Universitas Lampung, Indonesia1
Universitas Gunadarma,
Indonesia2
Email: [email protected]
Abstrak |
Sudu turbin angin memiliki prinsip kerja mengkonversi energi angin menjadi energi mekanik. Bentuk sudu dipengaruhi oleh profil airfoil yang memiliki karakteristik aerodinamika berupa koefisien momen (CM) yang mempengaruhi peforma gaya aerodinamis yang dihasilkan
oleh sudu. Penelitian ini
bertujuan menganalisis peforma sudu turbin angin H-Rotor dengan jenis airfoil NACA 0018,
SELIG 1210, dan FX 63-137 menggunakan metode Blade Element Theory. Metode penelitian
dilakukan dengan menguji karakteristik aerodinamika airfoil di terowongan
angin rangkaian terbuka pada kecepatan angin 7,2 m/s. Metode analisis dilakukan dengan menganalisis gaya hambat (FD), gaya angkat (FL), gaya normal (FN), gaya tangensial (FT) yang dihasilkan setiap posisi sudu. Posisi sudu dipengaruhi oleh sudut azimuth (θ) yang terdapat
pada setiap sudu turbin angin tipe H-Rotor sehingga nilai sudut serang
berubah � ubah pada setiap posisi sudu. Hasil analisis menjelaskan gaya tangensial mempengaruhi torsi serta daya yang akan dihasilkan. Novelty dari penelitian ini terletak pada pendekatan sistematis dalam pemilihan airfoil yang
optimal berdasarkan analisis
gaya aerodinamis secara komprehensif, dengan fokus khusus pada perbandingan karakteristik udara dalam berbagai posisi sudu. Pemilihan airfoil NACA 0018 dengan
sudut serang pemasangan awal sebesar 15� menghasilkan rata �
rata gaya tangensial selama satu putaran
sebesar 502,2 Newton menjadi
pilihan yang tepat digunakan pada Turbin angin
H-Rotor jenis 3 sudu. Kata kunci: Airfoil,
Blade Elemnt Theory, Sudu, Turbin Angin H-Rotor |
|
Abstract |
Wind turbine
blades have the working principle of converting wind energy into mechanical
energy. The shape of the blade is influenced by the profile of the airfoil
which has aerodynamic characteristics in the form of a moment coefficient
(CM) that affects the performance of the aerodynamic force produced by the
blade. This study aims to analyze the performance of H-Rotor wind turbine
blades with NACA 0018, SELIG 1210, and FX 63-137 airfoil types using the
Blade Element Theory method. The research method was carried out by testing
the aerodynamic characteristics of airfoils in an open-circuit wind tunnel at
a wind speed of 7.2 m/s. The analysis method was carried out by analyzing the
drag force (FD), lift force (FL), normal force (FN), tangential force (FT)
produced by each blade position. The position of the blade is influenced by
the azimuth angle (θ) contained in each H-Rotor type wind turbine blade
so that the value of the angle of attack changes at each blade position. The
results of the analysis explain that tangential force affects the torque and
power to be produced. The novelty of this study lies in a systematic
approach in selecting the optimal airfoil based on a comprehensive analysis
of aerodynamic forces, with a special focus on the comparison of air
characteristics in various blade positions.�
The selection of NACA 0018 airfoil with an initial installation attack
angle of 15� produces an average tangential force over one revolution of
502.2 Newtons, making it the right choice to use in a 3-blade H-Rotor wind
turbine. Keywords: Airfoil, Blade Elemnt
Theory, Spoon, H-Rotor Wind Turbine |
*Correspondence
Author: Mochammad Resha
Email:
[email protected]
PENDAHULUAN
�Angin adalah udara yang bergerak dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah dan perbedaan tekanan udara disebabkan oleh perbedaan temperatur udara akibat pemanasan
yang tidak merata oleh sinar matahari (Saefudin &
Widiyananto, 2021; Zhang et al., 2018). Angin yang bergerak mengandung energi kinetik yang dapat dirubah ke
energi mekanik atau listrik melalui
turbin angin (Hafiz &
Abdennour, 2015). Maka kincir atau turbin angin
sering disebut sebagai Sistem Konversi Energi Angin (SKEA). Kecepatan angin di Indonesia berkisar antara 2 m/s - 6 m/s dan dengan kondisi tersebut Indonesia dinilai cocok untuk
membangun pembangkit listrik tenaga angin skala kecil
(10 kW) dan menengah (10 � 100 kW).[3] Turbin angin dengan sumbu
horizontal mempunyai sudu
yang berputar seperti halnya propeler pesawat terbang, sedangkan turbin angin dengan
sumbu vertikal sudunya berputar dalam bidang yang paralel dengan tanah. Dimana setiap jenis turbin angin
memiliki kelebihan dan kekurangan yang dipengaruhi beberapa faktor seperti kecepatan angin, bentuk sudu,
ketinggian pemasangan, dan lainnya. Pada tahun 2025 pemerintah Indonesia menargetkan pengembangan potensi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu atau
Angin (PLTB) sebesar 2.500
MW, sehingga target 25 persen
pemakaian energi terbarukan hingga tahun 2025 dapat terpenuhi dan pengembangan PLTB diharapkan membantu pengurangan emisi sebesar 29 persen di tahun 2030.
Prinsip kerja sudu turbin angin
Darrieus tipe H-Rotor yaitu memanfaatkan gaya angkat yang dihasilkan dari jenis airfoil yang digunakan (Wicaksono, 2023). Gaya angkat pada
airfoil bergantung pada koefisien
gaya angkat yang dihasilkan oleh airfoil tersebut (Oukassou et al.,
2019). Koefisien gaya angkat (CL) dipengaruhi oleh desain bentuk chamber dari airfoil.
Parameter geometri pada airfoil seperti
chord line, maximum chamber, dan thickness sangatlah berpengaruh untuk menghasilkan gaya � gaya aerodinamika� pada sudu.
Analisis peforma turbin angin diperlukan
guna menciptakan kinerja turbin angin yang efisien dalam mengkonversi energi kinetik menjadi putaran pada poros (Pratama, 2023). Salah satu metode analisis sudu yaitu Blade Element Theory
yang dipopulerkan oleh Drzwiecki
pada tahun 1892 dengan menganalisis gaya angkat (FL), gaya hambat (FD), gaya normal (FN), gaya tangensial (FT), torsi
(τ), daya (P), dan efisiensi
(η) pada sudu (Mahmuddin, 2017;
Sun et al., 2016). Faktor bentuk geometri sudu atau
disebut airfoil, berpengaruh
terhadap gaya angkat dan gaya hambat yang mempengaruhi gaya normal dan gaya tangensial terhadap peforma turbin angin yang dihasilkan (SAPTO &
RUMAKSO, 2021).
Tujuan penelitian ini menentukan jenis airfoil yang tepat digunakan pada turbin angin jenis
H-Rotor dengan membandingkan
ketiga jenis airfoil blade tipe NACA 0018, SELIG 1210, dan FX 1637 (Kurniawati &
Sukanda, 2020; Suprapto & Muttaqin, 2022). Hasil penelitian dengan membandingkan karakteristik nilai gaya hambat, gaya
angkat, gaya normal, dan gaya tangensial berdasarkan hasil pengujian airfoil di Terowongan Angin pada kecepatan dan pemasangan sudut pada sudu tertentu.
METODE
PENELITIAN
Penelitian
ini dilakukan secara eksperimental pada terowongan angin (wind tunnel) jenis
open loop, yang dilakukan di Balai Besar Aerodinamika Aeroakustika Aeroelastika
(BBTA3) di BRIN Serpong (Reinker et al., 2017).
Airfoil yang digunakan pada penelitian ini jenis NACA 0018, SELIG 1210, dan FX
1637 seperti yang digambarkan pada Gambar 1.
(a) |
(b) |
(c) |
Gambar 1.� Jenis Airfoil Turbin Angin H-Rotor
(a) NACA 0018 (b) SELIG 1210 (c) FX 1637
Parameter
terkait airfoil dan kondisi saat pengujian dapat dilihat pada Tabel 1 dan
Gambar 2.
Tabel 1. Parameter Pengujian di Terowongan
Angin
Parameter |
Nilai |
||
Lebar Airfoil |
0,496 m |
||
Panjang Chord Airfoil |
0,3 m |
|
|
Kecepatan Angin |
7,2 m/s |
|
|
Temperature Udara |
27˚C |
|
|
Massa Jenis Udara |
1,176 kg/m3 |
|
|
Viskositas Dinamik |
1,854 x 10-5
Pa.s |
|
|
Reynolds Number |
137056 |
|
|
Gambar 2.
Pengujian Airfoil
Pelaksanaan
penelitian secara sistematis digambarkan pada diagram alir penelitian Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir penelitian
Metode
analisis Blade Element Theory pada turbin angin H-Rotor dijabarkan pada
beberapa persamaan berikut:
Gambar 4. Kecepatan dan Gaya pada Turbin Angin H-Rotor
Kecepatan
relatif� (W) yang mengenai sudu
dirumuskan sebagai berikut.
Turbin
angin Darrieus tipe H-Rotor memiliki sudut serang yang terletak antara garis chord
sudu dengan garis komponen kecepatan relatif. Sudut serang dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti, tip speed ratio (λ) , sudut azimuth (𝜃), dan
sudut pitch (φ). Semakin besar tip speed ratio, maka nilai sudut serang
akan semakin kecil [19]. Nilai sudut serang (α) dipengaruhi sudut pitch
yang berubah ubah. Persamaan mencari sudut pitch pada 0�> θ <180�
dirumuskan sebagai berikut.
Untuk
sudut pitch 180� > θ < 360� yaitu
Dan,
untuk sudut azimuth 0� dan 180� nilai sudut serang dan sudut pitch adalah sama.
Perubahan sudut serang sebagai fungsi tip speed ratio, sudut azimuth, dan sudut
pitch digambarkan pada Gambar berikut.
Gambar
5. Perubahan Sudut Serang di Turbin Angin H-Rotor
Ketika
sudu terkena hembusan angin maka menghasilkan gaya angkat (FL) yaitu gaya yang
tegak lurus dengan kecepatan relatif angin dan gaya hambat (FD) yaitu gaya yang
sejajar dengan kecepatan relatif . Pada sebuah airfoil terdapat gaya normal
(FN) yaitu gaya yang tegak lurus dengan chord sudu, sedangkan gaya tangensial
(FT) yaitu gaya yang sejajar dengan chord sudu.. Gaya Tangensial bepengaruh
terhadap nilai torsi serta daya yang akan dihasilkan (Ali et al., 2018).
Gaya tangensial bepengaruh terhadap nilai torsi (τ) serta daya (P) yang akan dihasilkan dengan persamaan berikut.
Berdasarkan Blade Element Theory (BET) analisis
gaya aerodinamis perlu memahami bahwa setiap perubahan
sudut azimuth mempengaruhi sudut serang dari
airfoil yang bekerja, sehingga
kinerja gaya yang dihasilkan akan berbeda pada setiap posisinya. Hubungan antara koefisien daya 〖(C〗_P) dan koefisien momen (C_M) juga berpengaruh terhadap sudut pemasangan sudu turbin dengan tip speed ratio
(λ) rencana sebesar
6,4 yang dirumuskan Persamaan
berikut.
Skema diagram perubahan sudut serang terhadap
sudut azimuth pada turbin angin tipe H-Rotor yaitu.
Gambar 6. Perubahan
sudut Serang terhadap Sudut Azimuth Sudu
Analisis gaya aerodinamis
sudu turbin angin H-rotor, penulis membagi sebanyak delapan posisi perubahan sudu dalam satu putaran
(360�). Turbin angin H-rotor memiliki
tiga sudu dengan sudut azimuth awal 0� untuk sudu
pertama, sudut azimuth awal 120� untuk sudu kedua, dan sudut azimuth 240� untuk sudu ketiga yang terbagi dalam delapan
posisi, Sudut serang pada sudu akan berubah-ubah pada setiap sudut azimuth yang seperti yang dirumuskan pada persamaan 2.11. Tabel 2 menampilkan
nilai sudut azimuth pada ketiga sudu disetiap
posisi sudunya berdasarakan Gambar 5.
Tabel 2. Posisi Sudu terhadap Sudut Azimuth
Posisi Sudu |
Sudut Azimuth (θ) |
||
Sudu 1 |
Sudu 2 |
Sudu 3 |
|
1 |
0 |
120 |
240 |
2 |
45 |
165 |
285 |
3 |
90 |
210 |
330 |
4 |
135 |
255 |
15 |
5 |
180 |
300 |
60 |
6 |
225 |
345 |
105 |
7 |
270 |
30 |
150 |
8 |
315 |
75 |
195 |
Analisis Data
Analisis
data dilakukan terhadap gaya angkat, gaya hambat, gaya normal, dan gaya
tangensial dari masing-masing airfoil. Hasil rata-rata gaya aerodinamik yang
dihasilkan selama satu putaran untuk setiap airfoil disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Rata-rata
Gaya Aerodinamik
Airfoil Gaya |
Angkat (N) Gaya |
Hambat (N) Gaya |
Normal (N) Gaya |
Tangensial (N) |
NACA 0018 |
1278,1 |
-122,7 |
1159,5 |
502,2 |
SELIG 1210 |
1296,1 |
61,9 |
1247,2 |
322,6 |
FX 63-137 |
1670,5 |
59,8 |
1600,9 |
432,9 |
Dari
hasil analisis, terlihat bahwa airfoil FX 63-137 menghasilkan gaya angkat
terbesar, sedangkan gaya hambat terbesar dihasilkan oleh airfoil SELIG 1210.
Pemilihan airfoil yang tepat dapat mempengaruhi efisiensi turbin angin H-Rotor
secara signifikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Analisis Karakteristik Airfoil
Blade
Hasil analisis tiga jenis
airfoil blade yang telah dilakukan pengujian pada terowongan angin� dan divalidasi dengan simulasi software XFLR5
disajikan pada Tabel 3, 4, dan 5 untuk mendapatkan sudut pasang sudu yang
optimal disetiap jenis airfoil.
Tabel 3. Karakteristik Aerodinamik
Airfoil NACA 0018
α (�) |
CD |
CL |
CL/CD |
CM |
CP |
-5 |
-0,102 |
-0,016 |
0,155 |
0,013 |
0,083 |
0 |
-0,051 |
-0,038 |
0,732 |
0,001 |
0,274 |
5 |
0,016 |
0,493 |
30,600 |
0,002 |
54,287 |
9 |
0,023 |
0,848 |
36,997 |
0,024 |
64,980 |
12 |
0,018 |
1,133 |
64,198 |
0,045 |
123,1 |
14 |
0,009 |
1,199 |
127,57 |
0,053 |
145,86 |
15 |
0,003 |
1,208 |
375,78 |
0,058 |
159,02 |
16 |
-0,213 |
1,237 |
-5,793 |
0,153 |
420.32 |
17 |
-0,249 |
1,312 |
-5,270 |
0,166 |
454,59 |
19 |
-0,336 |
1,298 |
-3,869 |
0,202 |
553,29 |
22 |
-0,324 |
1,302 |
-4,013 |
0,204 |
559,87 |
24 |
-0,308 |
1,303 |
-4,226 |
0,203 |
556,58 |
Tabel 4. Karakteristik Aerodinamik
Airfoil SELIG 1210
α (�) |
CD |
CL |
CL/CD |
CM |
CP |
-5 |
-0,049 |
0,014 |
-0,277 |
0,012 |
0,077 |
0 |
0,017 |
0,225 |
-83,9 |
0,036 |
0,230 |
5 |
0,046 |
0,594 |
12,938 |
0,042 |
0,269 |
10 |
0,061 |
0,749 |
12,311 |
0,047 |
0,301 |
14 |
0,072 |
1,131 |
15,667 |
0,051 |
0,326 |
15 |
0,068 |
1,268 |
18,050 |
0,062 |
0,397 |
16 |
0,076 |
1,394 |
18,404 |
0,064 |
0,410 |
18 |
0,049 |
1,526 |
30,997 |
0,076 |
0,486 |
20 |
0,047 |
1,604 |
116,69 |
0,076 |
0,570 |
22 |
0,031 |
1,594 |
114,40 |
0,091 |
0,576 |
24 |
0,033 |
1,435 |
-5,133 |
0,093 |
0,595 |
Tabel 5. Karakteristik
Aerodinamik Airfoil FX 63-137
α (�) |
CD |
CL |
CL/CD |
CM |
CP |
-5 |
-0,102 |
-0,016 |
0,155 |
0,013 |
0,083 |
0 |
-0,051 |
-0,038 |
0,732 |
0,001 |
0,274 |
5 |
0,016 |
0,493 |
30,600 |
0,002 |
54,287 |
9 |
0,023 |
0,848 |
36,997 |
0,024 |
64,980 |
12 |
0,018 |
1,133 |
64,198 |
0,045 |
123,1 |
14 |
0,009 |
1,199 |
127,57 |
0,053 |
145,86 |
15 |
0,003 |
1,208 |
375,78 |
0,058 |
159,02 |
16 |
-0,213 |
1,237 |
-5,793 |
0,153 |
420.32 |
17 |
-0,249 |
1,312 |
-5,270 |
0,166 |
454,59 |
19 |
-0,336 |
1,298 |
-3,869 |
0,202 |
553,29 |
22 |
-0,324 |
1,302 |
-4,013 |
0,204 |
559,87 |
24 |
-0,308 |
1,303 |
-4,226 |
0,203 |
556,58 |
Berdasarkan data Tabel 3,
Tabel 4, dan Tabel 5 bahwa besar sudut serang yang digunakan adalah 20� untuk
airfoil SELIG 1210, 15� untuk airfoil NACA 0018 dan FX 63-137 yang berdasarkan
nilai efisiensi aerodinamis (CL/CD) terbesar, yang sejalan dengan temuan dalam
penelitian oleh Smith et al. (2020), yang menunjukkan bahwa sudut serang optimal berkontribusi signifikan terhadap peningkatan performa aerodinamis pada turbin angin.
2.
Analisis Gaya Aerodinamik Sudu
Turbin
Analisis gaya aerodinamik pada
turbin angin H-rotor yang dihasilkan berupa gaya angkat, gaya hambat, gaya
normal, dan gaya tangensial setiap posisi sudunya berdasarkan Gambar 5 (Mohamed et al.,
2019; Peng et al., 2021). Hasil analisis gaya angkat,
gaya hambat, gaya normal, dan gaya tangensial setiap posisi sudunya untuk
airfoil NACA 0018 ditunjukkan pada Gambar 7, 8, 9 dan 10.
Gambar 7. Perbandingan Gaya Angkat
setiap posisi sudu Airfoil NACA 0018
Gambar 8. Perbandingan Gaya Hambat
setiap posisi sudu Airfoil NACA 0018
Gambar 9. Perbandingan Gaya Normal
setiap posisi sudu airfoil NACA 0018
Gambar 10. Perbandingan Gaya Tangensial
setiap posisi sudu airfoil NACA 0018
Berdasarkan Gambar 6, 7, 8,
dan 9 menjelaskan bahwa karakteristik airfoil NACA 0018 memiliki gaya angkat
pada posisi sudu ke 6 dengan gaya hambat yang bersifat reversible pada posisi
sudu ke 5. Gaya tangensial pada posisi sudu ke 7 memiliki nilai terbesar meskipun
ketiga gaya lainnya memiliki nilai paling rendah di posisi yang sama. Hasil
rata � rata gaya aerodinamik yang dihasilkan dalam satu putaran sebesar 1278,1
N gaya angkat, -122,7 N gaya hambat, 1159,5 N gaya normal, dan 502,2 N gaya
tangensial.
Hasil ini menunjukkan bahwa
meskipun gaya hambat pada posisi tertentu dapat bersifat negatif, gaya angkat
tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja turbin. Temuan ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Johnson dan Brown (2019), yang menunjukkan
bahwa gaya angkat yang lebih tinggi di posisi tertentu dapat meningkatkan
efisiensi keseluruhan turbin. Analisis empat gaya
aerodinamik untuk airfoil SELIG 1210 ditunjukkan pada Gambar 11, 12, 13, dan 14 sebagai berikut.
Gambar 11. Perbandingan Gaya Angkat
setiap posisi sudu airfoil SELIG 1210
Gambar 12. Perbandingan Gaya Hambat
setiap posisi sudu airfoil SELIG 1210
Gambar 13. Perbandingan Gaya Normal
setiap posisi sudu airfoil SELIG 1210
Gambar 14. Perbandingan Gaya Tangensial
setiap posisi sudu airfoil SELIG 1210
Berdasarkan analisis keempat
gaya aerodinamika airfoil SELIG 1210 pada Gambar 11, 12, 13, dan 14 memiliki kesamaan pola trend
menurun terhadap perubahan posisi sudu pada semua gaya kecuali gaya hambat yang
cenderung stabil. Hasil rata � rata gaya aerodinamik dalam satu putaran
menghasilkan 1296,1 N gaya angkat; 61,9 N gaya hambat;� 1247,2 N gaya normal; dan 322,6 N gaya
tangensial. Pola ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Lee et al. (2021),
yang mencatat bahwa desain airfoil yang optimal akan menghasilkan gaya angkat
yang lebih konsisten dan rendahnya gaya hambat.
Untuk airfoil FX 1637, hasil
analisis gaya aerodinamik ditunjukkan pada Gambar 15 hingga Gambar 18.
Gambar 15. Perbandingan Gaya Angkat
setiap posisi sudu airfoil FX 1637
Gambar 16. Perbandingan Gaya Hambat
setiap posisi sudu airfoil FX 1637
Gambar 17. Perbandingan Gaya Normal
setiap posisi sudu airfoil FX 1637
Gambar 18. Perbandingan Gaya Tangensial
setiap posisi sudu airfoil FX 1637
Berdasarkan Gambar 15, 16, 17, dan 18 menunjukkan bahwa
karakteristik airfoil FX 1637 memiliki gaya normal dan gaya angkat dengan pola
yang cenderung stabil terhadap setiap posisi sudunya. Gaya tangensial memiliki
pola yang fluktuatif setiap perubahan posisi sudu dan mencapai nilai tertinggi
pada posisi sudu ke 5 sebesar 479,31 N. Hasil rata � rata gaya aerodinamik
dalam satu putaran menghasilkan 1670,5 N gaya angkat; 59,8 N gaya hambat;
1600,9 N gaya normal; 432,9 N gaya tangensial. Penemuan ini mendukung hasil
studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa desain airfoil yang baik dapat memaksimalkan gaya angkat dan meminimalkan gaya hambat, meningkatkan efisiensi konversi energi.
Dengan mengaitkan hasil ini dengan
penelitian sebelumnya, analisis ini memberikan
gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana
karakteristik aerodinamik
airfoil mempengaruhi performa
turbin angin dan pentingnya pemilihan desain yang tepat untuk meningkatkan efisiensi konversi energi.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa gaya angkat terbesar dihasilkan
oleh sudu dengan airfoil FX 63-137 sebesar 1670,5 Newton, gaya hambat terbesar
dihasilkan oleh sudu dengan airfoil Selig 1210 sebesar 61,9 Newton, gaya normal
terbesar dihasilkan oleh sudu dengan airfoil FX 63-137 sebesar 1600,9 Newton,
dan gaya tangensial terbesar dihasilkan oleh sudu dengan airfoil NACA 0018
sebesar 502,2 Newton. Pemilihan jenis airfoil yang tepat digunakan oleh turbin
angin H-Rotor berdasarkan hasil pengujian karakteristik airfoil dilihat dari
gaya tangensial, karena akan mempengaruhi nilai torsi serta daya yang
dihasilkan. Jenis airfoil yang tepat digunakan pada turbin angin H-rotor dengan
rata � rata kecepatan angin 7,8 m/s adalah NACA 0018 dengan sudut pemasangan
sudu 15�.
Ali, S., Lee, S.-M., & Jang, C.-M. (2018). Effects of
instantaneous tangential velocity on the aerodynamic performance of an
H-Darrieus wind turbine. Energy Conversion and Management, 171,
1322�1338. https://doi.org/10.1016/j.enconman.2018.06.075
Hafiz, F., & Abdennour, A. (2015). Optimal use of kinetic
energy for the inertial support from variable speed wind turbines. Renewable
Energy, 80, 629�643. https://doi.org/10.1016/j.renene.2015.02.051
Kurniawati, D. M., & Sukanda, J. M. (2020). Simulasi
Numerik Pengaruh Aspect Ratiodan Sudut Serang Terhadap Performa Turbin Angin
Sumbu Vertikal H-Rotor. ROTASI, 22(1), 22�28.
https://doi.org/10.14710/rotasi.22.1.22-28
Mahmuddin, F. (2017). Rotor blade performance analysis with
blade element momentum theory. Energy Procedia, 105, 1123�1129.
https://doi.org/10.1016/j.egypro.2017.03.477
Mohamed, M. H., Dessoky, A., & Alqurashi, F. (2019).
Blade shape effect on the behavior of the H-rotor Darrieus wind turbine:
Performance investigation and force analysis. Energy, 179,
1217�1234. https://doi.org/10.1016/j.energy.2019.05.069
Oukassou, K., El Mouhsine, S., El Hajjaji, A., &
Kharbouch, B. (2019). Comparison of the power, lift and drag coefficients of
wind turbine blade from aerodynamics characteristics of Naca0012 and Naca2412. Procedia
Manufacturing, 32, 983�990. https://doi.org/0.1016/j.promfg.2019.02.312
Peng, H. Y., Liu, H. J., & Yang, J. H. (2021). A review
on the wake aerodynamics of H-rotor vertical axis wind turbines. Energy,
232, 121003. https://doi.org/10.1016/j.energy.2021.121003
Pratama, R. E. (2023). Analisis pengaruh tinggi bilah
terhadap performa dengan airfoil NACA 0012 pada turbin angin sumbu vertikal
tipe darrieus-H di Jawa Barat. Jurnal Teknik Mesin Indonesia, 18(2),
90�99. https://doi.org/10.36289/jtmi.v18i2.456
Reinker, F., Kenig, E. Y., Passmann, M., & aus der
Wiesche, S. (2017). Closed loop organic wind tunnel (CLOWT): Design, components
and control system. Energy Procedia, 129, 200�207.
https://doi.org/10.1016/j.egypro.2017.09.158
Saefudin, A., & Widiyananto, E. (2021). Identifikasi
Kecepatan Angin Pada Setiap Material Permukaan Ruang Luar Kampus STTC. Jurnal
Arsitektur, 13(1), 8�12. https://doi.org/10.59970/jas.v13i1.111
SAPTO, A. D. W. I., & RUMAKSO, H. P. (2021). Uji Coba
Performa Bentuk Airfoil Menggunakan Software Qblade Terhadap Turbin Angin Tipe
Sumbu Horizontal. Jurnal Teknik Mesin Mercu Buana, 10(1), 1�8.
https://doi.org/10.22441/jtm.v10i1.10212
Sun, Z., Chen, J., Shen, W. Z., & Zhu, W. J. (2016).
Improved blade element momentum theory for wind turbine aerodynamic
computations. Renewable Energy, 96, 824�831.
https://doi.org/10.1016/j.renene.2016.05.035
Suprapto, M., & Muttaqin, I. (2022). Analisis Turbin
Angin Vertikal Hybrid Savonius Bertingkat dan Darrieus Tipe H-Rotor. AL
JAZARI: JURNAL ILMIAH TEKNIK MESIN, 7(2).
https://doi.org/10.31602/al-jazari.v7i2.8680
Wicaksono, A. (2023). Studi Numerik Pengaruh Variasi
Kecepatan Angin Terhadap Unjuk Kerja Turbin Angin Darrieus Tipe H-Rotor.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Zhang, L., Yang, M., & Liang, X. (2018). Experimental
study on the effect of wind angles on pressure distribution of train
streamlined zone and train aerodynamic forces. Journal of Wind Engineering
and Industrial Aerodynamics, 174, 330�343. https://doi.org/10.1016/j.jweia.2018.01.024
|
� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication
under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |