p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN:
2774-6534
������������������������������������������������ Available online
at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index
Perlindungan Dan Kepastian Hukum Debitur Terhadap Pengalihan Piutang (Cessie) Dalam Praktek Perbankan Di Indonesia
Ayu Tresna Waty1, Dewi
Iryani2, Hartana3
Universitas
Bung Karno, Indonesia1
[email protected]1, [email protected]2,
[email protected]3
Abstract |
Bank sebagai penunjang
perekonomian negara sekaligus
merupakan sarana keuangan penting bagi masyarakat. Bank merupakan industri jasa yang memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat dan merupakan badan atau lembaga keuangan yang tugas utamanya menghimpun uang dari pihak ketiga sebagai perantara untuk menyalurkan permintaan dan penawaran kredit. Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kredit salah satunya adalah kredit macet. Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruhnya kewajibannya kepada bank seperti yang telah dijanjikannya. Solusi yang seringkali
diterapkan bank sebagai kreditur untuk mengatasi kredit macet adalah melakukan pengalihan tagihan (cessie ) terhadap fasilitas
kredit. Metode penelitian
yang digunakan yaitu normatif, sifat penelitian yang digunakan yaitu deskriptif analitis, jenis data yang digunakan yaitu data primer dan
sekunder, analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif, serta pengambilan kesimpulan dilakukan dengan logika deduktif. Perlindungan debitur atas pengalihan hak tagih (cessie)
ini harus dilakukan dimana debitur wajib diberitahu atas cessie dan adanya jaminan bahwa hak-hak debitur dalam perjanjian kredit sebelumnya tetap didapatkan oleh debitur tersebut. Serta dari segi debitur
sebagai konsumen perbankan juga mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi, hak untuk menolak bila terdapat klausul yang merugikan dan tidak sesuai dengan klausul awal serta hak
untuk mengajukan keberatan apabila debitur merasa dirugikan oleh tindakan pengalihan piutang tersebut. Keywords: Perjanjian
Kredit, Pengalihan Piutang (Cessie), Perlindungan
Hukum |
Abstrak Banks
support the country's economy and are also an important financial means for
society. Banks are a service industry that provides services to the public
and are financial bodies or institutions whose main task is to collect money
from third parties as intermediaries to channel demand and supply of credit.
One of the problems that occur in the implementation of credit is bad credit.
Problematic credit is a situation where a customer is unable to pay part or
all of his obligations to the bank as promised. The solution that is often
applied by banks as creditors to overcome bad credit is to transfer claims (cessie) to credit facilities. The research method used is
normative, the nature of the research used is analytical descriptive, the
type of data used is primary and secondary data, data analysis is carried out
descriptively qualitative and quantitative, and conclusions are drawn using
deductive logic. Debtor protection regarding the transfer of claim rights (cessie) must be carried out where the debtor must be
notified of the cessie and there is a guarantee
that the debtor's rights in the previous credit agreement are still obtained
by the debtor. And from the debtor's point of view as a banking consumer,
they also have the right to obtain information, the right to object if there
is a clause that is detrimental and not in accordance with the initial clause
and the right to submit an objection if the debtor feels disadvantaged by the
act of transferring the receivables. Keywords: Credit Agreement, Transfer of
Receivables (Cessie), Legal Protection. |
�������������������������������������������������������������������������������������������
�������������������*Correspondence Author:
Ayu Tresna Waty
Email: [email protected]
Dari uraian diatas, maka terdapat pokok-pokok hal yang
menjadi perhatian dalam pengaturan pengalihan piutang (cessie) dalam praktek perbankan
di Indonesia yakni terkait pengaturan pengalihan piutang (cessie) telah� diatur namun kurang spesifik dalam
Undang-Undang KUH Perdata maupun�
ketentuan hukum perbankan dalam hal ini POJK No.6 tahun 2022 pasal 34
pasal 1 yakni �Dalam hal penyedia usaha jasa keuangan (PUJK) melaksanakan
pengalihan hak tagih kepada pihak lain berdasarkan perjanjian kredit atau
pembiayaan dengan konsumen, PUJK wajib memenuhi tata cara pengalihan hak tagih
kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan�. Pada
pasal ini tidak memberikan kriteria atas piutang/tagihan yang kondisi apa yang
boleh dilakukan pengalihan piutang (cessie) oleh penyedia usaha jasa keuangan
(PUJK). Sehingga memungkinkan pihak PUJK dapat melakukan cessie tersebut dengan
semena-mena yang pada akhirnya dapat merugikan konsumen dalam hal ini debitur.
Dengan aturan yang kurang spesifik penyelesaian piutang
secara cessie ini secara tegas dan adil maka menimbulkan ketidakpastian hukum
di masyarakat,� Hal ini tidak sesuai
dengan asas Pancasila terutama sila kelima �Keadilan sosial bagi seluruh
masyarakat Indonesia�,�� serta pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan landasan filosofis bagi sistem ekonomi
Indonesia. Pasal ini menekankan pada pentingnya kesejahteraan bersama,
keadilan, dan peran aktif negara dalam mengatur perekonomian. Dimana salah tujuan
besarnya yakni mencapai kesejahteraan umum melalui pengaturan ekonomi yang
berkeadilan dan berkelanjutan, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
seluruh rakyat Indonesia.
Serta tidak sesuai dengan teori perlindungan hukum dimana
salah satu tujuan dari perlindungan hukum yakni memperkuat kestabilan sosial
dengan� hukum berperan penting dalam
menjaga stabilitas dan keharmonisan dalam masyarakat. Menurut Setiono,
perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari� perbuatan�
sewenang-wenang� oleh� penguasa�
yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan
ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk�� menikmati��
martabatnya�� sebagai
manusia.�
Pemerintah perlu mengeluarkan peraturan yang lebih tegas
dan spesifik untuk mengatur praktik cessie dalam hal menetapkan kriteria dari
piutang/tagihan yang dapat dilakukan pengalihan (cessie), termasuk
batasan-batasan mengenai cara penagihan, perlindungan data pribadi, dan maupun
transparansi informasi.
Terkait perjanjian kredit yang mengikat antara kreditur
dan debitur harus dengan jelas memuat pasal tentang pengalihan piutang (cessie)
beserta syarat-syarat yang mendasari pengalihan piutang tersebut, atas hal ini
debitur dan kreditur harus saling sepakat secara tertulis, dan kedua belah
pihak mendapatkan asli dari perjanjian kredit tersebut. Walaupun secara
pengaturan hukum KUH Perdata pasal 613�
tidak mengatur secara spesifik kriteria atas syarat pengalihan piutang
tersebut. sehingga hal ini menimbulkan pelaksanaan yang multi tafsir dan dapat
disalahgunakan untuk kepentingan tertentu yang merugikan salah satu pihak.
Pihak Perbankan (kreditur) seharusnya dalam segala tindakannya mengacu pada
pasal-pasal perjanjian kredit yang telah disepakati kedua belah pihak, dan
menghindarkan melakukan upaya lain diluar kesepakatan yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak. Hal ini sesuai dengan KUH Perdata pasal 1320 tentang
syarat sahnya suatu perjanjian.
Analisa Perlindungan Hukum dan Kepastian Hukum Bagi
Debitur Atas Pengalihan Piutang (Cessie).
Pada bagian� ini
penulis� ingin meletakkan� dasar pemahaman� mengapa perlunya ada perlindungan dan kepastian
hukum terhadap debitur terkait�
pengalihan piutang� (cessie).
a.
Kepastian hukum terkait
pihak-pihak yang berlibat dalam cessie
Pengalihan piutang atau cessie adalah suatu tindakan
hukum di mana seorang kreditur (cedent) melimpahkan hak tagihnya terhadap
seorang debitur (cessus) kepada pihak ketiga (cessionaris). Dasar hukum mengenai cessie di Indonesia diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), khususnya Pasal 613 yang� berbunyi � Penyerahan piutang-piutang atas
nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat
akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang
itu kepada orang lain. Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang
sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara
tertulis atau diakuinya. Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan
dengan memberikannya; penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan
memberikannya bersama endosemen surat itu�.
Berdasarkan Pasal 613 KUH Perdata, cessie bisa
dilaksanakan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari debitur. Cessie cukup
dilaksanakan oleh kreditur asal dan kreditur baru, dan cessie sudah selesai
dengan ditanda-tanganinya akta cessie. Artinya hak milik atas tagihan atas nama
diserahkan sudah pindah kepemilikannya dari kreditur asal kepada kreditur baru.
Hal ini kontradiksi dengan dengan pasal 1320 KUH Perdata yakni Pasal 1320 ayat
(1) menyatakan sebagian salah satu syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan
adanya �sepakat mereka yang mengikatkan dirinya�. Pasal 1338 ayat (1)
menentukan bahwa �semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi yang membuatnya�. Dan dalam POJK No.6 tahun 2022 pasal 34
juga menyebutkan pengalihan hak tagih wajib termuat dalam perjanjian kredit
atau pembiayaan dan diberitahukan kepada konsumen atau disetujui oleh konsumen.
Dalam teori kepastian hukum menurut Sudikno Mertokusumo,
yang� menjelaskan tentang kepastian
hukum� yang� mengkehendaki�
adanya� upaya� pengaturan�
hukum� dalam� perundang- undangan yang dibuat oleh para
pihak yang berwenang.�� Sehingga
aturan-aturan itu memiliki� aspek� yuridis�
yang� dapat� menjamin�
adanya� kepastian� hukum�
yang berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati. Karenanya� dalam�
hal� ini penulis� merasa pengaturan� hukum�
di dalam permasalahan�
perlindungan� hukum� terhadap debitur dalam hal pengalihan piutang
(cessie)� kurang dapat� terlihat jelas� kepastian�
hukumnya.
Menurut penulis, perlu ada� penambahan peraturan pelaksanaan terkait
pengalihan piutang ini, dimana tidak hanya kewajiban para pihak menuangkan
pengalihan piutang ini dalam perjanjian awal terbentuknya objek cessie yakni
piutang/tagihan. Namun juga pada saat dilakukannya cessie juga sekaligus
dilakukan novasi atas perjanjian kredit tersebut. Sehingga ada kepastian hukum
dan perlindungan hukum bagi para pihak terutama pihak debitur.
b.
Perlindungan hukum bagi
debitur terkait pengalihan piutang (cessie).
Berdasarkan pasal 613 KUH Perdata, debitur hanya
diposisikan sebagai pihak yang pasif dalam tindakan pengalihan piutang
(cessie).�� Dimana debitur hanya
diberitahu akan proses cessie tersebut. Atas hal ini dapat menyebabkan adanya
hak dan kewajiban yang diatur dalam perjanjian hutang piutang sebelumnya tidak
dijamin dilaksanakan oleh kreditur baru (cessionaris), diantaranya:
1.
Perubahan Hubungan Hukum.
Dengan adanya kreditur baru, debitur harus berhadapan
dengan kreditur baru yang mungkin memiliki kebijakan penagihan yang berbeda.
Ini bisa menyebabkan perubahan dalam metode, frekuensi, dan tekanan penagihan.
Dan debitur mungkin kesulitan mendapatkan informasi yang jelas mengenai
pengalihan piutang ini, sehingga menimbulkan ketidakpastian.
2.
Peningkatan Tekanan Penagihan.
Terhadap strategi penagihan agresif kreditur baru,
seringkali menerapkan strategi penagihan yang lebih agresif untuk segera
mendapatkan pembayaran, debitur mungkin dikenakan biaya tambahan seperti biaya
administrasi atau biaya penagihan yang tidak terdapat pada perjanjian awal.
3.
Kerumitan dalam Negosiasi
Akibat perjanjian baru, debitur mungkin perlu melakukan
negosiasi ulang mengenai syarat pembayaran dengan kreditur baru, yang bisa
memakan waktu dan tenaga. Dan ada kemungkinan kehilangan kesepakatan,
kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai dengan kreditur lama mungkin tidak
berlaku lagi dengan kreditur baru.
4.
Potensi Penyalahgunaan, Terkait informasi pribadi,� ada risiko penyalahgunaan informasi pribadi
debitur oleh kreditur baru atau pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab.
Maka atas hal ini pihak debitur harus juga melindungi
kepentingan dengan cara antara lain meminta bukti cessie. Debitur berhak
meminta bukti tertulis mengenai pengalihan piutang, seperti salinan akta
cessie. Debitur harus memastikan identitas kreditur baru, memastikan bahwa
pihak yang menagih utang adalah kreditur baru yang sah. Dan debitur diupayakan
mencatat semua komunikasi, semua komunikasi dengan kreditur baru, baik lisan
maupun tertulis, sebaiknya dicatat sebagai bukti bila terjadi ketidaksesuaian
dalam proses selanjutnya.
Dalam segi regulasi meskipun dalam POJK Nomor
6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa
Keuangan telah mengatur hak-hak konsumen dalam hal pengalihan piutang, termasuk
hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan persetujuan atas pengalihan
tersebut.
Pasal 31 ayat (1)�
tertera dalam hal terdapat perubahan ketentuan yang mempengaruhi
perjanjian mengenai produk dan / atau layanan dari PUJK, PUJK wajib
menginformasikan kepada Konsumen.�
Dalam pasal 34 dalam POJK Nomor 6/POJK.07/2022 telah
mengatur proses pengalihan piutang khusus dalam praktek perbankan, yakni
sebagai berikut:
1.
Dalam hal PUJK melaksanakan pengalihan hak tagih kepada
pihak lain berdasarkan perjanjian kredit atau pembiayaan dengan konsumen, PUJK
wajib memenuhi tata cara pengalihan hak tagih kepada pihak lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.
Pengalihan hak tagih kepada pihak lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib: dimuat di dalam perjanjian kredit atau
pembiayaan: dan diberitahukan kepada konsumen atau disetujui oleh Konsumen.
3.
PUJK wajib memastikan pengalihan hak tagih kepada pihak
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menimbulkan kerugian
bagi konsumen.�
Pada POJK tersebut diatas tertera dengan jelas PUJK wajib
memastikan bahwa pengalihan cessie ini tidak merugikan konsumen, namun sejauh
mana PUJK memastikan hal tersebut tidak tertera batasannya (bias). Sedangkan
dalam cessie� menurut KUH Perdata pasal
613 setelah peralihan semua hak dan kewajiban tidak melibatkan PUJK awal /
kreditur lama lagi. Dan dalam praktek perbankan umumnya pihak kreditur
lama/PUJK tidak melakukan intervensi dan tidak memastikan tidak ada kerugian
konsumen atas cessie tersebut.
Akibatnya bila ternyata konsumen/debitur (cessus)
mengalami kerugian dalam pengalihan piutang ini, pihak PUJK/Kreditur dapat
melepaskan tanggung jawabnya dengan aturan yang masih bias batasannya tersebut.
Dengan adanya resiko-resiko diatas serta berdasarkan
uraian kasus yang menjadi objek penelitian ini,�
mencerminkan lemahnya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang terkait
pengalihan piutang dalam hal ini debitur. Dalam teori perlindungan hukum
menurut Satjipto Rahardjo ini terinspirasi dari tujuan hukum yang dikemukakan
Fitzgerald. Tujuan hukum menurut Fitzgerald adalah untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat dengan cara mengatur
perlindungan dan pembatasan terhadap berbagai kepentingan tersebut.�� Dari konsep itu, Rahardjo mengartikan
perlindungan hukum sebagai upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara
mengalokasikan suatu hak asasi manusia kekuasaan kepadanya untuk bertindak
dalam rangka kepentingan tersebut.
Ahmad Miru & Sutarman Yodo. (2023). Hukum Perlindungan Konsumen. PT.
Raja Grafindo Persada.
Dadang Husen Sobana. (2016). Hukum Perbankan di Indonesia.
Dian Purnamasari. (2021). Kepastian Hukum Pengalihan Piutang (Cessie) dalam Permohonan Kepailitan. Jurnal Ilmu Hukum Universitas Jember, 5(2).
Hamler. (2022). Perlindungan Hukum Debitur dalam Pengalihan Piutang (Cessie) kepada Pihak Ketiga Tanpa Pemberitahuan kepada Debitur atas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). JOEL: Journal of Educational and Language Research.
Hermansyah. (2009). Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Kencana.
I Ketut Oka Setawan. (2019). Hukum Pendaftaran Tanah & Hak Tanggungan. Sinar Grafika.
J.Satrio. Cessie, S. N. (1999). Kompensatie & Pencampuran Hutang.
Miru, A. (2019). Hukum Perlindungan Konsumen. Rajawali Pers.
Muhammad Iqbal. (2019). Kepastian Hukum terkait Pengalihan Piutang (Cessie) dalam Praktik Perbankan di Indonesia. Jurnal Penelitian Hukum Padjadjaran.
Peter Mahmud Marzuki. (2011). Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media Group.
Philipus M. Hadjon. (1987). Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya.
Rani Apriani. (2022). Prosedur Pengalihan Cessie dalam Perspektif Hukum. Jurnal Bina Mulia Hukum.
Rida Hesti Ratnasari. (2020). Pengalihan Piutang secara Cessie sebagai Alternatif Penyelesaian Kredit Macet dalam Perbankan. Jurnal Rechts Vinding.
Rina Marlina. (2021). Perlindungan Hukum terhadap Cessionaris dalam Pengalihan Piutang secara Cessie KPR Bersubsidi. Jurnal Pagaruyuang Law Journal.
Suharnoko. Doktrin, Subrogasi, Novasi dan Cessie. Bandung: Prenada Media/Kencana, 2012.
�
2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license
(https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).