KAJIAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL TERHADAP KASUS ILEGAL FISHING DI WILAYAH LAUT INDONESIA

 

Elen Anedya Frahma

Universitas 17 Agustus 1945 Semarang, Indonesia

Email: elen-anedyafrahma@untagsmg.ac.id 

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan dan peraturan hukum Indonesia dalam menghadapi illegal fishing di wilayah perairan nasional. Aktivitas illegal fishing tidak hanya menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan, tetapi juga mengancam keberlanjutan ekosistem laut dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Dengan pendekatan undang-undang (statute approach), kasus (case approach), dan konseptual (conceptual approach), penelitian ini mengidentifikasi berbagai regulasi dan kebijakan yang relevan, termasuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang ratifikasi UNCLOS, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), serta Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah strategis untuk memberantas illegal fishing, seperti penenggelaman kapal-kapal pelaku pelanggaran, pelarangan alat tangkap yang merusak ekosistem, dan penguatan sistem pengawasan melalui teknologi modern. Selain itu, Indonesia juga menjalin kerja sama internasional untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan wilayah maritimnya. Kebijakan-kebijakan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjaga kedaulatan dan keberlanjutan sumber daya laut. Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat tantangan dalam pelaksanaannya, seperti kurangnya koordinasi antarinstansi, keterbatasan infrastruktur pengawasan, dan tekanan diplomatik dari negara-negara asal pelaku illegal fishing. Oleh karena itu, diperlukan penguatan koordinasi, peningkatan teknologi pengawasan, dan pendekatan yang lebih inklusif untuk memberdayakan masyarakat pesisir sebagai bagian dari solusi. Penelitian ini menegaskan pentingnya pendekatan hukum yang komprehensif dan pelaksanaan kebijakan yang konsisten untuk mengatasi illegal fishing. Dengan upaya yang berkelanjutan, pemerintah Indonesia dapat memastikan keberlanjutan ekosistem laut, melindungi kedaulatan maritim, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat dan berkelanjutan.

 

Kata kunci: Ilegal Fishing; Tindak Pidana; Laut Indonesia

 

Abstract

This study aims to analyze Indonesian policies and legal regulations in dealing with illegal fishing in national waters. Illegal fishing activities not only cause significant economic losses, but also threaten the sustainability of marine ecosystems and the welfare of coastal communities. Using a statute approach, case approach, and conceptual approach, this study identifies various relevant regulations and policies, including Law Number 17 of 1985 concerning the ratification of UNCLOS, Law Number 5 of 1983 concerning the Exclusive Economic Zone (EEZ), and Law Number 45 of 2009 concerning Fisheries. The results of the study show that the Indonesian government has taken strategic steps to eradicate illegal fishing, such as sinking ships that violate, prohibiting fishing gear that damages the ecosystem, and strengthening the monitoring system through modern technology. In addition, Indonesia also establishes international cooperation to improve the effectiveness of its maritime management. These policies demonstrate the government's seriousness in maintaining the sovereignty and sustainability of marine resources. However, this study also found that there are challenges in its implementation, such as lack of coordination between agencies, limited monitoring infrastructure, and diplomatic pressure from countries of origin of illegal fishing perpetrators. Therefore, it is necessary to strengthen coordination, improve monitoring technology, and take a more inclusive approach to empowering coastal communities as part of the solution.  This study emphasizes the importance of a comprehensive legal approach and consistent policy implementation to address illegal fishing. With continued efforts, the Indonesian government can ensure the sustainability of marine ecosystems, protect maritime sovereignty, and improve the welfare of coastal communities, while strengthening Indonesia's position as a sovereign and sustainable maritime nation.

 

Keywords: Illegal Fishin; Criminal Act; Indonesian Sea

*Correspondence Author: Elen Anedya Frahma

Email: elen-anedyafrahma@untagsmg.ac.id   

 

PENDAHULUAN

 

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki wilayah laut yang sangat luas dengan potensi sumber daya kelautan yang melimpah (Listiyono et al., 2022; Martini, 2017). Wilayah laut Indonesia, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat pesisir dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional (Minsas et al., 2023; Rochwulaningsih et al., 2019). Namun, potensi besar ini juga menarik perhatian pihak-pihak yang ingin memanfaatkannya secara ilegal, salah satunya melalui praktik illegal fishing.

Ilegal fishing adalah aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan tanpa izin, melanggar batas kuota, atau menggunakan metode yang merusak ekosistem laut (Chapsos et al., 2019; González-Andrés et al., 2020; Mirrasooli et al., 2019). Aktivitas ini tidak hanya mengancam kelestarian sumber daya laut tetapi juga merugikan negara secara ekonomi dengan potensi kerugian mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Selain itu, illegal fishing sering kali melibatkan kapal-kapal asing, sehingga menimbulkan permasalahan lintas negara yang kompleks, termasuk pelanggaran kedaulatan dan konflik diplomatik.

Urgensi penelitian ini terletak pada kebutuhan untuk memahami lebih dalam tentang praktik illegal fishing, yang tidak hanya merupakan pelanggaran hukum, tetapi juga fenomena yang melibatkan dinamika ekonomi, sosial, dan politik. Pemahaman yang komprehensif mengenai isu ini sangat penting untuk merumuskan solusi yang efektif dan berkelanjutan. Sebagai negara kepulauan dengan potensi sumber daya kelautan yang melimpah, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menjaga kelestarian sumber daya lautnya dari praktik penangkapan ikan yang ilegal. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang mendalam terhadap berbagai aspek yang terkait dengan illegal fishing.

Penelitian terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Jamilah dan Disemadi (2020), menunjukkan bahwa illegal fishing terjadi ketika ikan ditangkap di perairan negara lain tanpa izin yang sah (Jamilah & Disemadi, 2020). Hal ini menciptakan kerugian tidak hanya bagi negara yang mengizinkan praktik tersebut, tetapi juga mengganggu keseimbangan ekosistem laut. Selain itu, Iqbal (2012) menjelaskan berbagai bentuk illegal fishing, termasuk penangkapan ikan tanpa izin, penggunaan izin palsu, penggunaan alat tangkap yang dilarang, dan penangkapan ikan melebihi kuota (Baiquni et al., 2020). Temuan-temuan ini menunjukkan kompleksitas masalah yang dihadapi oleh lembaga penegak hukum dalam mengawasi dan mencegah praktik ilegal ini.

Kebaruan penelitian ini terletak pada analisis penerapan hukum pidana internasional terhadap kasus illegal fishing di perairan Indonesia. Penelitian ini tidak hanya akan mengevaluasi efektivitas regulasi yang ada, tetapi juga mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang konstruktif untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum di bidang ini. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang praktik illegal fishing dan kendala yang dihadapi, diharapkan solusi yang diusulkan dapat membantu melindungi sumber daya kelautan nasional dan mendukung keberlanjutan ekonomi masyarakat pesisir.

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis penerapan hukum pidana internasional terhadap kasus illegal fishing di perairan Indonesia, mengidentifikasi hambatan yang dihadapi, serta memberikan rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum dalam melindungi sumber daya kelautan nasional. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan kebijakan dan praktik penegakan hukum di Indonesia, serta meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya menjaga kelestarian sumber daya laut. Implikasi penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pengambil kebijakan dan peneliti lain dalam upaya memerangi illegal fishing secara lebih efektif.

 

METODE PENELITIAN

 

Metode penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bertujuan untuk memecahkan isu hukum terkait hak keperdataan korban tindak pidana dengan menggunakan beberapa pendekatan yang relevan (Rodrigues, 2020). Populasi penelitian mencakup berbagai aturan hukum yang mengatur hak keperdataan korban serta kasus-kasus hukum yang relevan, di mana sampel diambil dari ketentuan hukum yang berlaku dan putusan-putusan pengadilan. Data akan dikumpulkan melalui studi literatur dengan memanfaatkan dokumen hukum, artikel, dan sumber-sumber akademis yang berkaitan dengan topik ini, serta analisis terhadap putusan pengadilan. Analisis data akan dilakukan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) untuk membandingkan ketentuan hak keperdataan korban pada beberapa aturan hukum, pendekatan kasus (case approach) untuk mengetahui peran aturan hukum dalam mengakomodasi hak keperdataan korban, dan pendekatan konseptual (conceptual approach) untuk membandingkan teori hukum dan peraturan yang ada, guna mencapai kemanfaatan dan kepastian hukum.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

1.      Peraturan Perundang-Undangan Indonesia tentang Illegal Fishing di Wilayah Perairan Indonesia.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan kekayaan sumber daya alam laut yang sangat melimpah (Attamimi, 2024; Chapsos & Malcolm, 2017). Potensi ini meliputi hasil tangkapan ikan, keanekaragaman hayati laut, serta potensi non-hayati seperti minyak dan gas bumi. Namun, kekayaan ini perlu dikelola secara bijaksana dan dilindungi dari berbagai ancaman, termasuk aktivitas ilegal yang dapat merusak ekosistem laut dan mengurangi keberlanjutan sumber daya. Oleh karena itu, dibutuhkan kerangka hukum yang menyeluruh untuk mengatur berbagai aspek pengelolaan dan perlindungan sektor kelautan, sehingga dapat menjamin keberlanjutan ekosistem laut sekaligus menjaga kedaulatan maritim Indonesia. 

Awal pengakuan kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan dimulai melalui Deklarasi Juanda yang dikeluarkan pada 13 Desember 1957. Deklarasi ini menetapkan konsep negara kepulauan di mana wilayah laut dan darat Indonesia merupakan kesatuan yang tak terpisahkan. Deklarasi ini kemudian diperkuat dengan pengesahan UU No. 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia, yang menetapkan batas-batas laut wilayah Indonesia serta mengakui seluruh perairan di antara pulau-pulau sebagai bagian dari yurisdiksi Indonesia.

Pada tingkat internasional, pengakuan terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan mendapatkan momentum dengan disahkannya United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun 1982. UNCLOS 1982 adalah konvensi hukum laut yang memberikan kerangka kerja internasional untuk pengelolaan laut dan sumber daya kelautan, termasuk hak dan kewajiban negara-negara pesisir. Indonesia meratifikasi konvensi ini melalui UU No. 17 Tahun 1985, yang mengukuhkan kewajiban Indonesia untuk mengelola wilayah lautnya sesuai dengan prinsip-prinsip UNCLOS. Ketentuan ini meliputi pengaturan batas maritim seperti perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif (ZEE), dan landas kontinen. Dengan ratifikasi tersebut, Indonesia juga berkomitmen untuk menyelesaikan berbagai permasalahan terkait batas maritim, baik dengan negara tetangga maupun dalam lingkup domestik.

Dalam rangka melindungi wilayah perairannya dari ancaman seperti illegal fishing, Indonesia telah mengembangkan berbagai regulasi nasional yang menjadi dasar hukum penindakan terhadap aktivitas tersebut. Aktivitas penangkapan ikan ilegal tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga mengancam keberlanjutan ekosistem laut yang merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat pesisir. Beberapa aturan penting yang telah diterapkan meliputi:

a.      Undang-Undang Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim Tahun 1939 (Territorial Zee en Maritieme Kringen Ordonantie, Stbl. 1939 No. 442)

Undang-undang ini merupakan dasar hukum awal yang digunakan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menetapkan batas-batas laut teritorial Indonesia. Meskipun sudah cukup tua, undang-undang ini memainkan peran penting dalam memberikan fondasi awal bagi pengelolaan wilayah laut.

b.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985

Undang-undang ini meratifikasi United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Ratifikasi ini menegaskan komitmen Indonesia dalam mengikuti standar hukum internasional terkait pengelolaan sumber daya kelautan, penentuan batas-batas maritim, serta hak dan kewajiban sebagai negara kepulauan.

c.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983

Undang-undang ini menetapkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sejauh 200 mil laut dari garis pangkal. Dalam ZEE, Indonesia memiliki hak berdaulat untuk mengeksplorasi, memanfaatkan, dan mengelola sumber daya alam laut, termasuk melakukan penindakan terhadap aktivitas ilegal seperti illegal fishing.

d.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008

Undang-undang ini mengatur berbagai aspek terkait pelayaran, termasuk keselamatan, keamanan, dan perlindungan lingkungan laut. Selain itu, undang-undang ini juga mencakup pengelolaan pelabuhan, transportasi laut, dan aspek hukum lainnya yang mendukung kegiatan maritim.

e.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014

Undang-undang ini secara khusus mengatur pengelolaan kelautan, termasuk eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut, pembangunan kelautan, serta perlindungan lingkungan laut. Undang-undang ini menekankan pentingnya pengelolaan yang berkelanjutan untuk menjaga ekosistem laut sekaligus mendukung kesejahteraan masyarakat pesisir.

f.       Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009

Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan ini mengatur lebih tegas aspek pengelolaan dan pengawasan perikanan, termasuk sanksi terhadap pelaku tindak pidana perikanan. Undang-undang ini menekankan pada pencegahan dan penanganan pelanggaran di sektor perikanan, baik oleh nelayan lokal maupun asing, melalui pengawasan ketat serta tindakan hukum yang lebih tegas.

g.      Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2/PERMEN-KP/2015

Peraturan ini melarang penggunaan alat penangkapan ikan seperti pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets), yang dianggap merusak ekosistem laut. Kebijakan ini merupakan langkah konkret untuk mencegah praktik penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dan menjaga keberlanjutan ekosistem laut Indonesia.

h.      Illegal Fishing dan IUU Fishing

Dalam konteks hukum Indonesia, illegal fishing disandingkan dengan tindak pidana perikanan yang dikenal sebagai praktik IUU fishing (Illegal, Unreported, and Unregulated fishing). IUU fishing mencakup aktivitas perikanan yang:

1)     Illegal: Dilakukan tanpa izin atau melanggar peraturan hukum yang berlaku, seperti memasuki perairan Indonesia tanpa otoritas.

2)     Unreported: Tidak dilaporkan atau disembunyikan dari otoritas atau lembaga pengelola perikanan.

3)     Unregulated: Tidak diatur oleh ketentuan yang ada atau dilakukan di area yang tidak memiliki pengelolaan perikanan formal.

Melalui berbagai aturan ini, Indonesia tidak hanya memperkuat posisi hukumnya tetapi juga menunjukkan komitmen dalam memberantas illegal fishing dan mengelola sumber daya kelautan dengan prinsip keberlanjutan. Penanganan pelanggaran ini tidak hanya untuk menjaga kedaulatan wilayah, tetapi juga untuk melindungi mata pencaharian masyarakat pesisir dan ekosistem laut Indonesia.

 

2.      Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam menegakan peraturan Illegal fishing di Wilayah Perairan Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah tegas dalam menanggulangi praktik illegal fishing yang merugikan lingkungan dan sumber daya alam kelautan di Indonesia. Salah satu kebijakan utama yang diterapkan adalah penenggelaman kapal-kapal nelayan asing yang tertangkap melakukan illegal fishing di wilayah perairan Indonesia. Kebijakan ini, yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, merupakan bukti nyata dari keseriusan dan ketegasan pemerintah dalam melawan praktik perikanan ilegal, yang dapat merusak ekosistem laut dan berdampak negatif pada keberlanjutan sumber daya perikanan di Indonesia.

Langkah ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk melindungi kedaulatan wilayah lautnya dan mencegah eksploitasi sumber daya perikanan secara tidak sah oleh kapal-kapal asing. Penenggelaman kapal dianggap sebagai tindakan yang efektif untuk memberikan efek jera kepada para pelaku illegal fishing, sekaligus memberikan sinyal kuat kepada dunia internasional bahwa Indonesia serius dalam menjaga kelestarian dan pengelolaan sumber daya lautnya. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk mencegah kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat penangkapan ikan secara ilegal, yang sering kali mengabaikan batasan kuota dan metode penangkapan yang ramah lingkungan.

Pemberantasan illegal fishing oleh pemerintah Indonesia tidak hanya terfokus pada penenggelaman kapal, tetapi juga dilakukan melalui berbagai ketentuan hukum yang diatur dalam perundang-undangan. Salah satunya adalah Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang secara spesifik mengatur tentang penegakan hukum terhadap tindak pidana perikanan. Dalam Pasal 69, UU tersebut menjelaskan bahwa kapal pengawas perikanan memiliki tugas yang sangat penting dalam melaksanakan penegakan hukum dan pengawasan di wilayah perairan Indonesia. Kapal pengawas ini memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan yang diperlukan guna mencegah dan menangani praktik illegal fishing, termasuk penyidikan dan tindakan tegas lainnya.

Dalam rangka penindakan terhadap kapal yang melakukan pelanggaran, Pasal 69 juga memberikan kewenangan kepada pengawas perikanan untuk melakukan tindakan khusus, seperti pembakaran atau penenggelaman kapal perikanan asing yang terbukti melakukan illegal fishing, asalkan ada bukti permulaan yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan tersebut dilakukan berdasarkan prinsip hukum yang jelas dan dengan prosedur yang tepat, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam penegakan hukum.

Selain itu, Pasal 76 huruf a dalam Undang-Undang Perikanan juga mengatur bahwa benda atau alat yang digunakan dalam tindak pidana perikanan, termasuk kapal yang digunakan untuk melakukan illegal fishing, dapat dirampas atau dimusnahkan. Namun, sebelum benda tersebut dapat dirampas atau dimusnahkan, pengadilan harus memberikan persetujuan terlebih dahulu. Ketentuan ini mencerminkan proses hukum yang adil dan memastikan bahwa tindakan perampasan atau pemusnahan dilakukan berdasarkan keputusan hukum yang sah.

Melalui kebijakan dan regulasi ini, pemerintah Indonesia berupaya memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap sumber daya kelautan Indonesia, serta memastikan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya tersebut dilakukan secara berkelanjutan dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan adanya aturan yang tegas ini, diharapkan praktik illegal fishing dapat diminimalisir, dan Indonesia dapat memanfaatkan potensi kelautannya secara optimal untuk kepentingan masyarakat serta menjaga ekosistem laut agar tetap lestari.

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menegakkan peraturan illegal fishing di wilayah perairan Indonesia. Kebijakan-kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi masalah penangkapan ikan ilegal, melindungi sumber daya perikanan, serta menjaga keberlanjutan ekosistem laut Indonesia yang kaya akan sumber daya alam. Berikut adalah beberapa kebijakan utama yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia:

a.      Penegakan Hukum Terhadap Illegal Fishing

Pemerintah Indonesia telah menetapkan sanksi hukum yang tegas terhadap pelaku illegal fishing. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan (perubahan dari UU Nomor 31 Tahun 2004), setiap aktivitas perikanan yang melanggar ketentuan hukum dikenakan sanksi yang berat, baik dalam bentuk denda maupun hukuman penjara. Penegakan hukum dilakukan melalui patroli laut dan operasi penangkapan oleh aparat terkait, seperti Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) dan TNI AL (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut).

b.      Operasi Penghancuran Kapal Ikan Ilegal

Salah satu kebijakan tegas yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia adalah penghancuran kapal-kapal yang terlibat dalam praktik illegal fishing. Sejak tahun 2014, Indonesia secara rutin melakukan tindakan tegas dengan menenggelamkan kapal-kapal asing yang tertangkap basah melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia. Langkah ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi kapal asing yang melakukan pelanggaran di perairan Indonesia dan menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga kedaulatan wilayah maritim.

c.      Peningkatan Pengawasan Laut

Untuk mendukung penegakan hukum, pemerintah Indonesia telah memperkuat pengawasan di wilayah perairan melalui berbagai teknologi modern, seperti penggunaan satelit untuk memantau aktivitas perikanan di laut, serta meningkatkan kapasitas kapal patroli. Selain itu, Indonesia juga bekerjasama dengan negara-negara tetangga dan organisasi internasional untuk memerangi illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing secara global.

d.      Pemberlakuan Pembatasan Alat Tangkap Ikan

Pemerintah Indonesia juga memberlakukan peraturan yang melarang penggunaan alat tangkap ikan yang merusak ekosistem laut, seperti pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets). Pada tahun 2015, diterbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015, yang secara tegas melarang penggunaan alat tangkap tersebut di wilayah pengelolaan perikanan negara Indonesia. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi keberagaman hayati laut serta mencegah penangkapan ikan secara berlebihan yang dapat merusak ekosistem perikanan.

e.      Kolaborasi dengan Negara Lain

Indonesia juga aktif dalam kerjasama internasional untuk mengatasi illegal fishing. Melalui ratifikasi United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan berbagai perjanjian bilateral serta multilateral, Indonesia berkolaborasi dengan negara-negara tetangga untuk menjaga dan melindungi perairan bersama dari aktivitas perikanan ilegal. Dalam hal ini, Indonesia telah menandatangani perjanjian dengan negara-negara seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina untuk meningkatkan koordinasi dalam memerangi illegal fishing.

f.       Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Selain penegakan hukum dan tindakan tegas, pemerintah Indonesia juga berupaya memberdayakan masyarakat pesisir untuk berpartisipasi dalam perlindungan sumber daya laut. Salah satunya melalui program-program pelatihan untuk nelayan agar mereka menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, sosialisasi dan pendidikan mengenai dampak negatif illegal fishing juga dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian sumber daya perikanan.

g.      Penerapan Sistem Perizinan yang Ketat

Pemerintah Indonesia telah memperketat sistem perizinan bagi kapal-kapal yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia. Kapal yang ingin melakukan aktivitas perikanan di Indonesia harus memiliki izin yang sah dan mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini mencakup kewajiban melaporkan hasil tangkapan serta mematuhi batas kuota tangkapan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

h.      Penyelesaian Sengketa Perikanan Internasional

Indonesia juga terlibat dalam penyelesaian sengketa perikanan internasional dengan negara-negara yang terlibat dalam pelanggaran perikanan di wilayah Indonesia. Penyelesaian ini dilakukan melalui jalur diplomasi atau melalui mekanisme hukum internasional yang telah disepakati dalam UNCLOS.

 

3.      Dampak Ilegal Fishing

Illegal fishing memiliki dampak yang luas dan merugikan, baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan (Constantino et al., 2022; Temple et al., 2022). Beberapa dampak utamanya adalah:

a.      Penurunan Stok Ikan

Illegal fishing merupakan salah satu penyebab utama penurunan stok ikan di perairan Indonesia. Penangkapan ikan secara berlebihan tanpa memperhatikan regulasi atau waktu pemulihan stok ikan dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang pada populasi ikan. Banyak praktik perikanan ilegal yang dilakukan dengan cara yang tidak ramah lingkungan, seperti menangkap ikan muda atau ikan yang belum mencapai ukuran tangkapan yang ideal, sehingga populasi ikan tidak memiliki kesempatan untuk berkembang biak dan meningkatkan jumlah mereka.

Jika hal ini terus berlanjut, akan ada ancaman serius terhadap keberlanjutan sumber daya ikan yang merupakan komoditas penting bagi masyarakat pesisir dan industri perikanan. Penurunan stok ikan ini juga dapat memengaruhi keseimbangan ekosistem laut, yang sangat bergantung pada populasi ikan sebagai bagian dari rantai makanan yang lebih besar. Dengan semakin berkurangnya stok ikan, para nelayan yang bergantung pada hasil tangkapan ikan juga akan merasakan dampak negatifnya, baik dari segi jumlah ikan yang diperoleh maupun pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas perikanan.

b.      Kerugian Ekonomi

Kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh illegal fishing dapat sangat besar dan berdampak luas bagi perekonomian negara, industri perikanan, dan masyarakat secara keseluruhan. Salah satu dampak langsung yang dirasakan adalah menurunnya jumlah ikan yang tersedia di pasar, yang berpotensi mendorong harga ikan menjadi lebih tinggi. Dengan harga yang meningkat, biaya hidup masyarakat juga ikut terdorong naik, terutama bagi mereka yang bergantung pada ikan sebagai sumber utama pangan.

Selain itu, nelayan yang bekerja secara sah dan mematuhi peraturan perikanan akan menghadapi persaingan yang tidak sehat dari nelayan yang melakukan illegal fishing, yang menggunakan cara-cara tidak sah dan merusak untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak dengan biaya yang lebih rendah. Akibatnya, nelayan legal tidak hanya kehilangan potensi penghasilan yang seharusnya mereka dapatkan, tetapi juga terancam oleh penurunan pendapatan yang signifikan. Dari sisi negara, kerugian ekonomi juga dapat berupa berkurangnya penerimaan negara dari sektor perikanan, yang seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Praktik illegal fishing yang merajalela ini juga dapat menciptakan ketidakpastian pasar ikan global, yang mengganggu kestabilan perekonomian, terutama bagi negara-negara yang mengandalkan ekspor produk perikanan.

c.      Dampak Lingkungan

Dampak lingkungan dari illegal fishing sangat merugikan dan dapat bersifat jangka panjang (Puspitaloka et al., 2021). Banyak praktik perikanan ilegal yang melibatkan penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem laut, seperti trawl, pukat, atau bahkan bahan peledak. Penggunaan alat tangkap trawl misalnya, dapat merusak terumbu karang dan habitat penting lainnya seperti mangrove yang merupakan ekosistem vital bagi kehidupan laut. Terumbu karang, sebagai rumah bagi banyak spesies ikan dan biota laut lainnya, akan rusak jika terus-menerus terkena alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Kerusakan ini dapat mengurangi jumlah spesies laut yang hidup di dalamnya, yang pada gilirannya akan berdampak pada populasi ikan dan keberlanjutan ekosistem secara keseluruhan.

Begitu juga dengan mangrove yang berfungsi sebagai penyangga alami terhadap erosi pantai dan sebagai tempat berkembang biak bagi berbagai jenis ikan. Jika mangrove rusak, maka fungsi ekologisnya juga akan hilang, yang memperburuk kondisi lingkungan laut dan pantai. Selain itu, illegal fishing yang dilakukan secara berlebihan dapat menyebabkan fenomena overfishing, di mana jumlah ikan yang ditangkap melebihi kapasitas lingkungan untuk memulihkan kembali populasinya. Ini menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem yang mengancam keanekaragaman hayati dan kelangsungan hidup biota laut lainnya.

Praktik ini, selain merusak habitat, juga dapat mengurangi kemampuan laut untuk menyediakan oksigen dan mengatur karbon, yang berpengaruh langsung pada perubahan iklim global. Dalam jangka panjang, kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh illegal fishing dapat memengaruhi seluruh ekosistem laut dan mengancam keberlanjutan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan ekosistem lainnya.

d.      Kehilangan Pekerjaan

Penurunan stok ikan akibat illegal fishing tidak hanya mengancam keberlanjutan ekosistem laut, tetapi juga berisiko menyebabkan kehilangan mata pencaharian bagi banyak nelayan yang menjalankan kegiatan perikanan secara sah. Nelayan yang bergantung pada hasil tangkapan ikan sebagai sumber utama pendapatan mereka akan semakin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup jika stok ikan terus berkurang akibat praktik penangkapan ikan ilegal. Hal ini dapat menyebabkan semakin banyak nelayan yang terpaksa berhenti atau beralih ke sektor lain yang tidak mereka kuasai, yang berpotensi menciptakan masalah sosial dan ekonomi di komunitas pesisir. Dalam jangka panjang, penurunan pendapatan masyarakat pesisir ini dapat memperburuk kemiskinan dan meningkatkan ketidakstabilan sosial. Dampak ini akan sangat dirasakan oleh keluarga nelayan dan masyarakat yang bergantung pada sektor perikanan, serta dapat meningkatkan angka pengangguran dan memperburuk kondisi sosial di daerah-daerah pesisir.

e.      Pencemaran Laut

Praktik illegal fishing tidak hanya berdampak pada keberlanjutan stok ikan, tetapi juga dapat menyebabkan pencemaran laut yang merusak lingkungan laut secara keseluruhan. Banyak aktivitas illegal fishing yang melibatkan penggunaan alat tangkap yang merusak dan penggunaan bahan kimia berbahaya, seperti bahan peledak atau sianida, untuk menangkap ikan. Penggunaan bahan-bahan kimia ini dapat mencemari perairan dengan limbah beracun yang tidak hanya merusak terumbu karang dan biota laut, tetapi juga mengancam kesehatan manusia. Bahan kimia yang dibuang ke laut dapat mencemari rantai makanan laut, dan pada akhirnya berdampak pada kesehatan manusia yang mengkonsumsi ikan yang tercemar.

Selain itu, pencemaran laut yang disebabkan oleh illegal fishing juga dapat mengganggu ekosistem laut secara keseluruhan, memengaruhi kualitas air, dan merusak habitat penting bagi berbagai spesies laut. Pencemaran ini dapat menyebabkan kematian massal bagi biota laut, mengurangi keanekaragaman hayati, dan mengganggu keseimbangan alam. Dalam jangka panjang, dampak pencemaran ini dapat memperburuk kerusakan lingkungan yang sulit untuk diperbaiki, dengan dampak yang jauh lebih luas, termasuk terhadap perekonomian yang bergantung pada keberlanjutan sumber daya kelautan. 

 

KESIMPULAN

 

Penelitian ini mengkaji penerapan kebijakan hukum pemerintah Indonesia dalam menanggulangi illegal fishing di perairan nasional, yang mengancam kedaulatan negara dan keberlanjutan sumber daya kelautan. Dengan pendekatan undang-undang, kasus, dan konseptual, penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah telah mengembangkan kerangka hukum yang kuat melalui undang-undang seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983, dan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009. Kebijakan penenggelaman kapal asing terbukti efektif, sedangkan pelarangan alat tangkap destruktif dan pengawasan modern juga diterapkan. Namun, tantangan seperti koordinasi antarinstansi yang belum optimal, keterbatasan infrastruktur, ketegangan diplomatik, dan kebutuhan pemberdayaan masyarakat pesisir masih ada. Kesimpulannya, meskipun kebijakan telah menunjukkan hasil positif, diperlukan upaya berkelanjutan untuk mengatasi tantangan demi melindungi ekosistem laut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 

BIBLIOGRAFI

 

Attamimi, S. (2024). Global South Corridor sebagai Instrumen Diplomasi Indonesia dalam Implementasi Kerja Sama Konektivitas Maritim. Jurnal Hubungan Luar Negeri, 9(2), 182–209. https://doi.org/10.70836/jh.v9i2.82

Baiquni, M. I., Nadiyya, A. N., & Rosida, H. R. (2020). Penegakan hukum atas praktik illegal fishing di Indonesia sebagai perlindungan wilayah perairan Indonesia. Journal of Judicial Review, 22(1), 89–97. https://doi.org/10.37253/jjr.v22i1.794

Chapsos, I., Koning, J., & Noortmann, M. (2019). Involving local fishing communities in policy making: Addressing Illegal fishing in Indonesia. Marine Policy, 109, 103708. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2019.103708

Chapsos, I., & Malcolm, J. A. (2017). Maritime security in Indonesia: Towards a comprehensive agenda? Marine Policy, 76, 178–184. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2016.11.033

Constantino, M. M., Cubas, A. L. V., Silvy, G., Magogada, F., & Moecke, E. H. S. (2022). Impacts of illegal fishing in the inland waters of the State of Santa Catarina–Brazil. Marine Pollution Bulletin, 180, 113746. https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2022.113746

González-Andrés, C., Sánchez-Lizaso, J. L., Cortés, J., & Pennino, M. G. (2020). Illegal fishing in Isla del Coco National Park: Spatial-temporal distribution and the economic trade-offs. Marine Policy, 119, 104023. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2020.104023

Jamilah, A., & Disemadi, H. S. (2020). Penegakan Hukum Illegal Fishing dalam Perspektif UNCLOS 1982. Mulawarman Law Review, 29–46. https://doi.org/10.30872/mulrev.v5i1.311

Listiyono, Y., Prakoso, L. Y., & Sianturi, D. (2022). Strategi Pertahanan Laut dalam Pengamanan Alur Laut Kepulauan Indonesia untuk Mewujudkan Keamanan Maritim dan Mempertahankan Kedaulatan Indonesia. Jurnal Education and Development, 10(2), 319–324.

Martini, L. (2017). Implementasi Keamanan Maritim Di Wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia Berdasarkan Unclos 1982 Menuju Indonesia Sebagai Negara Maritim.

Minsas, S., Nurdiansyah, S. I., Helena, S., & Kurniadi, B. (2023). Analisis Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Pesisir. Empiricism Journal, 4(2), 407–412. https://doi.org/10.36312/ej.v4i2.1525

Mirrasooli, E., Ghorbani, R., Gorgin, S., Aghilinejhad, S. M., & Jalali, A. (2019). Factors associated with illegal fishing and fisher attitudes toward sturgeon conservation in the southern Caspian Sea. Marine Policy, 100, 107–115. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2018.11.028

Puspitaloka, D., Kim, Y.-S., Purnomo, H., & Fulé, P. Z. (2021). Analysis of challenges, costs, and governance alternative for peatland restoration in Central Kalimantan, Indonesia. Trees, Forests and People, 6, 100131. https://doi.org/10.1016/j.tfp.2021.100131

Rochwulaningsih, Y., Sulistiyono, S. T., Masruroh, N. N., & Maulany, N. N. (2019). Marine policy basis of Indonesia as a maritime state: The importance of integrated economy. Marine Policy, 108, 103602. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2019.103602

Rodrigues, R. (2020). Legal and human rights issues of AI: Gaps, challenges and vulnerabilities. Journal of Responsible Technology, 4, 100005. https://doi.org/10.1016/j.jrt.2020.100005

Temple, A. J., Skerritt, D. J., Howarth, P. E. C., Pearce, J., & Mangi, S. C. (2022). Illegal, unregulated and unreported fishing impacts: A systematic review of evidence and proposed future agenda. Marine Policy, 139, 105033. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2022.105033

 

© 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).