Universitas Terbuka, Samarinda,
Indonesia
Abstrak |
Pendidik memiliki peran penting dalam mendidik sumber daya manusia untuk meraih masa depan yang lebih baik serta mengatasi
kemiskinan dan kebodohan.
Dengan tanggung jawab yang besar ini, pendidik dituntut untuk lebih kreatif dan profesional dalam menjalankan aktivitas pembelajaran di kelas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi metode pembelajaran inovatif dan interaktif yang dapat membantu siswa memahami materi dengan lebih baik serta
merasakan manfaat langsung dari pembelajaran. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan analisis deskriptif, yang mencakup kajian literatur dan wawancara dengan pendidik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontruktivisme merupakan dasar yang kuat untuk penerapan
metode pembelajaran inovatif, tetapi pendidik juga menghadapi berbagai tantangan dalam mengimplementasikannya. Diharapkan, temuan ini memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan metode pembelajaran yang lebih efektif di lingkungan pendidikan, serta memberikan harapan bagi pendidik untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi siswa. Kata kunci: Model
Pembelajaran, Pembelajaran Inovatif, Pembelajaran Interaktif, Sekolah Dasar |
|
Abstract |
Educators have an
important role in educating human resources to achieve a better future and
overcome poverty and ignorance. With this great responsibility, educators are
required to be more creative and professional in carrying out learning
activities in the classroom. This research aims to identify innovative and
interactive learning methods that can help students understand the material
better and feel the direct benefits of learning. The method used in this
research is a qualitative approach with descriptive analysis, which includes
literature review and interviews with educators. The results show that
constructivism is a strong foundation for the implementation of innovative
learning methods, but educators also face various challenges in implementing
them. Hopefully, the findings will contribute significantly to the development
of more effective learning methods in the educational environment, as well as
provide hope for educators to create more meaningful learning experiences for
students. Keywords: Learning Models, Innovative Learning,
Interactive Learning, Elementary School |
*Correspondence
Author: Liliani �
Email:
[email protected]
PENDAHULUAN
Pembelajaran inovatif dan kreatif merupakan proses pembelajaran yang berfokus pada pendekatan yang tidak monoton atau kaku, tetapi dirancang untuk menciptakan suasana belajar yang menarik, interaktif, dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik (Ningtyas, 2023; Sivarajah et al., 2019). Pendidik mencari metode baru yang lebih relevan sehingga peserta didik lebih aktif dalam memahami konsep, bukan sekadar menerima informasi (Wahyuni, 2023; Wolff et al., 2015). Tujuannya agar peserta didik mampu membangun pengetahuannya sendiri dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan problem solving. Hal ini juga membantu mereka berproses menuju perilaku yang lebih baik, sesuai dengan kemampuan dan perbedaan individu yang dimiliki. Dalam pembelajaran konvensional, peserta didik sering kali hanya diminta untuk menghafal konsep dan teori tanpa memahami penerapannya secara nyata. Pembelajaran inovatif dan kreatif hadir sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan ini dengan menghadirkan metode yang lebih berfokus pada pemahaman mendalam, penerapan praktis, serta pembelajaran yang lebih kontekstual (Henriksen et al., 2017; Novela et al., 2024). �
Selama ini, pembelajaran sering diartikan sebagai metode konvensional yang hanya berfokus pada komunikasi verbal dan berpusat pada pendidik. Dalam sistem ini, peserta didik hanya menjadi penerima informasi pasif tanpa diberi kesempatan untuk berkreasi atau berpikir secara mandiri. Fokus yang terlalu besar pada komunikasi verbal dan hafalan materi juga membuat pembelajaran terasa monoton dan kurang relevan dengan kehidupan nyata peserta didik. Akibatnya, peserta didik cenderung kehilangan minat dan motivasi untuk belajar, karena mereka tidak melihat hubungan antara apa yang dipelajari di kelas dengan permasalahan sehari-hari. Tentu hal ini akan berdampak pada rendahnya pemahaman dan kemampuan siswa dalam menerapkan pengetahuan secara praktis.
Pada
banyak sistem pembelajaran konvensional, fokus cenderung lebih pada
hasil atau nilai yang diperoleh, dan bukan pada proses pembelajaran itu sendiri (Cain et al.,
2022; Devita & Mayasari, 2020). Di kelas, pendekatan yang lebih tradisional seperti ceramah atau
metode pembelajaran langsung masih banyak diterapkan. Dalam metode ceramah,
pendidik menjadi satu-satunya sumber informasi, dan peserta didik berperan
pasif dengan hanya menerima penjelasan dari pendidik. Penggunaan metode ceramah murni, membuat pendidik
menjadi satu-satunya sumber informasi, sementara peserta didik hanya menerima
materi yang disampaikan tanpa banyak keterlibatan (Djonomiarjo,
2020; Hung & Chen, 2018). Maka dari itu, untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran, sangat penting untuk beralih ke metode yang
lebih inovatif dan kreatif, yang dapat mendorong peserta didik untuk lebih
aktif berpartisipasi, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah. Pendekatan ini
membuat pembelajaran lebih bermakna serta dapat menghubungkannya dengan pengalaman dan tantangan kehidupan sehari-hari,
sehingga meningkatkan motivasi peserta didik.
Dengan
memahami fenomena ini, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi
efektivitas penerapan pembelajaran inovatif dan kreatif dalam meningkatkan
keterlibatan dan pemahaman peserta didik. Penelitian ini akan mengidentifikasi
masalah teoritis terkait dengan pembelajaran konvensional serta masalah praktis
yang dihadapi peserta didik dalam proses belajar mengajar.
METODE
PENELITIAN
Tulisan
ini mengadopsi pendekatan penelitian kualitatif deskriptif yang berfokus pada
pengembangan dan analisis model pembelajaran inovatif dan interaktif, dengan
tujuan menciptakan metode yang lebih efektif di sekolah dasar (Squires & Dorsen,
2018). Populasi penelitian mencakup seluruh guru dan
peserta didik di sekolah dasar yang menerapkan model pembelajaran ini. Sampel
diambil dari beberapa sekolah dasar yang telah menerapkan model tersebut,
melibatkan 30 guru dan 100 siswa sebagai responden. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah purposive sampling, memilih subjek berdasarkan kriteria
tertentu seperti pengalaman mengajar, penerapan model pembelajaran inovatif,
dan keberagaman latar belakang sekolah. Kriteria partisipasi dalam penelitian
ini mencakup guru yang telah mengimplementasikan model pembelajaran inovatif
selama minimal satu tahun, peserta didik yang terlibat dalam kegiatan
pembelajaran interaktif, serta sekolah yang memiliki fasilitas dan sumber daya
yang mendukung penerapan model tersebut. Analisis data dilakukan dengan teknik
analisis konten, di mana data dari wawancara, observasi, dan dokumen
diorganisir dan dianalisis untuk mengidentifikasi tema-tema utama terkait
penerapan model pembelajaran. Hasil analisis ini bertujuan memberikan pemahaman
yang lebih mendalam mengenai efektivitas model pembelajaran inovatif dan
interaktif serta implikasinya terhadap pengembangan keterampilan interpersonal
peserta didik. Dengan pendekatan ini, diharapkan penelitian ini dapat
memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan metode pembelajaran yang
lebih efektif di lingkungan pendidikan dasar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Konstruktivisme sebagai
landasan dalam pembelajaran inovatif dan kreatif di sekolah dasar
Pembelajaran Inovatif
dan interaktif lebih mengarah pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Proses pembelajaran dirancang, disusun, dan dikondisikan untuk peserta didik dalam
pembelajaran.Pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik menekankan pentingnya memahami konteks anak, seperti
kebutuhan, minat, dan latar belakang mereka, karena hal ini menjadi
dasar dalam merancang proses pembelajaran. Pendekatan ini mengubah hubungan antara pendidik dan peserta didik menjadi
lebih interaktif dan kolaboratif, di mana keduanya saling belajar dan tumbuh bersama. Otonomi anak, yaitu
kebebasan untuk mengatur pembelajaran sendiri, serta pengakuan bahwa anak adalah subjek
pendidikan yang aktif, menjadi fokus utama
dalam merencanakan pembelajaran (Correia et al., 2019; Pranyoto, 2018). Sehingga, pembelajaran yang aktif dan inovatif dapat diterapkan untuk mendorong keterlibatan dan pengembangan maksimal pada peserta didik. Model pembelajaran inovatif menekankan pada perubahan dan pembaruan dalam cara mengajar
dan belajar. Guru yang mengadopsi
model ini harus memiliki motivasi untuk membuat perubahan
positif dalam proses pembelajaran. Selain itu, mereka harus memahami
dengan jelas apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran seperti faktor-faktor yang mendukung perubahan, penerapan strategi atau metode yang efektif untuk melaksanakan
perubahan, serta evaluasi terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
Model
pembelajaran seperti ini berlandaskan pada paradigma Konstruktivisme,
yang saat ini diadopsi oleh banyak pendidik. Konstruktivisme mengedepankan bahwa peserta didik bukan
hanya penerima informasi, tetapi juga aktif membangun pengetahuan peserta didik sendiri. Dalam proses pembelajaran, peserta didik diharapkan berperan aktif dalam membangun pemahaman atau konsep mereka melalui
serangkaian tahapan belajar. Dalam paradigma Konstruktivisme, peserta didik aktif dalam
mengamati dan mengolah informasi dari kehidupan sehari-hari, yang kemudian dihubungkan dengan pengetahuan yang telah mereka miliki
sebelumnya. Melalui proses ini, siswa mengembangkan
pemahaman baru yang lebih mendalam dan luas. Pendekatan ini mengutamakan pembelajaran yang berfokus pada penemuan, di mana peserta didik tidak hanya
diberi informasi, tetapi diberi kesempatan untuk
mengeksplorasi, menemukan,
dan menyusun pemahaman temuan sendiri.� Cara belajar konstruktivisme, di mana siswa
aktif terlibat dalam proses pembelajaran, merupakan kebalikan dari cara belajar
behaviorisme yang lebih
pasif. Perbedaan utamanya adalah:
1) membangkitkan pengetahuan
yang sudah ada sebelumnya,
2) proses pembelajaran
diarahkan untuk membangun atau mengkonstruksi pengetahuan,
3) pengajar berperan
dalam membantu peserta didik untuk
belajar,
4) peserta didik
diharapkan dapat memahami materi yang sedang dipelajari,
5) tujuan pembelajaran
berfokus pada penerapan pengetahuan, dan
6) pembelajaran difokuskan
pada proses belajar itu sendiri
Pengetahuan awal
adalah dasar yang dimiliki peserta didik sebelum memulai
pelajaran baru. Dalam pembelajaran konstruktivisme,
proses belajar yang melibatkan
penemuan dan pemahaman konsep dianggap sangat penting. Alih-alih hanya mengutamakan hasil, fokus pada proses pembelajaran yang aktif membantu peserta didik untuk benar-benar
menginternalisasi konsep-konsep
yang dipelajari. Dengan cara ini, siswa
tidak hanya menghafal, tetapi dapat mengingat dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam waktu yang lama, karena siswa terlibat langsung dalam membangun pemahamannya sendiri.
2.
Tantangan dan harapan
pendidik� dalam menghadapi pembelajaran
inovatif dan interaktif pada abad� ke 21
����������� Di
era modern kini, materi pembelajaran banyak tersedia dalam format digital, seperti e-book dan e-jurnal, yang
memudahkan peserta didik untuk mengakses
sumber belajar secara online. Hal ini mengurangi ketergantungan pada buku fisik, karena
komputer jinjing (laptop)
yang dimiliki peserta didik dapat digunakan
untuk menyimpan berbagai bahan ajar. Dengan begitu, peserta didik tidak
perlu membawa banyak buku ke
sekolah. Selain itu, akses internet di sekolah dan tempat lainnya semakin terjangkau, mempermudah peserta didik dalam mencari
dan menggunakan sumber belajar yang diperlukan untuk mendukung proses pembelajaran. Metode yang paling efektif
untuk melibatkan peserta didik adalah
dengan mengembangkan pembelajaran aktif (Jovanović
et al., 2017). Pembelajaran
aktif adalah pendekatan yang menekankan partisipasi langsung dari peserta didik,
yang tidak hanya sekadar menerima informasi, tetapi juga terlibat dalam kegiatan yang merangsang pemikiran mereka, baik secara kognitif,
afektif, maupun psikomotor. Meskipun begitu, banyak pengajar yang belum sepenuhnya mempersiapkan diri untuk menggunakan
teknologi dalam pengajaran, sehingga pembelajaran yang terjadi cenderung bersifat satu arah. Oleh karena itu, sebagai
pengajar di abad ke-21, menghadapi berbagai tantangan dalam mengajar yang dipaparkan sebagai berikut.
����������� Pertama, mengajar sebagai belajar aktif. Meskipun pembelajaran
aktif memiliki banyak manfaat, banyak pengajar yang enggan mengimplementasikannya karena anggapan bahwa pembelajaran tersebut memakan waktu lebih lama. Namun, dengan strategi yang tepat, seperti melibatkan peserta didik dalam aktivitas
yang relevan dan memberi peserta didik kesempatan
untuk berpikir tentang apa yang mereka kerjakan. Stategi ini mampu melibatkan
peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tentang
1) berpikir kritis dan kreatif,
2) berinteraksi dan berdiskusi
dalam kelompok kecil atau dengan
teman-teman,
3) menyampaikan ide atau
gagasan melalui tulisan ilmiah,
4) mengembangkan sikap
serta nilai-nilai yang dimiliki oleh peserta didik,
5) memberikan dan menerima
masukan dari rekan-rekannya, dan
6) melakukan refleksi
terhadap proses pembelajaran
yang telah dilalui atau pemahaman materi yang telah dipelajari.
