Paisal Ahmad Dalimunthe1, Akbarizan2/ Cerdika : Journal Indonesian Science , 5 (1), 187-196
Urgensi Pencatatan Perkawinan Di Indonesia Perspektif Maslahah
191
pencatatan yang resmi, hak-hak anak dapat terabaikan, seperti hak waris dan hak atas
perlindungan hukum. Zubaidah, (2019) menekankan bahwa pencatatan perkawinan adalah
langkah penting dalam melindungi hak-hak individu dan keluarga. Dengan adanya
pencatatan, status hukum anak-anak dapat diakui, yang pada gilirannya akan memberikan
mereka akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial yang lebih baik.
Dalam konteks maslahah, pencatatan perkawinan juga berkontribusi pada stabilitas
sosial. Dengan adanya pencatatan yang jelas, masyarakat dapat lebih mudah
mengidentifikasi struktur keluarga dan hubungan antar individu dalam komunitas. Ini
penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan harmonis. Da-Oh & Ambarwati,
(2024) menyatakan bahwa pencatatan perkawinan dapat mencegah terjadinya konflik sosial
yang muncul akibat ketidakjelasan status hukum individu dalam masyarakat. Oleh karena
itu, pencatatan perkawinan harus dipandang sebagai langkah strategis untuk mencapai
maslahah yang lebih besar bagi masyarakat Indonesia.
Pencatatan Perkawinan dalam Hukum Positif di Indonesia
Pencatatan perkawinan di Indonesia merupakan aspek penting dalam sistem hukum
yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum. Menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, pencatatan perkawinan adalah suatu keharusan yang
bertujuan untuk melindungi hak-hak pasangan suami istri serta anak yang lahir dari
perkawinan tersebut. Hal ini sejalan dengan prinsip maslahah, yang menekankan pada
kepentingan umum dan perlindungan hak individu dalam masyarakat (Fitri & Zakkiyatie,
2024). Pencatatan ini tidak hanya berfungsi sebagai bukti sahnya perkawinan di mata
hukum, tetapi juga sebagai instrumen untuk menghindari konflik di kemudian hari, baik
dalam hal warisan, hak asuh anak, maupun masalah-masalah lainnya.
Adapun mengenai dasar hukum pencatatan perkawinan di Indonesia tertuang dalam
beberapa regulasi, di antaranya adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan
Pemerintah No. 9 Tahun 1975. Menurut data dari Kementerian Agama, pada tahun 2022,
sekitar 80% dari total perkawinan yang terjadi di Indonesia telah tercatat secara resmi,
namun masih terdapat sejumlah perkawinan yang tidak terdaftar, terutama di daerah
pedesaan (Safithri, 2019). Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam pemahaman
masyarakat mengenai pentingnya pencatatan perkawinan. Pencatatan yang tidak dilakukan
dapat menyebabkan masalah hukum di masa mendatang, seperti ketidakpastian status anak
dan hak-hak pasangan.
Namun, masih ada sebagian dari masyarakat yang masih menganggap pencatatan
perkawinan sebagai hal yang sepele dan tidak penting. Fenomena ini sering kali disebabkan
oleh kurangnya sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya pencatatan perkawinan.
Contoh kasus di Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, menunjukkan bahwa hanya 60%
dari pasangan yang menikah di tahun 2019 yang melakukan pencatatan resmi (Safithri,
2019). Hal ini menciptakan situasi di mana banyak anak yang lahir dari perkawinan tidak
tercatat, sehingga hak-hak mereka dapat terabaikan. Dalam perspektif maslahah, pencatatan
perkawinan sangat penting untuk melindungi hak anak dan pasangan, serta untuk menjaga
stabilitas sosial dalam masyarakat.
Pencatatan perkawinan memiliki keuntungan-keuntungan, baik bagi individu
maupun masyarakat. Pertama, pencatatan memberikan kepastian hukum mengenai status
perkawinan, yang sangat penting dalam penyelesaian sengketa di masa depan. Kedua,
pencatatan ini juga berfungsi sebagai alat untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak.