Historiografi Dalam Toponimi Pada Desa di Kecamatan Timang Gajah
Kabupaten Bener Meriah
�����������������������������������������
Trisfayani1,
Masithah Mahsa2*, Reza Pahlevi Ginting3, Kasmawi4,
Misbahul Munir5
Universitas Malikussaleh,
Indonesia1
Universitas Malikussaleh,
Indonesia2
Universitas Malikussaleh,
Indonesia3
Universitas Malikussaleh,
Indonesia4
Universitas Malikussaleh, Indonesia5
Email: [email protected]1;
[email protected]2; [email protected]3;
[email protected]4;
Abstrak |
||
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan toponimi di desa Kecamatan
Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah. Jenis penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif
dengan metode rekam catat dan wawancara. Data penelitian berupa cerita asal
mula penamaan desa di Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah.
Sedangkan, sumber data dalam penelitian ini yaitu dokumentasi dan wawancara
dengan tokoh masyarakat yang berada di 26 desa Kecamatan Timang Gajah
Kabupaten Bener Meriah. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 26 toponimi
dari 26 nama desa yang digunakan sebagai data penelitian. Toponimi tersebut
dikategorikan berdasarkan jenisnya. Rinciannya adalah sebagai berikut: (1)
Toponimi yang terkait dengan vegetasi berjumlah 3 data, hasil penelitian
berhubungan dengan nama tumbuhan yaitu pohon kina, pohon kemuning, dan kayu
kanis; (2) toponimi yang berhubungan dengan sejarah berjumlah 11 data,
biasanya berhubungan dengan sejarah yang terjadi sebelumnya sehingga
terbentuklah nama sebuah desa; (3) toponimi yang berasal dari pemberian nama
berjumlah 4 data, biasanya berhubungan dengan pemberian nama desa oleh para
tokoh dan pemerintah dan;� (4) toponimi
yang berkaitan dengan wilayah berjumlah 8 data, yang penamaanya berkaitan
dengan posisi desa tersebut dalam wilayah tertentu. Kata kunci: Toponimi;
desa; Kecamatan Timang Gajah; Kabupaten Bener Meriah |
||
|
|
|
Abstract This study aims to describe the toponymy in the
village of Timang Gajah District, Bener Meriah Regency. This type of research is
descriptive qualitative with recording and interview methods. The research
data is in the form of stories of the origin of village names in Timang Gajah District, Bener
Meriah Regency. Meanwhile, the data sources in this study are documentation
and interviews with community leaders in 26 villages in Timang
Gajah District, Bener Meriah Regency. Based on the
results of the study, 26 toponyms were found from 26 village names used as
research data. The toponymy is categorized based on its type. The details are
as follows: (1) Toponymy related to vegetation totaling 3 data, the results
of the study are related to the names of plants, namely the cinchona tree,
the kemuning tree, and the kanis
wood; (2) toponymy related to history totaling 11 data, usually related to
the history that occurred previously so that the name of a village was
formed; (3) toponymy originating from the giving of names totaling 4 data,
usually related to the giving of village names by figures and the government
and; (4) toponymy related to the region totaling 8 data, the names of which
are related to the position of the village in a certain region. Keywords: toponymy; village; Timang Gajah District;Bener Meriah Regency |
*Correspondence
Author: Masithah Mahsa
Email:[email protected]
PENDAHULUAN
Setiap
masyarakat memiliki aturan-aturan sosial yang disepakati bersama. Aturan-aturan
ini dibuat untuk kepentingan bersama dalam berbagai aspek kehidupan, salah
satunya adalah dalam hal pengkategorian. Manusia cenderung memilah dan
membentuk kategori. Dengan mengategorikan, kita dapat membedakan antara
individu, wilayah, tempat, atau hal lain, serta memberikan nama pada
benda-benda tersebut. Nama-nama ini tentu memiliki alasan dan latar belakang
tertentu. Sugiri (2011:56) menyatakan bahwa nama memiliki nilai praktis dan
magis. Makna yang terkandung dalam sebuah nama sangatlah penting karena
mengandung harapan, kenangan, keindahan, kebanggaan, status sosial, asal-usul,
dan sebagainya.
Penamaan
sebuah wilayah biasanya berkaitan erat dengan kehidupan manusia yang ada di
baliknya, termasuk faktor sejarah dan budaya. Nama-nama tempat juga diberikan
untuk mempermudah penyebutan dalam percakapan sehari-hari (Hestiyana,
2022:116). Rais dkk. (2008) menyatakan bahwa umumnya manusia menamai
elemen-elemen lingkungan sekitar mereka ketika mereka mulai tinggal di suatu
wilayah.
Maharani
dan Nugrahani (dalam Muharna, 2024:102) mengemukakan bahwa toponimi merupakan
salah satu bentuk dari budaya yang mencerminkan identitas dan pengetahuan.
Toponimi adalah ilmu yang mempelajari nama-nama geografis yang diberikan pada
berbagai elemen fisik dan kultural, seperti desa, kota, sungai, gunung, teluk,
pulau, tanjung, danau, dan daratan lainnya. Penamaan ini penting untuk
keperluan pemetaan, penulisan dokumen, dan aktivitas sehari-hari lainnya agar
penutur dapat dengan mudah mengenali objek tersebut.
Rizal
(2022:83) menjelaskan bahwa toponimi merupakan kajian ilmiah mengenai nama-nama
tempat, termasuk asal-usul, makna, dan tipologinya. Istilah ini berasal dari
bahasa Yunani, di mana "topos" berarti tempat dan "�noma"
berarti nama. Secara harfiah, toponimi dapat diartikan sebagai nama tempat.
Nama-nama ini sering kali memiliki beragam makna dan mencerminkan nilai-nilai
budaya yang terkandung di dalamnya. Masyarakat umumnya memberi nama berdasarkan
peristiwa, cerita, atau tokoh tertentu. Nilai yang terkandung dalam sejarah
penamaan tempat, yang sering terhubung dengan folklore, juga dapat menjadi
bagian penting dalam pendidikan generasi muda.