Kedua, mengajar
dalam konteks multikultural. Keberagaman budaya di dalam kelas saat ini
tidak bisa dihindari. Di era globalisasi, kelas di sekolah kini dipenuhi dengan
keberagaman budaya, yang mencakup perbedaan ras, suku, agama, dan latar belakang sosial. Keberagaman ini harus dilihat
sebagai potensi yang dapat memperkaya proses pembelajaran. Pengajar perlu memanfaatkan keberagaman ini untuk menciptakan lingkungan yang inklusif,
di mana peserta didik bisa saling berbagi
pengetahuan, pengalaman,
dan perspektif mereka,
serta belajar untuk saling menghargai
perbedaan.
Ketiga, mengajar
untuk membangun pemahaman yang bermakna. Untuk mencapai pemahaman yang mendalam, peserta didik perlu
terlibat dalam kegiatan yang memicu proses berpikir. Hal ini berarti peserta didik tidak hanya
menerima informasi, tetapi juga aktif dalam merumuskan dan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari. Dalam pendekatan pembelajaran aktif dan konstruktivisme, peserta didik didorong
untuk berpikir kritis dan reflektif mengenai apa yang di kerjakan dan mengapa melakukannya, sehingga siswa bisa membangun
pengetahuan secara mandiri dan bermakna.
Keempat, pembelajaran
dan teknologi. Di abad
ke-21, teknologi memainkan peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Bukan hanya terbatas
pada perangkat komputer atau digital, tetapi mencakup berbagai jenis teknologi yang dapat membantu peserta didik dalam
memahami materi dengan lebih mudah
dan efektif. Siswa harus diajak untuk
aktif menggunakan teknologi dalam belajar. Teknologi yang digunakan harus bisa membantu siswa
belajar lebih baik dan meningkatkan kemampuan berpikir, daya cipta, serta
pemahaman mereka terhadap materi pelajaran.
����������� Kelima, mengajar dan tanggung jawab. Perkembangan teknologi
membawa pengaruh besar dalam kehidupan
sehari-hari peserta didik. Produk teknologi
seperti televisi dan ponsel kini menjadi
bagian dari rutinitas peserta didik, memungkinkan mereka untuk beristirahat
atau bermain game setelah sekolah. Namun, tanpa pembelajaran
tentang tanggung jawab, peserta didik bisa tergoda
untuk lebih fokus pada hiburan daripada tugas akademik. Misalnya, siswa dapat mengabaikan
pekerjaan rumah karena lebih tertarik
menonton televisi. Oleh karena itu, penting
bagi pengajar untuk mengajarkan nilai tanggung jawab, agar peserta didik dapat mengatur
waktu dengan bijak dan tidak teralihkan oleh kegiatan yang tidak mendukung perkembangan akademik mereka.
Keenam, mengajar
di kelas pilihan. Pada abad ke-21, pembelajaran semakin diarahkan pada kekhususan dan spesifikasi, di
mana pengajaran tidak lagi bersifat umum
tetapi lebih terfokus pada bidang tertentu. Ini tercermin dalam adanya kelas-kelas
pilihan di sekolah-sekolah,
seperti bidang IPA, komputer, bahasa, sastra, dan ilmu sosial. Karena
terdapat kelas pilihan, guru harus membuat pembelajaran yang lebih lengkap dan menyeluruh. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, pembelajaran ditetapkan sebagai pembelajaran terpadu, di mana meskipun kelas tersebut adalah pilihan, pengajaran yang diberikan mengintegrasikan berbagai materi yang terkait, sehingga karakteristik mata pelajaran tertentu tidak lagi terlihat
secara terpisah, melainkan menjadi satu kesatuan.
����������� Ketujuh, mengajar
dengan perspektif baru tentang kemampuan.
Dalam mengajar di abad
ke-21, penting untuk melihat kemampuan peserta didik secara
lebih holistik. Kemampuan siswa tidak hanya diukur
dari aspek kognitif atau intelektual,
seperti pengetahuan dan keterampilan akademik, tetapi juga mencakup berbagai bentuk kecerdasan lainnya, seperti kecerdasan musikal, kecerdasan spasial, dan kecerdasan emosional. Mengajarkan siswa cara mengelola
emosi menjadi hal yang sangat penting di era pendidikan abad ke-21 saat ini.
3.
�Prosedur Pengembangan Pembelajaran Inovatif
Dan Interaktif
Prosedur pengembangan
pembelajaran inovatif dimulai dengan langkah-langkah berikut (Cantika,
2022). Pertama,
adalah menganalisis kompetensi dasar dan merancang indikator pembelajaran yang menggambarkan tujuan yang ingin dicapai. Setelah itu, pendidik harus menentukan materi yang relevan dengan kompetensi dasar tersebut. Peta konsep digunakan untuk merinci materi pelajaran, dengan urutan vertikal menunjukkan tahapan penyajian materi dan penyebaran horizontal menunjukkan
cakupan materi. Berdasarkan peta konsep ini, indikator
pembelajaran dikembangkan menggunakan "kata kerja operasional" yang menggambarkan
hasil yang diinginkan dari proses belajar, seperti menganalisis, menyimpulkan, atau menjelaskan. Indikator ini menjadi acuan
untuk merancang aktivitas pembelajaran yang sesuai.
Kedua, menganalisis materi
untuk mencapai kompetensi yang diinginkan. Dalam
tahap ini, pendidik harus memikirkan urutan materi yang harus disampaikan, seberapa luas materi tersebut,
dan seberapa dalam pemahaman yang diperlukan peserta didik. Berdasarkan peta konsep, materi dibagi menjadi konsep-konsep yang kemudian dikategorikan ke dalam jenis tertentu,
seperti konkret, abstrak, prosedural, atau metakognisi. Strategi pembelajaran kemudian disesuaikan dengan jenis konsep tersebut,
misalnya menggunakan percobaan untuk konsep konkret atau pendekatan seperti inkuiri untuk konsep yang lebih abstrak. Pendekatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Ketiga, menganalisis karakteristik
peserta didik, seperti kemampuan untuk bekerja secara
mandiri atau dalam kelompok, atau faktor-faktor lainnya. Karakteristik siswa memiliki peran krusial dalam
memilih strategi pembelajaran
yang sesuai untuk merancang pembelajaran yang inovatif. Selain mempertimbangkan
tingkat kemampuan berpikir peserta didik, kecepatan belajar siswa juga harus diperhatikan. Jika peserta didik memiliki
kecepatan belajar yang rendah, pendidik disarankan untuk memberikan lebih banyak contoh dan analogi guna memudahkan
pemahaman. Sebaliknya, peserta didik yang belajar dengan cepat dapat diberikan
lebih sedikit contoh dan lebih banyak latihan soal yang melibatkan pemecahan masalah secara langsung.
Keempat, menentukan strategi penyajian atau metode pembelajaran. Pada tahap ini, pendidik
harus memilih metode pembelajaran yang paling sesuai dengan materi
yang diajarkan dan karakteristik
peserta didik. Dalam pembelajaran inovatif, pendekatan konstruktivistik atau pembelajaran yang berfokus pada peserta didik menjadi pilihan
utama. Oleh karena itu, strategi yang dipilih harus berorientasi pada konstruktivisme.
Kelima, menganalisis sumber
belajar, yang melibatkan pengumpulan materi belajar yang relevan selain buku teks.
Setelah menentukan materi
dan strategi pembelajaran, sumber
belajar yang dipilih harus sesuai dengan
beberapa kriteria, seperti kesesuaiannya dengan kurikulum, kontekstual, urutan materi yang tepat, kedalaman dan keluasan yang sesuai, tidak mengandung
miskonsepsi, dan menarik bagi peserta didik.
Dalam pembelajaran inovatif,
sumber belajar tidak hanya terbatas
pada teks, tetapi juga dilengkapi dengan media pembelajaran yang memberikan presentasi dalam berbagai format, termasuk multimedia
dari internet seperti
video, audio, gambar, dan lainnya.
Keenam, mengembangkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau modul ajar. Setelah tahap-tahap
sebelumnya diselesaikan, selanjutnya adalah menyusun perencanaan pembelajaran. RPP ini terdiri dari tiga
bagian utama: kegiatan awal, inti, dan penutup. Pada bagian awal, guru perlu menghubungkan materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik, agar mereka bisa memahami
keterkaitan antara pelajaran sebelumnya dan yang akan datang. Kegiatan
inti harus dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah dari pendekatan, model, atau metode yang dipilih agar pembelajaran berjalan secara efektif dan sesuai tujuan. Terakhir, pada kegiatan penutup, penting untuk mengajak peserta didik untuk
merefleksikan pelajaran
yang baru saja dipelajari, serta menghubungkannya dengan pemahaman tentang nilai-nilai kehidupan dan kebesaran Tuhan, guna membentuk karakter yang baik dan bertanggung jawab.
����������� Ketujuh, melaksanakan pembelajaran
inovatif dan interaktif. Mengimplementasikan pembelajaran inovatif di kelas sebenarnya lebih mudah dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Pembelajaran akan berjalan lancar
karena sudah ada perencanaan yang detail. Pada
tahap pelaksanaan, penting untuk mengelola
waktu dan kelas dengan baik. Kedelapan, penilaian yang dilakukan
oleh pengajar mencakup penilaian proses dan penilaian hasil setelah pembelajaran.
Penilaian setelah pembelajaran biasanya sudah dilaksanakan dengan baik menggunakan
tes yang telah disiapkan sebelumnya. Namun, penilaian selama proses pembelajaran juga harus dilakukan dengan menilai aktivitas peserta didik seperti keaktifan,
kualitas diskusi, sikap, dan keterampilan yang telah direncanakan dalam modul RPP atau modul ajar.
����������� Kesembilan, penilaian yang dilakukan
pengajar mencakup penilaian proses dan penilaian setelah pembelajaran. Penilaian hasil
akhir biasanya sudah dilaksanakan dengan baik karena
menggunakan tes yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sementara itu, penilaian proses memerlukan pengamatan terhadap aktivitas peserta didik, seperti tingkat keaktifan, kualitas diskusi, sikap, dan keterampilan yang telah direncanakan dalam RPP. Kesepuluh, sebagaiman prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran
inovatif yang
tidak hanya bertujuan untuk penguasaan materi, tetapi juga untuk membentuk karakter peserta didik. Salah satu tujuan utama
adalah untuk meningkatkan keyakinan mereka kepada Tuhan. Oleh karena itu, refleksi
di akhir pembelajaran
sangat penting, agar peserta
didik dapat merenungkan apa yang telah mereka pelajari
dan mensyukuri segala yang diberikan Tuhan. Selain itu, pengajar juga perlu melakukan refleksi untuk mengevaluasi apakah RPP yang telah disusun dan pembelajaran yang telah dilaksanakan berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Pada abad
ke-21, pendidik diharapkan untuk memperhatikan dan mengarahkan pengembangan pembelajaran pada setidaknya tujuh hal yang menjadi tantangan utama dalam pengajaran.
Tantangan-tantangan ini dapat mendorong pengajar untuk mengembangkan pembelajaran yang inovatif dan interaktif, yang berlandaskan pada prinsip konstruktivisme atau pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. Untuk mengembangkan pembelajaran yang inovatif dan interaktif, memerlukan pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip yang mendasari desain pembelajaran tersebut. Pembelajaran inovatif bukan hanya tentang
memperkenalkan metode-metode
baru, tetapi lebih kepada perubahan
dari pendekatan pembelajaran yang bersifat pasif (di mana siswa cenderung hanya menerima informasi) menuju pembelajaran yang lebih aktif, di mana peserta didik terlibat
langsung dalam proses belajar. Hal ini mencakup pemanfaatan berbagai strategi yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam berpikir
kritis, berkolaborasi, dan membangun pengetahuan secara interaktif.
Pembelajaran aktif
yang dimaksud adalah pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif
dalam proses belajar, dengan menciptakan interaksi yang kuat antara siswa satu
sama lain, serta antara siswa dan pengajarnya. Peralihan dari pembelajaran konvensional yang berpusat pada pengajar menuju pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menjadi
tanda utama dari inovasi dalam
pembelajaran. Pengembangan dan pelaksanaan
model pembelajaran inovatif dan� interaktif pembelajaran adalah proses
yang dinamis dan terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan
pemahaman kita tentang cara terbaik untuk mengajar dan belajar. Artinya bahwa model pembelajaran innovatif
dan interaktif telah menjadi fokus utama bagi pendidik di seluruh dunia.
Artikel ini akan membahas pengembangan dan pelaksanaan model pembelajaran ini,
serta dampaknya terhadap proses pendidikan.
4.
�Pengembangan Model
Pembelajaran Inovatif dan Interaktif
Pengembangan model
pembelajaran innovatif dan interaktif dimulai dengan identifikasi kebutuhan
akan perubahan dalam metode pengajaran tradisional. Metode konvensional sering
kali dianggap kurang efektif dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa yang
semakin beragam dan dinamis. Oleh karena itu, pendidik mulai mencari cara-cara
baru untuk meningkatkan keterlibatan dan pemahaman siswa.
Salah satu pendekatan yang
muncul adalah penggunaan teknologi digital, seperti aplikasi pembelajaran
online, platform e-learning, dan alat kolaborasi virtual. Teknologi ini
memungkinkan pembelajaran menjadi lebih fleksibel dan dapat di akses kapan saja
dan di mana saja. Selain itu, teknologi ini juga memfasilitasi interaksi yang
lebih besar antara peserta didik� dan
pendidik, serta antar peserta didik� itu
sendiri Selain teknologi, pengembangan model pembelajaran ini juga melibatkan
perubahan dalam pendekatan kurikulum. Pendekatan berbasis proyek, pembelajaran
berbasis masalah, dan pembelajaran diferensiasi adalah beberapa contoh metode
yang digunakan untuk mendorong keterlibatan aktif siswa dan mengembangkan
keterampilan berpikir kritis serta pemecahan masalah. Pelaksanaan Model
Pembelajaran Inovatif dan Interaktif Pelaksanaan model pembelajaran innovatif
dan interaktif memerlukan persiapan yang matang dari pihak pendidik. Hal
pertama yang harus dilakukan adalah pelatihan guru untuk menggunakan teknologi
baru dan metode pembelajaran yang inovatif. Guru harus diberi kesempatan untuk
belajar dan menguasai keterampilan baru ini agar dapat menerapkannya secara
efektif di kelas.
Selain itu, infrastruktur
teknologi yang memadai juga diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran
interaktif. Ini termasuk akses internet yang stabil dan perangkat digital yang
cukup bagi siswa dan guru. Dukungan dari pihak sekolah dan pemerintah dalam
bentuk kebijakan dan alokasi anggaran juga sangat penting.
Dalam pelaksanaannya, model
pembelajaran ini menekankan pada keterlibatan aktif siswa melalui kegiatan
kolaboratif dan diskusi kelompok. Guru berperan sebagai fasilitator yang
membimbing siswa dalam proses belajar mereka, bukan sebagai sumber informasi
utama. Ini membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial dan komunikasi yang
penting.
5.
�Dampak Model Pembelajaran
Inovatif dan Interaktif
Model pembelajaran innovatif
dan interaktif memiliki berbagai dampak positif terhadap proses pendidikan (Rahmadani &
Qomariah, 2022). Pertama, model ini
meningkatkan keterlibatan dan motivasi siswa dalam belajar. Dengan metode yang
lebih menarik dan interaktif, siswa cenderung lebih tertarik dan termotivasi
untuk belajar.
Kedua, model pembelajaran
mendukung pengembangan keterampilan yang sangat penting
di era abad ke-21, seperti kemampuan berpikir kritis, menyelesaikan masalah, dan bekerja sama dalam tim.
Dalam pendekatan ini, siswa tidak hanya
diberikan informasi, tetapi mereka juga dilatih untuk berpikir
secara mandiri, mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi, dan bekerja sama dengan rekan-rekan
untuk menyelesaikan tugas atau proyek.
Ketiga, memberi kesempatan
bagi guru untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih personal dan terfokus pada kebutuhan setiap siswa. Guru dapat menyesuaikan pendekatan, metode, dan materi pelajaran sesuai dengan tingkat
kemampuan dan kebutuhan khusus setiap siswa.
Dampak dari cara ini, setiap
siswa mendapatkan perhatian lebih, serta dukungan yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Pendekatan ini sangat penting dalam mendukung siswa dengan kecepatan
dan gaya belajar yang berbeda-beda, membantu siswa untuk belajar
dengan cara yang paling efektif bagi mereka.
Namun, penerapan model
pembelajaran ini juga menghadapi tantangan, seperti kekurangan infrastruktur
teknologi di beberapa daerah dan kebutuhan pelatihan guru yang berkelanjutan.
KESIMPULAN
Desain pembelajaran yang baik harus didukung oleh
perencanaan yang matang, yang dirancang dalam bentuk silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau Modul Ajar yang mengacu pada standar isi.
Sebuah silabus yang efektif mencakup komponen-komponen penting seperti
identitas sekolah, kompetensi inti (KI), kompetensi dasar (KD), tema, materi,
kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Demikian
pula, modul ajar yang baik harus memiliki elemen-elemen seperti identitas
sekolah, identitas mata pelajaran atau tema/subtema, kelas/semester, materi
pokok, alokasi waktu, KI, KD, indikator pencapaian kompetensi, keterampilan
proses, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode, media pembelajaran,
sumber belajar, langkah-langkah pembelajaran, dan penilaian pembelajaran.
Pembelajaran yang inovatif dan bermakna memerlukan perencanaan yang mumpuni,
sehingga pendidik atau tenaga kependidikan diharapkan untuk mengembangkan
rancangan pelaksanaan pembelajaran yang baik dan inovatif sebelum melaksanakan
kegiatan pembelajaran, agar pengalaman belajar yang diterima siswa dapat
menjadi lebih bermakna.
Cain, J., Medina, M., Romanelli, F., & Persky, A. (2022).
Deficiencies of traditional grading systems and recommendations for the future.
American Journal of Pharmaceutical Education, 86(7), 8850.
https://doi.org/10.5688/ajpe8850
Cantika, V. M. (2022). Prosedur pengembangan kurikulum
(kajian literatur manajemen inovasi kurikulum). Inovasi Kurikulum, 19(2),
171�184. https://doi.org/10.17509/jik.v19i2.44220
Correia, N., Camilo, C., Aguiar, C., & Amaro, F. (2019).
Children�s right to participate in early childhood education settings: A
systematic review. Children and Youth Services Review, 100,
76�88. https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2019.02.031
Devita, I., & Mayasari, M. (2020). Pengaruh Model
Pembelajaran Konvensional dan Role Playing Terhadap Hasil Belajar Siswa IPS
Mata Pelajaran Ekonomi di SMAN 3 Kota Jambi. SJEE (Scientific Journals of
Economic Education), 4(2), 29�39.
https://doi.org/10.33087/sjee.v4i2.82
Djonomiarjo, T. (2020). Pengaruh model problem based learning
terhadap hasil belajar. Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 5(1),
39�46. https://doi.org/10.37905/aksara.5.1.39-46.2019
Henriksen, D., Richardson, C., & Mehta, R. (2017). Design
thinking: A creative approach to educational problems of practice. Thinking
Skills and Creativity, 26, 140�153.
https://doi.org/10.1016/j.tsc.2017.10.001
Hung, I.-C., & Chen, N.-S. (2018). Embodied interactive
video lectures for improving learning comprehension and retention. Computers
& Education, 117, 116�131.
https://doi.org/10.1016/j.compedu.2017.10.005
Jovanović, J., Ga�ević, D., Dawson, S., Pardo, A.,
& Mirriahi, N. (2017). Learning analytics to unveil learning strategies in
a flipped classroom. The Internet and Higher Education, 33,
74�85. https://doi.org/10.1016/j.iheduc.2017.02.001
Ningtyas, S. I. (2023). Penggunaan board game sebagai media
pembelajaran untuk melatih berpikir kreatif siswa. Research and Development
Journal of Education, 9(2), 871�880.
https://doi.org/10.30998/rdje.v9i2.19392
Novela, D., Suriani, A., & Nisa, S. (2024). Implementasi
Pembelajaran Inovatif melalui Media Digital di Sekolah Dasar. Journal of
Practice Learning and Educational Development, 4(2), 100�105.
https://doi.org/10.58737/jpled.v4i2.283
Pranyoto, Y. H. (2018). Revitalisasi Pendidikan Agama Katolik
di sekolah sebagai upaya meningkatkan moralitas anak didik. Jurnal Masalah
Pastoral, 6(2), 40�58. https://doi.org/10.60011/jumpa.v6i2.67
Rahmadani, R., & Qomariah, S. (2022). Menciptakan
keunggulan bersaing berkelanjutan berbasis sumber daya manusia dalam dunia
pendidikan. Tarbiyah Wa Ta�lim: Jurnal Penelitian Pendidikan Dan
Pembelajaran, 108�117. https://doi.org/10.21093/twt.v9i2.4272
Sivarajah, R. T., Curci, N. E., Johnson, E. M., Lam, D. L.,
Lee, J. T., & Richardson, M. L. (2019). A review of innovative teaching
methods. Academic Radiology, 26(1), 101�113.
https://doi.org/10.1016/j.acra.2018.03.025
Squires, A., & Dorsen, C. (2018). Qualitative research in
nursing and health professions regulation. Journal of Nursing Regulation,
9(3), 15�26. https://doi.org/10.1016/S2155-8256(18)30150-9
Wahyuni, S. (2023). Penerapan Model Problem Based Learning
Berbantuan Video Animasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Peserta
Didik. Postulat: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika, 3(2),
151�165. https://doi.org/10.30587/postulat.v3i2.5043
Wolff, M., Wagner, M. J., Poznanski, S., Schiller, J., &
Santen, S. (2015). Not another boring lecture: engaging learners with active
learning techniques. The Journal of Emergency Medicine, 48(1),
85�93. https://doi.org/10.1016/j.jemermed.2014.09.010
|
� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication
under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |