Historiografi Dalam Toponimi Pada Desa di Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah

�����������������������������������������

 

Trisfayani1, Masithah Mahsa2*, Reza Pahlevi Ginting3, Kasmawi4, Misbahul Munir5

Universitas Malikussaleh, Indonesia1

Universitas Malikussaleh, Indonesia2

Universitas Malikussaleh, Indonesia3

Universitas Malikussaleh, Indonesia4

Universitas Malikussaleh, Indonesia5

Email: [email protected]1; [email protected]2; [email protected]3; [email protected]4;

[email protected]5

 

 

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan toponimi di desa Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah. Jenis penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif dengan metode rekam catat dan wawancara. Data penelitian berupa cerita asal mula penamaan desa di Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah. Sedangkan, sumber data dalam penelitian ini yaitu dokumentasi dan wawancara dengan tokoh masyarakat yang berada di 26 desa Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 26 toponimi dari 26 nama desa yang digunakan sebagai data penelitian. Toponimi tersebut dikategorikan berdasarkan jenisnya. Rinciannya adalah sebagai berikut: (1) Toponimi yang terkait dengan vegetasi berjumlah 3 data, hasil penelitian berhubungan dengan nama tumbuhan yaitu pohon kina, pohon kemuning, dan kayu kanis; (2) toponimi yang berhubungan dengan sejarah berjumlah 11 data, biasanya berhubungan dengan sejarah yang terjadi sebelumnya sehingga terbentuklah nama sebuah desa; (3) toponimi yang berasal dari pemberian nama berjumlah 4 data, biasanya berhubungan dengan pemberian nama desa oleh para tokoh dan pemerintah dan;(4) toponimi yang berkaitan dengan wilayah berjumlah 8 data, yang penamaanya berkaitan dengan posisi desa tersebut dalam wilayah tertentu.

 

Kata kunci: Toponimi; desa; Kecamatan Timang Gajah; Kabupaten Bener Meriah

 

 

 

Abstract

This study aims to describe the toponymy in the village of Timang Gajah District, Bener Meriah Regency. This type of research is descriptive qualitative with recording and interview methods. The research data is in the form of stories of the origin of village names in Timang Gajah District, Bener Meriah Regency. Meanwhile, the data sources in this study are documentation and interviews with community leaders in 26 villages in Timang Gajah District, Bener Meriah Regency. Based on the results of the study, 26 toponyms were found from 26 village names used as research data. The toponymy is categorized based on its type. The details are as follows: (1) Toponymy related to vegetation totaling 3 data, the results of the study are related to the names of plants, namely the cinchona tree, the kemuning tree, and the kanis wood; (2) toponymy related to history totaling 11 data, usually related to the history that occurred previously so that the name of a village was formed; (3) toponymy originating from the giving of names totaling 4 data, usually related to the giving of village names by figures and the government and; (4) toponymy related to the region totaling 8 data, the names of which are related to the position of the village in a certain region.

 

Keywords: toponymy; village; Timang Gajah District;Bener Meriah Regency

 

*Correspondence Author: Masithah Mahsa

Email:[email protected]

 

 

 

 

PENDAHULUAN

 

Setiap masyarakat memiliki aturan-aturan sosial yang disepakati bersama. Aturan-aturan ini dibuat untuk kepentingan bersama dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah dalam hal pengkategorian. Manusia cenderung memilah dan membentuk kategori. Dengan mengategorikan, kita dapat membedakan antara individu, wilayah, tempat, atau hal lain, serta memberikan nama pada benda-benda tersebut. Nama-nama ini tentu memiliki alasan dan latar belakang tertentu. Sugiri (2011:56) menyatakan bahwa nama memiliki nilai praktis dan magis. Makna yang terkandung dalam sebuah nama sangatlah penting karena mengandung harapan, kenangan, keindahan, kebanggaan, status sosial, asal-usul, dan sebagainya.

Penamaan sebuah wilayah biasanya berkaitan erat dengan kehidupan manusia yang ada di baliknya, termasuk faktor sejarah dan budaya. Nama-nama tempat juga diberikan untuk mempermudah penyebutan dalam percakapan sehari-hari (Hestiyana, 2022:116). Rais dkk. (2008) menyatakan bahwa umumnya manusia menamai elemen-elemen lingkungan sekitar mereka ketika mereka mulai tinggal di suatu wilayah.

Maharani dan Nugrahani (dalam Muharna, 2024:102) mengemukakan bahwa toponimi merupakan salah satu bentuk dari budaya yang mencerminkan identitas dan pengetahuan. Toponimi adalah ilmu yang mempelajari nama-nama geografis yang diberikan pada berbagai elemen fisik dan kultural, seperti desa, kota, sungai, gunung, teluk, pulau, tanjung, danau, dan daratan lainnya. Penamaan ini penting untuk keperluan pemetaan, penulisan dokumen, dan aktivitas sehari-hari lainnya agar penutur dapat dengan mudah mengenali objek tersebut.

Rizal (2022:83) menjelaskan bahwa toponimi merupakan kajian ilmiah mengenai nama-nama tempat, termasuk asal-usul, makna, dan tipologinya. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, di mana "topos" berarti tempat dan "�noma" berarti nama. Secara harfiah, toponimi dapat diartikan sebagai nama tempat. Nama-nama ini sering kali memiliki beragam makna dan mencerminkan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Masyarakat umumnya memberi nama berdasarkan peristiwa, cerita, atau tokoh tertentu. Nilai yang terkandung dalam sejarah penamaan tempat, yang sering terhubung dengan folklore, juga dapat menjadi bagian penting dalam pendidikan generasi muda.

Pertiwi, dkk. (2020:331), toponimi seringkali mengandung berbagai makna kultural yang mencerminkan nilai-nilai budaya. Mahsa, dkk (2022) menuturkan bahwa nilai merupakan acuan atau pedoman manusia dalam bertutur dan bertingkah laku. Masyarakat biasanya menamai tempat berdasarkan peristiwa, cerita, atau tokoh tertentu. Banyak lokasi memiliki latar belakang cerita yang unik, yang dapat memberikan pembelajaran bagi komunitasnya.

Toponimi terdapat di semua wilayah, salah satunya di Kabupaten Bener Meriah.Timang Gajah adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Bener Meriah. Kabupaten ini memiliki ibu kota di Redelong dan terbagi menjadi 10 kecamatan. Penamaan kampung-kampung di daerah ini biasanya disesuaikan dengan kondisi atau peristiwa yang terjadi di tempat tersebut. Namun, tentu saja penentuan nama ini tidak dilakukan sembarangan. Prosesnya melibatkan musyawarah antara para petua kampung dan pihak berwenang lainnya untuk memastikan bahwa nama yang dipilih memiliki makna yang sesuai dengan sejarah atau keadaan daerah tersebut.

Beberapa alasan peneliti melakukan penelitian ini. Pertama, Menggali lebih jauh tentang makna penamaan desa. Melalui penelitian toponimi, kita dapat lebih mendalami asal-usul dan makna nama-nama desa yang terdapat dalam tradisi lisan maupun tulisan, sehingga memahami lebih dalam sejarah dan budaya yang melingkupinya.

Kedua, pemahaman mengenai toponimi, khususnya penamaan kampung di Kecamatan Timang Gajah, masih sangat terbatas. Contohnya, ada sebuah aplikasi informasi tentang kampung bernama SIGAP (Sistem Informasi Gampong) yang menyajikan informasi kampung. Salah satu bagian mengenai sejarah asal mula nama kampung. Namun, banyak perangkat kampung yang tidak mengisi data mengenai asal usul kampung mereka. Ini tentu sangat disayangkan, mengingat pasti ada individu di desa tersebut yang mengetahui latar belakang nama desa mereka.

Hal serupa terjadi pada generasi muda di kampung tersebut. Mereka tampak tidak mengetahui, bahkan tidak peduli, mengenai proses penamaan kampung mereka. Padahal, salah satu cara untuk menghargai sejarah adalah dengan memahami asal usul nama kampung yang mereka tinggali. Tentu saja, ini sangat disayangkan. Beberapa kalangan juga mengungkapkan bahwa rendahnya pengetahuan mereka tentang sejarah nama kampung disebabkan oleh ketidakpastian mengenai siapa yang bisa memberikan informasi tersebut. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan upaya dalam memahami proses penamaan kampung yang berada di Bener Meriah.

Berbagai penelitian sebelumnya telah banyak mengkaji topik toponimi, seperti toponimi nama nama gampong di Bireuen (Muharna, 2024) toponimi nama desa di Kabupaten Aceh Tenggara (Khairunnisah, 2022), toponimi nama Gampong di Kecamatan Samalanga (Nurhaliza, 2021), dan toponimi nama ibukota kabupaten/kota di Aceh (Hamdani, dkk., 2017). Dengan latar belakang tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai toponimi nama nama kampung di Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah.

Penelitian ini akan berfokus pada sejarah penamaan kampung yang terletak di Kecamatan Timang Gajah. Penelitiannya akan mendalami asal-usul penamaan kampung tersebut melalui perspektif toponimi vegetasi, toponimi sejarah, toponimi pemberian, dan toponimi wilayah.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berharga bagi peneliti lain yang berminat dalam studi historiografi. Selain itu, peneliti berharap penelitian ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat Aceh akan pentingnya pengetahuan sejarah nama kampung sebagai upaya untuk memahami sejarah tempat tinggal mereka dan mempertahankan identitas bangsa. Penelitian ini juga diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam mendokumentasikan sejarah wilayah di Aceh, khususnya Bener Meriah.

 

 

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini akan dilaksananakan di Kecamatan Timang Gajah Bener Meriah. Desa. Desa yang akan dijadikan lokasi dan data penelitian berjumlah 20 desa, yaitu: Desa Blang Rongka, Bumi Ayu, Cekal Baru, Suka Damai, Damaran Baru, Datu Beru,Gegur Sepakat, Kenine, Kulem Para Kanis, Linung Bale, Mekar Ayu, Mude Benara, Pantan Kemuning, Simpang Layang, Tunyang, Tunyang Induk, Bukit Tunyang, Lampahan, Lampahan Barat, dan Lampahan Timur.

Menurut Muhyi dkk, (2018:51), data dalam suatu penelitian merupakan informasi dari narasumber atau dokumen yang dapat memberikan gambaran yang jelas tentang suatu permasalahan atau keadaan. Data dapat berbentuk angka-angka, kategori atau keterangan. Data dalam penelitian ini berupa cerita asal mula penamaan nama desa-desa di Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah.

Sumber data merupakan elemen penting dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini, sumber data berasal dari dokumentasi dan wawancara lisan tokoh-tokoh masyarakat di kampung yang berada di Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah. Pemilihan sumber data dilakukan menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang bertujuan tertentu. Menurut Fauzy (2019:25), purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang didasarkan pada kriteria atau karakteristik spesifik yang harus dipenuhi oleh sampel yang diperlukan. Sumber data pada penelitian ini memilikikriteria sebagai berikut: (1) Berjenis kelamin pria atau wanita; (2) berjumlah tiga narasumber; (3) berusia 25 - 55 (tidak pikun); (4) orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya; (5) berprofesi sebagai petani yang status sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi); (6) Keuchik, Tuha 4, Tuha 8 (sebutan tokoh masyarakat provinsi Aceh) dan tokoh masyarakat lainnya dan; (7) sehat jasmani dan rohani.

Dalam menentukan fokus penelitian, dipilihlah satu kecamatan berdasarkan potensi sejarah atau kisah asal-usul yang memengaruhi penamaan gampong. Peneliti kemudian mengumpulkan informasi dan data dari Reje (Kepala Kampung), Petue (orangtua), serta tokoh masyarakat lainnya yang memiliki pengetahuan tentang toponimi kampung-kampung di kecamatan tersebut. Hal ini dilakukan agar tidak ada keraguan mengenai asal-usul penamaan kampung di Kecamatan Timang Gajah.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik yaitu: (1) teknik observasi,(2) teknik wawancara, (3) teknik rekam, dan (4) teknik catat. Pertama, teknik observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung dan teliti di lokasi penelitian. Peneliti akan melakukan pengamatan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, serta mencatat hasil pengamatan terkait penamaan kampung-kampung di Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah.

Kedua, metode wawancara. Metode ini adalah cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada responden. Wawancara dilakukan secara langsung dengan tokoh atau masyarakat di Kampung yang berada di wilayah Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah.

Ketiga, teknik rekam adalah metode pengumpulan data dengan merekam wawancara antara peneliti dan narasumber. Dalam proses ini, peneliti mengumpulkan informasi terkait makna dan sejarah penamaan kampung-kampung di Kecamatan Timang Gajah dengan menggunakan alat perekam suara saat melakukan wawancara dengan warga setempat. Alat perekam suara digunakan sebagai sarana untuk mendokumentasikan hasil wawancara.

Keempat, teknik catat adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mencatat informasi hasil wawancara dari narasumber terkait data toponimi. Metode ini sangat berguna bagi peneliti dalam proses transkripsi wawancara, yang kemudian akan dianalisis datanya.

Berikutnya teknik analisis data.Sugiyono (2018:335) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabar ke unit-unit dan menyusun kedalam pola. Oleh karena itu, penganalisisan data dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu sebagai berikut: (1) menyeleksi data; (2) klasifikasi data; (3) penyajian data; dan (4) membuat kesimpulan.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dari Mei hingga Juni 2024. Sementara itu, analisis data dilakukan pada Juli hingga Agustus 2024. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di 26 desa di Kecamatan Timang Gajah, ditemukan sebanyak 25 jenis toponimi. Rincian jenis-jenis toponimi tersebut adalah: (1) Toponimi yang berkaitan dengan vegetasi berjumlah 3 data, (2) Toponimi yang berhubungan dengan sejarah sebanyak 11 data, (3) Toponimi yang merupakan hasil pemberian berjumlah 4 data, dan (4) Toponimi yang berkaitan dengan wilayah sebanyak 8 data.

 

Tabel 1. Toponimi di Desa Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah

No

Nama Desa

Jenis-jenis Toponimi

Vegetasi

Sejarah

Pemberian

Wilayah

1

Bandar Lampahan

 

 

 

2

Blang Rongka

 

 

 

3

Bukit Mulie

 

 

 

4

Bukit Tunyang

 

 

 

5

Bumi Ayu

 

 

 

6

Cekal Baru

 

 

 

7

Damaran Baru

 

 

 

8

Datu Beru

 

 

 

9

Gegur Sepakat

 

 

 

10

Gunung Tunyang

 

 

 

11

Kampung Baru 76

 

 

 

12

Kenine

 

 

 

13

Kulem Para Kanis

 

 

 

14

Lampahan

 

 

 

15

Lampahan Barat

 

 

 

16

Lampahan Timur

 

 

 

17

Linung Bale

 

 

 

18

Mekar Ayu

 

 

 

19

Mude Benara

 

 

 

20

Pantan Kemuning

 

 

 

21

Pantan Pediangan

 

 

 

22

Setie

 

 

 

23

Simpang Layang

 

 

 

24

Suka Damai

 

 

 

25

Timang Rasa

 

 

 

26

Tunyang

 

 

 

 

Jumlah

3

11

4

8

 

1)      Toponimi Vegetasi

Toponimi vegetasi merujuk pada penamaan suatu lokasi yang didasarkan pada deskripsi tumbuhan atau tanaman yang tumbuh di sekitar wilayah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian di Kecamatan Timang Gajah, ditemukan 3 jenis toponimi vegetasi, yaitu: Kenine, Kulem Para Kanis, dan Pantan Kemuning. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai toponimi vegetasi tersebut.

(1)    Kenine

Desa Kenine konon kabarnya diambil dari sebuah sejarah yang pada masa itu ada sebuah pohon besar yang bernama Pohon Kina. Pohon Kina ini diyakini sangat ampuh untuk mengobati malaria. Berdasarkan hasil musyawarah dengan masyarakat, dan untuk menghargai dan mengenai sebuah sejarah, disepakatilah kampung ini dinamakan Kampung Kenine. Berdasarkan penamaan tersebut, Desa Kenine termasuk dalam kategori toponimi vegetasi karena nama desa tersebut berasal dari nama tumbuhan yang banyak didapati di sekitar wilayah tersebut.

(2)    Kulem Para Kanis

Konon ceritanya di Daerah Kulem Para Kanis terdapat pohon yang besar berjenis kayu Kanis. Di sekitar pohon tersebut terdapat genangan air berbentuk sebuah kulem yang dalam bahasa Indonesia bermakna kolam, Kemudian masyarakat setempat bermaksud menebang Kayu Kanis tersebut. Dulu proses penebangan masih menggunakan gergaji besar manual, bukan jenis mesin seperti sekarang. Karena begitu besarnya pohon tersebut maka dibuatlah sebuah tempat untuk pijakan para pemotong kayu yang menggunakan gergaji tersebut. Tempat pijakan ini dalam bahasa Gayo disebut para. Sehingga disatukanlah namanya menjadi Kulem Para Kanis. Berdasarkan penamaan tersebut, Desa Kulem Para Kanis termasuk dalam kategori toponimi vegetasi karena nama desa tersebut berasal dari nama tumbuhan yang terdapat di sekitar wilayah tersebut.

(3)    Pantan Kemuning

Pantan Kemuning terdiri dari dua kata, yaitu "pantan" dan "kemuning." Kata "pantan" mengacu pada daerah perbukitan atau tempat yang berada di ketinggian, mirip dengan hamparan atau gurun. Sementara itu, "kemuning" diambil dari nama pohon kayu kemuning. Di wilayah tersebut, banyak ditemukan pohon kemuning, sehingga daerah tersebut dinamakan Pantan Kemuning. Berdasarkan penamaan tersebut, Desa Kulem Para Kanis termasuk dalam kategori toponimi vegetasi karena nama desa tersebut berasal dari nama tumbuhan yang terdapat di sekitar wilayah tersebut.

 

2)      Toponimi Bersejarah

Toponimi bersejarah merujuk pada penamaan suatu lokasi yang didasarkan pada peristiwa atau kejadian penting dalam sejarah yang berkaitan dengan terbentuknya tempat tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan 11 jenis toponimi bersejarah, yaitu: Desa Bandar Lampahan, Blang Rongka, Cekal Baru, Damaran Baru, Datu Beru, Gegur Sepakat, Lampahan, Linung Bale, Suka Damai, Timang Rasa, dan Tunyang. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai toponimi-toponimi bersejarah tersebut.

(1)    Bandar Lampahan

����������� Bandar Lampahan adalah salah satu kampung tertua di Kecamatan Timang Gajah. Secara Bahasa, Bandar dapat berarti kota atau pusat perdagangan. Pada masa itu, Bandar Lampahan menjadi pusat berkumpulnya orang orang dagang, atau tempat pusat penjual kopi. Masyarakat dari berbagai daerah biasanya menjual kopi di tempat ini. Konon kabarnya selama masa penjajahan Belanda, wilayah ini dijadikan perkebunan kopi, dibangunlah pabrik kopi oleh Belanda dan hingga kini sisa-sisa sejarah berupa pabrik pengolahan kopi masih bisa dilihat, meskipun sudah tidak berfungsi. Di dekat pabrik tersebut, kini telah dibangun pemandian air panas yang bersumber dari Gunung Burni Telong. Nama desa ini digolongkan sebagai toponimi bersejarah karena berhubungan dengan peristiwa atau kejadian signifikan yang berperan penting dalam pembentukan tempat tersebut.

(2)    Blang Rongka

Kampung Blang Rongka asal mulanya merupakan sebuah wilayah peruweren, dalam bahasa gayo yang bermakna lahan peternakan. Blang Rongka berasal dari dua kata,yaitu Blang dan Rongka. Blang dalam bahasa Gayo bermakna lapangan, bermakna lapangan luas yangyang tidak memiliki tumbuhan yang ditanam untuk dibudidyakan. Dulunya daerah ini adalah sebuah lahan yang kosong yang akan dijadikan lahan peternakan dan menanam padi. Sedangkan kata Rongka dalam bahasa gayo bermakna Rangka. Jadi, dulu kabarnya ada sebuah balai atau rumah yang masih berbentuk rangka dan kemudian diterpa angin. bangunan itu tidak pernah selesai, maka dijulukilah Rongka. Pendapat lain mengatakan Rongka itu bermakna rumah masyarakat yang beternak kerbau, dan ada pendapat juga menyebutkan rangka disini merujuk kepada rangka kandang kerbau, Sehingga Blang Rongka merupakan ungkapan yang berarti di tengah lapangan yang luas terdapat bangunan rangka rumah. Penamaan desa ini termasuk dalam kategori toponimi bersejarah karena terkait dengan peristiwa atau kejadian penting yang memiliki kaitan erat dengan proses terbentuknya tempat tersebut.

(3)    Cekal Baru

Kampung Cekal Baru adalah salah satu hasil pemekaran dari Kampung Tunyang. Nama "Cekal" berarti tertarik atau terikat. Menurut cerita, penduduk Kampung Cekal sebagian besar merupakan pendatang dari berbagai daerah. Mereka yang sudah menetap di kampung ini cenderung enggan untuk pergi karena terpesona oleh kesuburan tanahnya. Itulah sebabnya kampung ini dinamakan Kampung Cekal Baru. Penamaan desa ini diklasifikasikan sebagai toponimi bersejarah karena berkaitan dengan peristiwa penting yang memainkan peran kunci dalam terbentuknya wilayah tersebut.

(4)    Damaran Baru

Damaran berasal dari nama pohon damar, yang dianggap memiliki kemiripan dengan pohon pinus. Lokasinya berada dekat dengan Conto, yang menjadi asal dari Desa Suka Damai. Di wilayah ini, masyarakat mulai menanami pohon pinus seperti di wilayah Desa Suka Damai. Nama "Baru" ditambahkan karena wilayah ini merupakan area baru yang ditanami pinus setelah sebelumnya wilayah Conto dijadikan sebagai percontohan dalam pembudidayaan pohon pinus. Akhirnya, masyarakat setempat sepakat menamai daerah tersebut sebagai Damaran Baru. Berdasarkan penamaan tersebut, Desa Damaran Baru termasuk dalam kategori toponimi vegetasi karena nama desa tersebut berasal dari nama tumbuhan yang banyak ditanami di sekitar wilayah tersebut. Penamaan ini diakui sebagai toponimi bersejarah karena terkait dengan kejadian penting yang memiliki peran besar dalam proses terbentuknya wilayah tersebut.

(5)    Datu Beru

Datu Beru merupakan salah satu desa di Timang Gajah. Dinamakan Datu Beru karena di desa tersebut terdapat makam Datu Beru. Datu Beru merupakan seorang tokoh pejuang pada zaman dahulu yang meninggal di Timang Gajah dan diusung ke Tunyang.Datu dalam bahasa Indonesia disebut Nenek Buyut, Sedangkan Beru bermakna Gadis. Jadi Datu Beru ini adalah sebutan untuk Nenek Buyut yang masih gadis atau belum menikah. Nama wilayah ini diakui sebagai toponimi bersejarah karena berkaitan dengan peristiwa penting yang memiliki kontribusi signifikan dalam pembentukan wilayah tersebut.

(6)    Gegur Sepakat

Gegur Sepakat konon kabarnya dulunya terdapat sebuah batu. Ceritanya batu tersebut berasal dari Linge, salah satu daerah di Aceh Tengah. Batu tersebut bernama atu beremun (batu yang berembun) Setiap hari jumat dan senin batunya berbunyi seperti suara gemuruh, Gemuruh dalam bahasa gayo diebut Gegur. Batunya diperkirakan setinggi 50 cm dan berdiameter 20 cm. (bisa mudah diangkat). Suatu ketika, ada seseorang yang mencoba memindahkan batu tersebut ke berbagai tempat, termasuk ke kuburan Datu Beru. Namun, keesokan harinya, batu itu selalu kembali ke tempat asalnya. Karena kejadian ini, masyarakat setempat sepakat untuk menamakan desa tersebut Gegur Sepakat. Nama ini diakui sebagai toponimi bersejarah karena berkaitan dengan peristiwa penting yang memberikan kontribusi besar dalam pembentukan wilayah tersebut.

(7)    Lampahan

Lampahan berasal dari bahasa Gayolapah dan hen. Lapah bermakna dipotong atau dicincang. Pada masa itu terjadi peristiwa DITII . Menurut kabar, orang yang diduga bersalah disembelih atau dieksekusi di tempat tersebut. Sedangkan hen bermakna segera dilaksanakan, Bermaksud untuk segera melaksanakan proses eksekusi tersebut. Sehingga dinamakanlah lampahen yang sekarang disebut Lampahan. Penamaan di atas dianggap sebagai toponimi bersejarah karena terkait dengan peristiwa penting yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pembentukan wilayah tersebut.

(8)    Linung Bale

Linung Bale berasal dari dua kata dalam bahasa Gayo, yaitu linung yang berarti "berteduh" dan bale yang berarti "balai" yang digunakan sebagai tempat pemberhentian. Dahulu, tempat ini digunakan oleh para pendatang dari luar daerah yang beristirahat dalam perjalanan ke daerah lain. Selain itu, ada cerita lain yang menyebutkan bahwa pendatang dari Desa Kala Kebayakan, Aceh Tengah, pindah ke daerah tersebut dan belum memiliki tempat tinggal permanen. Mereka berteduh dan tinggal sementara di tempat tersebut, yang sering disebut sebagai rumah persilangan, sehingga disepakatilah menjadi Linung Bale. Nama tersebut dipandang sebagai toponimi bersejarah karena berkaitan dengan peristiwa penting yang memberikan kontribusi signifikan dalam pembentukan wilayah ini.

(9)    Suka Damai����������

Desa Suka Damai dulunya dikenal dengan nama contoh, yang kemudian seiring waktu disebut Conto, yang bermakna sebagai contoh atau model. Pada masa penjajahan Belanda, daerah ini dijadikan sebagai model percontohan bagi wilayah lain. Belanda menanam pohon pinus di daerah tersebut dan merawatnya dengan baik, sehingga pohon-pohon itu menjadi contoh bagi daerah lain yang juga berencana menanam pinus. Setelah pemekaran wilayah menjadi beberapa desa, nama Conto pun berubah menjadi Suka Damai. Nama desa ini dianggap sebagai toponimi bersejarah karena berhubungan dengan peristiwa signifikan yang berperan utama dalam pembentukan wilayah tersebut.

(10)   Timang Rasa

Timang Rasa adalah sebuah wilayah yang merupakan pemekaran dari Bandar Lampahan. Timang Rasa berasal dari bahasa Gayo. Timang rasa bermakna mempertimbangkan perasaan.Konon babarnya dulu ada sebuah keluarga yang mempunyai empat orang anak. Anak anak tersebut saling menjelekkan satu sama lain. Jadi, sang ayah harus pandai pandai untuk mempertimbangkan perasaan sang anak agar jangan ada yang tersakiti. sehingga jadilah nama desa ini menjadi Timang Rasa. Nama ini berkaitan dengan sejarah, sehingga dikategorikan sebagai toponimi bersejarah.

(11)   Tunyang

Konon kabarnya dulunya di bagian tengah sawah terdapat sebuah bendungan air yang digunakan untuk mengairipersawahan, kemudian di pinggiran jalan terdapat bale-bale tempat orang berteduh untuk melakukan sembayang Zuhur. Dekat dari Bale-bale, terdapat sebuah pohon kayu yang letaknya di Burbale. Pada suatu ketika datang angin kencang sehingga menghantam kayu dan membuat pohon roboh dan patah, tinggal tunggul panjangnya sekitar 4 meteran berbentuk agak meruncingyang dalam bahasa bahasa Gayo disebut merunyang. Sesuai kesepakatan dan musyawarah tokoh masyarakat diambil nama Desa Tunyang dari kata runyang dijadikan Tunyang sampai sekarang. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa Tunyang berasal dari kata bahasa gayo tunyel, yang berarti ditopang. Pada suatu ketika datang angina kencang, membuat bangunan hampir rubuh, ditopanglah sehingga bangunan tersebut tidak rubuh. Sehingga dinamakanlah Kampung ini dengan nama Tunyang. Berdasar hal di atas, ditetapkanlah nama desa ini sebagai toponimi bersejarah.

 

3)      Toponimi Pemberian

Toponimi pemberian merujuk pada penamaan suatu tempat yang berasal dari pemberian oleh individu atau entitas yang memiliki kekuasaan atau peran penting terhadap tempat tersebut.Jenis toponimi pemberian yang ditemukan dalam penelitian berjumlah empat desa, yaitu Bumi Ayu, Mekar Ayu, Mude Benara, dan Setie. Berikut ini adalah rincian lebih lanjut mengenai jenis toponimi pemberian tersebut.

(1)    Bumi Ayu

Kampung Bumi Ayu dulunya dikenal dengan nama Blok C dan berada di bawah pengawasan pemerintah Belanda. Nama desa ini merupakan pemberian Belanda. Penduduk pada saat itu sangat minim, sebagian besar dari mereka bekerja sebagai tenaga kontrak di perkebunan Pinus yang dikenal dengan nama PNP. Beberapa penduduk juga mulai membuka hutan untuk dijadikan perkebunan kopi, yang hingga kini masih ada dan memiliki potensi yang baik.Pada tahun 1960, terjadi pergerakan G30S/PKI memasuki Blok C, yang kemudian menjadi salah satu basis mereka. Nama Blok C pun diubah menjadi Giri Harjo, yang berarti Giri Gunung dan Harjo adalah Sejahtera. Perubahan ini mencerminkan perkembangan penduduk saat itu, di mana kawasan yang sebelumnya hutan berubah menjadi pemukiman yang damai. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1965-1966, nama Blok C/Giri Harjo diubah menjadi Bumi Ayu oleh Bapak Tgk. Ali Djadun, Sultan Amin, dan tokoh masyarakat setempat, dan nama tersebut masih digunakan sampai sekarang. Berdasar hal di atas, dikategorikanlah desa ini sebagai Toponimi Pemberian karena nama desa ini diberikan oleh Bapak Tgk. Ali Djadun, Sultan Amin, dan tokoh masyarakat setempat.

(2)    Mekar Ayu

Mekar Ayu berasal dari dua kata, mekar dan ayu. Mekar bermakna pemekaran dan ayu bermakna baru, Jadi, bermakna sebuah kampung baru dari hasil pemekaran. Kisah lainnya disebutkan bahawa Nama Kampung Mekar Ayu terinspirasi dari seorang Guru atau Pensiunan. Pada waktu Itu Beliau di undang ke Istana Negara atas undangan Presiden Suharto. Saat berada di Jakarta beliau menyampaikan kepada presiden tentang keinginannya membuat sebuah kampung. Kemudian Presiden Mengusulkan dua nama untuk menjadi nama kampung tersebut, yaitu mandiri dan Mekar Ayu. Setelah beliau pulang, dibuatlah sebuah musyawarah tentang pendirian kampung bersama tokoh masyarakat. Maka disepakatilah nama Kampung Mekar Ayu. Berdasarkan hal tersebut, desa ini dikategorikan sebagai Toponimi Pemberian karena nama desa ini diusulkan oleh Presiden Soeharto.

(3)    Mude Benara

Kampung Mude Benara awalnya merupakan hasil pemekaran dari Kampung Induk Karang Jadi. Kampung ini berasal dari Dusun Simpang Bumi Ayu, yang penduduknya tergolong sangat miskin dan kurang mendapat perhatian dari para pemimpin, meskipun lokasinya berada di jalur Provinsi yang sering dilintasi oleh pejabat daerah dan provinsi. Bermula dari kondisi kemiskinan dan ketertinggalan, masyarakat Dusun Simpang Bumi Ayu berkomitmen untuk maju dan mengatasi tantangan tersebut. Pada tahun 2002, diprakarsai oleh seorang tokoh muda mengusulkan pemekaran wilayah ke Kecamatan Timang Gajah.Meski menghadapi berbagai tantangan dan perdebatan yang berlangsung cukup lama, hal ini terjadi karena beberapa tokoh masyarakat kurang memberikan dukungan terhadap tokoh muda tersebut. Hingga akhirnya lahirlah nama Mude Benara. Berdasarkan penjelasan tersebut, penamaan desa ini tergolong dalam kategori toponimi pemberian karena nama desa tersebut ditetapkan oleh Tokoh Muda di daerah tersebut.

(4)    Setie

Dahulu, nama Setie dikenal sebagai Setia. Sejak tahun 1955, nama ini berubah menjadi Setie. Sebelum wilayahnya dimekarkan dan menjadi bagian dari Bener Meriah, Setie masih termasuk dalam wilayah Aceh Tengah. Menurut cerita, pada masa itu, ada sebuah program pemerintah yang dikenal dengan LKMD, singkatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa. LKMD adalah lembaga yang dibentuk atas inisiatif masyarakat sebagai mitra pemerintah desa untuk menampung serta mewujudkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat, terutama dalam bidang pembangunan. Untuk mencairkan dana LKMD, diperlukan penggabungan beberapa desa. Desa Setia menjadi salah satu yang bergabung dengan Desa Blang Rongka. Saat proses pengurusan tersebut, terbitlah Surat Keputusan dari Kementerian Dalam Negeri, dalam SK tersebut nama desa Setia tertulis Setie. Sejak saat itu, nama desa tersebut resmi menjadi Setie hingga sekarang. Berdasarkan penjelasan tersebut, penamaan desa ini termasuk dalam jenis toponimi pemberian karena nama desa tersebut ditetapkan dalam surat keputusan yang diberikan oleh Kementrian Dalam Negri.

 

4)      Toponimi Wilayah

Toponimi wilayah merupakan proses penamaan suatu lokasi berdasarkan nama wilayah yang mencakup berbagai tingkatan administrasi, seperti kota, kabupaten, kecamatan, desa, kampung, atau dusun. Pemberian nama ini sangat berkaitan dengan letak geografis wilayah tersebut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan 8 data nama desa terkait jenis toponimi wilayah, yaitu Bukit Mulie, Bukit Tunyang, Gunung Tunyang, Kamung Baru 76, Lampahan Barat, Lampahan Timur, Pantan Pediangan, dan Simpang Layang. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai toponimi wilayah tersebut.

(1)    Bukit Mulie

Bukit Mulie adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Timang Gajah. Wilayahnya berada di tempat yang tinggi dan mempunyai tanah yang subur sehingga cocok untuk dijadikan lahan untuk menanam kopi. Mulie dalam bahasa Gayo bermakna terhormat atau yang ditinggikan. Hal ini bermaksud masyarakat sangat bersyukur serta sangat beruntung dianugerahi wilayah dataran tinggi yang subur dan banyak memberi hasil serta manfaat kepada masyarakat. Penamaan desa ini digolongkan sebagai toponimi wilayah karena nama desa tersebut berkaitan erat dengan lokasi tempatnya yang berupa perbukitan.

(2)    Bukit Tunyang

����� Bukit Tunyang merupakan pemekaran dari Desa Tunyang. Awal namanya serupa dengan sejarah Tunyang. Bukit Tunyang dinamakan berbeda melihat posisi tempatnya atau lokasinya. Dinamakan Bukit Tunyang karena karena lokasinya yang berada di tempat yang agak tinggi, sehingga namanya menjadi Bukit Tunyang. Nama desa ini dikategorikan sebagai toponimi wilayah karena berkaitan erat dengan lokasinya yang berada di kawasan yang lebih tinggi di wilayah Tunyang.

(3)    Gunung Tunyang

Gunung Tunyang merupakan hasil pemekaran dari Desa Tunyang. Sejarah penamaannya sama dengan peristiwa tunyang. Nama Gunung Tunyang diberikan berbeda karena merujuk pada lokasinya. Disebut Gunung Tunyang karena letaknya yang berada di daerah yang lebih tinggi. Nama desa ini digolongkan sebagai toponimi wilayah karena berhubungan erat dengan lokasinya yang terletak di area yang lebih tinggi di wilayah Tunyang.

(4)    Kampung Baru 76

Kampung Baru 76 awalnya adalah dusun yang terletak di Desa Karang Jadi sebelum terjadi pemekaran. Kemudian karena proses pemekaran tersebut terbentuklah kampung yang baru. Wilayah kampung baru iniberada di KM 76 jalan Bireuen Takengon. Hingga akhirnya dinamakanlah kampung baru 76. Penamaan desa ini termasuk wilayah, karena penamaannya yang sesuai dengan wilayahnya.

(5)    Lampahan Barat

Lampahan dimekarkan menjadi 3 Wilayah, yaitu Desa Lampahan yang merupakan lampahan induk, kemudian Lampahan Barat karena posisi desanya berada di di wilayah Barat.

(6)    Lampahan Timur

Lampahan selain dimekarkan menjadi Lampahan dan Lampahan Barat, juga ada Lampahan Timur. Hal ini karena posisinya yang berada di sebelah timur. Sehingga berdasarkan wilayah dikategorikanlah sebagai Toponimi Wilayah

(7)    Pantan Pediangan

Kampung Pantan Pediangan dulunya adalah sebuah kampung yang terletak di tengah hutan dan sangat terpencil, jauh dari pusat kecamatan, dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit karena akses jalan yang kurang memadai. Awalnya, Pantan Pediangan merupakan sebuah dusun dari Desa Karang Jadi, yang dikenal dengan nama Dusun Karang Jadi Atas, yang tertinggal dibandingkan dusun-dusun lainnya. Meskipun begitu, seiring berjalannya waktu, jumlah penduduk di dusun ini terus bertambah karena wilayahnya sangat potensial untuk pengembangan pertanian. Pada tahun 2002, para tokoh masyarakat mengusulkan pemekaran desa ke Kecamatan Timang Gajah. Setelah melalui musyawarah, para tokoh bersama seluruh masyarakat sepakat untuk menamai desa tersebut Pantan Pediangan. Secara pemaknaan dari segi bahasa setempat, ada yang menyebutkan bahwa "Pantan Pediangan" merupakan bahasa Gayo.. Dalam kata "Pantan" biasanya mengacu pada area perbukitan atau dataran tinggi. Sementara itu, "Pediangan" berarti tempat bermain. "Pantan Pediangan" bisa diartikan sebagai area tinggi yang digunakan untuk bermain karena pemandangannya yang indah dan sejuk.Ini mungkin merujuk pada posisi geografis kampung tersebut yang terletak di dataran tinggi. Berdasar hal di atas, dikategorikanlah sebagai toponimi wilayah.

(8)    Simpang Layang

Simpang Layang nama asalnya adalah Godang. Dinamakan Godang karena tempat itu merupakan tempat berhentinya mobil angkutan umum atau disebut gudang mobil .Desa tersebut terdapat sebuah persimpangan berbentuk pengkolan patah. Di tempat itu sering terjadi kecelakaan karena jalan di tempat tersebut awalnya lurus kemudian tiba tiba ada pengkolan, pengendara yang sedang mengendarai dengan kecepatan tinggi, tiba tiba ada pengkolan dan tidak sempat menghentikan laju kendaraanya, sehingga kendaraanya terbalik atau di sana sering menyebutnya dengan melayang. Karena peristiwa tersebut, lama kelamaan dinamakanlah kampung tersebut menjadi Simpang Layang. Berdasarkan paparan di atas, dimasukkanlah penamaan Simpang Layang dalam toponimi wilayah.

 

 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat 26 toponimi dari 26 nama desa yang digunakan sebagai data penelitian. Toponimi tersebut dikategorikan berdasarkan jenisnya. Rinciannya adalah sebagai berikut: (1) Toponimi yang terkait dengan vegetasi berjumlah 3 data, hasil penelitian berhubungan dengan nama tumbuhan yaitu Pohon Kina, Pohon Kemuning, dan Kayu Kanis.(2) Toponimi yang berhubungan dengan sejarah berjumlah 11 data, biasanya berhubungan dengan sejarah yang terjadi sebelumnya sehingga terbentuklah nama sebuah desa, (3) Toponimi yang berasal dari pemberian nama berjumlah 4 data, biasanya berhubungan dengan pemberian nama desa oleh para tokoh dan pemerintah, dan (4) Toponimi yang berkaitan dengan wilayah berjumlah 8 data, yang penamaanya berkaitan dengan posisi desa tersebut dalam wilayah tertentu. Adapun saran yang dapat direkomendasikan adalah pentingnya dilakukan penelitian lebih lanjut terkait inventarisasi toponimi penamaan nama daerah di Kabupaten Bener Meriah. Selain itu pemerintah Kabupaten Bener Meriah perlu mengambil kebijakan untuk mendukung pelestarian toponimi nama daerah ini agar generasi muda tetap mengenal dan memahami sejarah serta arti penting penamaan daerah mereka.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Erikha, Fajar, dkk. (2018). Modul: Toponimi. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Hartina, Sri. (2022). Toponimi dalam Legenda Pallawagau da I Tenribali. Skripsi (internet). Universitas Hasanuddin. (http://repository.unhas.ac.id/id/)

Hestiyana. (2022). Toponimi dan Aspek Penamaan Asal Usul Nama Jalan di Kabupaten Tanah Laut. Jurnal SIROK BASTRA, Vol 10 No.2 Desember 2022

Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Maharani, Tisa dan Ari Nugrahani. (2019). �Toponimi Kewilayahan di Kabupaten Tulungagung (Kajian Etnosemantik dan Budaya)�. Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Vol. 4, No.2, Oktober 2019. (http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/BB/article/download/2563/2037).

Mahsa, M., T, S, A, MZ. (2022). Pelestarian Cerita Rakyat di Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara Sebagai Sarana Pembentukan Karakter Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia: Metalingua, Vol 7, No 2 Oktober 2022. https://journal.trunojoyo.ac.id/metalingua/article/view/16694/7222.

Muharna, Mera. (2024). Toponimi Gamong Gamong di Kabupaten Bireuen. Jurnal Kande , Vol 5 No.1 (https://ojs.unimal.ac.id/index.php/kande)

Muhyi dkk. (2018). Metodologi Penelitian. Surabaya: Adi Buana University Press.

Pertiwi, L. Prima Pandu. (2020). �Toponimi Nama-Nama Desa di Kabupaten Ponorogo (Kajian Antropolinguistik)�. Jurnal NUSA, Vol. 15 No. 3 (https://ejournal.undip.ac.id/index.php/nusa/article/download/34727/18340

Rais, J. dkk. (2008). Toponimi: Sejarah, Budaya yang Panjang dari Pemukiman Manusia dan Tertib Administrasi. Jakarta:Pradya Paramita.

Rizal, dkk. (2022). �Toponimi Kelurahan di Ternate Tengah�. Proceeding of Seminar Nasional Riset Linguistik dan Pengajaran Bahasa (Senarilip VI).

Sudaryat, Y.D. (2009). Toponimi Jawa Barat (Berdasarkan Cerita Rakyat). Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.

Sugiri, Edi. (2011). Persektif Budaya Perubahan Nama Diri Bagi WNI Keturunan Tionghoa di Wilayah 1 Pemerintahan Kota Surabaya �Dalam Jurnal Bahasa dan Seni Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003.

 

� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).