Pertiwi, dkk.
(2020:331), toponimi
seringkali mengandung berbagai makna kultural yang mencerminkan nilai-nilai
budaya. Mahsa,
dkk (2022) menuturkan bahwa nilai
merupakan acuan atau pedoman manusia dalam bertutur dan bertingkah laku. Masyarakat
biasanya menamai tempat berdasarkan peristiwa, cerita, atau tokoh tertentu.
Banyak lokasi memiliki latar belakang cerita yang unik, yang dapat memberikan
pembelajaran bagi komunitasnya.
Toponimi terdapat
di semua wilayah,
salah satunya di Kabupaten Bener Meriah.� Timang Gajah adalah sebuah
kecamatan yang berada di Kabupaten Bener Meriah. Kabupaten ini memiliki ibu
kota di Redelong dan terbagi menjadi 10 kecamatan. Penamaan kampung-kampung di
daerah ini biasanya disesuaikan dengan kondisi atau peristiwa yang terjadi di
tempat tersebut. Namun, tentu saja penentuan nama ini tidak dilakukan
sembarangan. Prosesnya melibatkan musyawarah antara para petua kampung dan
pihak berwenang lainnya untuk memastikan bahwa nama yang dipilih memiliki makna
yang sesuai dengan sejarah atau keadaan daerah tersebut.
Beberapa alasan peneliti
melakukan penelitian ini. Pertama,
Menggali lebih jauh tentang makna penamaan desa. Melalui penelitian toponimi,
kita dapat lebih mendalami asal-usul dan makna nama-nama desa yang terdapat
dalam tradisi lisan maupun tulisan, sehingga memahami lebih dalam sejarah dan
budaya yang melingkupinya.
Kedua, pemahaman mengenai
toponimi, khususnya penamaan kampung di Kecamatan Timang Gajah, masih sangat
terbatas. Contohnya, ada sebuah aplikasi informasi tentang kampung bernama
SIGAP (Sistem Informasi Gampong) yang menyajikan informasi kampung. Salah satu
bagian mengenai sejarah asal mula nama kampung. Namun, banyak perangkat kampung
yang tidak mengisi data mengenai asal usul kampung mereka. Ini tentu sangat
disayangkan, mengingat pasti ada individu di desa tersebut yang mengetahui
latar belakang nama desa mereka.
Hal
serupa terjadi pada generasi muda di kampung tersebut. Mereka tampak tidak
mengetahui, bahkan tidak peduli, mengenai proses penamaan kampung mereka.
Padahal, salah satu cara untuk menghargai sejarah adalah dengan memahami asal
usul nama kampung yang mereka tinggali. Tentu saja, ini sangat disayangkan.
Beberapa kalangan juga mengungkapkan bahwa rendahnya pengetahuan mereka tentang
sejarah nama kampung disebabkan oleh ketidakpastian mengenai siapa yang bisa
memberikan informasi tersebut. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan
upaya dalam memahami proses penamaan kampung yang berada di Bener Meriah.
Berbagai
penelitian sebelumnya telah banyak mengkaji topik toponimi, seperti toponimi
nama nama gampong di Bireuen (Muharna, 2024) toponimi nama desa di Kabupaten
Aceh Tenggara (Khairunnisah, 2022), toponimi nama Gampong di Kecamatan
Samalanga (Nurhaliza, 2021), dan toponimi nama ibukota kabupaten/kota di Aceh
(Hamdani, dkk., 2017). Dengan latar belakang tersebut, peneliti merasa tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai toponimi nama nama kampung di Kecamatan
Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah.
Penelitian
ini akan berfokus pada sejarah penamaan kampung yang terletak di Kecamatan
Timang Gajah. Penelitiannya akan mendalami asal-usul penamaan kampung tersebut
melalui perspektif toponimi vegetasi, toponimi sejarah, toponimi pemberian, dan
toponimi wilayah.
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi berharga bagi peneliti lain yang berminat dalam studi
historiografi. Selain itu, peneliti berharap penelitian ini dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat Aceh akan pentingnya pengetahuan sejarah nama kampung
sebagai upaya untuk memahami sejarah tempat tinggal mereka dan mempertahankan
identitas bangsa. Penelitian ini juga diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah
dan pemangku kepentingan lainnya dalam mendokumentasikan sejarah wilayah di
Aceh, khususnya Bener Meriah.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksananakan di
Kecamatan Timang Gajah Bener Meriah. Desa. Desa yang akan dijadikan lokasi dan
data penelitian berjumlah 20 desa, yaitu: Desa Blang Rongka, Bumi Ayu, Cekal
Baru, Suka Damai, Damaran Baru, Datu Beru,�
Gegur Sepakat, Kenine, Kulem Para Kanis, Linung Bale, Mekar Ayu, Mude
Benara, Pantan Kemuning, Simpang Layang, Tunyang, Tunyang Induk, Bukit Tunyang,
Lampahan, Lampahan Barat, dan Lampahan Timur.
Menurut Muhyi
dkk, (2018:51), data dalam suatu penelitian merupakan informasi dari narasumber atau dokumen yang dapat memberikan
gambaran yang jelas tentang suatu
permasalahan atau keadaan. Data dapat berbentuk angka-angka, kategori atau keterangan. Data dalam penelitian
ini berupa cerita asal mula penamaan nama desa-desa di Kecamatan Timang Gajah
Kabupaten Bener Meriah.
Sumber
data merupakan elemen penting dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini,
sumber data berasal dari dokumentasi dan wawancara lisan tokoh-tokoh masyarakat
di kampung yang berada di Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah.
Pemilihan sumber data dilakukan menggunakan metode purposive sampling, yaitu
teknik pengambilan sampel yang bertujuan tertentu. Menurut Fauzy (2019:25),
purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang didasarkan pada
kriteria atau karakteristik spesifik yang harus dipenuhi oleh sampel yang
diperlukan.
Sumber data pada penelitian ini memiliki�
kriteria sebagai berikut: �(1) Berjenis kelamin pria atau wanita; �(2) berjumlah tiga
narasumber; (3) berusia 25 - 55 (tidak pikun); (4) orang tua, istri, atau
suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah
meninggalkan desanya; (5) berprofesi sebagai
petani yang status sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi); (6) �Keuchik, Tuha 4, Tuha 8 (sebutan tokoh
masyarakat provinsi Aceh) dan tokoh masyarakat lainnya dan; (7) sehat jasmani
dan rohani.
Dalam menentukan fokus penelitian,
dipilihlah satu kecamatan berdasarkan potensi sejarah atau kisah asal-usul yang
memengaruhi penamaan gampong. Peneliti kemudian mengumpulkan informasi dan data
dari Reje (Kepala Kampung), Petue (orangtua), serta tokoh masyarakat
lainnya yang memiliki pengetahuan tentang toponimi kampung-kampung di kecamatan
tersebut. Hal ini dilakukan agar tidak ada keraguan mengenai asal-usul penamaan
kampung di Kecamatan Timang Gajah.
Metode pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik yaitu: (1) teknik
observasi,� (2) teknik wawancara, (3)
teknik rekam, dan (4) teknik catat. Pertama, teknik observasi adalah metode
pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung dan teliti di lokasi
penelitian. Peneliti akan melakukan pengamatan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan, serta mencatat hasil pengamatan terkait penamaan kampung-kampung di
Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah.
Kedua,
metode wawancara. Metode ini adalah cara mengumpulkan data dengan mengajukan
pertanyaan secara lisan kepada responden. Wawancara dilakukan secara langsung
dengan tokoh atau masyarakat di Kampung yang berada di wilayah Kecamatan Timang
Gajah, Kabupaten Bener Meriah.
Ketiga, teknik rekam adalah
metode pengumpulan data dengan merekam wawancara antara peneliti dan
narasumber. Dalam proses ini, peneliti mengumpulkan informasi terkait makna dan
sejarah penamaan kampung-kampung di Kecamatan Timang Gajah dengan menggunakan
alat perekam suara saat melakukan wawancara dengan warga setempat. Alat perekam
suara digunakan sebagai sarana untuk mendokumentasikan hasil wawancara.
Keempat, teknik catat adalah metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan mencatat informasi hasil wawancara dari narasumber terkait data
toponimi. Metode ini sangat berguna bagi peneliti dalam proses transkripsi
wawancara, yang kemudian akan dianalisis datanya.
Berikutnya teknik
analisis data.� Sugiyono
(2018:335) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,catatan lapangan,
dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabar
ke unit-unit dan menyusun kedalam pola. Oleh karena itu, penganalisisan data
dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebagai berikut: (1)
menyeleksi data; (2) klasifikasi data; (3) penyajian data; dan (4) membuat kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan data dalam penelitian ini
dilaksanakan dari Mei hingga Juni 2024. Sementara itu, analisis data dilakukan
pada Juli hingga Agustus 2024. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan di 26 desa di Kecamatan Timang Gajah, ditemukan sebanyak 25
jenis toponimi. Rincian jenis-jenis toponimi tersebut adalah: (1) Toponimi yang
berkaitan dengan vegetasi berjumlah 3 data, (2) Toponimi yang berhubungan
dengan sejarah sebanyak 11 data, (3) Toponimi yang merupakan hasil pemberian
berjumlah 4 data, dan (4) Toponimi yang berkaitan dengan wilayah sebanyak 8
data.
Tabel 1. Toponimi di Desa Kecamatan Timang
Gajah Kabupaten Bener Meriah
No |
Nama Desa |
Jenis-jenis Toponimi |
|||
Vegetasi |
Sejarah |
Pemberian |
Wilayah |
||
1 |
Bandar Lampahan |
|
√ |
|
|
2 |
Blang Rongka |
|
√ |
|
|
3 |
Bukit Mulie |
|
|
|
√ |
4 |
Bukit Tunyang |
|
|
|
√ |
5 |
Bumi Ayu |
|
|
√ |
|
6 |
Cekal Baru |
|
√ |
|
|
7 |
Damaran Baru |
|
√ |
|
|
8 |
Datu Beru |
|
√ |
|
|
9 |
Gegur Sepakat |
|
√ |
|
|
10 |
Gunung
Tunyang |
|
|
|
√ |
11 |
Kampung Baru 76 |
|
|
|
√ |
12 |
Kenine |
√ |
|
|
|
13 |
Kulem Para Kanis |
√ |
|
|
|
14 |
Lampahan |
|
√ |
|
|
15 |
Lampahan Barat |
|
|
|
√ |
16 |
Lampahan
Timur |
|
|
|
√ |
17 |
Linung Bale |
|
√ |
|
|
18 |
Mekar Ayu |
|
|
√ |
|
19 |
Mude Benara |
|
|
√ |
|
20 |
Pantan
Kemuning |
√ |
|
|
|
21 |
Pantan Pediangan |
|
|
|
√ |
22 |
Setie |
|
|
√ |
|
23 |
Simpang Layang |
|
|
|
√ |
24 |
Suka Damai |
|
√ |
|
|
25 |
Timang Rasa |
|
√ |
|
|
26 |
Tunyang |
|
√ |
|
|
|
Jumlah |
3 |
11 |
4 |
8 |
1)
Toponimi Vegetasi
Toponimi
vegetasi merujuk pada penamaan suatu lokasi yang didasarkan pada deskripsi
tumbuhan atau tanaman yang tumbuh di sekitar wilayah tersebut. Berdasarkan
hasil penelitian di Kecamatan Timang Gajah, ditemukan 3 jenis toponimi
vegetasi, yaitu: Kenine, Kulem Para Kanis, dan Pantan Kemuning. Berikut ini
akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai toponimi vegetasi tersebut.
(1) Kenine
Desa Kenine konon
kabarnya diambil dari sebuah sejarah yang pada masa itu ada sebuah pohon besar
yang bernama Pohon Kina. Pohon Kina ini diyakini sangat ampuh untuk mengobati
malaria. Berdasarkan hasil musyawarah dengan masyarakat, dan untuk menghargai
dan mengenai sebuah sejarah, disepakatilah kampung ini dinamakan Kampung
Kenine.
Berdasarkan penamaan tersebut, Desa Kenine termasuk dalam kategori toponimi
vegetasi karena nama desa tersebut berasal dari nama tumbuhan yang banyak
didapati di sekitar wilayah tersebut.
(2) Kulem Para Kanis
Konon ceritanya di Daerah Kulem Para
Kanis terdapat pohon yang besar berjenis kayu Kanis. Di sekitar pohon tersebut
terdapat genangan air berbentuk sebuah kulem
yang dalam bahasa Indonesia bermakna kolam, Kemudian masyarakat setempat
bermaksud menebang Kayu Kanis tersebut. Dulu proses penebangan masih
menggunakan gergaji besar manual, bukan jenis mesin seperti sekarang. Karena
begitu besarnya pohon tersebut maka dibuatlah sebuah tempat untuk pijakan para
pemotong kayu yang menggunakan gergaji tersebut. Tempat pijakan ini dalam
bahasa Gayo disebut para. Sehingga
disatukanlah namanya menjadi Kulem Para Kanis. Berdasarkan penamaan tersebut,
Desa Kulem Para Kanis termasuk dalam kategori toponimi vegetasi karena nama
desa tersebut berasal dari nama tumbuhan yang terdapat di sekitar wilayah
tersebut.
(3) Pantan Kemuning
Pantan
Kemuning terdiri dari dua kata, yaitu "pantan" dan
"kemuning." Kata "pantan" mengacu pada daerah perbukitan
atau tempat yang berada di ketinggian, mirip dengan hamparan atau gurun.
Sementara itu, "kemuning" diambil dari nama pohon kayu kemuning. Di
wilayah tersebut, banyak ditemukan pohon kemuning, sehingga daerah tersebut
dinamakan Pantan Kemuning. Berdasarkan penamaan tersebut, Desa Kulem Para Kanis
termasuk dalam kategori toponimi vegetasi karena nama desa tersebut berasal
dari nama tumbuhan yang terdapat di sekitar wilayah tersebut.
2)
Toponimi Bersejarah
Toponimi
bersejarah merujuk pada penamaan suatu lokasi yang didasarkan pada peristiwa
atau kejadian penting dalam sejarah yang berkaitan dengan terbentuknya tempat
tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan 11 jenis toponimi bersejarah,
yaitu: Desa Bandar Lampahan, Blang Rongka, Cekal Baru, Damaran Baru, Datu Beru,
Gegur Sepakat, Lampahan, Linung Bale, Suka Damai, Timang Rasa, dan Tunyang.
Berikut ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai toponimi-toponimi
bersejarah tersebut.
(1) Bandar Lampahan
����������� Bandar
Lampahan adalah salah satu kampung tertua di Kecamatan Timang Gajah. Secara
Bahasa, Bandar dapat berarti kota
atau pusat perdagangan. Pada masa itu, Bandar Lampahan menjadi pusat
berkumpulnya orang orang dagang, atau tempat pusat penjual kopi. Masyarakat
dari berbagai daerah biasanya menjual kopi di tempat ini. Konon kabarnya selama
masa penjajahan Belanda, wilayah ini dijadikan perkebunan kopi, dibangunlah
pabrik kopi oleh Belanda dan hingga kini sisa-sisa sejarah berupa pabrik
pengolahan kopi masih bisa dilihat, meskipun sudah tidak berfungsi. Di dekat
pabrik tersebut, kini telah dibangun pemandian air panas yang bersumber dari
Gunung Burni Telong. Nama desa ini digolongkan sebagai toponimi bersejarah
karena berhubungan dengan peristiwa atau kejadian signifikan yang berperan
penting dalam pembentukan tempat tersebut.
(2) Blang Rongka
Kampung
Blang Rongka asal mulanya merupakan sebuah wilayah peruweren, dalam bahasa gayo yang bermakna lahan peternakan. Blang
Rongka berasal dari dua kata,yaitu Blang
dan Rongka. Blang dalam bahasa Gayo bermakna lapangan, bermakna lapangan luas
yang� yang tidak memiliki tumbuhan yang
ditanam untuk dibudidyakan. Dulunya daerah ini adalah sebuah lahan yang kosong
yang akan dijadikan lahan peternakan dan menanam padi. Sedangkan kata Rongka dalam bahasa gayo bermakna
Rangka. Jadi, dulu kabarnya ada sebuah balai atau rumah yang masih berbentuk
rangka dan kemudian diterpa angin. bangunan itu tidak pernah selesai, maka
dijulukilah Rongka. Pendapat lain mengatakan Rongka itu bermakna rumah masyarakat yang beternak kerbau, dan ada
pendapat juga menyebutkan rangka disini merujuk kepada rangka kandang kerbau,
Sehingga Blang Rongka merupakan ungkapan yang berarti di tengah lapangan yang
luas terdapat bangunan rangka rumah. Penamaan desa ini termasuk dalam
kategori toponimi bersejarah karena terkait dengan peristiwa atau kejadian
penting yang memiliki kaitan erat dengan proses terbentuknya tempat tersebut.
(3) Cekal Baru
Kampung
Cekal Baru adalah salah satu hasil pemekaran dari Kampung Tunyang. Nama
"Cekal" berarti tertarik atau terikat. Menurut cerita, penduduk
Kampung Cekal sebagian besar merupakan pendatang dari berbagai daerah. Mereka
yang sudah menetap di kampung ini cenderung enggan untuk pergi karena terpesona
oleh kesuburan tanahnya. Itulah sebabnya kampung ini dinamakan Kampung Cekal
Baru. Penamaan desa ini diklasifikasikan sebagai toponimi bersejarah karena
berkaitan dengan peristiwa penting yang memainkan peran kunci dalam
terbentuknya wilayah tersebut.
(4) Damaran Baru
Damaran
berasal dari nama pohon damar, yang dianggap memiliki kemiripan dengan pohon
pinus. Lokasinya berada dekat dengan Conto, yang menjadi asal dari Desa Suka
Damai. Di wilayah ini, masyarakat mulai menanami pohon pinus seperti di wilayah
Desa Suka Damai. Nama "Baru" ditambahkan karena wilayah ini merupakan
area baru yang ditanami pinus setelah sebelumnya wilayah Conto dijadikan
sebagai percontohan dalam pembudidayaan pohon pinus. Akhirnya, masyarakat
setempat sepakat menamai daerah tersebut sebagai Damaran Baru. Berdasarkan
penamaan tersebut, Desa Damaran Baru termasuk dalam kategori toponimi vegetasi
karena nama desa tersebut berasal dari nama tumbuhan yang banyak ditanami di
sekitar wilayah tersebut. Penamaan ini diakui sebagai
toponimi bersejarah karena terkait dengan kejadian penting yang memiliki peran
besar dalam proses terbentuknya wilayah tersebut.
(5) Datu Beru
Datu
Beru merupakan salah satu desa di Timang Gajah. Dinamakan Datu Beru karena di
desa tersebut terdapat makam Datu Beru. Datu Beru merupakan seorang tokoh
pejuang pada zaman dahulu yang meninggal di Timang Gajah dan diusung ke
Tunyang.� Datu dalam bahasa Indonesia disebut Nenek Buyut, Sedangkan Beru bermakna Gadis. Jadi Datu Beru ini
adalah sebutan untuk Nenek Buyut yang masih gadis atau belum menikah. Nama
wilayah ini diakui sebagai toponimi bersejarah karena berkaitan dengan
peristiwa penting yang memiliki kontribusi signifikan dalam pembentukan wilayah
tersebut.
(6) Gegur Sepakat
Gegur
Sepakat konon kabarnya dulunya terdapat sebuah batu. Ceritanya batu tersebut
berasal dari Linge, salah satu daerah di Aceh Tengah. Batu tersebut bernama atu beremun (batu yang berembun) Setiap
hari jumat dan senin batunya berbunyi seperti suara gemuruh, Gemuruh dalam
bahasa gayo diebut Gegur. Batunya
diperkirakan setinggi 50 cm dan berdiameter 20 cm. (bisa mudah diangkat). Suatu
ketika, ada seseorang yang mencoba memindahkan batu tersebut ke berbagai
tempat, termasuk ke kuburan Datu Beru. Namun, keesokan harinya, batu itu selalu
kembali ke tempat asalnya. Karena kejadian ini, masyarakat setempat sepakat
untuk menamakan desa tersebut Gegur Sepakat. Nama ini diakui sebagai
toponimi bersejarah karena berkaitan dengan peristiwa penting yang memberikan
kontribusi besar dalam pembentukan wilayah tersebut.
(7) Lampahan
Lampahan
berasal dari bahasa Gayo� lapah dan hen. Lapah bermakna
dipotong atau dicincang. Pada masa itu terjadi peristiwa DITII . Menurut kabar,
orang yang diduga bersalah disembelih atau dieksekusi di tempat tersebut.
Sedangkan hen bermakna segera
dilaksanakan, Bermaksud untuk segera melaksanakan proses eksekusi tersebut.
Sehingga dinamakanlah lampahen yang
sekarang disebut Lampahan. Penamaan di atas dianggap sebagai toponimi
bersejarah karena terkait dengan peristiwa penting yang memberikan kontribusi
signifikan terhadap pembentukan wilayah tersebut.
(8) Linung Bale
Linung
Bale berasal dari dua kata dalam bahasa Gayo, yaitu linung yang berarti "berteduh" dan bale yang berarti "balai" yang digunakan sebagai tempat
pemberhentian. Dahulu, tempat ini digunakan oleh para pendatang dari luar
daerah yang beristirahat dalam perjalanan ke daerah lain. Selain itu, ada
cerita lain yang menyebutkan bahwa pendatang dari Desa Kala Kebayakan, Aceh
Tengah, pindah ke daerah tersebut dan belum memiliki tempat tinggal permanen.
Mereka berteduh dan tinggal sementara di tempat tersebut, yang sering disebut
sebagai rumah persilangan, sehingga disepakatilah menjadi Linung Bale. Nama
tersebut dipandang sebagai toponimi bersejarah karena berkaitan dengan
peristiwa penting yang memberikan kontribusi signifikan dalam pembentukan
wilayah ini.
(9) Suka Damai����������
Desa
Suka Damai dulunya dikenal dengan nama contoh, yang kemudian seiring waktu
disebut Conto, yang bermakna sebagai contoh atau model. Pada masa penjajahan
Belanda, daerah ini dijadikan sebagai model percontohan bagi wilayah lain.
Belanda menanam pohon pinus di daerah tersebut dan merawatnya dengan baik,
sehingga pohon-pohon itu menjadi contoh bagi daerah lain yang juga berencana
menanam pinus. Setelah pemekaran wilayah menjadi beberapa desa, nama Conto pun
berubah menjadi Suka Damai. Nama desa ini dianggap sebagai toponimi bersejarah
karena berhubungan dengan peristiwa signifikan yang berperan utama dalam
pembentukan wilayah tersebut.
(10) Timang Rasa
Timang
Rasa adalah sebuah wilayah yang merupakan pemekaran dari Bandar Lampahan.
Timang Rasa berasal dari bahasa Gayo. Timang rasa bermakna mempertimbangkan
perasaan.� Konon babarnya dulu ada sebuah
keluarga yang mempunyai empat orang anak. Anak anak tersebut saling menjelekkan
satu sama lain. Jadi, sang ayah harus pandai pandai untuk mempertimbangkan
perasaan sang anak agar jangan ada yang tersakiti. sehingga jadilah nama desa
ini menjadi Timang Rasa. Nama ini berkaitan dengan sejarah, sehingga
dikategorikan sebagai toponimi bersejarah.
(11) Tunyang
Konon
kabarnya dulunya di bagian tengah sawah terdapat sebuah bendungan air yang
digunakan untuk mengairi� persawahan,
kemudian di pinggiran jalan terdapat bale-bale tempat orang berteduh untuk
melakukan sembayang Zuhur. Dekat dari Bale-bale, terdapat sebuah pohon kayu
yang letaknya di Burbale. Pada suatu ketika datang angin kencang sehingga
menghantam kayu dan membuat pohon roboh dan patah, tinggal tunggul panjangnya
sekitar 4 meteran berbentuk agak meruncing�
yang dalam bahasa bahasa Gayo disebut merunyang. Sesuai kesepakatan dan musyawarah tokoh masyarakat
diambil nama Desa Tunyang dari kata runyang
dijadikan Tunyang sampai sekarang.
Pendapat lainnya menyebutkan bahwa Tunyang berasal dari kata bahasa gayo tunyel, yang berarti ditopang. Pada
suatu ketika datang angina kencang, membuat bangunan hampir rubuh, ditopanglah
sehingga bangunan tersebut tidak rubuh. Sehingga dinamakanlah Kampung ini
dengan nama Tunyang. Berdasar hal di atas, ditetapkanlah nama desa ini sebagai
toponimi bersejarah.
3)
Toponimi Pemberian
Toponimi pemberian merujuk pada
penamaan suatu tempat yang berasal dari pemberian oleh individu atau entitas
yang memiliki kekuasaan atau peran penting terhadap tempat tersebut.� Jenis toponimi pemberian yang ditemukan dalam
penelitian berjumlah empat desa, yaitu Bumi Ayu, Mekar Ayu, Mude Benara, dan
Setie. Berikut ini adalah rincian lebih lanjut mengenai jenis toponimi
pemberian tersebut.
(1) Bumi Ayu
Kampung Bumi Ayu dulunya dikenal dengan
nama Blok C dan berada di bawah
pengawasan pemerintah Belanda. Nama desa ini merupakan pemberian Belanda.
Penduduk pada saat itu sangat minim, sebagian besar dari mereka bekerja sebagai
tenaga kontrak di perkebunan Pinus yang dikenal dengan nama PNP. Beberapa penduduk
juga mulai membuka hutan untuk dijadikan perkebunan kopi, yang hingga kini
masih ada dan memiliki potensi yang baik.Pada tahun 1960, terjadi pergerakan
G30S/PKI memasuki Blok C, yang kemudian menjadi salah satu basis mereka. Nama
Blok C pun diubah menjadi Giri Harjo,
yang berarti Giri Gunung dan Harjo adalah Sejahtera. Perubahan ini
mencerminkan perkembangan penduduk saat itu, di mana kawasan yang sebelumnya
hutan berubah menjadi pemukiman yang damai. Seiring berjalannya waktu, pada
tahun 1965-1966, nama Blok C/Giri Harjo diubah menjadi Bumi Ayu oleh Bapak Tgk.
Ali Djadun, Sultan Amin, dan tokoh masyarakat setempat, dan nama tersebut masih
digunakan sampai sekarang. Berdasar hal di atas, dikategorikanlah desa ini
sebagai Toponimi Pemberian karena nama desa ini diberikan oleh Bapak Tgk. Ali Djadun, Sultan Amin, dan
tokoh masyarakat setempat.
(2) Mekar Ayu
Mekar Ayu berasal dari dua kata, mekar dan ayu. Mekar bermakna
pemekaran dan ayu bermakna baru,
Jadi, bermakna sebuah kampung baru dari hasil pemekaran. Kisah lainnya
disebutkan bahawa Nama Kampung Mekar Ayu terinspirasi dari seorang Guru atau
Pensiunan. Pada waktu Itu Beliau di undang ke Istana Negara atas undangan
Presiden Suharto. Saat berada di Jakarta beliau menyampaikan kepada presiden
tentang keinginannya membuat sebuah kampung. Kemudian Presiden Mengusulkan dua
nama untuk menjadi nama kampung tersebut, yaitu mandiri dan Mekar Ayu. Setelah
beliau pulang, dibuatlah sebuah musyawarah tentang pendirian kampung bersama
tokoh masyarakat. Maka disepakatilah nama Kampung Mekar Ayu. Berdasarkan hal
tersebut, desa ini dikategorikan sebagai Toponimi Pemberian karena nama desa
ini diusulkan oleh Presiden Soeharto.
(3) Mude Benara
Kampung Mude Benara awalnya merupakan
hasil pemekaran dari Kampung Induk Karang Jadi. Kampung ini berasal dari Dusun
Simpang Bumi Ayu, yang penduduknya tergolong sangat miskin dan kurang mendapat
perhatian dari para pemimpin, meskipun lokasinya berada di jalur Provinsi yang
sering dilintasi oleh pejabat daerah dan provinsi. Bermula dari kondisi
kemiskinan dan ketertinggalan, masyarakat Dusun Simpang Bumi Ayu berkomitmen
untuk maju dan mengatasi tantangan tersebut. Pada tahun 2002, diprakarsai oleh
seorang tokoh muda mengusulkan pemekaran wilayah ke Kecamatan Timang
Gajah.Meski menghadapi berbagai tantangan dan perdebatan yang berlangsung cukup
lama, hal ini terjadi karena beberapa tokoh masyarakat kurang memberikan
dukungan terhadap tokoh muda tersebut. Hingga akhirnya lahirlah nama Mude
Benara. Berdasarkan penjelasan tersebut, penamaan desa ini tergolong dalam
kategori toponimi pemberian karena nama desa tersebut ditetapkan oleh Tokoh
Muda di daerah tersebut.
(4) Setie
Dahulu, nama Setie dikenal sebagai Setia.
Sejak tahun 1955, nama ini berubah menjadi Setie. Sebelum wilayahnya dimekarkan
dan menjadi bagian dari Bener Meriah, Setie masih termasuk dalam wilayah Aceh
Tengah. Menurut cerita, pada masa itu, ada sebuah program pemerintah yang
dikenal dengan LKMD, singkatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa. LKMD
adalah lembaga yang dibentuk atas inisiatif masyarakat sebagai mitra pemerintah
desa untuk menampung serta mewujudkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat,
terutama dalam bidang pembangunan. Untuk mencairkan dana LKMD, diperlukan
penggabungan beberapa desa. Desa Setia menjadi salah satu yang bergabung dengan
Desa Blang Rongka. Saat proses pengurusan tersebut, terbitlah Surat Keputusan
dari Kementerian Dalam Negeri, dalam SK tersebut nama desa Setia tertulis
Setie. Sejak saat itu, nama desa tersebut resmi menjadi Setie hingga sekarang.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penamaan desa ini termasuk dalam jenis
toponimi pemberian karena nama desa tersebut ditetapkan dalam surat keputusan
yang diberikan oleh Kementrian Dalam Negri.
4)
Toponimi Wilayah
Toponimi wilayah merupakan proses
penamaan suatu lokasi berdasarkan nama wilayah yang mencakup berbagai tingkatan
administrasi, seperti kota, kabupaten, kecamatan, desa, kampung, atau dusun.
Pemberian nama ini sangat berkaitan dengan letak geografis wilayah tersebut.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan 8 data nama desa terkait
jenis toponimi wilayah, yaitu Bukit Mulie, Bukit Tunyang, Gunung Tunyang,
Kamung Baru 76, Lampahan Barat, Lampahan Timur, Pantan Pediangan, dan Simpang
Layang. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai toponimi wilayah
tersebut.
(1) Bukit Mulie
Bukit Mulie adalah sebuah desa yang
terletak di Kecamatan Timang Gajah. Wilayahnya berada di tempat yang tinggi dan
mempunyai tanah yang subur sehingga cocok untuk dijadikan lahan untuk menanam
kopi. Mulie dalam bahasa Gayo
bermakna terhormat atau yang ditinggikan. Hal ini bermaksud masyarakat sangat
bersyukur serta sangat beruntung dianugerahi wilayah dataran tinggi yang subur
dan banyak memberi hasil serta manfaat kepada masyarakat. Penamaan desa ini digolongkan sebagai toponimi wilayah
karena nama desa tersebut berkaitan erat dengan lokasi tempatnya yang berupa
perbukitan.
(2) Bukit Tunyang
����� Bukit Tunyang merupakan pemekaran dari
Desa Tunyang. Awal namanya serupa dengan sejarah Tunyang. Bukit Tunyang
dinamakan berbeda melihat posisi tempatnya atau lokasinya. Dinamakan Bukit
Tunyang karena karena lokasinya yang berada di tempat yang agak tinggi,
sehingga namanya menjadi Bukit Tunyang. Nama desa ini dikategorikan sebagai
toponimi wilayah karena berkaitan erat dengan lokasinya yang berada di kawasan
yang lebih tinggi di wilayah Tunyang.
(3) Gunung Tunyang
Gunung Tunyang merupakan hasil
pemekaran dari Desa Tunyang. Sejarah penamaannya sama dengan peristiwa tunyang.
Nama Gunung Tunyang diberikan berbeda karena merujuk pada lokasinya. Disebut
Gunung Tunyang karena letaknya yang berada di daerah yang lebih tinggi. Nama
desa ini digolongkan sebagai toponimi wilayah karena berhubungan erat dengan
lokasinya yang terletak di area yang lebih tinggi di wilayah Tunyang.
(4) Kampung Baru 76
Kampung Baru 76 awalnya adalah dusun
yang terletak di Desa Karang Jadi
sebelum terjadi pemekaran. Kemudian karena proses pemekaran tersebut
terbentuklah kampung yang baru. Wilayah kampung baru ini� berada di KM 76 jalan Bireuen Takengon.
Hingga akhirnya dinamakanlah kampung baru 76. Penamaan desa ini termasuk
wilayah, karena penamaannya yang sesuai dengan wilayahnya.
(5) Lampahan Barat
Lampahan dimekarkan menjadi 3 Wilayah,
yaitu Desa Lampahan yang merupakan lampahan induk, kemudian Lampahan Barat
karena posisi desanya berada di di wilayah Barat.
(6)
Lampahan Timur
Lampahan selain dimekarkan menjadi
Lampahan dan Lampahan Barat, juga ada Lampahan Timur. Hal ini karena posisinya
yang berada di sebelah timur. Sehingga berdasarkan wilayah dikategorikanlah
sebagai Toponimi Wilayah
(7) Pantan Pediangan
Kampung Pantan Pediangan dulunya adalah
sebuah kampung yang terletak di tengah hutan dan sangat terpencil, jauh dari
pusat kecamatan, dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit karena akses jalan
yang kurang memadai. Awalnya, Pantan Pediangan merupakan sebuah dusun dari Desa
Karang Jadi, yang dikenal dengan nama Dusun Karang Jadi Atas, yang tertinggal
dibandingkan dusun-dusun lainnya. Meskipun begitu, seiring berjalannya waktu,
jumlah penduduk di dusun ini terus bertambah karena wilayahnya sangat potensial
untuk pengembangan pertanian. Pada tahun 2002, para tokoh masyarakat
mengusulkan pemekaran desa ke Kecamatan Timang Gajah. Setelah melalui
musyawarah, para tokoh bersama seluruh masyarakat sepakat untuk menamai desa
tersebut Pantan Pediangan. Secara pemaknaan dari segi bahasa setempat, ada yang
menyebutkan bahwa "Pantan Pediangan" merupakan bahasa Gayo.. Dalam
kata "Pantan" biasanya mengacu pada area perbukitan atau dataran
tinggi. Sementara itu, "Pediangan" berarti tempat bermain.
"Pantan Pediangan" bisa diartikan sebagai area tinggi yang digunakan
untuk bermain karena pemandangannya yang indah dan sejuk.Ini mungkin merujuk
pada posisi geografis kampung tersebut yang terletak di dataran tinggi.
Berdasar hal di atas, dikategorikanlah sebagai toponimi wilayah.
(8) Simpang Layang
Simpang Layang nama asalnya adalah
Godang. Dinamakan Godang karena tempat itu merupakan tempat berhentinya mobil
angkutan umum atau disebut gudang mobil .Desa tersebut terdapat sebuah
persimpangan berbentuk pengkolan patah. Di tempat itu sering terjadi kecelakaan
karena jalan di tempat tersebut awalnya lurus kemudian tiba tiba ada pengkolan,
pengendara yang sedang mengendarai dengan kecepatan tinggi, tiba tiba ada
pengkolan dan tidak sempat menghentikan laju kendaraanya, sehingga kendaraanya
terbalik atau di sana sering menyebutnya dengan melayang. Karena peristiwa
tersebut, lama kelamaan dinamakanlah kampung tersebut menjadi Simpang Layang.
Berdasarkan paparan di atas, dimasukkanlah penamaan Simpang Layang dalam
toponimi wilayah.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat 26 toponimi dari 26
nama desa yang digunakan sebagai data penelitian. Toponimi tersebut
dikategorikan berdasarkan jenisnya. Rinciannya adalah sebagai berikut: (1)
Toponimi yang terkait dengan vegetasi berjumlah 3 data, hasil penelitian
berhubungan dengan nama tumbuhan yaitu Pohon Kina, Pohon Kemuning, dan Kayu
Kanis.� (2) Toponimi yang berhubungan
dengan sejarah berjumlah 11 data, biasanya berhubungan dengan sejarah yang
terjadi sebelumnya sehingga terbentuklah nama sebuah desa, (3) Toponimi yang
berasal dari pemberian nama berjumlah 4 data, biasanya berhubungan dengan
pemberian nama desa oleh para tokoh dan pemerintah, dan (4) Toponimi yang
berkaitan dengan wilayah berjumlah 8 data, yang penamaanya berkaitan dengan
posisi desa tersebut dalam wilayah tertentu. Adapun saran yang dapat
direkomendasikan adalah pentingnya dilakukan penelitian lebih lanjut terkait
inventarisasi toponimi penamaan nama daerah di Kabupaten Bener Meriah. Selain
itu pemerintah Kabupaten Bener Meriah perlu mengambil kebijakan untuk mendukung
pelestarian toponimi nama daerah ini agar generasi muda tetap mengenal dan
memahami sejarah serta arti penting penamaan daerah mereka.
Erikha,
Fajar, dkk. (2018). Modul: Toponimi. Jakarta: Direktorat Jenderal
Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Hartina,
Sri. (2022). Toponimi dalam Legenda Pallawagau da I Tenribali. Skripsi
(internet). Universitas Hasanuddin. (http://repository.unhas.ac.id/id/)
Hestiyana.
(2022). Toponimi dan Aspek Penamaan Asal Usul Nama Jalan di Kabupaten Tanah
Laut. Jurnal SIROK BASTRA, Vol 10
No.2 Desember 2022
Kuntowijoyo.
(2003). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Maharani,
Tisa dan Ari Nugrahani. (2019). �Toponimi Kewilayahan di Kabupaten Tulungagung
(Kajian Etnosemantik dan Budaya)�. Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia. Vol. 4, No.2, Oktober 2019. (http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/BB/article/download/2563/2037).
Mahsa, M., T, S, A, MZ. (2022). Pelestarian Cerita Rakyat di
Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara Sebagai Sarana Pembentukan Karakter Berbasis
Kearifan Lokal. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia: Metalingua,
Vol 7, No 2 Oktober 2022.
https://journal.trunojoyo.ac.id/metalingua/article/view/16694/7222.�
Muharna,
Mera. (2024). Toponimi Gamong Gamong di Kabupaten Bireuen. Jurnal Kande , Vol 5 No.1 (https://ojs.unimal.ac.id/index.php/kande)
Muhyi dkk. (2018). Metodologi Penelitian. Surabaya: Adi Buana
University Press.
Pertiwi, L. Prima Pandu. (2020). �Toponimi
Nama-Nama Desa di Kabupaten Ponorogo
(Kajian Antropolinguistik)�. Jurnal NUSA, Vol. 15 No. 3 (https://ejournal.undip.ac.id/index.php/nusa/article/download/34727/18340
Rais,
J. dkk. (2008). Toponimi: Sejarah, Budaya
yang Panjang dari Pemukiman Manusia dan Tertib Administrasi. Jakarta:Pradya
Paramita.
Rizal, dkk. (2022). �Toponimi
Kelurahan di Ternate
Tengah�. Proceeding of Seminar
Nasional Riset Linguistik dan Pengajaran Bahasa (Senarilip VI).
Sudaryat,
Y.D. (2009). Toponimi Jawa Barat (Berdasarkan Cerita Rakyat). Bandung: Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.
Sugiri,
Edi. (2011). Persektif Budaya Perubahan Nama Diri Bagi WNI Keturunan Tionghoa
di Wilayah 1 Pemerintahan Kota Surabaya �Dalam Jurnal Bahasa dan Seni Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003.
|
� 2024
by the authors. Submitted for possible open access publication under the
terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |