�PENTINGNYA KESETIAAN SUAMI ISTRI DI WILAYAH ROHANI ST. CAROLUS BOROMEUS PAROKI BUNDA HATI KUDUS WOLOAN

 

 

Johanes Danny Surentu1, Angela Paramitha Tirukan2

STP Don Bosco Tomohon, Indonesia1

STP Don Bosco Tomohon, Indonesia2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

 

Abstrak

Penelitian ini berfokus pada pentingnya kesetiaan suami istri di wilayah Rohani St. Carolus Boromeus Paroki Bunda Hati Kudus Woloan. Kesetiaan dianggap sebagai fondasi utama dalam pernikahan, dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan pemahaman pasangan mengenai makna kesetiaan serta upaya yang dilakukan untuk mempertahankannya. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus, melibatkan 20 pasangan suami istri yang diambil melalui purposive sampling dengan variasi usia perkawinan. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara terstruktur, dan dokumentasi, kemudian dianalisis dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil menunjukkan bahwa kesetiaan dianggap sebagai dasar hubungan, tercermin dalam dukungan, pemahaman, dan penghormatan satu sama lain. Pasangan menyadari tantangan seperti masalah komunikasi dan pengaruh lingkungan. Upaya mempertahankan kesetiaan meliputi menjaga komitmen, komunikasi terbuka, dan dukungan komunitas. Simpulan menegaskan bahwa kesetiaan adalah elemen vital dalam pernikahan, ditentukan oleh komitmen individu dan dukungan sosial. Kesetiaan yang dipahami dengan baik akan memperkuat hubungan, membantu mengatasi berbagai tantangan. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kesetiaan berkaitan erat dengan komunikasi yang baik dan dukungan emosional. Kerangka teori penelitian ini berfokus pada pandangan teologis dan psikologis mengenai kesetiaan, menekankan nilai moral dan spiritual dalam hubungan suami istri.

 

Kata kunci: Kesetiaan Suami Istri, Dasar hidup perkawinan, Kepercayaan

 

Abstract

This research focuses on the importance of husband and wife fidelity in the Rohani St. Carolus Boromeus Our Lady of the Sacred Heart Woloan Parish. Loyalty is considered the main foundation in marriage, influenced by various internal and external factors. The aim of this research is to understand and describe couples' understanding of the meaning of loyalty and the efforts made to maintain it. The method used was qualitative with a case study approach, involving 20 married couples taken through purposive sampling with varying ages of marriage. Data was collected through observation, structured interviews, and documentation, then analyzed by data reduction, data presentation, and drawing conclusions. Results indicate that loyalty is considered the basis of relationships, reflected in support, understanding, and respect for each other. Couples are aware of challenges such as communication problems and environmental influences. Efforts to maintain loyalty include maintaining commitment, open communication, and community support. The conclusion confirms that fidelity is a vital element in marriage, determined by individual commitment and social support. Well-understood loyalty will strengthen relationships, helping to overcome various challenges. Previous research shows that loyalty is closely related to good communication and emotional support. The theoretical framework of this research focuses on theological and psychological views regarding fidelity, emphasizing moral and spiritual values ​​in husband and wife relationships.

 

Keywords: Husband and Wife Fidelity, The Basis of Marital Life, Trust

*Correspondence Author: Johanes Danny Surentu

Email: [email protected]

 


 

PENDAHULUAN

 

Dalam Gereja Katolik pasangan suami istri dipersatukan dalam sebuah ikatan suci perkawinan yang membentuk sebuah keluarga (Kancak, 2014; Moa & Hewen, 2022). Keluarga dalam Gereja Katolik dipandang sebagai sebuah perwujudan yang utuh dari Gereja sebagai umat Allah atau dengan kata lain keluarga merupakan bagian dari hidup Gereja itu sendiri (Deguara, 2019; Pietkiewicz et al., 2021). Terbentuknya keluarga berawal dari lahirnya rasa cinta antara laki-laki dan perempuan sehingga mereka dipersatukan dalam sebuah sakramen perkawinan (Nanga et al., 2023). Keluarga adalah suatu unit sosial yang dibentuk melalui hubungan antar pribadi, termasuk hubungan sebagai suami-istri, kebapaan dan keibuan, serta hubungan dengan anak-anak dan persaudaraan (Wulandari, 2017). Melalui relasi-relasi ini, setiap anggota keluarga diintegrasikan atau digabungkan kedalam suatu kesatuan komunitas yang lebih luas, yaitu "keluarga manusia" dan "keluarga Allah" atau Gereja. Sedangkan Perkawinan adalah hal yang mulia dan kudus karena dalam perkawinan bukan hanya dari kemauan pria dan wanita, tetapi Tuhan sendirilah yang berkehendak. Injil Matius 19:6 berkata apa yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan manusia. Dalam perkawinan suami istri berjanji untuk selalu setia dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit (Conroy et al., 2018; Liao et al., 2023). Hal ini dapat diwujudkan jika masing-masing memperjuangkan cinta kasih dan kesetiaan. Gereja mengakui bahwa melalui perjanjian perkawinan, seorang pria dan seorang wanita membentuk sebuah lembaga yang memberi mereka kesempatan untuk hidup sebagai suami-istri yang diakui dan diterima dalam masyarakat. Perjanjian tersebut, yang disebut sebagai "foedus", membawa mereka ke dalam persekutuan seumur hidup yang ditujukan untuk kesejahteraan suami-istri serta kelahiran dan pendidikan anak-anak, dan diangkat oleh Kristus Tuhan ke martabat sakramen bagi mereka yang dibaptis (Deuterokanonika, 2016).

Penelitian ini berfokus pada pentingnya kesetiaan suami istri di Wilayah Rohani St. Carolus Boromeus Paroki Bunda Hati Kudus Woloan, sebagai bagian dari upaya untuk memahami dan mendalami berbagai aspek kesetiaan dalam kehidupan berkeluarga.

Dalam penelitian ini, terdapat masalah umum yang dihadapi, yaitu penurunan tingkat kesetiaan di kalangan pasangan suami istri, yang dapat berdampak negatif terhadap stabilitas keluarga. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemahaman pasangan suami istri mengenai arti kesetiaan, alasan mengapa kesetiaan dianggap penting dalam kehidupan berkeluarga, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesetiaan. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengetahui upaya yang dilakukan pasangan suami istri untuk mempertahankan kesetiaan dalam hubungan mereka.

Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas tema kesetiaan dalam perkawinan, seperti yang dilakukan oleh Budiyono (2007), yang menekankan pentingnya kesetiaan dan komitmen dalam hidup berkeluarga (Kristin et al., 2024; Waruwu & Agresia, 2024). Penelitian lain oleh Santoso (2015) menemukan bahwa faktor komunikasi yang baik dapat meningkatkan kesetiaan pasangan (Chow et al., 2021; G�l et al., 2023). Namun, penelitian ini berbeda karena fokusnya terletak pada konteks wilayah rohani spesifik dan perspektif pasangan dari berbagai usia pernikahan, serta bagaimana konteks sosial dan religius mempengaruhi pemahaman mereka tentang kesetiaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya kesetiaan suami istri di Wilayah Rohani St. Carolus Boromeus. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat, terutama dalam memperkuat nilai-nilai kesetiaan dalam perkawinan, serta menjadi bahan pertimbangan bagi pihak Gereja dalam mendukung pasangan suami istri melalui program-program yang relevan. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memperkaya literatur mengenai kesetiaan dalam konteks perkawinan Katolik dan memberikan rekomendasi bagi upaya peningkatan kesadaran akan pentingnya kesetiaan di dalam masyarakat.

 

 

METODE PENELITIAN

 

Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif (Hennink & Kaiser, 2022). Dalam penelitian ini peneliti memilih sumber data purposive sampling (Junus et al., 2023). Purposive sampling adalah teknik di mana peneliti memilih sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang relevan dengan tujuan penelitian, sehingga diharapkan dapat memberikan jawaban yang tepat untuk masalah penelitian (Retnawati, 2017). Peneliti memilih Purposive sampling karena peneliti menentukan sumber data yang dibagi menjadi 4 bagian yaitu 0-5 Tahun, 6-15 Tahun, 16-24 Tahun dan di atas 25 Tahun. Peneliti menentukan ini tentunya karena ada tujuan agar dapat melihat kesetiaan dari pandangan keluarga muda dan keluarga tua atau sudah lama usia perkawinannya.�

Tempat penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah Wilayah Rohani St. Carolus Boromeus Paroki Bunda Hati Kudus Woloan, yang terletak di kelurahan Woloan Satu, Kecamatan Tomohon Barat, Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara. Peneliti memilih untuk meneliti di wilayah rohani karena peneliti lebih mengetahui situasi dan kondisi tempat ini serta lebih mudah dijangkau

Dalam penelitian ini, peneliti secara langsung mengamati dan meneliti di tempat penelitian. Peneliti menggunakan Teknik wawancara terstruktur di mana peneliti telah menyusun beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Peneliti juga menggunakan Teknik wawancara tidak terstruktur, karena dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di mana peneliti memberikan pertanyaan lanjutan sesuai dengan konteks dari jawaban yang diberikan oleh narasumber. Dalam membantu peneliti memperkuat hasil penelitian, peneliti menggunakan dokumentasi dengan mengumpulkan data-data dari umat wilayah rohani St. Carolus Boromeus Paroki Bunda Hati Kudus Woloan dan bukti fisik dalan hal ini gambar yang di ambil pada saat melakukan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan kesimpulan.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.      Bagaimana pemahaman suami istri di wilayah rohani St. Carolus Boromeus Paroki Bunda Hati Kudus Woloan tentang arti atau makna kesetiaan suami istri?

Setelah melaksanakan penelitian di wilayah rohani St. Carolus Boromeus Paroki Bunda Hati Kudus Woloan. Peneliti menemukan beberapa pemahaman berdasarkan usia perkawinan, sebagai berikut:

a.      Usia Perkawinan 0-5 Tahun

Kesetiaan suami istri yang di mengerti oleh tentang bagaimana menjaga komitmen yang telah dibuat bersama untuk kesejahteraan rumah tangga dengan selalu mendukung segala niat baik dan cita-cita dari pasangan dan tidak melakukan hal yang tidak baik, misalnya menghadirkan orang ketiga karena perkawinan Katolik bersifat monogami. Kesetiaan juga berarti selalu ada dalam suka maupun duka.

b.      Usia Perkawinan 6-15 Tahun

Kesetiaan yang di mengerti oleh mereka dengan usia perkawinan 6-15 Tahun yaitu mewujudkan kesetiaan dengan tindakan seperti saling mengerti, saling memahami, saling menghormati, dan saling menjaga kepercayaan yang telah diberikan agar dapat hidup bersama selamanya.

c.      Usia Perkawinan 16-24 Tahun

Menurut mereka yang usia perkawinan 16-24 Tahun kesetiaan sudah tentang apa yang telah diajarkan oleh Gereja Katolik untuk tidak melakukan perceraian atau pembatalan nikah dengan selalu mengusahakan agar tetap hidup bersama selamanya, selalu saling menyayangi dan terbuka kepada pasangan.

d.      Usia Perkawinan 25 Tahun ke atas

Kesetiaan suami istri berarti mampu untuk melewati segala permasalahan yang ada dalam keluarga dan tetap hidup bersama-sama. Karena semakin lama perkawinan, maka segala tantangan, rintangan dan godaan akan semakin banyak. Kesetiaan dengan selalu menjaga janji-janji yang telah diucapkan. Selalu terbuka, jujur, menghargai, menghormati, memberi kasih sayang dan dukungan yang tulus.

 

2.      Mengapa kesetiaan suami istri sangat penting bagi umat wilayah nrohani St. Carolus Boromeus Paroki Bunda Hati Kudus Woloan?

Berdasarkan dengan hasil penelitian yang di temukan dari beberapa jawaban informan, peneliti menemukan beberapa hal, yaitu:

a.      Usia Perkawinan 0-5 Tahun

Mereka memandang bahwa kesetiaan penting karena tanpa kesetiaan hubungan akan hancur dan anak-anak akan menjadi korban, kesetiaan menjadi landasan utama dalam sebuah perkawinan tanpa kesetiaan hidup perkawinan hanya sia-sia.

b.      Usia Perkawinan 6-15 Tahun

Kesetiaan penting karena Gereja Katolik mengajarkan untuk tidak melakukan perceraian, harus menjaga janji perkawinan dan menjaga titipan Tuhan yaitu anak-anak, menjadikan kesetiaan sebagai dasar hidup sebagai suami istri.

c.      Usia Perkawinan 16-24 Tahun

Kesetiaan menjadi bagian penting dalam menjaga janji perkawinan dan membangun keutuhan hidup sebagai suami istri agar dapat hidup selamanya sampai maut memisahkan.

d.      Usia Perkawinan 25 Tahun ke atas

Kesetiaan sangat penting karena menjadi sebuah dasar hidup sebagai suami istri untuk menjaga hubungan di tengah banyaknya masalah dalam keluarga. Kesetiaan suami istri harus menjadi sebuah prinsip dan di jaga dengan baik, tanpa adanya kesetiaan hubungan tidak akan bertahan lama. Kesetiaan harus bisa menjaga komitmen dan janji yang telah diucapkan pada saat penerimaan sakramen perkawinan.


 

3.      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesetiaan dalam hidup sebagai suami istri? (Faktor Internal dan Faktor Eksternal)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilaksanakan di tempat penelitian, peneliti menemukan apa saja yang yang menjadi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kesetiaan suami istri, dari usia perkawinan muda hingga tua dan yang menjadi permasalahan pada umunya tentang hal yang sama, berikut faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kesetiaan sebagai suami istri di wilayah rohani St. Carolus Boromeus

Faktor internal:

a.      Usia Perkawinan 0-5 Tahun

1)     Kurangnya komunikasi

2)     Kurangnya kepercayaan/Keyakinan terhadap pasangan

3)     Komitmen�

4)     Ketidakstabilan keuangan

b.      Usia Perkawinan 6-15 Tahun

1)     Kurangnya kepercayaan

2)     Kurangnya komunikasi

3)     Keterbatasan dari pasangan

c.      Usia Perkawinan 16-24 Tahun

1)     Tidak saling menerima pendapat

2)     Kurangnya komunikasi

3)     Karakter pribadi yang kurang baik

d.      Usia Perkawinan di atas 25 Tahun

1)     Kurangnya komunikasi

2)     Keuangan

3)     Kurangnya kepercayaan

4)     Masalah anak

5)     Masalah pendengaran

6)     Kesulitan keluar dari konflik

7)     Perbedaan pendapat

8)     Tidak saling mendengarkan

Sumber permasalahan dari faktor eksternal dalam keluarga:

e.      Usia Perkawinan 0-5 Tahun

1)     Pengaruh orang tua, teman dan tetangga

f.       Usia Perkawinan 6-15 Tahun

1)     Pengaruh keluarga (orang tua mantu) dan kenalan

g.      Usia Perkawinan 16-24 Tahun

1)     Penggunaan handphone

2)     Pengaruh pekerjaan

3)     Pengaruh orang tua

h.      Usia Perkawinan di atas 25 Tahun

1)     Tantangan dan godaan (ketertarikan pada lawan jenis lain)

a)      Pengaruh pekerjaan

b)     Hasutan orang lain (teman)

c)      Penggunaan handphone

d)     Pengaruh orang tua dan keluarga

 

4.      Upaya-upaya yang dilakukan untuk oleh pasangan suami istri di wilayah rohani St. Carolus Boromeus Paroki Bunda Hati Kudus Woloan dalam menjaga kesetiaan suami istri dan menyelesaikan masalah dalam keluarga

Berikut upaya-upaya yang dilakukan oleh pasangan suami istri di wilayah rohani St. Carolus Boromeus, yaitu:

a.      Usia Perkawinan 0-5 Tahun

1)     Bersikap menghargai dan menghormati, terbuka dan tidak menyembunyikan sesuatu, menjaga kepercayaan, menjaga mata dan hati.

2)     Mengalah, saling memaafkan

b.      Usia Perkawinan 6-15 Tahun

1)     Memenuhi kebutuhan pasangan, selalu sabar, memahami dan mengerti pasangan, bekerjasama tidak mementingkan kepentingan sendiri, saling tukar pikiran dan berbagi cerita.

2)     Diam, menceritakan kepada orang tua, anak-anak dan teman, komunikasi yang baik.

c.      Usia Perkawinan 16-24 Tahun

1)     Memenuhi kebutuhan anak-anak dan pasangan, selalu terbuka dan berbicara jujur, mengerti dengan pasangan.

2)     Diam, mengalah dan saling memaafkan.

d.      Usia Perkawinan di atas 25 Tahun

1)     Menjaga komunikasi yang baik, mengingat anak-anak, memperbaiki sikap yang kurang baik, menjaga kepercayaan, saling menyayangi, mempertahankan kebiasaan-kebiasaan baik, memenuhi kebutuhan pasangan, mengutamakan kejujuran, saling memahami, mendengarkan, menghargai dan menghormati.

2)     Mengalah dan saling memaafkan, diam, menenangkan hati dan pikiran diluar, membuat suasana menjadi baik dengan bercanda. Diam.

 

Pembahasan

1.      Pemahaman suami istri di wilayah rohani St. Carolus Boromeus Paroki Bunda Hati Kudus Woloan tentang arti atau makna kesetiaan suami istri

Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan, peneliti melihat bahwa suami istri dari usia muda hingga tertua di wilayah rohani St. Carolus Boromeus Paroki Bunda Hati Kudus Woloan memiliki perbedaan dalam memahami tentang kesetiaan dalam hidup sebagai suami istri, misalnya mereka yang usia perkawinan masih terbilang muda mereka lebih melihat kesetiaan itu tentang bagaimana menjaga komitmen yang telah dibuat namun semakin tua usia perkawinan mereka lebih menyadari bahwa kesetiaan itu tetap hidup bersama dengan pasangan walau di perhadapkan dengan berbagai masalah dan harus bisa memikirkan anak-anak yang nantinya akan menjadi korban. Kesetiaan juga tentang bagaimana kita selalu ada dalam suka maupun duka sama seperti janji yang telah di ucapkan pada penerimaan sakramen perkawinan. Tapi pada dasarnya mereka melihat bahwa kesetiaan menjadi dasar untuk tetap bertahan dan hidup bersama selamanya. Dengan kesetiaan mereka taat terhadap janji yang telah diucapkan pada penerimaan sakramen perkawinan. Kesetiaan tercermin dalam sikap masing-masing yang saling menyayangi, perhatian, saling mendukung satu sama lain, bekerja sama, solid. Hal ini sesuai dengan yang telah dikemukakan oleh seorang ahli (Budiyono, 2007, p. 30), yaitu kesetiaan adalah orang yang berpendirian teguh, taat dengan perjanjian atau keputusan hasil musyawarah bersama, taat pada orang tua, keluarga, suku dan bangsa, dan tidak mudah terbujuk oleh orang lain atau harta. Kesetiaan mengandung aspek-aspek kebersamaan, solidaritas, dan empati. Dalam hal ini kesetiaan merujuk pada individu yang memiliki keyakinan yang kuat mematuhi sebuah perjanjian atau keputusan yang telah dihasilkan bersama dan tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain atau lingkungan luar. Konsep dari kesetiaan juga mencakup nilai-nilai seperti kerjasama, solidaritas dan empati.

 

2.      Kesetiaan sangat penting bagi suami istri di wilayah rohani St. Carolus Boromeus Paroki Bunda Hati Kudus Woloan

Berdasarkan hasil yang ditemukan oleh peneliti melalui wawancara, peneliti melihat bagaimana pemahaman suami istri mengenai pentingnya kesetiaan suami istri. Peneliti melihat bahwa pasangan suami istri memandang kesetiaan itu adalah hal yang sangat penting dalam hidup perkawinan sebagai suami istri, karena kesetiaan menjadi dasar atau sebagai fondasi dari bertahannya sebuah hubungan suami istri. Pentingnya kesetiaan dalam menjaga janji perkawinan dan keutuhan dalam hidup sebagai suami istri. Dalam perkawinan antara suami dan istri, suami hanya bisa memiliki satu istri dan istri hanya bisa memiliki satu suami, karena apa yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan manusia, sesuai isi dari injil Mat. 19:6 �Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia�. Dalam ajaran gereja katolik sangat ditegaskan mengenai kesetiaan pasangan suami istri, sesuai dengan apa yang telah dijanjikan pada waktu mengucapkan janji perkawinan untuk selalu setia. Mereka juga memandang bahwa perkawinan katolik itu tak terceraikan atau tak terpisahkan. Seseorang hanya bisa melangsungkan perkawinan kedua jika pasangan yang pertama sudah meninggal. Hal ini sesuai dengan isi Kanon 1056, yaitu maka dari itu setiap pasangan dalam gereja katolik sangat ditekankan mengenai kesetiaan dalam hidup perkawinan. Karena dalam ajaran Gereja Katolik perkawinan itu bersifat tak terceraikan dan mengutamakan kesatuan antara suami-istri dalam hidup perkawinan mereka. Peneliti melihat bahwa semakin lama hidup berkeluarga maka sangat penting juga menjaga kesetiaan. Mereka yang usia perkawinannya masih terbilang muda lebih menekankan tentang menjaga mata, hati, dan pikiran sedangkan yang sudah terbilang tua sudah harus bisa berusaha untuk bisa menyelesaikan masalah bersama dan menjaga anak-anak sebagai titipan Tuhan.

Dalam perkawinan antara suami dan istri, suami hanya bisa memiliki satu istri dan istri hanya bisa memiliki satu suami. Karena apa yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan manusia.

 

3.      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesetiaan dalam hidup sebagai suami istri? (Faktor Internal dan Faktor Eksternal)

Berdasarkan dengan hasil temuan dari peneliti, peneliti melihat� bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesetiaan suami istri berasal dari lingkungan luar dan dari dalam diri sendiri dalam hal ini adanya masalah dari faktor eksternal dan faktor internal yang pada umumnya sama. Misalnya masalah dari faktor internal yaitu, kurangnya komunikasi. Kurangnya komunikasi membuat pasangan suami istri sering terjadi ke salah pahaman terlebih ada beberapa keluarga yang jarang bersama. Dan ketika ada yang tidak disukai dari pasangan mereka hanya diam tanpa mengkomunikasikan dengan pasangan sehingga membuat pertengkaran berkepanjangan, Merasa kebutuhan tidak terpenuhi, kurangnya kepercayaan kepada pasangan, komitmen. Sedangkan dari faktor eksternal, misalnya pengaruh penggunaan teknologi handphone (whatsapp, facebook, dan e-mail), pengaruh lingkungan luar/sosial (keluarga, teman, kerabat dan tetangga), kesulitan keluar dari konflik, tidak mendapatkan dukungan dari pasangan masing-masing. dari hasil wawancara ini pada dasarnya sama seperti teori yang telah dipaparkan dalam bab II mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesetiaan baik dari faktor internal maupun faktor eksternal yang telah ditemukan dalam beberapa buku.

 

4.      Upaya apa yang dilakukan oleh pasangan suami istri di Wilayah Rohani St. Carolus Boromeus Paroki Bunda Hati Kudus Woloan dalam menjaga kesetiaan dan mengatasi berbagai permasalahan baik dari faktor internal maupun faktor eksternal?

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti melihat bagaimana upaya-upaya atau usaha-usaha yang dilakukan oleh pasangan suami istri dalam menjaga kesetiaan dan menghadapi permasalahan yang terjadi dalam hidup sebagai suami istri. Peneliti melihat upaya yang dilakukan seperti lebih memahami dan mengerti dengan pasangan, serta selalu menjaga penglihatan ketika berada diluar karena tugas dan pekerjaan, menjaga ucapan agar tidak mudah membuat pasangan tersinggung dan marah, menjaga pikiran agar tidak terpikir untuk melakukan hubungan diluar perkawinan, hal ini seperti yang ada dalam buku selamatkan keluarga anda (Juandi, 2017, p. 42), yaitu Untuk menjaga kesetiaan dalam perkawinan, seseorang harus bisa menghindari segala hal yang dapat mengganggu hubungan sebagai suami istri, misalnya dengan menjaga penglihatan, pikiran, dan emosi agar seseorang dapat mempertahankan komitmen terhadap pasangannya. Selain itu, penting juga untuk menjaga diri dalam interaksi sosial agar tidak terjerumus dalam hubungan yang tidak sehat yang dapat berpotensi menyebabkan perselingkuhan. Terutama lingkungan kerja di kantor atau dalam konteks bisnis seringkali menjadi tempat di mana orang dapat tergoda untuk menjalin hubungan di luar perkawinan mereka. Dalam menjaga kesetiaan berbagai upaya mereka juga melakukan cara dengan meningkatkan kualitas hubungan mereka, saling mendukung, menjaga hati dan pikiran, menjaga diri agar tidak mudah tergoda oleh lingkungan luar. Hal ini selaras dengan isi dari Sujoko (2011), yaitu Kesetiaan pada janji perkawinan merupakan syarat mutlak bagi keharmonisan hidup berkeluarga. Tidaklah sulit untuk mengucapkan janji, yang sulit adalah melaksanakannya. Kesetiaan janji perkawinan dapat dipertahankan melalui dua cara. Pertama dengan cara menghindari hal-hal yang dapat melanggar kesetiaan perkawinan. Misalnya dengan menjaga penglihatan, pikiran dan hati supaya tidak tergoda untuk menyeleweng. Menjaga diri dalam pergaulan. Dan cara yang ke dua untuk mempertahankan kesetiaan perkawinan ialah dengan meningkatkan kwalitas relasi pasutri. Pasangan harus merasa didukung untuk mengembangkan dirinya, memberi kesempatan kepada pasangan untuk mengembangkan bakatnya dan kepribadiannya bisa bermanfaat untuk relasi suami istri itu sendiri. Pasangan suami istri harus mampu untuk selalu sabar dan mengalah.

 


 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Pentingnya Kesetiaan Suami Istri di Wilayah Rohani St. Carolus Boromeus Paroki Bunda Hati Kudus Woloan, maka peneliti menarik beberapa kesimpulan yaitu kesetiaan sebagai Fondasi Utama: Pasangan suami istri di wilayah tersebut memahami bahwa kesetiaan adalah fondasi utama dalam pernikahan, yang membantu mereka menghadapi berbagai tantangan. Kesetiaan berarti menjaga janji perkawinan, saling menyayangi, memahami, mendukung, dan bekerjasama. Ini adalah komitmen yang diwujudkan dalam tindakan sehari-hari dan menguatkan hubungan mereka secara harmonis. Kesetiaan dalam Ajaran Gereja: Kesetiaan dianggap sebagai elemen vital dalam pernikahan menurut ajaran Gereja Katolik, yang menekankan perkawinan yang monogam dan tak terpisahkan. Pasangan didorong untuk memahami bahwa perkawinan tidak boleh dengan mudah diceraikan, sesuai dengan Injil Matius 19:6. Faktor Penyebab Konflik: Konflik dalam rumah tangga dapat disebabkan oleh faktor internal seperti kurangnya komitmen, komunikasi, dan kepercayaan, serta faktor eksternal seperti pengaruh orang tua, teman, dan lingkungan. Upaya Penyelesaian Masalah: Pasangan berupaya menyelesaikan masalah dengan komunikasi terbuka, saling menghargai, menjaga janji perkawinan, membangun kepercayaan, menghabiskan waktu bersama, menghindari godaan, mendapatkan dukungan dari lingkungan, dan mengandalkan pendidikan serta nilai agama.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Chow, E. O. W., Wong, Y. Y., Fok, D. Y. H., Liao, X., & Li, C. (2021). Positive life stories of Stroke-Survivor�s spousal caregiving in Hong Kong: Lessons for policy and practice. Social Science & Medicine, 291, 114476. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2021.114476

Conroy, A. A., McKenna, S. A., Comfort, M. L., Darbes, L. A., Tan, J. Y., & Mkandawire, J. (2018). Marital infidelity, food insecurity, and couple instability: A web of challenges for dyadic coordination around antiretroviral therapy. Social Science & Medicine, 214, 110�117. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2018.08.006

Deguara, A. (2019). Sexual morality and shame among catholics whose lifestyle does not conform to church teaching. Sexuality & Culture, 23(3), 793�810. https://doi.org/10.1007/s12119-019-09591-w

Deuterokanonika, A. (2016). Konferensi Waligereja Indonesia. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.

G�l, İ., Helvacıoğlu, E. T., & Sara�lı, S. (2023). Service quality, outpatient satisfaction and loyalty in community pharmacies in Turkey: A structural equation modeling approach. Exploratory Research in Clinical and Social Pharmacy, 12, 100361. https://doi.org/10.1016/j.rcsop.2023.100361

Hennink, M., & Kaiser, B. N. (2022). Sample sizes for saturation in qualitative research: A systematic review of empirical tests. Social Science & Medicine, 292, 114523. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2021.114523

Junus, A., Hsu, Y.-C., Wong, C., & Yip, P. S. F. (2023). Is internet gaming disorder associated with suicidal behaviors among the younger generation? Multiple logistic regressions on a large-scale purposive sampling survey. Journal of Psychiatric Research, 161, 2�9. https://doi.org/10.1016/j.jpsychires.2023.02.038

Kancak, M. K. L. (2014). Perkawinan yang tak terceraikan menurut hukum kanonik. Lex et Societatis, 2(3). https://doi.org/10.35796/les.v2i3.4660

Kristin, A., Aprinata, A., Natalia, N., & Sarmauli, S. (2024). Pandangan Etika Kristen Terhadap Perkawinan. Sinar Kasih: Jurnal Pendidikan Agama Dan Filsafat, 2(4), 275�284. https://doi.org/10.55606/sinarkasih.v2i4.421

Liao, Z., Wang, C., Lan, X., Wu, J., Yuan, X., Wu, Y., & Hu, R. (2023). Never forsake�The positive experiences of dyadic coping among patients with acute leukemia and their spouses: A qualitative study. European Journal of Oncology Nursing, 62, 102262. https://doi.org/10.1016/j.ejon.2022.102262

Moa, A., & Hewen, Y. P. (2022). Cinta Kasih Suami-Istri sebagai Fondasi Kehidupan Keluarga Kristiani: Suatu Uraian Moral Kristiani menurut Paus Fransiskus dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia. Logos, 153�168. https://doi.org/10.54367/logos.v19i2.2108

Nanga, M. F., Tukan, P., & Kwen, K. M. (2023). Penghayatan Kesetiaan Perkawinan Katolik Di Lingkungan Sanhora Lajari Gege. JAPB: Jurnal Agama, Pendidikan Dan Budaya, 4(2), 120�127. https://doi.org/10.56358/japb.v4i2.241

Pietkiewicz, I. J., Kłosińska, U., Tomalski, R., & van der Hart, O. (2021). Beyond dissociative disorders: a qualitative study of Polish catholic women reporting demonic possession. European Journal of Trauma & Dissociation, 5(4), 100204. https://doi.org/10.1016/j.ejtd.2021.100204

Retnawati, H. (2017). Teknik pengambilan sampel. Disampaikan Pada Workshop Update Penelitian Kuantitatif, Teknik Sampling, Analisis Data, Dan Isu Plagiarisme, 1�7.

Waruwu, E. W., & Agresia, D. (2024). Menjalani Cinta Yang Berlandaskan Kristus: Panduan Alkitabiah Untuk Mencari Pasangan Hidup Di Era Kontemporer. Lumen: Jurnal Pendidikan Agama Katekese Dan Pastoral, 3(1), 188�201. https://doi.org/10.55606/lumen.v3i1.341

Wulandari, O. (2017). Pemeliharaan hubungan antara orangtua yang bercerai dan anak (studi kualitatif deskriptif komunikasi antarpribadi antara orangtua yang memiliki hak asuh dengan anaknya). Komuniti: Jurnal Komunikasi Dan Teknologi Informasi, 8(1), 3�18. https://doi.org/10.23917/komuniti.v8i1.2928

 

 

� 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).