendah, guru biasanya akan berbicara langsung dengan siswa yang bersangkutan, memberikan dorongan, dan motivasi. Hal ini dilakukan agar siswa kembali semangat mengikuti aktivitas pembelajaran dan lebih percaya diri menghadapi tantangan.

Analisis Penelitian

1. Proses Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, proses pembelajaran keterampilan berbicara di kelas VII dilakukan melalui tiga tahapan utama, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

a. ï¿½Perencanaan

Perencanaan di sini merujuk pada persiapan pembelajaran yang dituangkan dalam RPP. Menurut Mulyasa (2022), RPP adalah dokumen yang berisi komponen pembelajaran yang disusun secara sistematis. Tarigan (2020) dalam Kurniawati (2021) menyebutkan bahwa perencanaan adalah proses untuk memberikan panduan dan tujuan guna mencapai target tertentu. Karena sifatnya yang kompleks, perencanaan memiliki berbagai makna yang bergantung pada sudut pandang dan latar belakangnya. Pembelajaran adalah sebuah sistem di mana komponennya saling terkait dari satu langkah ke langkah berikutnya. Oleh karena itu, pendidik harus mengikuti rencana yang telah disusun.

M. Makhrus et al. (2019) menyatakan bahwa perencanaan pembelajaran adalah rancangan yang disiapkan dan dikembangkan oleh guru untuk siswa. Rencana ini harus mencakup penerapan metode pembelajaran berbasis masalah, pemecahan masalah, dan proyek.

Kesimpulan:

Perencanaan pembelajaran adalah proses yang kompleks yang bertujuan untuk memberikan panduan dan tujuan dalam mencapai hasil belajar. Perencanaan ini harus memperhatikan kurikulum dan metode yang beragam, seperti pembelajaran berbasis masalah, pemecahan masalah, dan pembelajaran berbasis proyek. Guru diharapkan mengikuti rencana ini agar semua komponen pembelajaran saling terhubung dan berjalan secara efektif.

b. ï¿½Pelaksanaan

Setelah rencana pembelajaran selesai dibuat, guru melanjutkan ke tahap pelaksanaan. Magdalena (2021) dalam Imroatul (2022) menjelaskan bahwa pelaksanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai penerapan rencana dalam proses belajar-mengajar. Gunarta (2023) menambahkan bahwa pelaksanaan adalah kegiatan yang direncanakan dengan serius berdasarkan standar tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Kesimpulan:

Pelaksanaan pembelajaran adalah implementasi rencana yang telah disusun dengan teliti dan rinci. Kegiatan ini melibatkan berbagai aktivitas dan prosedur yang direncanakan untuk mencapai tujuan pendidikan.

c. Evaluasi

Magdalena et al. (2020) menyatakan bahwa evaluasi adalah proses sistematis untuk menilai nilai suatu hal (seperti aturan, aktivitas, keputusan, kinerja, proses, individu, objek, dll.) berdasarkan kriteria tertentu. Suarga (2023) menambahkan bahwa evaluasi merupakan subsistem penting dalam pendidikan karena melalui evaluasi dapat diketahui sejauh mana kemajuan atau hasil belajar tercapai.

Kesimpulan:

Evaluasi adalah elemen penting dalam sistem pendidikan yang berfungsi untuk:

1) Meningkatkan kualitas pendidikan

2) Memperbaiki hasil belajar siswa

3) Mengembangkan program pembelajaran yang lebih efektif

4) Meningkatkan kinerja guru

5) Memperkuat akuntabilitas pendidikan

Tanpa evaluasi, sulit untuk menentukan apakah tujuan pembelajaran telah tercapai atau apakah sistem pendidikan berjalan dengan baik.

2. ï¿½Masalah Psikologis Siswa dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Beberapa kondisi psikologis siswa saat belajar keterampilan berbicara di kelas ada yang baik dan ada yang kurang baik. Ada siswa yang mudah belajar, tetapi ada juga yang menghadapi berbagai kesulitan. Kondisi psikologis ini dapat memengaruhi siswa selama proses pembelajaran. Emosi seperti ketegangan dan kecemasan dapat dirasakan oleh siapa saja, terutama saat melatih keterampilan berbicara.

Menurut Tarigan dalam Harianto (2020), gejala yang dirasakan seseorang saat mengalami kecemasan meliputi:

a. Detak jantung yang cepat,

b. Telapak tangan atau punggung yang berkeringat,

c. Sesak napas,

d. Mulut kering dan kesulitan menelan,

e. Ketegangan otot di dada, lengan, leher, kaki, dan telapak kaki,

f. Kaki gemetar, suara bergetar,

g. Bicara dengan cepat dan tidak jelas,

h. Kurangnya konsentrasi,

i. Lupa atau kehilangan ingatan.

Dari sudut pandang psikologi, gejala tersebut merupakan reaksi alami terhadap ancaman. Orang-orang mengalami kecemasan saat berbicara karena beberapa alasan, seperti yang dijelaskan oleh Harianto (2020):

1. Tidak tahu harus berbuat apa: Meskipun tahu cara memulai percakapan, mereka tidak dapat memperkirakan apa yang ingin didengar oleh pendengar.

2. Merasa takut dinilai: Penilaian ini membuat mereka gugup atau cemas.

3. Kecemasan berbicara tidak hanya dialami oleh pemula: Bahkan pembicara terkenal bisa mengalaminya, terutama saat menghadapi situasi yang tidak biasa atau tidak dipersiapkan.

4. Dampak Masalah Psikologis Siswa dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dampak dari masalah psikologis siswa bervariasi tergantung pada jenis masalah psikologis yang mereka alami. Dampak tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu dampak positif dan dampak negatif.

Sebagai contoh, jika siswa merasa malu untuk bertanya atau mengonfirmasi sesuatu, dampak negatifnya adalah mereka tidak mengetahui hal yang seharusnya mereka ketahui. Namun, jika siswa memiliki keberanian untuk bertanya tanpa ragu, hal itu akan berdampak positif, seperti pemahaman yang lebih baik terhadap materi percakapan yang diajarkan oleh guru.

Contoh lainnya adalah ketika siswa merasa malu dan takut membuat kesalahan saat melatih keterampilan berbicara di lingkungan sekolah. Dampak negatifnya, siswa mungkin tidak dapat mengucapkan kata-kata dalam bahasa Arab dengan baik dan melupakan kosa kata yang telah dipelajari. Sebaliknya, jika siswa melatih keterampilan berbicara dengan serius, mereka akan lebih mudah berbicara dalam bahasa Arab.

Hal yang sama berlaku untuk kecemasan yang dirasakan siswa. Menurut H. Douglas Brown dalam Julianti et al. (2019), kecemasan adalah faktor emosional yang dapat memengaruhi kemampuan berbicara. Kecemasan dapat berupa kegelisahan, frustrasi, keraguan, dan ketakutan. Banyak siswa yang merasakan hal ini, dan dampaknya dapat memengaruhi proses belajar mereka.

Siswa yang cemas mungkin merasa takut, tegang, atau mengalami kesulitan berkonsentrasi. Pikiran mereka terbagi karena memikirkan dampak negatif dari kecemasan yang mereka rasakan. Hal ini menunjukkan bahwa kecemasan tidak hanya memengaruhi emosi siswa, tetapi juga kemampuan mereka untuk fokus dan belajar secara efektif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara di kelas VII di SMP Islam di Bekasi memiliki struktur yang jelas, yaitu melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Teori pembelajaran yang mendasari penelitian ini adalah teori konstruktivisme, yang menekankan bahwa siswa membangun pengetahuan mereka melalui interaksi aktif dalam proses belajar. Hal ini sejalan dengan pandangan Mulyasa (2022) tentang pentingnya perencanaan pembelajaran yang sistematis untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

Dalam konteks keterampilan berbicara, teori komunikasi juga berperan penting, di mana siswa perlu berlatih menggunakan bahasa Arab dalam konteks nyata. Penelitian ini menemukan bahwa pendekatan yang diambil guru, seperti permainan dan ice breaking, efektif dalam mengatasi masalah psikologis siswa, termasuk kecemasan dan kurangnya rasa percaya diri. Ini mengonfirmasi temuan oleh Khoerunisa & Amirudin (2020) yang menyatakan bahwa suasana belajar yang menyenangkan dapat meningkatkan partisipasi dan motivasi siswa.

Secara empiris, penelitian ini berhasil mengidentifikasi beberapa masalah psikologis yang dihadapi siswa, seperti kecemasan dan kurangnya percaya diri. Penemuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa siswa sering mengalami tekanan saat belajar bahasa asing, terutama dalam keterampilan berbicara (Nurlaila, 2020). Kecemasan yang dialami siswa dapat menghambat proses belajar mereka, seperti yang diungkapkan oleh Khairunisa (2019), yang menyatakan bahwa kecemasan berlebihan dapat berdampak negatif pada kemampuan berbicara siswa.

Dari hasil wawancara, terungkap bahwa siswa merasa tertekan saat harus menghafal materi yang panjang dan sulit, yang mengindikasikan adanya hubungan erat antara masalah psikologis dan hasil belajar. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun terdapat tantangan, nilai siswa dalam pembelajaran tetap di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yang menunjukkan bahwa strategi yang diterapkan oleh guru cukup efektif dalam mengatasi masalah tersebut.

Penelitian ini berkontribusi pada literatur yang ada dengan menyoroti pentingnya aspek psikologis dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Temuan terkait pendekatan guru yang menggunakan metode interaktif dan permainan mendukung penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang bervariasi dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa (Miftachul Taubah, 2019).

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menguatkan argumen bahwa perhatian terhadap masalah psikologis siswa dalam proses pembelajaran sangat penting. Dengan memahami dan mengatasi masalah tersebut, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif, yang pada gilirannya dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa secara efektif.

KESIMPULAN

Dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara, guru memainkan peran penting dengan menyusun rencana pembelajaran yang jelas sebelum mengajar. Kegiatan dimulai dengan salam, doa, dan pengecekan kehadiran siswa. Setelah itu, guru melakukan pengulangan materi sebelumnya untuk mempersiapkan siswa sebelum memperkenalkan materi baru. Kegiatan ini dilakukan dua kali seminggu di sebuah sekolah menengah pertama di Cikarang, Bekasi. Berbagai metode pembelajaran digunakan, termasuk video dan latihan mendengarkan, dengan penekanan pada metode berbasis audio untuk mendukung keterampilan mendengarkan, menulis, dan visualisasi.

Siswa sering menghadapi masalah psikologis yang mengganggu pembelajaran mereka, seperti rasa tegang dan gugup saat berbicara, serta kurangnya rasa percaya diri. Ketakutan akan kegagalan dalam percakapan menyebabkan siswa merasa tertekan, terutama dalam konteks pembelajaran bahasa Arab yang memerlukan penghafalan kalimat panjang. Untuk mengatasi masalah ini, guru perlu memberikan motivasi dan dukungan, serta melibatkan orang tua dalam proses pendidikan untuk membantu meningkatkan kepercayaan diri siswa.

Dampak dari masalah psikologis ini bervariasi, mempengaruhi kemampuan siswa dalam berbicara. Jika siswa merasa malu dan takut membuat kesalahan, mereka akan kesulitan dalam mengucapkan kata-kata dalam bahasa Arab dan sering melupakan kosa kata yang telah dipelajari. Namun, di sisi lain, jika siswa berlatih dengan serius, mereka akan lebih mudah berkomunikasi dalam bahasa Arab. Dengan demikian, sikap dan pendekatan siswa terhadap latihan berbicara sangat menentukan hasil pembelajaran mereka.

BIBLIOGRAFI

Awidi, I. T., & Paynter, M. (2019). The impact of a flipped classroom approach on student learning experience. Computers & Education, 128, 269ï¿½283. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2018.09.013

Balaka, M. Y. (2022). Metodologi penelitian kuantitatif.

Diaab, S. (2016). Role of Faulty Instructional Methods in Libyan EFL Learners⿿ Speaking Difficulties. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 232, 338ï¿½345. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.10.032

Glas, G. (2020). An enactive approach to anxiety and anxiety disorders. Philosophy, Psychiatry, & Psychology, 27(1), 35ï¿½50. https://doi.org/10.1353/ppp.2020.0005

Hilmi, H. (2021). Metode Inovatif Pembelajaran Maharah Kalam. Intelektualita, 10(01). https://doi.org/10.22373/ji.v10i01.10664

Meutia, C. I., Wiandari, F., & Husaini, A. H. (2020). Problematika Non-Linguistik Siswa Dalam Berbicara Bahasa Inggris. Jurnal Pena Edukasi, 7(2), 81ï¿½89. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.07.536

Mirza, H. S. (2015). ESL and EFL learners improve differently in pronunciation: The case of Lebanon. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 199, 486ï¿½495. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.07.536

Murray, A., Hall, A. M., Williams, G. C., McDonough, S. M., Ntoumanis, N., Taylor, I. M., Jackson, B., Matthews, J., Hurley, D. A., & Lonsdale, C. (2015). Effect of a self-determination theoryï¿½based communication skills training program on physiotherapistsï¿½ psychological support for their patients with chronic low back pain: A randomized controlled trial. Archives of Physical Medicine and Rehabilitation, 96(5), 809ï¿½816. https://doi.org/10.1016/j.apmr.2014.11.007

Mutiarachmah, D., & Maryatmi, A. S. (2019). Hubungan antara regulasi diri dan psychological well-being dengan kecemasan dalam menghadapi dunia kerja pada mahasiswa tingkat akhir jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. IKRA-ITH HUMANIORA: Jurnal Sosial Dan Humaniora, 3(3), 163ï¿½177.

Rao, P. S. (2019). The importance of speaking skills in English classrooms. Alford Council of International English & Literature Journal (ACIELJ), 2(2), 6ï¿½18.

Rivers, W. M. (2018). Teaching foreign language skills. University of Chicago Press.

Salman, S. A., & Septiawati, A. (2022). Suitability of Maharah Kalam Learning Achievement in JSIT Arabic Learning Curriculum With CEFR. Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan, 19(2), 231ï¿½255. https://doi.org/10.25299/al-hikmah:jaip.2022.vol19(2).9543

Soruï¿½, A., Pawlak, M., Yuksel, D., & Horzum, B. (2022). Investigating the impact of linguistic and non-linguistic factors on EMI academic success. System, 107, 102794. https://doi.org/10.1016/j.system.2022.102794

Stott, A., & Mozer, M. (2016). Connecting learners online: Challenges and issues for nurse educationï¿½Is there a way forward? Nurse Education Today, 39, 152ï¿½154. https://doi.org/10.1016/j.nedt.2016.02.002

Suarsih, C. (2018). Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Dengan Menerapkan Metode Show And Tell Pada Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas Ii Di Sd Negeri Sumurbarang Kecamatan Cibogo Kabupaten Subang Tahun Pelajaran. JPG: Jurnal Penelitian Guru Fkip Universitas Subang, 1(01).

Sutrisno, L. T., Muhtar, T., & Herlambang, Y. T. (2023). Efektivitas pembelajaran berdiferensiasi sebagai sebuah pendekatan untuk kemerdekaan. DWIJA CENDEKIA: Jurnal Riset Pedagogik, 7(2). https://doi.org/10.20961/jdc.v7i2.76475

Taherdoost, H., & Madanchian, M. (2022). Employment of technological-based approaches for creative e-learning; teaching management information systems. Procedia Computer Science, 215, 802ï¿½808. https://doi.org/10.1016/j.procs.2022.12.082

Wibowo, H. S. (2023). Ice Breaker dan Pembelajaran. Tiram Media.

ï¿½ 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).